Anda di halaman 1dari 6

Nama : SRI PUJIATI

Nim : 2009-33-124
PGSD C
ARTIKEL TENTANG SOSIALISASI DALAM PENDIDIKAN
I am proud to be the leader of such a courageous group of students and
educators, ones who have embraced education reform, and are willing to take
risks.

Aaron Leavell (2009)

Kepemimpinan Pendidikan;Membangun Partisipasi Siswa Disekolah,Memenuhi


Kebutuhan Perkembangan Siswa.
Kepemimpinan seorang kepala sekolah untuk peserta didik adalah memberikan layanan
pendidikan yang mencerdaskan, aman, nyaman dan menyenangkan bagi mereka melalui diri
kepala sekolah, guru, pustakawan, konselor, tata usaha dan karyawan sekolah yang termasuk
dalam istilah pendidik dan tenaga kependidikan. Kepala sekolah pun membuat kebijakan
umum yang strategis bersama konstituen sekolah dalam memimpin pola kurikulum, pola
pembiayaan, pola fungsionalisasi sarana dan prasarana sekolah, pola aktifitas umum peserta
didik, pola kerjasama dengan orangtua peserta didik dan masyarakat, dimana semua kegiatan
tersebut ditujukan bagi pembangunan karakter peserta didik yang ideal.

Sebenarnya apakah yang dibutuhkan oleh peserta didik dari sekolah yang ia ikuti kegiatan-
kegiatan pendidikannya? Lebih lanjut lagi, apakah yang mereka butuhkan dari kepemimpinan
kepala sekolah di sekolah mereka? Bukankah mereka perlu untuk dikenali dan dipahami oleh
kepala sekolah dari mulai mereka mendaftar sebagai calon siswa baru hingga mereka akan
lulus dari sekolah. Bukankah mereka berhak untuk mendapatkan pertanyaan-pertanyaan akan
kebutuhannya dari seorang kepala sekolah. Bahkan, seharusnya seorang kepala sekolah yang
sehat dan paham akan arti kepemimpinan kependidikan sampai arti kepemimpinan kepala
sekolah itu, ia sangat membutuhkan data-data tentang kebutuhan peserta didik terhadapnya
sebagai pimpinan sekolah. Bagaimana mungkin sekolah dapat dikatakan bermutu, jika kepala
sekolahnya tidak tahu kebutuhan peserta didiknya. Bagaimana mungkin kurikulum sekolah
dapat berlangsung sesuai standar mutu, jika kebutuhan peserta didiknya saja belum diketahui.

Pada saat kepala sekolah baru terpilih, maka ia melakukan sosialisasi dengan semua siswa,
agar ia dapat mengenal siswa dan kebutuhan mereka. Waktu sosialisasi ini tidak cukup
sehari, namun tidak menjadi alasan untuk tidak melakukannya atau hanya membuat agenda
yang setengah-setengah untuk menemui para siswa. Dan kegagalan para kepala sekolah
dalam memimpin sekolah, salahsatunya adalah karena ia tidak melakukan kegiatan wajib ini
Lipham dan Hoeh (1974) menyebutkan, bahwa kepemimpinan dalam pendidikan, salah
satunya adalah bagaimana kepala sekolah mengurusi siswa. Dan definisi kedua ahli tersebut
atas arti kepemimpinan adalah, that behavior of an individual which initiates a new structure
in interaction with a social system; it initiates change in the goals, objectives, configurations,
procedures, input, processes, and ultimately the outputs of social systems. (Perilaku
seseorang yang memulai tatanan interaksi baru dengan sistem sosial; memulai perubahan
pada visi, tujuan, pola, tata laksana, masukan, proses dan akhirnya ialah luaran sistem sosial).
Artinya, kepala sekolah, jika menginginkan adanya perubahan, maka ia harus mulai merubah
sikap diri terhadap pentingnya data kebutuhan siswa—ia harus segera memulai interaksi baru
—agar ia segera mencari data tersebut untuk mengubah kebekuan kegiatan sekolahnya yang
selama ini perlu diperbaiki guna melayani kebutuhan siswa, mendapatkan layanan pendidikan
yang lebih baik dari pada masa sebelumnya, lebih mencerdaskan, lebih menyenangkan, lebih
efektif dan efisien. Karena, menjadi pemimpin sekolah itu harus memiliki makna bagi
kehidupan pendidikan para siswa.

