tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar
25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari
30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
1. Faktor genetik.
Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan
pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
Leptin dihasilkan oleh sel-sel lemak lalu dikeluarkan ke dalam peredaran darah.
Saat leptin mengikat reseptor leptin yang berada di otak, maka terjadi proses
penghambatan pengeluaran neuropeptida Y, dimana neropeptida Y berpengaruh
meningkatkan nafsu makan. Sehingga bila tidak ada leptin nafsu makan menjadi
tidak terkontrol.Sejumlah orang yang memiliki masalah obesitas telah diteliti, dan
ternyata mengalami mutasi baik pada gen yang memproduksi leptin atau gen
reseptor leptin, sehingga berpengaruh pada kontrol makanan dalam tubuh.
Dengan tehnik rekayasa genetika, kloning gen leptin dari manusia ke dalam
bakteri Escherichia coli telah dilakukan, dengan tujuan memproduksi leptin
dalam jumlah besar. Percobaan pada tikus yang mengalami mutasi pada gen
penghasil leptin, menunjukkan adanya penurunan berat badan saat diberikan
terapi dengan leptin.
Gen dapat mengatur tingkat makan dengan berbagai cara termasuk:
Kelainan genetik pusat makan untuk mengatur tingkat penyimpanan energi
tinggi/rendah
Kelainan factor psikis secara herediter, baik yang meningkatkan nafsu
makan, atau menyebabkan orang tersebut makan sebagai mekanisme
“pelepasan”
Beberapa jalur pengaturan yang diduga berperan dalam pengaturan berat badan
masing-masing diatur hipotalamus. Misalnya, nukleus ventromedial menjadi
“pusat kenyang” dan hipotalamus lateral menjadi “pusat makan”. Siklus
pengaturan yang mungkin menentukan dalam jangka waktu lama adalah
“mekanisme lipostasis”: massa lemak tubuh diketahui berdasarkan zat yang
dihasilkan oleh sel lemak (kemungkinan leptin), dan jalur umpan-balik
mempertahankan agar massa lemak selalu konstan selama terjadi perubahan
selera makan dan aktivitas fisik. Jadi, lemak akan dengan cepat digantikan
kembali bila dilakukan pengangkatan lemak selama operasi.
Paling tidak sudah dua gen yang diteliti berasosiasi dengan obesitas, yaitu gen ob
(obesity) yang memproduksi leptin; serta gen db (diabetic) yang memproduksi
reseptor leptin. Leptin dihasilkan oleh sel-sel lemak lalu dikeluarkan ke dalam
peredaran darah. Saat leptin mengikat reseptor leptin yang berada di otak, maka
terjadi proses penghambatan pengeluaran neuropeptida Y, dimana neropeptida Y
berpengaruh meningkatkan nafsu makan. Sehingga bila tidak ada leptin nafsu
makan menjadi tidak terkontrol. Bila gen obesitas rusak, protein leptin 16-kDa
yang dikode oleh gen obesitas tidak akan ditemukan dalam plasma. Penyuntikan
leptin pada tikus dengan mutasi obesitas homozigot dapat mengatasi gejala yang
timbul akibat gen yang rusak. Sementara penyuntikan pada tikus normal
menyebabkan tikus kehilangan beratnya. Tetapi jika gen obesitas bermutasi,
reseptor leptin di hipotalamus (di antaranya nukleus arkuatus) menjadi rusak.
Meskipun konsentrasi leptin yang bersirkulasi dalam plasma tinggi, hipotalamus
tetap tidak berespons. Pada beberapa orang yang mengalami obesitas ditemukan
kerusakan gen leptin, tetapi sebagian besar lainnya ditemukan konsentrasi leptin
yang tinggi di dalam plasma. Pada keadaan ini, rantai umpan-balik setelah leptin
pasti mengalami gangguan di suatu tempat. Berbagai kemungkinan kerusakan
dinyatakan sebagai berikut:
leptin tidak dapat lagi mengatasi sawar darah otak (kesalahan transsitosis)
Efek penghambatan leptin pada sekresi neuropeptida Y (NPY) di
hipotalamus, yang merangsang asupan makanan dan menurunkan pemakaian
energi terganggu
Leptin tidak menyebabkan pelepasan alpha-melanocortin (melanocyte-
stimulating hormon alpha-MSH) di hipotalamus yang bekerja melalui
reseptor MCR-4 dan memiliki efek yang berlawanan dengan NPY.
