Anda di halaman 1dari 1

Tugas Mandiri – Rigor Mortis — Melissa Lenardi – 0906508296

Rigor Mortis yang dikenal dengan kaku mayat merupakan keadaan fisiologis tubuh yang telah
meninggal akibat tidak dapat berpisahnya filamen aktin dan miosin. 1 Kekakuan ini terjadi mulai 3-4
jam setelah kematian dari musculus orbicularis oculi kemudian rahang bawah, otot leher,
ekstremitas atas, toraks, abdomen dan ekstremitas bawah. 2,3 Segera setelah seseorang meninggal,
terjadi kerusakan pada membran sel dan membran reticulum sarcoplasma sehingga konsentrasi
kalsium dalam sel meningkat. 1,4 Kalsium yang keluar dari reticulum sarcoplasma dan masuk dari
cairan ekstraseluler menyebabkan perubahan konfrontasi troponin sehingga active side aktin
terbuka, menyebabkan menempelnya kepala meiosin, namun kepala meiosin dan aktin tidak dapat
berpisah kembali karena habisnya cadangan ATP dalam sel sedangkan tubuh sudah tidak dapat lagi
menghasilkan ATP (karena tidak adanya suplai oksigen, glukosa. Pada awalnya, dapat dibentuk ATP
dengan pemecahan glikogen dengan oksidasi biologi maupun glikolisis, namun akhirnya habis). 1,4,5
Kedua filamen akan tetap berhubungan menghasilkan kekakuan otot. 2,3

Kekakuan otot akan mencapai puncaknya setelah 12-24 jam, kemudian mulai berhenti setelah 48-60
jam akibat pecahnya membran lisosom yang mengandung intracelluler digestive enzyme. Pecahnya
membran lisosom diinisiasi oleh tingginya kadar H + dalam sel akibat tingginya kadar asam laktat
akibat usaha pembentukan ATP sebelumnya. Enzim yang dikeluarkan akan degradasi protein dan
berbagai ikatan, termasuk ikatan cross bridging yang terjadi sebelumnya.3 Muncul dan hilangnya
Rigor mortis ini dipengaruhi berbagai keadaan lingkungan seperti suhu, lokasi kematian, dan
aktivitas fisik sebelum kematian.5,6

Berdasarkan penyebab dan faktor yang mempengaruhi, Rigor Mortis dan hilangnya Rigor Mortis
dapat digunakan sebagai petunjuk waktu kematian dengan mempertimbangkan suhu dan daerah
tempat meninggal, aktivitas fisik yang dilakukan sebelum meninggal. 2,6

Rujukan:

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Phydiology. 12th ed. Danvers: John Wiley
&Sons; 2009.
2. Algozi HAM. Tanatologi. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga [online]. Cited on December 20th 2010, 15.45 WIB. Available from :
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/TANATOLOGI.pdf
3. Helmenstine AM. What Causes Rigor Mortis? Chemistry of Muscle Fibers. New York: The New
York Times Company; 2010 [online]. Cited on December 20th 2010, 16.25 WIB. Available from:
http://chemistry.about.com/cs/biochemistry/a/aa061903a.htm
4. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. 8th ed. USA: Pearson Benjamin Cummings;
2010.
5. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of Medical Physiology. 23rd ed.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2010.
6. Chakravarthy M. Rigor Mortis in a Live Patient. Am J Forensic Med Pathol 2010; 2010.

Anda mungkin juga menyukai