Anda di halaman 1dari 13

GEOLOGI REGIONAL

CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah
merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah
lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan
yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan
Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan
Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan
sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari
Cekungan Sumatra utara (gambar 2).

Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 1


Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di
bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-
diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma
dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati
jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat
flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

Gambar 2. Lokasi Cekungan Sumatra tengah dan batas-batasnya

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah


adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang
miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral
wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh
bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik
dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-
pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus
sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 2


Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama
dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa
struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).
Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur
Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh
struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah
(kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben.
Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di
sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh
pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement
ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi
dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa
tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-
Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman
Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan
sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini
terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan
lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan
ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif
tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah
Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut
Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-
Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi
muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari
kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang
menghasilkan Formasi Petani.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 3


5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim
kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan
Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah
sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan
menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-
inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat
laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan
regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di
bawahnya.

Stratigrafi Regional
Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier
(Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung
sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa
greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada
beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984
dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

Rift (Siklis Pematang)


Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (rift)
ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih
karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan
amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan
lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin
dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late
rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan
Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
a) Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan
dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 4


lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari
banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
b) Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang
coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat
terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai
lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi
anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–
konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi
ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian
pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman
inti batuan di komplek Bukit Susah (gambar 6).
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang
cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
c) Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown
Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal
dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya,
formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter
(gambar 6).
d) Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa
klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas
kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik
mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada
lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan
penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai
600 m.
e) Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial.
Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 5


Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower
Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.

Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir


(Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi
Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.

Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase
sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan
mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
(Siklis Sihapas  transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi
Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun
oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan
kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
a) Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari
gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi
batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan,
dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan
litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided
stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian
atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995).
Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.
b) Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-
sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih
100 m.
c) Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit
interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya,
formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih
menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 6


d) Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap.
Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m.
Formasi ini berumur N6 – N8.
(Formasi Telisa  transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun
oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa
tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi
berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan
lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan
Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi
fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini
mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.
(Formasi Petani  regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan
beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan
semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali
aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang
melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan
muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa.
Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak
selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m,
diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.

Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan
Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas
tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada
fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan
aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen –
Resen.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 7


DAFTAR PUSTAKA
Moulds, P.J., 1989, Development Of The Bengkalis Depression, Central Sumatra and Ins
Subsequent Deformation – A Model for Other Sumatran Grabens, Proceedings
Indonesian Petroleum Association – Eighteenth Annual Convention vol.1, Jakarta.
Shaw, J.H., Hook, S.C. dan Sitohang E.P., 1999, Extensional Fault-Bend Folding and Synrift
Deposition: An Example from the Central Sumatra Basin, Indonesia, AAPG
Bulletin, V. 81, No. 3 - Online presentation.
http://www.searchanddiscovery.net/documents/Indonesia
Wain, A.S. dan Jackson, B.A., 1995, New Pematang Depocentres on The Kampar Uplift,
Central Sumatra, Proceedings Indonesian Petroleum Association – Twenty Fourth
Annual Convention vol.1, Jakarta.
Wibowo, R.A., 1995, Pemodelan Termal Sub-Cekungan Aman Utara Sumatra Tengah,
Bidang Studi Ilmu Kebumian – Program Pasca Sarjana Institut Teknologi
Bandung, Unpublished.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 8


Gambar 3 (a)
Penampang
.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 9


Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin
10
Gambar 4 konfigurasi Cekungan Sumatra tengah bagian tenggara (kawasan Bengkalis) yang memperlihatkan dominasi struktur dan paleomorfologi High – Low (Moulds, 1989)
gambar 5. Stratigrafi daerah Teso-Cenako Sumatra tengah dengan variasi level eustasi (modifikasi dari Haq et
al., 1988 dalam Wain et al., 1995). RSL fall pada 29 jtl sebanding dengan akhir deposisi Kelompok
Pematang.

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 11


Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin
litostratigrafi
Kelompok
Pematang dan
distribusi asosiasi
vertikal dan fasies. (a)

12
gambar 7. konfigurasi cekungan saat ini dari half graben Cenako. (a) sebelum diinterpretasi (b) setelah
diinterpretasi, memperlihatkan sesar-sesar dan geometeri cekungan (Wain et al., 1995)

Basin Analysis – Regional Geology of Central Sumatra Basin 13

Anda mungkin juga menyukai