Sejumlah orang yang memiliki masalah obesitas telah diteliti, dan ternyata
mengalami mutasi baik pada gen yang memproduksi leptin atau gen reseptor
leptin, sehingga berpengaruh pada kontrol makanan dalam tubuh.
Dengan tehnik rekayasa genetika, kloning gen leptin dari manusia ke dalam
bakteri Escherichia coli telah dilakukan, dengan tujuan memproduksi leptin
dalam jumlah besar. Percobaan pada tikus yang mengalami mutasi pada gen
penghasil leptin, menunjukkan adanya penurunan berat badan saat diberikan
terapi dengan leptin.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi
lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan
ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa
kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak
dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan
aktivitasnya.
3. Faktor psikis.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan
dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan
pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan
dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang
dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah
berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang
berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari.
4. Faktor kesehatan.
Hipotiroidisme
Sindroma Cushing
Sindroma Prader-Willi
5. Obat-obatan.
6. Faktor perkembangan.
7. Aktivitas fisik.
Gejala
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada
bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita
sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung
bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan
pergelangan kaki).
Komplikasi
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema
kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan
seseorang.
Stroke
Gagal jantung
Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
Osteoartritis
Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur,
menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
Diagnosa
Pemeriksaan tersebut bisa memberikan hasil yang tidak tepat jika tidak
dilakukan oleh tenaga ahli.
Pengobatan
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen
yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga
penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan.
Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan
makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan
resiko kesehatannya dengan cara menghitung BMI. Resiko kesehatan yang
berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka
BMI:
Resiko rendah : BMI < 27
Resiko menengah : BMI 27-30
Resiko tinggi : BMI 30-35
Resiko sangat tinggi : BMI 35-40
Resiko sangat sangat tinggi : BMI 40 atau lebih.
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita
berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita.
Penderita dengan resiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang (1200-1500
kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai dengan olah
raga
Penderita dengan resiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-
1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah
raga
Penderita dengan resiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat
anti-obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.
Peluang penurunan berat badan jangka panjang yang berhasil akan semakin tinggi
bila dokter bekerja dalam suatu tim profesional yang melibatkan ahli diet, psikologis
dan ahli olah raga.
Tim ini akan membantu penderita untuk:
mencapai perubahan gaya hidup yang permanen
memantau perkembangan penderita
memberikan dukungan dan dorongan yang positif
menemukan dan membantu mengurangi sumber stres
mencegah kekambuhan.
Obat-obatan.
Ada 2 jenis utama obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi obesitas:
Perasaan lapar dan kenyang diatur oleh zat kimia otak yang disebut neurotransmiter.
Contoh neurotransmiter adalah serotonin, norepinefrin dan dopamin. Obat anti-
obesitas yang menekan nafsu makan bekerja dengan cara meningkatkan kadar
neurotransmiter ini pada persambungan diantara ujung-ujung saraf di otak
(persambungan ini disebut sinaps). Fenfluramin (fen) dan deksfenfluramin menekan
nafsu makan terutama dengan meningkatkan pelepasan serotonin oleh sel-sel saraf.
Tetapi fen dan deksfen telah ditarik dari pasaran sejak September 1997 karena obat
ini menyebabkan hipertensi pulmoner dan fen menyebabkan kerusakan katup
jantung.
1. Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan
(vitamin, mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus
rendah kalori.
2. Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan
secara perlahan dan stabil.
3. Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
4. Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah
penurunan berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan bagian
tersulit dari pengendalian berat badan.
5. Program yang dipilih harus meliputi perubahan kebiasaan makan dan aktivitas
fisik yang permanen, untuk merubah gaya hidup yang pada masa lalu
menyokong terjadinya penambahan berat badan.
6. Program ini harus menyelenggarakan perubahan perilaku, termasuk pendidikan
dalam kebiasaan makan yang sehat dan rencana jangka panjang untuk mengatasi
masalah berat badan.