Bilamana kepala sekolah memaknai arti kepemimpinanya untuk memberikan pendidikan


yang mencerdaskan dan bermutu tinggi kepada siswa di sekolah yang dipimpinnya, maka
terdapat karakteristik fenomena khusus yang dapat diamati di sekolah, yakni:

1. Siswa bersahabat dan bekerjasama dengan kepala sekolah dalam mengembangan


sekolah.
2. Siswa berlatih dan berperilaku mandiri dalam pembuatan solusi nyata terhadap
tantangan yang dihadapi sekolah, pembelajaran mandiri, kegiatan belajar-mengajar
bersama guru, dan kepemimpinan.
3. Pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa bertanggungjawab atas konsumen
sekolah—para siswa.
4. Eksistensi kerjasama antara siswa, orangtua siswa, pendidik dan tenaga kependidikan
di sekolah menjadi komponen terbesar dalam pendekatan sistemik, sustainabel, dan
responsif untuk mengadakan perubahan sekolah.

Sedangkan, jika kepala sekolah tidak memaknai arti kepemimpinannya untuk siswa—
sesama manusia yang wajib diberi layanan pendidikan olehnya—maka akan terdapat
karakteristik fenomena sebagai berikut:

1. Siswa dianggap sebagai penerima-pasif di sekolah, atau sebagai gelas kosong yang
harus selalu diisi oleh pengetahuan para guru.
2. Kontribusi siswa diperkecil atau diambil oleh orang selain mereka, sedangkan para
siswa hanya diminta untuk menyetujui saja gagasan-gagasan yang sudah dibuat, atau
sekedar mengundang para siswa untuk hadir dalam sebuah pertemuan tanpa adanya
kewenangan untuk mengemukakan pendapat.
3. Ketika perspektif, pengalaman atau pengetahuan para siswa disaring dengan
interpretasi orang-orang selain mereka, hingga menjadi terjemahan-terjemahan yang
meleset atau bahkan tidak benar.
4. Siswa diberikan masalah-masalah untuk dipecahkan tanpa adanya dukungan warga
sekolah lainnya atau tanpa diberi bekal pelatihan diklat yang cukup; atau di bisa juga,
para siswa dilatih keterampilan memimpin, namun tidak diberikan kesempatan untuk
berperan sebagai pemimpin yang bisa berkontribusi di sekolah mereka
(dikembangkan dari Meaningfull Student Involvement karya Adam Fletcher,2005)

Terdapat dua kelas umum tentang partisipasi siswa, yakni:

Pertama, kelas non-partisipasi siswa dan kelas pro-partisipasi siswa di sekolah.

Kelas non-partisipasi siswa adalah: usaha manipulasi pembuatan keputusan para siswa,
rekayasa pembuatan keputusan siswa oleh kepala sekolah, dan pengambilan peran siswa
dalam hal pembuatan keputusan mereka. Sedangkan kedua, kelas pro-partisipasi siswa
adalah: aktifitas pembuatan keputusan siswa dengan cara pemberian tugas oleh kepala
sekolah kepada siswa, pembuatan keputusan berdasarkan suara aspirasi siswa, pembuatan
keputusan dilakukan dengan pembagian wewenang bersama siswa, pembuatan keputusan
berpusat pada siswa yang mengarahkannya, dan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh
siswa berbagi dengan kewenangan kepala sekolah (kerjasama anak-anak dengan orang
dewasa).

Teori kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow dapat dijadikan sebuah landasan akan
kebutuhan dasar apa yang perlu diketahui kepala sekolah dari siswanya.

Dalam Motivation and Personality (1954), Maslow mengemukakan secara formal tentang
Hierarki Kebutuhan atau the Hierarchy of Needs, yakni:

1. Aktualisasi individu yang didasari akan terpenuhinya kebutuhan diri oleh faktor
kebenaran (truth), keadilan (justice), kebijaksanaan (wisdom), dan kebermaknaan
(meaning).
2. Harga diri yang didasari oleh terpenuhinya kebutuhan akan pengenalan dari
lingkungan (recognition based external motivator), perhatian dari lingkungan
(attention as external motivator), status sosial (social status as external motivator),
prestasi diri (accomplishment as internal motivator), dan kehormatan diri (self-respect
as internal motivator).
3. Sosialisasi yang didasari oleh tercukupinya kebutuhan akan pertemanan atau
persahabatan (friendship), menjadi bagian dari komunitas (belonging to a group), dan
aktifitas mengasihi dan menerima kasih-sayang (giving and receiving love).
4. Keamanan yang dipenuhi dengan kebutuhan akan hidup di lokasi yang aman (living
in a safe area), mendapat jaminan pengobatan (medical insurance), keamanan kerja
(job security), dan pemasukan dana (financial reserve).
5. Fisiologis yang dicukupi oleh pemenuhan kebutuhan akan udara untuk bernafas (air),
makanan (food), tidur (sleep) dan air untuk kehidupan fisik (water).

Namun, meski demikian teori Maslow tentang Hirarki Kebutuhan, sesungguhnya tidaklah
harus hirarkis, tapi boleh kategoris, karena yang lebih tahu kebutuhan seorang manusia, tentu
adalah sang manusia itu sendiri dan Tuhannya. Lebih lanjut, jika ingin mengetahui kebutuhan
siswa, maka kepala sekolah hanya tinggal bertanya saja pada siswanya dan memohon kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar ditemukan kebutuhan siswa yang terbaik untuk dipenuhi oleh
satuan pendidikan bernama sekolah.Kepala sekolah yang memaknai arti penting
kepemimpinannya bagi siswa, maka ia akan menemukan kebutuhan siswa sebagai berikut
(Gordon,1983):

1. Universal needs—kebutuhan yang diperlukan oleh seluruh siswa


2. Selective needs—kebutuhan yang diperlukan oleh siswa saat menghadapi masalah
3. Indicated needs—kebutuhan yang diperlukan siswa secara preventif

Kepala sekolah yang lebih jauh lagi memaknai arti kepemimpinannya bagi siswa dapat
memunculkan komponen-komponen indikator kebutuhan siswa, seperti berikut:

1. Makanan—kebutuhan dasar bagi setiap siswa, dimana siswa perlu makanan bergizi,
dan berimbang. Faktanya, penting sekali bagi siswa untuk sarapan pagi dan makan
siang sebagai asupan energi untuk aktifitas sekolah, kebanyakan orangtua siswa perlu
asistensi dalam menentukan kebutuhan makanan dalam keluarganya, para siswa yang
kurang gizi mengalami masalah perilaku dan perhatian belajar yang lemah, perlu
adanya program makanan tambahan bagi anak sekolah yang dikembangkan dengan
pemerintah atau organisasi non-pemerintah yang peduli pada kesehatan belajar siswa.
2. Pakaian dan perlengkapan sekolah—kebutuhan siswa untuk mengenakan pakaian
yang diperkenankan di lingkungan sekolah, tidak perlu menjadi hambatan agar
mereka belajar di sekolah. Kemudian, alat tulis sekolah, buku catatan, buku pelajaran
dan aneka kebutuhan belajar lainnya yang dibutuhkan siswa akan menjadi isu penting
sebagai kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam suksesi kegiatan belajar mereka di
sekolah.
3. Tempat tinggal—sebuah kebutuhan akan adanya rumah tinggal, dimana siswa yang
mengalami masalah tidak punya tempat tinggal untuk beristirahat atau bersosialisasi
dengan keluarganya akan sangat berpengaruh bagi kehidupan belajarnya.
4. Interaksi sosial di sekolah—kebutuhan siswa akan adanya interaksi sosial dengan
sesama siswa, dengan para guru dan staf sekolah, juga dengan kepala sekolah.
Kemudian, ketika warga sekolah berinteraksi satu sama lain, maka siswa pun
membutuhkan contoh sikap dan perilaku dari seluruh warga sekolah, karena siswa
pun tentu punya indera pengamatan untuk menyaksikan ragam aktifitas interaksi
sosial di sekolahnya yang bisa ia pelajari.
5. Pengenalan sosial—kebutuhan akan pengenalan atau publisitas bagi semua siswa
dalam hal prestasi, profil dan keunikan mereka sebagai eksistensi individual atau
organisasional siswa.
6. Perilaku dan keyakinan—kebutuhan spiritual akan adanya komitmen perilaku baik di
sekolah dan kepercayaan akan nilai-nilai yang didukung oleh warga sekolah.
Sehingga, siswa tidak malu atau sungkan mengungkapkan sikap baik dan sikap yang
sesuai dengan keyakinan mereka di sekolah.
7. Motivasi—kebutuan psikologis siswa yang memerlukan adanya dorongan semangat
agar mereka senantiasa berada dalam kesiapan menghadapi hidup dan episode
pengalaman belajar di sekolah. Tentunya yang perlu dibangun pula adalah motivasi
internal, yakni, bagaimana siswa dapat diberikan bimbingan guna menumbuhkan
motivasi-motivasi dari dirinya sendiri (Woolley, 2006).
Gambar 2

Mengarahkan Perhatian dan Kepedulian Kepala Sekolah pada Kebutuhan Siswa

Keterbukaan kepala sekolah terhadap siswanya sebagai bentuk tanggungawab yang


memegang teguh nilai amanat jabatan sebagai pemimpin sekolah, tentu dapat bersinergi
dengan peran keterbukaan guru yang pada akhirnya dapat memicu proses pendidikan yang
berhasil mendidik siswa di sekolah. Keterbukaan kepala sekolah adalah menemukan
kebutuhan siswa dan memenuhinya, termasuk dalam hal pemenuhan akan kebutuhan asupan
gizi yang dibutuhkan siswa dalam mendukung suksesi kegiatan pembelajaran yang sehat,
mencerdaskan dan menyenangkan.

ANALISIS SAYA YAITU:


1. Untuk menghasilkan sistem pendidikan yang berkualitas, kepemimpinan yang
berkualitas mutlak harus terpenuhi terlebih dahulu. Untuk mengetahui sejauh mana
kualitas kepemimpinan, bisa dilihat dari cara pandangnya terhadap sesuatu, seperti
pendidikan. Seorang pemimpin,akan lebih memerhatikan aspek manusia daripada
sistem.
2. Kefahaman tentang aspek manusia dari suatu bangsa harus dimiliki oleh pemimpin
sehingga mempu menghasilkan sistem pendidikan yang sesuai dengan kultur sosial
bangsa.
3. Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki peranan yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan
yang tersedia.
4. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui
program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
5. Ide seorang pemimpin dalam pendidikan akan menjadi tujuan pendidikan selama
masa pemerintahannya, akan menjadi kredo pendidikannya, sedangkan kefahaman
teknis akan memberitahunya perihal jalan yang harus ditempuh untuk realisasi idenya.
6. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam mengorientasikan pendidikan
sebagai sebuah wahana nation building. Tentunya ini membutuhkan pemahaman yang
mendalam dari pemimpinnya tentang karakteristik dan kondisi rakyatnya.
7. Para pemimpin/ kepala sekolah dapat menciptakan iklim kerja dan iklim belajar yang
sehat, dan penuh keakraban.
8. Seorang pemimpin dapat menjalin hubungan kerja sama dengan stakeholder sehingga
tercipta rasa saling pengertian dan tanggung jawab dalam meningkatkan mutu
pendidikan.

Hal ini juga sangat memaknai sebuah arti kepemimpinan => untuk mencapai pendidikan
yang bermutu tinggi:

1. Siswa bersahabat dan bekerjasama dengan kepala sekolah dalam mengembangan


sekolah.
2. Siswa berlatih dan berperilaku mandiri dalam pembuatan solusi nyata terhadap
tantangan yang dihadapi sekolah, pembelajaran mandiri, kegiatan belajar-mengajar
bersama guru, dan kepemimpinan.
3. Pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa bertanggungjawab atas konsumen
sekolah—para siswa.
4. Eksistensi kerjasama antara siswa, orangtua siswa, pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah menjadi komponen terbesar dalam pendekatan sistemik,
sustainabel, dan responsif untuk mengadakan perubahan sekolah.

Kepemimpinan itu adalah prosesnya sedangkan Pemimpin adalah individunya. Yang


seharusnya pemerintah lakukan sebagai individu yang semestinya memahami proses lika
liku pendidikan, wajib adanya memberikan yang terbaik bagi para masyarakat, dengan cara
memperbaiki semua kekurangan-kekurangan yang telah terjadi,dan dapat dirasakan oleh
masyarakat Indonesia khususnya dalam bidang Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai