S 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS VEGETASI DI SEKITAR DANAU PANIAI KECAMATAN ENAROTALI KABUPATEN PANIAI

Ole h :

f\.1. THAIB SY AFIUnDIN Nrp. : 83401782

FAKULTAS PE:n;rANIAN UNIVERSIT AS CENDERA W ASIII MANOI{WARI

1. . ~"UNi .. EN

PE"ft. UC"'ll'1t. -.:. · ... ~, .. I.-: •• '-' .... _.

" .... ~ I'~.'. j ;. • .. •••

t · ; '. ~ ; i ;.; '-: l .: ;'-4 I

.~, r·" _-- ..... --"1

~- ....... -~ .. ' ....... _.... . .... "/,."-7::: ~ A

IJIJ •• /u. . .. '. 1:l" _ .... r..,

RINGKASAN

M. THAIB SYAFIUDDIN. Analisis vegetasi di sekitar Danau

Panlai Kecamatan Enarotali Kabupaten Panlai.

(Di bawah

himhingan A.R. Wasaraka dan J. Wanggai).

Penelitian inl bertujuan untuk mengetahui susunan jenis \ dan bentuk vegetasi di sekitar Danau Paniai. Penelltian ini 1

i

\ dllakukan dengan menggunakan metoda deskriptif dengan tehnik

\ i

~survey. Analisa data menggunakan tabulasi sederhana.

I

Hasjl pengamatan dan pengolahana data analisa di daerah Isekitar Danau Paniai ini dapat dinyatakan bahwa komposisi dan i

I

[s t r uk t u r masyarakat tumbuh-tumbuhan terdapat 33 nama jenis

i

\yang terdiri dar! bentuk pancang dan tumbuhan bawah sernai dan

I ~erumputan.

I

I

I I

f

I

Vegetasi yang dominan pada areal yang terendam adalah

.

,

PselldCJraphis

Sqaa~ossa chaseJ

Fa»danilS, of R»tidesma, sedangkan areal pada kaki bukit

'\',:mu.::_~ __ y:.: __ :qgung bukit

c ~J I{ T El!..ge»iiJ.

di dominir oleh

6arc.inia-~

Pi!lplla cedras?

,

\ Stratifikasi masyarakat tumhuh-turnhuhan dapat dikatakan

~mbentuk dua strata/lapisan tajuk yalta stratum C dan D.

! I

ANALISIS VEGETASI DI SEKITAR DANAU PANIAI KECAMATAN ENAROTALI KABUPATEN· PANIAI

Ole h :

1\1. THAIB SY _.:\FIUDDIN Nt'p. : 83401782

Skripsi Sebaqai Salah Sa ttl Syara t Untuk Memperoleh Gelar Sar jana Kehutanan

Pada

F AKUL T AS PERT ANIAN lJNIVERSIT AS CENDERA W ASIH l\1ANOKW ARI

1990

J u d u 1

Nama Mahas iswa

No,mor Pok ok

Men yet u j u i

Men get a h u i

Ketua Jurusan Kehutanan,

..

IR. R.P. LALENOH

Tangga 1 : 2.1 - G - l~O

Tanggal Lulus

I

ANALI SIS VEGE'TAS I or SEK I TAR DANAU

PANIAI

KECAMATAN

ENAROTALI

KABUPATEN PANIAI

M. THAIB SYAFIUDDIN

83401782

Tim Pembimbing

IR. J. VA N G G A I Tanggal ; "J- 10-/7/0

Une:en,

\vOSPAKRIK M. Se

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama darl lima bersaudara dari Ayah bernama Syafiuddin Ali dan Ibu bernama Nurhasima, dilahirkan pacta tanggal 29 Maret 1964 di Sua Siu Tidore, Propinsi Maluku.

Memasuki pendidikan dasar pacta S.D Hikmah Yapis lOok V Jayapura dan lulus pada tahun 1975. Menyelesalkan sekolah lanjutan pertama pada SMP Negeri I Nabire pada tahun 1979 dan menamatkan pendidikan lanjutan atas pada SMA Negeri I Nabire tahun 1982.

Tahun 1983 melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari Jurusan Kehutanan. Pada akhir studi penulis melakukan penelitian dalam mata ajaran ekologi h~tan di bawah bimbingan Tr. A.R. Wasaraka dan Ir. J. Wanggai.

vi

KATA PENGANTAR

Analisis vegetasi di sekitar Danau Paniai Kecamatan

Enarotali Xabupaten Paniai merupakan suatu skripsi dalam

rangka

memenuhi

syarat studi tingkat

terakhir

untuk

mernperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Pertanian

Universitas Cenderawasih Manokwari.

Selama penyusunan skripsi ini baik pengumpulan data

maupun pengolahannya, penuJis telah berusaha sekuat tenaga

untuk dapat mewujlldkan dalam bentuk dan babot yang sebaik-

baiknya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada; IR.

A.R. WASARAKA selaku pembimbing utama; IR. J. WANGGAI selaku

CO' pembimbi.ngi seyogianya penulis mendoakan kiranya para

pembimbing mendapatkan perlindungan dan rahmat oleh Tuhan

Yang Maha Kuasa.

Ucapan terima kasih penulissampaikan pula kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih yang

telah memberikan kesempatan belajar.

2. Ayah, Ibu, Adik-adik yang telah memberikiin dukungan moril

dan materil selama penulis menempuh pendidikan.

3. Bapak LEFAAN selaku kepala cabang dinas Kehutanan XIX

Enarotali.

~

4. Bapak IR. J. MANUS AWAI yang telah mernbantu, mengarahkan

penulis.

5. Sdr. DEMIANUS KEIYA selaku penqe na I poh o n beserta semua

pihak yang telah memberikan bantuan.

6. Sdr. RICHARD PEDAY atas segala doa dan bantuannya.

7. Seluruh

warga Civitas Academica Fakultas

Pertanian

Universitas Cnderawasih beserta semua pihak yang telah memberjkan bantuan dan £asilitas secara langsung maupun tidak langsung hingga penyusunan tulisan ini.

Mudah-mudahan segala yang telah tersaji, sekalipun dirasakan belum sempurna dapat mernberikan manfaat bagi mereka yang memerlukan.

Manokwar I 1

M e i

1990

Penul.1S

DAFTAR lSI

Halaman

KATA PENGANTAR . . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. vi

DAFTAR lSI c viii

DAFTAR DAFTAR

TABEL

GAM BAR

.. .. .. .. .. .. • .. .. .. .. .. .. e • .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

DAFTAR LAMPI RAN

.. . ,. .. .. .. .. . .. '" .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

DAFTAR PETA

I .

PENDAHULUAN

.:I •• ~4.1- •• * •• " ••••••• _." ••••••••••

Latar Belakang

A. B.

Tujuan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA ..

A. Pertumbuhan Hutan Hujan Tropika .

I I .

a.l. Penyebaran Hutan Hujan

.. II .. .. .. ~ .. .. .. .. .. .. .. ..

x

xi xii xiii

1 1 1 2 2 2

a.2. Komposisi dan Strl.1ktur Masyarakat Tum-

buh-tumbuhan Hutan 5

a. 3 •

Permudaan alam

Suksesi MasyaIdkat Tumbuh-tumbl1han

B. C.

Konsep Suksesi

D. Suksesi Sekunder

d.1. d.2. d. 3. d.4.

.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ...

Perlyaktt .

Penebangan/eksploi tas i .

Perladangan .& !' .

Analisa Masyarakat Tumbuh-tumbuhan

a. Analisa Contoh Masyarakat Tumbuh -

tumbuhan

,\. . . .. .. .. .. .. . .. . .. . . .. .. .. .. .

8 9 12 13 14 15 16 18

20

b. Ukuran

dan

Banyaknya

Petak

Contoh

•••••••• 110 ••• " ••••• · •••••• ~.

c. Kelengkapan Analisis Contoh Masya-

rakat Tumbuh-tumbuhan

III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak dan Luas

B. Perhubllngan

C. Penduduk

" " . . " .. " .. " .. " " .. . '" " . " " ~ .. .. .. .. .. " " . " " ......

D.

Iklim

E.

Keadaan Lapangan

F. Kedaan Tanah dan Air

G. Mata Pencaharian

IV. METODOLOGI PENELITIAN

••••• _1111.· .••••• " ••••••••

A.

Tempat dan Waktu P!?nelitian

B.

Metoda dan Tehnik Penelitian

c.

Peralatan Penelitian

D.

Penetuan Petak Sampel

E. Pengumpulan Data

F. AnaJisis Data

1.._1I ••• II~ •• I.IIo •••••••••••••• C.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

it- " Ij. • .. " " .. " " .. .. " " .. .. .. .. • " • .. • " ....

A. KE,~IMPULAN

••• , t: •••••••• " •• , •••••••

B. SARAN

.~.4 ••••• I-O ... • •••• OI-tt ••• fI •••••••••••••

DAFTAR PU,sTAKA

.. III .. .. " .. .. • II " .. .. :l " " .. • " .. .. .. .. .. • a-.. .. .......

LAMPIRAN-LAMPIRAN

.. • a. ,. .. .. • .. .. • .. • • • • • • • .. • • .. .. • • .. ....

,

21

28

31

31

31

31

32

34

34

35

36

36

36

36

36

37

37

39

48

48

48

49

52

Nomor

1.

2.

3.

4 •

5.

DAFTAR TABEL

Teks

Jumlah Penduduk Kecamatan Paniai Timur,

Tigi, Kamn dan Paniai Barat

Data Hari Hujan dan Curah Hujan

. . .. . . . . . . .

Kelompok Vegetasi Terendam

. . . . . . . . . . . . . .. .

Ke~ompok Vegetasi Tidak Terendam

Komposisi Vegetasi Yang Mendominir Kelompok

Vegetasi Tanah Padat .

x



Halaman

31

32

41

42

;

46

Nomor

1.

.Diagram Curah ( 1975 - 1985 )

DAFTAR GAMBAR

. Teks

Hujan Selama 10 Tahun

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

XI

Halaman

33

Nomor

1.

2 •

"Jen is Daerah Uibutu

DAFTAR LAMPIRAN

Teks

Vegetasi Yang Dijumpai Oi sekitar

Enarotali, Daroto, Madi dan

....... .:- ,,-. .

Jumlah Jenis Yang Dijumpai Di sekitar Daerah

Enarotali, Daroto, Madi dan Uibutu

XII

Halaman

51

54

Nomor

1 .

xiii

,DAFTAR PETA

Teks Halaman

Peta Kerja 58

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Danau Pania! adalah salah satu wilayah dari pegunungan tengah Irian Jaya yang mempunyai ketinggian 1740 meter diatas permukaan laut. Daerah Danau Paniai secara Administr.atif pemer.intahan termasuk daerah tingkat II Kab~paten Paniai. Penduduk di wilayah Ini hidup dengan cara bercocok tanam dengan menggunakan lahan semplt pada kaki bukit sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk terbanyak terdapat ci sekitar danau Paniai inl.

Hal yang menarik dari salah satu sumberdaya alam yang ada di sekitar Danau Paniai adalah jenis flora maupun fauna yang beraneka ragam (Anonimous, 1987). Oleh sebab itu informasi mengenai sumberdaya tersebut diatas sangat dibutuhkan untuk tujuan pengelolaan.

Sehubungan dengan keaneka ragaman jenis flora

fauna maka diperlukan suatu penelitian ini terbatas

~aupun pada

berbaqai jenis flora yang berada disekitar Danau Paniai.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahul susunan jenis dan bentuk vegetasi sekitar danau Paniai.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenaj keada~n flora yang ada serta dapat dijadikan data dasar ataupun data penunjang bagi penelitianpenelitian selanjutnya.

II. TIN.]AUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan hutan hujan tropika

Pertumbuhan hutan hujan tropika secara luas dibahas oleh Richard (1964) yang terutama menekankan pada struktur dan penyimpangan/perubahan hutan pada keadaan lintang dan letak ketinggian yang terbatas/tertentu.

Hutan hujan tropika adalah hutan yang memiliki iklim tropika artinya tidak mempunyai batas-batas musim

yang

jelas denqan curah hujan yang harnpir

merata

sepanjang tahun. Pembentukan hutan hujan tropika tersebut tidak dapat dipisahkan dari keadaan suhu, curah hujan, dan pancaran sinar rnatahari. Hutan hujan tropika terletak di daerah tropis bawah garis khatulistiwa antara 22°5' Lintang utara - 22 °S' lintang selatan. Suhu dalam hutan hujan tropika berkisar antara 20° Celcius 280 Celcius. Maksimum dan Minimum suhu pada tiap bulannya memiliki selisih 5° Celcius. Sedangkan kelembaban udara nisbi sangat tinggi. Kelembaban udara nisbi yang optimum untuk hutan hujan tropika berada di sekitar 80 %(persen), dengan batds terendah untuk perkembangan suatu hutan hujan tropika adalah kira-kira 60 %.

a.l. Penyebaran hutan hujan

Penyebaran hutan hujan tropika menurut Richard (1964) meliputi seluruh bagian bum! di sekitar

","

khatulistiwa dan terdapat lebih luas di belahan

bumi sebelah utara. Adapun penyebaran nya terdiri dari tiga formasr'hutan yaitu (1) formasi hutan hujan Amerika; (2) formasi hutan hujan Afrika; dan

',

3

( 3 ) formasi hutan hujan Indo-malayan. Di Amerika
sebagian besar potensi hutan berada di lembah
Amazon, dan merupakan formas I hutan hujan yang
terluas dari pada formasi hutan lainnya. Di Afrika
. sebagian besar berada oi daerah Kongo. Pad a daerah tropika sebelah timur hutan hujan meluas mulai dari
Ceylon, India ke Burma, Thailand, Indocina,
Filipina, Malaysia, Indonesia dan Papua Nugini.
Sedangkan hutan hujan yang terbesar berada di semenanjung Malaysia yang tergabung dengan Sumatera dan Kalimantan. Di Australia terdapat di sepanjang pantai timur di Kepulauan Pasifik Barat yaitu antara lain di Salomon, Fiji, dan Samoa.

Menurut Soetadi ~ at (1978), penyebaran hutan alam di Indonesia di awali dari pantai s ampa i ke pedalaman yang terdiri atas hutan pantai, hutan payau, hutan dataran rendah, hutan musim dan hutan

pegunungan.

Berdasarkan susunan penyebaran hutan

tersebut diatas oleh Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) dipisahkan lagi menjadi tipe-tipe formasi hutan yaitu :

1. Formasi klimatis (climatis formations) yang terdirl dari :

a. Hutan hujan (rain forest) dengan perkiraan Iuas 89 juta hektar dan daerah penyebaran utamanya adalah Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawes i .

4

b. Hutan

musim

(musson

forest)

dengan

perkiraan Iuas satu juta hektar dan daerah penyebaran utamanya adalah Jawa, Nusatenggara, Sulawesi.

c. Hutan gambut (peat forest) deng~n perkiraan luas 1,5 juta hektar dan daerah penyebaran utamanya adalah Sumatera dan Kalimantan.

2. Formasi edafis (edaphic formations) yang terdiri dar i :

a. Hutan rawa (Swamp forest) dengan perkiraan Iuas 15 juta hektar dan daerah penyebaran utamanya Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.

b. Hutan payau (mangrove forest) dengan perkiraan luas satu juta hektar dan daerah penyebaran utamanya Sumatera, Kalimantan, Jawa, Irian Jaya.

Hutan pantai (Littoral forest) perk iraan luas satu juta hektar dan

c.

dengan daerah

penyebaran utamanya adalah Sumatera, Jawa, Bal i dan Sulawesi.

Di Irian Jaya penyebaran hutannya secara vertikal menurut Loekito dan Hardjono (1966) tersusun atas :

a. Hutan dataran rendah ( 0 - 300 m dpl )

Dis ini s e baq La n' tropika basah yang

besar tertutup oleh hutan mengandung species seperti

5

PaJaqium spp, Pometld SPP, Ints.ia spp, kecuali

daerah kering seperti daerah merauke.

b. Hutan lereng gunung ( 300 - 1650 m dpl )

Pohon-pohon tidak setinggi pada zone pertama

dan sp~cies yang terdapat misalnya Agathis spp,

c. Hutan pegunungan (1650 - 2250 dpl)

Asosiasi pasang Konifer yang terdiri

dari

Quercus sp, Araucaria sp, Pcdocarous.

d. Hutan lumut (2250 - 3000 m dpl)

Pada zone ini terdapat hutan hujan gunung

dengan species Podocarpus thevelifolia

e. Hutan gunung tinggi ( 3000 - 3350 m dpl

Pohon yang di jumpai terdiri dari Dacrydium sp,

Ca1 o ohyll am spp.

a.2. Komposisi dan Struktur masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan

Hutan hujan tropika merupakan ciri hutan alam

dimana masyarakat tumbuh-tumbuhannya berada di dalam

formasi klimaks.

Menurut Reyes (1962) yang dikutip

Soerianegara

dan

Indrawan

(1976)

hutan

dalam

kesetimbangan dinamis dapat lestari dengan sendirinya

dar! masa kemasa pohon yang mati secara alam diganti

oleh tumbuh-tumbuhan muda jenis yang sarna atau berbeda.

Formasi Indo malayan hutannya senantiasa hijau dan kaya akan jenis tumbuh-tumbuhan. Menurut Steenis yang

dikutip Tantra (1976) mengatakan di Indonesia terdapat

sekitar 20.000 - 30.000 jenis tumbuhan yang berbunga

6

yang termasuk dalam 2500 keluarga. Berbeda dengan di

Afrika yang keadaan hutannya secara floristik relatip

rniskin dan seragam ( Richnrd, 1964 ).

Pilipina, Malaysia dan Indonesia Barat komposisi

hutan

pada

urnurnnya

sarna

dan

sebagian

besar

diduduki/ditumbuhi

oleh

jenis-jenis

farnili

nl'r'~~~~~~~I'~~'" (

.... . rr t· I:::.. , ...• t_ ••• :-~. • ••••• :~"( ' ••• I::: C~: ~:::

Soerianegara, 1971 ).

Kornposisi

di

Indonesia timur ( Irian Jaya ) dan Papua Nugini peranan

dari jenis-jenis Iii p t.e r oc arpec eee semakin berkurang dan

diganti oleh hutan hujan tropika basah dan carnpuran

dengan jenis-jenis dominan seperti Pometia spp, lntsia

spp, dan PaJaq.iuw spp.

struktur hutan hujan tropika di Arnerika pada

hakekatnya sarna dengan di Afrika maupun di Asia. Dalam

ketiga benua tersebut hntan disusun olehsynusiae yang

sarna

Synusiae adalah golongan tumbuh-tumbuhan dari

c o rak h.idup, be n t uk dan peranannya yang sarna d iantara

rnasyarakat tumbuh-turnbuhan s e k i tarnya.

Synusiae hutan hujan tropika tersebut (Richard,

1964) adalah

1. Tumbuhan dengan klorofil (autotrophic) yang terdiri

dari

1.1. Tumbuhan yang dapat berdiri sendiri, yaitu

pohon, belukar dan jenis perurnputani

1.2. Tumbuhan yang tidak dapat berdiri sendiri,

yaitu liana, t umbuha n merambat/pencekik, dan

epifiti

7

2. Tumbuhan tanpa klorofil (heterotropic) terdiri dar! saprofit dan parasite

Secara garis hesar oleh Kershaw (Soerianegara, et aI, 1976) dljelaskan adanya bentuk masyarakat hutan yang dibatasi tiga komponen yaitu

1.

startifikasi, merupakan diagram profil lapisan-Iapisan pohon (trees), tiang

yang meluklskan (poles), sapihan

(sapling), semai (seedling) dan herba penyusun masyarakat tumbuh-tumbuhan tersebut;

2. Tebaran horizontal dar! jenis penyusun masyarakat tersebut menggambarkan letak (kedudukan) darl anggota yang satu terhadap anggota yang lain, bentuk tebaran tersebut dapat berupa berkelompok, teratur, terpencar;

3. Kelimpahan

individu dari jenis penyusun

rnasyarakat

tumbuh-tumbuhan tersebut.

Tumbuh yang dapat berdiri sendiri tersusun dalam beberpa lapisan/strata. Stratifikasi yang dimaksud pada butir satu di atas rnArupakan komposisi dan struktur hutan hujan tropika tumbuhan yanq berdiri sendiri dan keadaan inl dapat dilihat dari adanya strata A, Bf C, 0 dan E dalam pembagian vertikal tumbuhan hutan (Soerianegara dan Indrawan, 1976).

Masing-masing strata tadi dapat dicirikan sebagai berikut :

stratum A Lapisan teratas terdiri dari pohon yang t ingginya me Leb t h i 30 meter. Bentuk ta'juknya tidak merata, dan b~tang bebas cabang tinggi.

8

Jenis-jenis pohon dari stratum inl pada tingkat

sernai hingga saplhan perlu naungan sekedarnya

tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya

perlu

cahaya yang cUkup banyak.

stratum B

Lapisan kedua terdiri dari pohon-pohon yang

tingginya 20 - 30 meter, tajuk pada umumnya

merata, batang pohon biasanya banyak cabang

tidak begitu tinggi.

Jenis-jenis pohon dari stratum inl

kurang

memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).

stratum C

Lapisan ketiga terdiri dari pohon-pohon yang

tingginya 4 - 20 meter.

Pohon-pohon dalam

stratum ini ~endah dan banyak cabang.

stratum D

Laptsan tumbuhan-tumbuhan perdu dan semak yang

tingginya 1 - 4 meter.

stratum E

Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah

yang

tingginya 0 - 1 meter.

Batas-batas tinggi stratifikasi pohon-pohon itu dkan

.

berbeda pada keadaan tempat tumbuhan (habitat) dan komposisi

hutan yang berlainan. Lebih lanjut dlkatakannya tidak semua

hutan memiliki lapisan/stratifikasi tajuk tersebut di atas.

Jadi ada hubungannya yang hanya memiliki strata A - B; B - C

atau C saja dan sebagainya.

a.3. Permudaan alam

Menurut Richard (1964) pacta umumnya sernai d i hutan

diketernukan

dalarn jurnlah yang cUkup akan

tetapi

9

aebagian besar mengelamt kematian dan sabagian dapat tumbuh sangat lambat untuk maneapai fase panean atau fase tiang.

Hal in1 terjadi dalam periode penindasan. Assidao (Soerianegara dan Indrawan, 1976) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi permudaan alam antara lain adalah keadaan tanah, cahaya, derajat panas, angin produksi benih, perkeeambahan dan kemaropuan hidup. Loekito dan Hardjono (1966) mengatakan bahwa permudaan alam terutama untuk jenis-janis tropia basah agar dapat mempertahankan hidupnya memerlukan suhu dan udara lembab (air) cukup. Sedangkan (Soerianegara Rt ~ 1976) mengemukakan bahwa keadaan yang mempengaruhi reproduksi seeara alam, yaitu : (1) Keadaan yang cocok untuk produksi benih : (2) keadaan tanah yang sesuai untuk perkecambahan dan perkembangan benih serta daya hidup pada tingkat semai; (3) adanya ruang cahaya dan tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan permudaan. Ditambahkan pula bahwa keadaan yang tidak memungkinkan reproduksi seear. alam antara lain ialah karena langkanya pohon benih, benih rusak akibat hama atau penyebab lain.

8. Suk ... i .a.yarakat tumbuh-tumbuhan

Masyartilkat tumbuh-tumbuhan yang telah meneapat klimaks (stabil) merupakan hasil akhir dari suatu perkembangan suksesi yang berlangsung berpuluh bahkan beratua tahun lamanya.

10

Dalam

ekologi pengertian suksesi dimaksudkan

suatu

rangkaian perubahan masyarakat tUmbuh-tumbuhan (jenis dan strukturnya) bersamaan dengan perubahan habitat/tempat tumbuh. Perubahan in1 tidaklah terjadi sembarangan tetapi dapat diramalkan pola dan arahnya untuk suatu lokasi dan masyarakat tumbuh-tumbuhannya. Perubahan ini ber langsung hingga mencapai. keadaan k 1 imaks, d imana puncak dari proses suksesi tumbuh-tumbuhan sudah mantap dan berada dalam keadaan dinamis dengan lingkungannya (contohnya hutan hUjan tropis, hutan payau) (Kilmaskossu, 1979).

Suksesi (sere) dibedakan atas suksesi primer dan

suksesi sekunder.

Menurut Oesting (1956) tahap awal

suksesi prj mer dimulai dari habitat yang tak bervegetasi

itu berupa batuan, delta, pembentukan daratan, terjadinya penimbunan dari suatu danau yang lambat berubah menjadi dangkal dan kering. Ditambahkan oleh Richard (1964) bahwa suksesi primer semula terjadi pada dua tempat yaitu pada habitat

(suksesi

xerarkh atau xerosere) dan habitat

maupun laun pula dapat kering basah

(hyc1rarkh atau hyd r oae r e ) .

Suksesi hydrarkh/hydrosere semula dapat terjadi di kolam air, telaga atapun danau. Selanjutnya Richard (1964) mengatakan bahwa tumbuhan air misalnya enceng gondok, rumput rawa, rumput datatan, semak dan berangsurangsur lambat laun berubah ~enjadj pohon. Demikian halnya dengan jenis sagu, seperti diketahui jenis in1

11

merupakan tumbuhan bahan makanan yang tumbuh pada genangan air yang dangkal (habitat basah). Tumbuhan air

ini secara berangsur-angsur menutupi permukaan

air,

karena timbunan serasah yang menumpuk di dasarnya lama kelamaan merubah habitat basah menjadi

hingga habitat

kering yang menghasilkan jenis tumhuhan baru yang mampu mematikan tumbuhan liar sebelumnya. Proses ini secara berangsur-angsur akan membentuk tempat tumbuh yang lebih kering. Disini proses tumbuh-tumbuhan berlangsung akan dapat membentuk formasi masyarakat tumbuh-tumbuhannya.

Sebaliknya pada suksesi xerosere jenis-jenis pionernya berupa lumut, lumut kerak, bakteri ganggang dan lama kelamaan habitatnya menjadi lembab (Richard, 1964). Kemudian tumbuh-tumbuhannya berkembang menjadi masyarakat tumbuh-tuwhuhan tingkat rendah (Crytogamae), tumbuhtumbuhan herba, semak, perdu dan pohon hingga mencapai k 1 imaks .

Menurut Oesting (1956) dalam suksesi sekunder,

perubahan bertahap yang terjadi dimulai dengan tanpa melewati tahap tempat tumbuh berupa batuan tetapi

merupakan kerusakan

perubahan bertahap yang terdapat di

dari

suatu perkembangan

dalam

suksesj

primer.

Soerianegara dan Indrawan (1976) mengemukakan bahwa kerusakan-kerusakan atau gangguan terhadap stabilisasi (klimaka) tersebut disebabkan antara lain oleh kebakaran, perladangan, penebanga~ atau eksploitasi serta penggembalaan.

12

Suksesi sekunder ini di daerah tropis berjalan sangat cepat dibandingkan di daerah lainnya. Menurut Muhadiono, (1979) varlasi jenis yang dihasilkan oleh suksesi sekunder di daerah tundra dan padang pasir akan bertambah sempit atau menjadi sedikit jenisnya dari keadaan vegetasi semula, sedangkan yang terjadi di daerah tropis sangat banyak jenisnya sehingga menyulitkan untuk dikenal. Lebih lanjut oleh Soerianegara dan Indrawan, 1976 disebabkan bahwa perubahan tersebut biasanya dimulai vegetasi rumput dan semak. Akan tetapi bila tanahnya tak banyak mengalami erosi akibat kerusakan (bencana alam lainnya), mak sesudah 15 sampai 50 tahun terjadi hutan sekunder muda dan setelah 50 tahun terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsur-angsur akan mencapai klimaks.

C. Konsep suksesi

Proses tumbuhan dan suksesi masyarakat tumbuhtumbuhan adalah merupakan hal yang tidak dapat dibantah dan diakui sebagai insan dari sejarah pengetahuan alam (Spurr dan Burton, 1973). Kemudian mengatakannya, bahwa apa yang menjadi bahan pembicaraan atau perdebatan atau pertentangan yang dikacaukan oleh para ahli ekologi dengan menggunakan isti1ah yang sarna akan tetapi mengemukakan pandangan dengan arti yang berbeda.

Menurut Clement (1916) yang dikutip oleh Kilmaskossu

(1979) dengan beralihnya suksesi kearah

pembentukan

masyarakat wilayahnya

hutan hingga mencapai klimaks, sehingga diduduki oleh komposisi dan struktur hutan.

13

Teori yang dianut dikatakan sebagai teori monoklimaks oleh karena keadaan tertentu iklim menjadi faktor dominan dalam pembentukan masyarakat tumbuh-tumbuhannya.

Jadi klimaks tersebut dikatakan merupakan suatu pencerminan keadaan iklim. Oosting (1956) memberikan contoh bahwa disklimaks yang terjadi sebagai akibat beberapa gangguan sekunder tak dapat berkembang lagi kearah klimaks karena keadaan tempat tumbuh yang berubah

menjadi buruk misalnya terhenti pada tingkat belukar.

Beberapa halnya dengan teori poliklimaks Blaquet, 1932; Kilmaskossu, 1979) yang menyatakan

semak

(Braun bahwa

berbagai tahap suksesi dapat menuju bermacam klimaks yang mantap yang dipengaruhi oleh keadaan tanah, iklim, biotis, api dan sebagainya. Untuk kepulauan Indonesia, Soerianegara dan Indrawan (1976) berpendapat bahwa hal ini terlihat dari berbagai klimaks yang sudah seimbang dengan lingkungan seperti hutan payau, hutan rawa dan hutan hujan yang timbul sebagai akibat perbedaan tanaha yang ekstrim.

D. Suksesi sekunder

Banyak ahli ekologi tumbuhan berpendapat

bahwa

jarang terdapat hutan yang sifatnya tetap (Farb, 1979). Faktor penyebab kerusakan hutan dan terjadinya suksesi dalam hutan adalah penyakit, penebangan, perladangan, eksploitasi. maupun kekuatan alamo Banjir, angin, api/kebakaran, erosi dan gempa bumi semua merupakan

14

kekuatan alam yang dapat mengahancurkan hutan dan memula!

suatu masa pergant1an yang baru. terjadinya suksesi sekunder

d.l. Peryakit

salah satu faktor penyebab terjadinya hutan

Penyebab-penyebab

sekunder in1 adalah penyakit yang timbul sebagai

akibat

serangan

bak t e r i, jamur,

virus

dan

nematoda.

Orang percaya bahwa penyakit pohon

tidak merupakan wabah sebelum kedatangan orang

kulit

put1h,

karena

penyak1t

tersebut

terkendalikan oleh keseimbangan dalam masyarakat

hutan.

Keseimbangan ini telah berubah

hebat

akibat adanya praktek-praktek misalnya pembukaan

hutan,

penanaman

hutan

dengan

jenis-jenis

pepohonan baru yang terdiridari satu atau dua jenis pohon dan penanaman pohon-pohon asing.

Semua

ini

rnelernahkan

ikatan-ikatan

dalam

masyarakat hutan. Bersamaan pohon asing in1 telah

datang

pula penyakit tersebut

adalah

rawar

serangan (Pr ome fea s p ) yang hamp ir memusnahkan poho n sarangan Cest.erie « sp yang sangat banyak

jumlahnya.

Penyakit karat binti! (Phakosoora sp

yang hampir rnemusnahkan tusam putih Pl»(.I.S
ben ksi en e yang merupakan suatu jenis pohon
berharga. Selain itu salah satu ancaman yang
paling berbahaya dalam kehidupan hutan yang
disebabkan oleh jamur menyerang semua jenis 15

berangan

(Quercus sp) yang

merupakan

pahan

berharga dan digemari di Amerika Serikat.

Serangan penyakit ini terdapat di hampir

semua negara bagian di Arnerika Serikat.

Jarnur

tadi rnenyerang pohon melalui kayu gubal, tubuhnya berupa benang panjang yang lambat·laun menyurnbat pembuluh penyalur air pada pahon. Selain itu pula

diperkirakan

bahwa penyakit hutan

ditularkan

terutama

oleh serangga, anjing

dan

burung.

Binatang-binatang ini mernakan jamur pada pohon yang sakit dan rnemindahkannya keluka-luka pada

pohon

yang sehat.

Dengan bertambah

luasnya

penyebaran penyakit ini rnaka kerusakan hutan makin meluas, akibatnya hutan rusak hingga lama kelarnaan hutan gundul dan terjadilah suatu bentuk suksesi

hutan.

Pengernbalian

menuju

masyarakat

tumbuh-turnbuhan

klimaks

meme~lukan

proses

. pemulihan kernbali yang membu.tuhkan waktu yang lama (Farb, 1979).

d.2. Penebangan/eksploitasi

Bila suatu hutan dilakukan penebangan pohon demi pohon akan menghasilkan tempat terbuka dalarn hutan yang demikian keeil sehingga tidak terjadi

perubahan

iklirn rnikro yang berarti.

dengan

melihat keadaan yang demikian in1 tempat tumbuh da Lam hutan t e r aebut dalarn waktu relatif singkat akan pulih kernb~li diserbu oleh jenis turnbuhan yang lebih rnudah tumbuh.

16

Sebaliknya bila campur tangan manusia dalam hutan sangat besar terutama akibat penebangan hutan secara mekanis serta dilakukan seCara besarbesaran tanpa perencanaan yang tepat, hutan tersebut akan rusak dan rnemerlukan waktu yang relatif lama untuk secara alamiah pulih kembali. Proses ini dapat diimbangi lebih awal bilamana dilakukan tepat pada waktunya tindakan reboisasi atau penghijauan.

Pada hutan hujan tropis basah jenis pioner yang mula-mula tumbuh misalnya pada tempat-tempat terbuka bekas tebangan (antara lain disebelah kiri Kanan jalan angkutan) antara lain, AnthocephBlus

(',' l'.' i n '-:::: if .:::: i .::.:: /1 fi:l .;:r.' c~ -:.7." r: .:;i : .. :) ~:-;il.::~) . S P P dan l41.j .'5' -::t 5 p P •

Kemudian jenis-jenis ini lambat laun akan diganti oleh jenis-jenis yang lebih tahan naungan dan berumur panjang hingga mencapai klimaks seperti Pometia spp, lntsia spp, PaJaqium spp dan lain-

lain.

d.3. Perladangan Kerusakan

pada

umumnya

terjadi

karena

kelengahan manusia. Pohon-pohon yang menyusun hutan hujan tropika yang telah mengalami kerus~kan tidak akan dapat diganti oleh masyarakat tumbuhtumbuhan lain seperti rumput-rumputan dan alang-

alang.

Bilamana gangguan intensif dari manusia

itu sendiri seperti membakar hutan berulang kali

17

untuk

perladangan yang tidak

sesuai

dengan

kemampuan tanah, maka akan berbentuk suksesi sekunder dan keadaan tanah masyarakat. Tumbuh-tumbuhan demikian ini sebelumnya diawali oleh masyarakat turnbuh-tumbuhan rumput dan semak. Keadaan ini dapat pulih setelah 15 - 20 tahun akan terjadi hutan sekunder muda dan setelah 50 tahun terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsurangsur akan mencapai klimaks. Misalnya pada tanah-tanah akibat perladangan di Papua New Guinea pada mUlanya tumbuh-tumbuhan berumur pendek berupa rumput-rumputan, kemudian 8 sampai 10 tahun akan tumbuh jenis-jenis seperti Troema sp, GeaDsia sp, dan Macarang2 spp selanjutnya tumbuhan berumur tersebut pendek berangsur-angsur diganti oleh tumbuhan berumur panjang hingga mencapai klimaks (Richard, 1964).

Selain itu juga kenyataan yang terjadi pada tanahtanah yang terjadi kompleks gunung honje (Banten) yang baru kurang lebih eham bulan sampai satu tahun ditinggalkan sesudah perladangan ditumbuhi jenis rumput-rumputan termasuk alangalang, semak keeil, herba dan lain-lain. Kemudian tumbuh-tumbuhan pohon hutan sekunder yang lebih rapat an tara lain terdiri dari Pometia pinnata dan Becaurea javanica.

18

Sedangkan hutan primernya antara lain terdiri dari AY'tocaY'pu.s eJiJs+.iCflS, Quel"'cas sp, dan Dyso)Cyi(l" Spa

d.4. Analisa masyarakat tumbuh-tumbuhan

Mengenai

istilah

vegetasi

banyak

ahli

mengemukakan berbagai definisi. Muller dan Ellenberg (1974) masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah

Diantaranya mengemukakan, vegetasi yang

merupakan gambaran dari suatu lapisan atas tanah yang menyilimuti hampir seluruh permukaan daratan bumi. Selanjutnya Soerianegara dan Indrawan (1976) mendefinisikan bahwa suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas adalah vegetasi. Sesuai dengan definisi tersebut diatas penulis cenderung mengartikan vegetasi sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dinamis dalam arti luas. Hutan sendiri merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yamg dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan, dan hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan dengan alam lingkungannya begitu erat hingga tercipta hutan sebagai suatu satuan ekosistem. Sedangkan ekosistem yaitu suatu sistem alam yang mengandung mahluk hidup dan lingkungan meliputi zat-zat tak hidup yang saling mempengaruhi sehingga terjadilah pertukaran zat yang diperlukan antara mahluk hidup dan

19

lingkungannya dalarn mempertahankan kelangsungan hidupnya (Odum, 1971).

Gambaran tentang keadaan masyarakat tumbuhtumbuhan yang dimaksud dapat diketahui melalui analisis ekologi tumbuh-tumbuhan/vegetasi yang mempelajari perkembangan mengenai komposisi (susunan jenis) dan struktur (bentuk) masyarakat tumbuh-turnbuhan yang menyusun' formasi hutan. Masyarakat hutan tersebut dibagi menurut tingkat yaitu bentuk pohon, bentuk tiang, bentuk pancang, dan bentuk tumbuhan bawah (Seedling dan rerurnputan).

Pembagian ini dimaksud untuk mernudahkan untuk

pengenalan dan penentuan petak ukur contoh digunakan dilapangan. Kernudian cantoh dan yang diperoleh tergantung pada pengarnbilan

yang data contoh

karena perubahan yang terjadi dalarn kehidupan rnemerlukan pendekatan melalui penyelidikan (Mullei dan Ellenberg, 1974). Cara yang digunakan dalam analisa ekologi tumbuh-tumbuhan tersebut oleh

Muller

dan Ellenberg dikatakan

bahwa

harus

memenuhi persyaratan yaltu (1) jurnlah species masyarakat tumbuh-turnbuhan besar; (2) habitat yang diketahui dalarn luas tegakan lebih kurang seragam; dan (3) tumbuhan penutup tanah lebih kurang seragam.

20

a. Analisa contoh .asyarakat tumbuh-tumbuhan

Pengetahuan tentang banyaknya dan penyebaran dari permudaan jenis-jenis pohon yang penting dijadikan dasar dalam menduga komposisi dalam volume tegakan hutan pad a masa mendatang terutama untuk asosiasi yang bertaraf suksesi. Untuk permudaan pohon-pohon biasanya dihitung jumlahnya, kerapatan, frekuensi, dan diukur tingginya.

Sehubungan dengan keperluan analisa

dari

contoh masyarakat tumbuh-tumbuhan maka perlu dibedakan jumlah lapisan jenis (contoh) tumbuhan bawah (semai) dan rerumputan, paneang (sapling), tiang (pole), dan pohon (tree). Muller dan Ellenberg (1974) membedakan jumlah lapisan jenis masyarakat sebagai berikut :

M: Moss and Lichen layer adalah lapisan lumut dan lumut kerak. Lapisan ini merupakan lapisan penutup permukaan tanah dengan tinggi dibawah 5 atau 10 em;

H: Herb layer adalah lapisan herba tingginya dibawah 50 cm. Lapisan ini terdiri dari lapisan H1 tinggi 10 em, lapisan H2 sampai dengan 30 em, dan lapisan H3 tinggi 30 em sampai dengan 1 (satu) meter;

S ~ Shrub layer adalah lapisan semak (tiang) tumbuhan diantara 30 cm sampai dengan 5,0 meter tingginya. Lapisan ini terdiri dari

21

lapisan 51 tinggi 30 em sampai dengan 2,0
meter, lapisan 52 tinggi 2,0 meter sampai
dengan 5,0 meter; dan
Tree layer adalah lapisan pohon yang T

tingginya 5,0 m atau lebih.

50erianegara dan Indrawan (1976) kemudian membedakan sebagai berikut

Semai

(seedling) permudaan mulai

keeambah

sampai tinggi 1,5 m (dibagi dalam kelas tinggi o - 30 em dan 30 em - 150 em);

Paneang (sapling) permudaan yang tingginya 150 em lebih sampai pohon-pohon muda berdiameter dibawah 10 em (dibagi dalam kelas tinggi 150 em 300 em sampai pahon-pohon muda berdiameter 5 em atau dibawah 10 em);

Tiang (pole) pOhon-pahon muda yang berdiameter 10 em sampai dengan 35 em; dan

Pohon (tree) yang berdiamater 35 em ke atas.

b. Ukuran dan banyaknya petak eontoh

Untuk menetapkan ukuran luas atau besar dan banyaknya petak-petak eontoh perlu digunakan kurva species area (Soerianega~a dan Indrawan, 1976).

Kurva species area ini diperJ.ukan untuk dapat menetapkan

b.1. Luas atau b~sar minimum suatu petak yang dapat mewakili luas tegakan;

22

b.2. Jumlah minimal petak-petak sampling keeil

yang

diperlukan agar hasilnya

mewakili

keadaan tegakan.

b.l. Ukuran minimum suatu petak yang dapat mewakili tegakan

Petak berukuran minimum adalah besarnya ukuran petak contoh pertama dalam pengamatan ana 11 sa masyarakat tumbuh-tumbuhan (Muller dan Ellenberg, 1974).

Petak contoh tersebut dapat berbentuk persegi panjang, bujur sangkar atau lingkaran. Penentuan ukuran minimum suatu petak contoh sehingga dapat mewakili tegakan ditentukan berdasarkan cara penggunaannya. Perubahan ini tergantung pada (1) tehnik pembuatan petakj (2) kriteria ukuran contoh tumbuh-tumbuhan dan (3)

penentuan

luas

minimal

petak

contoh

yang ditentukan.

Soerianegara dan Indrawan, 1976 menyebutkan lima cara penentuan luas minimum suatu petak. Adapun keliam cara terse but yaitu (I) cara petak tunggalj (2) car a petak qa nda j (3) cara jalur atau transeki J4) cara garis berpetak dan (5) cara tanpa petak.

b.1.1. Cara petak t~nggal

Ukuran -minimum dari suatu petak

tunggal

tergantung

pada

kerapatan

23

tegakan dan banyaknya jenis vegetasi

yang dijumpai. Makin jarang vegetasi

penyusunannya makin besar ukuran petak

tunggal yang digunakan.

Dalam petak

tunggal ini kemudian didaftarkan jenis

vegetasi yang ditemukan. Ukuran petak

ini kemudian diperbesar dua kali dan

jenis vegetasi yang terdapat didaftarkan

pula. Cara penambahan ukuran luas petak

ini

dilanjutkan

sampai

saat

mana

penambahan kenaikkan jumlah jenis tidak

lebih dari 5 % (persen) atau 10 %. Cara

seperti tersebut di atas digunakan oleh

Vestal (Soerianegara dan Indrawan, 1976)

yang menetapka~ bahwa luas minimum bagi

berbagai type vegetasi didunia dan

mendapatkan luas minimum untuk hutan

hujan tropika lebih kurang 3 hektar,

untuk hutan hujan berkisar antara 0,5

hektar

sampai 2,2 hektar.

Menurut

Muller dan Ellenberg, 1974, penggunaan

ukuran minimum petak padang rumput di

Jerman

(bagian barat

daya)

adalah

sebesar 0,25 m2, 0,5 m2 dan diperbesar

dua kali sampai mencapai 64 m2.

Lebih

lanjut dikatakannva bahwa untuk daerah

, -

24

subtropis ukurin minimum petak contoh

vegetasi masing-masing untuk sratum

pohon dalam hutan dengan 1uas petak

minimum 200

2

500 m I sedangkan untuk

kotak vegetasi tumbuhan bawah sebesar 50 200 rn2. Kemudian oleh Soerianegara

dan Indrawan, (1976) dijelaskan bahwa

untuk memudahkan pendaftaran pohon dan

tegakan di dalam hutan

dipergunakan

suatu petak tunggal berukuran 20 m x

1.500 m (atau jalur terbatas). Jalurnya

dapat

dibagi

rnenjadi

petak-petak

kontinyu berukuran 0,1 hektar.

b.l.2. Cara petak ganda

Pengambilan contoh dengan cara in!

dilakukan

dengan

menggunakan

petak

contoh yang tersebar merata dan secara

sistematis. Soerianegara dan Indrawan,

(1976) menggunakan petak-petak contoh

masing-masing, petak ukur untuk pahon

0,1 hektar, petak ukur untuk pancang

0,01 hektar, pe t a k uk u r untuk semai dan

tumbuhan bawah berukuran 0,001 hektar.

b.l.3. Cara jalur atau transek

Cara

ini paling e£ektif

untuk

mernpelajari perubahan keadaan vegetasi

rnenurut

keadaan

tanah,

topographi,

25

elevasi, dan mempelajari luas dan hutannya.

biasanya dilakukan untuk suatu kelompok hutan yang belum diketahui keadaan Pengambilan contoh dengan

cara ini terlebih dahulu rnenarik suatu base line sejajar garis topographi kernudian jalur-jalur contoh dibuat rnemotong garis topographi. ukuran petak contoh pada cara ini adalah petak ukur untuk pohon yaitu 0,04 hektar, petak ukur untuk pancang dan semak 0,01 hektar dan petak ukur untuk tumbuhan bawah dan serna! 0,001 hektar.

b.l.4. Cara garis berpetak

Cara ini merupakan modifikasi cara petak dan jalur. Dalam cara ini dengan rnelornpati satu atau lebih petak-petak dalam jalur pada jarak tertentu yang sama. Petak-petak dapat berbentuk persegi panjang atau lingkarang. Ukuran besar dan luasannya adalah petak ukur untuk pohon 0,04 atau 0,1 hektar, petak ukur untuk tiang 0,01 hektar, petak ukur untuk pancang 0,0025 hektar, petak ukur untuk tuinbuhan bawah 0,0004 atau 0,001 hektar.

26

b.l.S. Cara tanpa petak

Cara ini dilakukan hanya

untuk

mengetahui komposisi dan dorninasi pohon serta menaksir volumenya. Adapun cara ini meliputi eara hanya satu individu yang diamati, eara berpasangan, cara kuadran, dan cara Bitterlieh.

b.2. Jumlah minimal petak-petak contoh kecil yang diperlukan

Penetuan jumlah minimal petak-petak keeil

yang d Lpe r Luk ari agar hasil mewakili vegetasi perlu dieek species area. Petak-petak

inventarisasinya melalui kurva

yang

digunakan

berbentuk petak tunggak yang diperbesar atau berupa jalur eoba dan ditetapkan berdasarkan tingkatan intensitas manegement yang dilaksanakan. Luas areal yang dikelola dapat

berkisar

dari

hektar

satu sampai

ribuan

dari

tingkat

yang

pengelolaan

terqantung d Lcapa l .

Intensitas sampling merupakan cara untuk menaksir nilai/keadaan populasi dengan jalan mengambil dan mengamati besarnya persentase sebagian individu atau wakil dari populasi

(Atmawidjaja, 1918~. Besarnya nilai taksiran yang diperoleh dari pengamatan contoh



27

dipergunakan untuk menaksir nilai populasi yang s~benarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Boon dan Tindernan (1950) yang hasil-hasilnya dikutip Soerianegara dan Indrawan (1976) dikatakan aotara lain bahwa di Indonesia bahwa digunakan jalur-jalur coba yang lebarnya 10 m dan 20 m tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Lebih lanjut dikatakan oleh mereka bahwa sebaiknya untuk hutan yang luas 10.000 hektar atau lebih dipakai intensitas dua persen dan untuk hutan yang luasnya lebih 1000 hektar dipergunakan intensitas 10 persen.

Menurut

Direktorat

Inventarisasi

dan suatu

Perencanaan hutan (1967) bahwa untuk

kelompok hutan minimal harus dibuat 5 (lima) jalur coba dengan jarak antara satu jalur dengan jalur lainnya berada antara satu sampai li.ma kilometer yang disesuaikan dengan keadaan lapang.

01eh Atmawidjaja (1978) disebutkan bahwa intensitas sampling 5 10 persen umumnya dipakai dan cukup dapat dipercaya. Besar kecilnya intensitas sampling yang dikehendaki ditentukan oleh tingkat keseragaman dari pada vegetasi, tingkat ketelitian yang dikehendaki, tersedianya waktu, biaya dan tenaga.

28

c. Kelengkapan ahalisa contoh rnasyarakat turnbuhan

Untuk

turnbuh-

struktur

mengetahui komposisi (bentuk) masyarakat

(susunan) dan turnbuh-tumbuhan

diperlukan data tentang

c.l. Kerapatan dan kerapatan relatif

Kerapatan

(K) menunjukkan banyaknya

nilai individu dari suatu jenis masyarakat tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalam suatu daerah tertentu yang diamat!. Perubahan ini dinyatakan dalam banyaknya masyarakat tumbuh-tumbuhan perhektar.

Kerapatan relatif (KR), merupakan perbandingan antara hasil kerapatan jumlah individl1 sl1atu jenis yang diperoleh dengan

jl1mlah

kerapatan seluruh individu

yang

dinyatakan dalam persen.

c.2. Frekuensi dan frekuensi relatif

Frekuensi (F) menunjukkan bagaimana penyebaran sl1atu jenis masyarakat tumbuhtumbuhan dalam areal yang diamati dan diperoleh dengan mernbandiingkan antara jumlah petak diketemukan suatu jenis dengan jumlah seluruh petak yang diamati.

Frekuensi.·· Relatif

(FR)

merupakan

perbandinqan antara frekuensi dari suatu jenis tertentu dengan frekuensi seluruh jenis yang dinyatakan dalam persen.

29

c.3. Dominasi (D)

Dominasi . dinyatakan dalam

berbagai

besaran

yaitu persen

penutupan

(cover

percentage), luas bidang dasar, volume dan

biomas. harus

Di dalam tegakan hutan dominasi

dltetapkan

menurut

masing-masing

lapisan atau tingkatan yaitu pohon-pohonan

dan

tumbuhan

bawah.

Dominansi

yang

digunakan disini adalah dominansi persen penutup (cover percentage) untuk tumbuhan

bawah

dan pancang, sedangkan

dominansi

bidang dasar untuk tingkat tiang dan pohon dewasa. Dominansi persen penutupan

dinyatakan

sebagai

perbandingan

antara

proyeksi tajuk terhadap luas contoh suatu

jenis.

Sedangkan dominansi bidang dasar

untuk setiap pohon yang terambil dengan diarnemter batang setinggi dada (1,30 m) ditetapkan berdasarkan rumus 1/4~(d/l00)2.

Kemudian hila dibandingkan dengan nilai dominansi dengan besaran volume maka akan lebih besar dibandingkan dengan besaran luas bidang dasar k~rena dalam besaran volume terdapat faktor tinggi dan angka bentuk. Selain itu juga dorninansi volume merupakan

ukuran

terbaik karena selaio

dominansi

30

horizontal (luas bidang dasar) juga termasuk

bidang datar vertikal (dominansi tajuk).

Sedangkan angka bentuk yang biasanya di

dalam perhitungandigunakan 0,7 (rnerupakan

angka bentuk bagi hutn rimba).

Dominansi

relatjf

(DR)

disini

dinyatakan sebagai angka perbandingan antara

angka dominansi dari suatu jenis dengan

dominansi dari seluruh jenis yang dinyatakan

dalam persen.

c.4. Indeks Nilai Penting (NP)

Nilai

Penting (NP)

merupakan

pAnjumlahan

dari kerapatan

relatif,

frekuensi relatif, dan dorninansi relatif

dari suatu jenis yang dinyatakan

dalam

persen.

Nilai penting inl maksimum dapat

mencapai 300 persen. Dengan demikian akan

diketahui pula mengenai tingkat dominansi

jenis tersebut dalam areal yang diamati.
c.S. Untuk tumbuhan yang berbentuk rerumputan itu
diukur dengan menggunakan tehnik Iuasan 1
m2•
c.6. Tehnik determinasi jenis tumbuhan menggunakan poia Chr. Versteegh dan W. Vink

(LIJST VAN PLANTEN NAMEN KAPAUKOE, VAN de

inzamelingen r9nd de Wissel meren).

III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Secara geografisl Enarotali terletak antara 1360 BT

- 136°30' dan 3° 45 LS - 4° 25 LS dan luas 18.650 Ha.

B. Perhubungan

Perhubungan

udara

yang

melayani

angkutan

penerbangan dari Nabire ke wilayah penelitian dilakukan

oleh Merpati Nusantara Airlines (MNA)I Associated Mission

Aviation (AMA) dan Mission Fe110ship (MAF) jenis pesawat

udara yang digunakan adalah Twin otter, Air commander dan

Cesna.

Frekuensi penerbangan MNA dari Nabire ke 10kasi

penelitian, 2 kali seminggu sedangkan AMA dan MAF

mempunyai frekuensi penerbangan 3 kali seminggu.

C. Penduduk

Keadaan penduduk pada lokasi pene1itian disajikan

pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penduduk Kecamatan Paniai Timur, Tigi, Kamu, dan Paniai Barat.

Kecamatan K K Dewasa Anak Jumlah
( ,Jiwa ) Anak ( Jiwa
Paniai Timur 4.374 13.247 12.487 25.733
Tigi 3.501 10.717 8.310 19.027
Kamu 2.876 13.555 7.606 21.161
Paniai Barat 1.495 4.482 6.006 10.488
Sumber Biro Puasat Statistik
Kantor Statistik Tingkat II Paniai 1986. 32

D. I k 1 i m

Data iklim yang diperoleh adalah curah hujan, suhu,

kelembaban

udara,

kecepatan angin

dan

penyinaran

matahari, rata-rata curuh hujan dan hari hujan selama 10

tahun (1975 - 1985) disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Data Hari Hujan dan Curah Hujan

B u 1 a n

Curah hujan ( mm )

Hari hujan ( hari )

Januari

202,4

18,3

Februari

238,8

18,6

Maret

206,5

16,7

April

236,1

17,0

M e i

249,2

18,1

Juni

258,4

19,0

Juli

260,2

19,1

Agustus

216,4

17,5

September

197,1

17,0

Oktober

187,6

15,3

November

171,4

15,0

Desember

192,4

14,3

Jumlah

2.375,9

205,5

Rata-rata

197,9

17,1

Sumber

studi

Lingkungan Pertanian Kawasan

Danau

Paniai 1987.

Gambar 1. Grafik Curah Hujan 5elama 10 Tahun (1975 - 1985)

:27<)

250

:250

240

230

210

200

190

180

170

1.50

14i)

13()

1.10

10n

/

/

i

.. vi;
l
1
I
~
,.
I, Jan Feb Mar ApI Mei Jun luI Agt spt Okt Nov Des

Diagram Curah Hujan Selama jO Tahun (1975 - 1985)

Pada diagram diatasr namoak bahwa dari bulan Januarj sampal

hulan Juli curah hujan makin tinggi yaitu berkisar antara 202.4 mm

sampai dengan 260.2 mm. Sedangka~ pacta bulan Agustus sampai dengan

Desember curah hujan mulai menurun dengan kisaran 216.4 mm sampai

34

Sedangkan untuk hari hujan memi1iki sifat yang sarna yaitu pada bulan Januari sampai dengan bulan Ju1i haru hujan berkisar antara 18,3 HH sampai dengan 19,1 HH, sedangkan pada bulan Agustus sampai dengan Desember berkisar antara 17,5 HH sampai dengan 14,3 HH.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, daerah

penelitian terrnasuk tipe curah hujan A dengan sebesar 0 % yaitu tanpa bulan kering « Sedangkan menurut Aldemendleh (1980), daerah termasuk zone agroklimat BI, yaitu zone dengan

7 9 bulan basah (> 200 mm) dan kurang dari

kering «100 mm) pertahun (peta 2).

Suhu harian rata-rata sebesar 19,6 °c dengan suhu minimum 11,loC dan suhu maksimum 27,SoC. K~lembaban udara rata-

n l la i Q 60 mm). penelitian rata-rata 2 bulan

rata harian sebesdr 87,3 % dan angin bertiup dengan

kecepatan 12,87 km/jam, 1amanya penyinaran rata-rata adalah 4,3 jam perhari.

E. Keadaan Lapangan

matahari

Keadaan

lapangan

penelitian

daerah

Enarotali

bervariasi dari datar sampai bergelombang berat dengan kemiringan berkisar antara 3 - 8 dengan perbedaan tinggi 5 - 15 H, tinggi dari permukaan laut + 1740 meter.

F. Keadaan Tanah dan Air

Tanah di daerah pene1itian terdapat 2 jenis yaitu Podsolik untuk vegetasi ra,wa sedangkan alluvial un t uk vegetasi yang tersebar mulai dari kaki bukit sampai dengan punggung bukit.

35

Air danau Paniai diperoleh dari beberapa kali keeil antara lain berasal dari Kugapa, Weabu, Ouibutu, Madi dan juga air ~ujan. Sehingga naik turunnya air danau tergantung dari banyak suplai air dari kali-kali tadi.

Warna air sungai dipengaruhi oleh curah hujan. dalarn kedaan normal air sungai cukup jernih, tetapi bila turun hujan air akan menjadi keruh.

G. Mata Pencaharian

Mata Pencaharian penduduk sekitar danau adalah berkebun dan mengambil kayu bakar.

Paniai

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar Danau Paniai yaitu pada daerah Uibutu dan Daroto selama satu bulan.

B. Metode dan Tehnik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan tehnik penelitian survey.

C. Peralatan Penelitian

Peralatan terdiri dari

1. Peta, berskala 1 : 250.000 dan skala 1 : 20.000.

yang digunakan dalam penelitian

ini

2. Kompas, digunakan untuk mengukur/menentukan jalur yang terdapat dilapangan.

3. Haga, digunakan untuk mengatur tinggi pohon.

4. Apitan pohon (Caliper), yang digunakan untuk mengukur

arah

diameter pohon.

5. Parang, digunakan untuk membuat patok-patek jalur pengamatan.

6. Tali ukur, digunakan untuk mengukur panjang jalur, jarak antara jalur, jarak antara petak.

7. Cat, digunakan sebagai pewarna untuk menandai patak yang dibuat di lapang sehingga memudahkan adanya jalur pengamatan.

8. Tally sheet, digunakan untuk mencatat pengamatan dan pengukuran dilapangan.

D. Penentuan Petak sampel

hasil

Penelitian dilakukan mulai dari vegetasi danau sampai ke punggung bukit danau menggunakan 3 (tiga) buah

37

jalur coba sebagai petak contoh. Panjang setiap jalur

adalah 1000 meter dan lebar 20 meter, dengan demikian

luas keseluruhan jalur coba adalah 6 hektar dari luas

tersebut kemudian dibagi menjadi 150 buah petak sampel

yang masing-masing berukuran 20 x 20 meter..

Peletakan jalur dilakukan secara purposif dengan jarak

300 sampaj 500 meter, luas areal penelitian 20 Ha dan

varjasl. antara jalur tersebut dimaksudkan agar diperoleh

variasi tegakan yang lebih lengkap. A~ah jalur dibuat

mengarah ke countur gunung.

E. Pengumpulan Data

Data yang dikumpuJ.kan meliputi

1. str.uktur vegetasi yang menyangkut jumlah suku yang

ada, tinggi, tingkat penutupan tajuk serta jumlah dan

diameter pohon.

2. Komposisi flora yang menyangkut jumlah suku, marga

dan jenis dengan tlngkat penguasaannya di dalam

komunitas.

Pengamat~n diJakukan di dalam 150 petak sampel,

tinggi pohon diukur dengan menggunakan "Haga Meter".

Untuk mengetahui nama latin atau nama ilmiah dari jenis-

jenis

yang ada, maka dilakukan pengumpulan

materi

herbarium untuk diidentifikasi.

F. Analisis Data

Data

penyebaran

kelas

,

diameter

disusun

secara

tabulasi, jumlah individu dan sebaran kelas diameter,

sedangkan daftar flora rnenurut suku, marga, species/jenis

dan nama lokal disusun menurut abjad.

38

Analisis

vegetasi

berdasarkan luas

bidang

dasar,

kerapatan dan frekuensi setiap jenis menggunakan formula

sebagai berikut di bawah ini

Jumlah pohon suatu jenis

1. Kerapatan =

Luas petak sampel

Nilai kerapatan suatu jenis

2. Kerapatan Relatif = ------------------------- x 100 % Nilai total frekuensi Seffiua jenis

Jumlah petak dimana jenis itu dijumpai

3. Frekuensi = --------------------------------------

Jumlah semua petak

Nilai frekuensi suatu jenis

4. Frekuensi Relatif = --------------------------- x 100%

Nilai total frekuensi semua jenis

Luas bidang dasar suatu jenis

5. Domlnansi = -----------------------------

Luas petak sampel

Nilai dominansi suatu jenis

6. Dorninansi Relatif = -------------------------- x 100 % Nilai total dominansi semua jenis

7. Nilai penting = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif

+ Dominansi relatif.

v. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran vegetasi yang meliputi Enarotali, Oaroto, Madi, Weabu dan Uibutu dengan menempati areal seluas 6 Ha. Vegetasi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok vegetasi yang terendam dan yang tidak terendam.

Kelompok vegetasi terendam atau vegetasi danau Paniai yang tumbuhnya dari danau sampai. pada kaki bukit, berjenis tanah

Podsolik dan selalu terendam air (Anonimolls, 1987).

Hutan

kelompok Indonesia

ini mempunyai penyebaran yang lebih seluas lebih kurang 5 juta Ha, terutama

luas. Oi ditemukan

di Bangka dan Belitung, Irian Jaya, Kalimantan, Riau, yang memiliki tipe hujan A dan B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan lebih besar dari 1500 mm/tahun tanpa bulan-bulan kering, terdapat wilayah datar, bergelombang di dataran tinggi dan dataran rendah, pada ketinggian kurang dari 2000 meter dari permukaan laut, bahan induknya dari tu£volkan masam (Subagjo, 1970).

Kelompok vegetasi yang kedua adalah kelompok tidak terendam yang tumbuhnya mulai dari kaki

vegetasi yang bukit sampai

di punggung bukit, berjenis tanah Alluvial Gleik (Anonimous, 1987). Menyebar diseluruh kepulauan Indonesia terutama pada daerah dataran, lembahan, dari cekungan dan sepanjang daerah aliran sungai-sungai. besar di kelima pulau besar yaitu Sumatera, Irian Jaya, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Oaerah kelompok hutan int pada umumnya merupakan daerah pertanian utama dan pusat-pusat penyebaran penduduk, penggunaannya antara lain untuk persawahan, perladangan,

40

palawija dan untuk daerah perikanan. Khususnya penduduk di daerah Enarotali sekitar danau mengarnbil kayu dari hutan tersebut sebagai bahan bakar.

Hasil pengamatan terhadap jenis-jenis vegetasi pada kedua kelompok vegetasi di atas disajikan pacta tabel tiga dan tabel empat.

:It 1..0 co .....:J 0"\ VI .t.. W tv I-' Z t-3
0 AI
0-
(...0 '-I G') 0 :e:: Q 0 :,;: :x t-3 CD
1'1) III 1-" :::s 1-" c \Q 1-" ro c .....
~ ..t:l 0. III 0. \Q ~ S S III Z
10.1. ro 0 ;"Q 1-'- c c 1-" :::s- III w
Itl ro 3 ~ I 3
I ro I'D S III
<.... ro
t'tt S :;t ~
~ ...... I'll ITJ
10.1. ro .....
Itl ""< c
I'll ..
<:: I zr '1::;;.
''t I~ 11-1 I~ ~ 'Z In :; 'J !'tl !-. 0
I.Q -' 't'D I~ t-t. ;:31::1l lJl 111;-
t'l;t I 12- ~ r ~ OJlfll r:
0:"1- 1-'" !O' '> me zr <:
t:U I~ ...... ,_J 'ro I~ roo. III t'1)
'.I'I ro 1-" Ig It-< r.- IO {D l~:J
• !Q.J
! ..... i 1'"" ,';5' ,::l ill! ,1-" 'H i::l i'tt
I ,lJl lro :;'li 1(1) '0., \>lJ u~ .:-;,
4<; ,(Jl lCO jill 1(1) t;:l IS :n t:U
Q.t I 1-" ico I;:::J '0 III
~ ro is ! .... 1(lJ ro i00i.
t.C ! 0- jOJ f.fl 16 .... )
(I) .... '<::
Q" t1 '(I) ;:s (I) t:U
C 1-'- ~ 0.. (Jl :;:,
" Q.J 1-'- I.Q
10.0, :::s :::s
:, III 16 (lJ ~
A.I I~ 1'1)
~ ~ I~ "'S
C IC .'1)
:::: jill :s :::;
It Q"
,_,.. A.t
,_,
"
ru en 0 (') z )- tll Q Q ':tj
OJ o !:l "< (I) "0 C H H ~
:::s t-< Q.J "0. "0 0 '0 ill (lJ :3
0.. 0 <..Q (I) (1) o ::r S :3 ,_,.
III '0 I-'( i"'( :::s "< 0 1-" 1-" I-'
;:s ,_,... III OJ rt :::s H ;:s (I) 1-"
,_.
ilJ :-. o o ts: III 0- CD III
o I-' (I) CD (I) o ;-0' (lJ (I)
CD III Q.J QJ o (I) III (I)
llJ t-< (l) (l) CD III o
(J) \-'. III ." CD
OJ (I) ill
o (I)
CD
ill
(I)
I-' i~
N ;..!i V1 'J1 'J1 ~J1 00 l'-,.1 U1
... ... ... .. ... ~
.to. ...... v) ,::;. w 0 0 0'1 i-' ::tI en w W .to. W W en \,0 L.L) ''11
.. ... " .. ... .. ... .... ::tI
I-' 0 N i-' w (T) I-' N N
v,_' !'V W !,A) N N .to. iJ1 V1 '0
.. ... ... .... .. .. .. .. 'AI
~ -.] 0 0 I-' W I-' I-' N
N I-' I-' I-' I-' 1-.! i-' tV I-' Z
I-' 0 I-' N 0 I-' .....:J 0'\ W '"0
.. .... .. .. " .. .. .. ..
-...,J co U1 ...... -.J I-' l'-l l..D U1 '* .::..
* * * * I-' f-> f->
f-> 0 -o CO ....,J O'l lTl ..c:.. w N ..... Z ~
0 III
0".
0 ..-3 rei >' »' (;...j ::... )01 ~ )01 Jo-t I'D
~ C 0 '"Cl .Q !lJ o i-" ,..Q '"Cl Z .....
c rr n- III ~ \Q "0 w, C C s:::: III
III C ...... III (1) III III :3 ""
u:; 1-" III
III
0
III ~
(1) 11)
I'i """
lJ ~
is: ..
. ~
;1"(1 i)ol fO it""' '1"(1 19 1(:11 i~ 10 1''1j 0
'0 in jrtl I'.!: k ~ lill fill jill .11;-
~ iOJ 10' , ..... ~ 13 !~N In ~
:...J l~ p 1m it-< (:
~ ~ ,r"'l Ie !I-' I~' ~, 1% 1'fJ
!;_n 13 IQ.J e ~
Ig I~ jl'n k b ~, rr.. I1'J
1m I~ Irt 13 c "0 , ......
3 : ..... ::::s :,.;: :3 CD 1\1
ICJi I~ Cf.l n II,
Ulld !:l 1-" ....
o 0 (1)
::ro < UI "<;
CI-t'J 0 Q.I
!:l1-t'J :::s
c '0
I~ 1-"
::"I ("to.
~ I~ .... ,
~
Q.I
0.. lib .II:-
!~ Q ('t.
1-" I~
0" "S
UI ITJ
~
~
'"0 ~ t.z:l c: c: ';0 t.z:l :X 3:' '"t1 t""' i"!J Q.I
0 c C H H 0 C ~ ~ 0 0 III ..
,_, U 'Ci rt e+ (Jl 'CI H I'i a. :..Q 3
"< .... zs: 1-· ...... !lJ ::r IT \"1- 0 III 1-"
~Q ill 0 o n (1 0 III lJ n !:l I-'
0 (1 :--.: !lJ Q.I ro cr (1 (1 OJ 1-" ,....
:::l ro ....... (1 'I III 1-" ro (J) H o
..J
0 OJ 1-" ro (J) m !lJ !lJ IlJ 'C:I CD
(t CD ilJ ill ilJ o CD (1) Q.I OJ
QJ n ro ('t: (1) () rn
() ('t\ Q.J ro
(1) .QJ ib QJ
Q.J ,,, (1)
·11
c» ~ ''..V f-' 0'\ N N ..c:.. N ..c.. w
I .. ... .. ... .. ... .. .. .. .. .. ~
f-> !-' 0 N 0 0 !-' !-' 0 0 N ~
W W !-' N W ..... N W !-' N N
.. ... ... .. ... .. .. .. .. .. 'Zj
I-' 0 N 0 W ~ N 0 CD 0 I-' ::tI tv I-' I-' 0 !-' !-' N W I-' N !-' '='
.. .. ... ... ... ... ... ... ... .. ... ::c
0 0 0 N I-' 0 0 f-> <::) N !-'
I-' I-' Z
co co tTl w ,=> ~ 0"1 0 ..c.. co 0'1 "0
.. .. .. .. .. .. .. ... .. ... -
N I-' N ~ ~ ..c:.. w N co N .:.. df> ~
N
* ,* * IV IV IV N tV I-' t---< ,_. I-' '-' .-' I-' I-'
.I:lI. W IV I-' 0 ;.0 ()O .-.J Jl U1 .I:lI. (,oJ IV
0:..,
1'1)
~ 0 0 > :e: -,0:: 0 o :,::: H :,::: > :x 0
.... 1-" 0 S ...... (fj co '-::J" CD "0 0 ~ rlJ ~
t",', 0.0 "'" rlJ Q... ~ ....,. ;U 0.0 ,;:: rlJ OJ i-.l·
f~' ('D C rlJ -< 1-" 1-" "'. rt'
...... "< 1.0 OJ "0 0 .....
iT) OJ 0 0
...
....
10.0,
lit
"'
....
11:1
~::.
Il, jC1 e !1-3 j~ 18 !n i~ '''Xj !CIl I~ IQ ''1:1
,:-;, iOJ I~ i:lJ I») 'i-( !OJ 'OJ ';:r i
1'- !:::: !o
!:tJ 'i"'( 'ro I~ Ie Ul ip., '" leA
1'-" (,.;,.,~
1,(; b h leA 'I-J lit II-'- iH Ir-( 1m In
I ... II-'- in ilt In IOJ !llJ :en Q.j !OJ IQ.J l::r
l~ I~ 'Q.; i~ \3 b I~- (t> !;:l ,,1) 11-" ,('1
''<: I ..... · I~ II-' :::0 10 1,-,- b io.. I~
Q,t b ,llJ !m ~
jill ,:-- I ..... · I;'
::;:I !QJ :llJ 1m
... ::. lr~ . ,e;
m !til
0..
I~I
!ijJ
10.0.
~
RJ
~ i-' 0 00 00 ~ I-' l-' I-' I-' I-' I-' I-' W
.. ... ... .. ... .. ... ... ... ... ... ...
00 ioI)o. ioI)o. N 00 0 00 N 0 0 0 00 0
I-' I-'
I-' N U'1 ioI)o. I.e:.. .....:J O"l co w O"l w O'l co
.. ... .. .. .. .. .... .. .... .. ... .. "
W N ioI)o. ioI)o. w U'1 IV I-' 0'\ (,oJ ioI)o. ioI)o. ioI)o. ioI)o.
(,oJ
* :+ Q ''Xl :s:: I:J.l ::s: CI) "Xj 3: t'1 )- ~ !:xl n
c OJ '-< It llJ OJ OJ '-< 0 :"l Co c c:
I'"t ,Q !-( ro 0.0 "0 ..0 1"'( 0.0 rt cr '0 '0
;-T ill It H ~ 0 QJ r+ ill ...... ...... ::r !-(
...... r') OJ I"l 0 It o OJ ::s ::s ill 0 (D
!-h (t) () ~ :...j !lJ (1J o 1-" t .... • n H eA
(J) QJ ,1) I-' ...... o :lJ (I) QJ 0.. III U r1l
!-( ('D OJ 1-'- QJ (1) (ti ill n 1-'- !lI ..... OJ
OJ 1.1l '1I n OJ ('D (p OJ ,1) OJ n
0 o ('I) (t) OJ 0 o (1)
(1) (1) OJ (p ;'0 (p OJ
QJ OJ m QJ III (fj
(p ;1) (J) (J) -.J I-' IV N N W N ioI)o. ~ N l-' vJ co
.... ... .... ... ... .... ... .. .. ... .. ..
I-' 0 W N !-' IV ,_. I-' W W N I-' .....
W 0 N t'-.l I-' W W N I-' W I-' N .....:J
.. .... .... .. ... ... .. .. ... ... .. .. ...
N co -.J 0 N (,...1 N co W 0 N W W 44

Jumlah keseluruhan jenis dari kedua kelornpok vegetasi

terendam dan yang tidak terendam sebanyak 33 jenis (lihat

tabe 1 3 dan 4).

Dari 9 jenis pada kolom tabel 3 (tiga) terdapat 4

(empat) janis memiliki nilai penting yang cukup

besar

dibandingkan dengan lainnya yaitu Pseudoraphis Squarossa

chase, Pandanus, of 4ntidesma dan lschaenum a~undjnaceum hal

ini menunjukkan bahwa ke 4 jenis tersebut memiliki penyebaran

yang luas dari pada jenis lainnya, diduga bahwa ke ernpat

jenis tersebut paling banyak dijurnpai adalah jenis-jenis

tersebut mempunyai daya menyebar dan toleransi lebih besar

dan lebih balk terhadap lingkungan yang tergenang air

(Cardenes, 1972).

Golongan

Gramineae

umumnya

memperbanyak

diri

dengan

menggunakan biji atau stolan. Biji yang bentuknya pipih,

kecil dan ringan in1 memudahkan untuk disebarkan oleh angin,

a ir maupun hewan dan manusia. Dari ke 4 (empat) jenis

vegetasi . tersebut PS2udoraphis squarossa chase menduduki

urutan teratas dengan nilai penting (NP) yang terbesar

26,9 t.

Berarti bahwa jen1s ini lebih banyak dijumpai

kemudian oleh Pa»danus 21,7 % dan lschaenum arundinac2um

13,5 t serta of Antideswa 17,2 %, jenis-jenis lainnya

dijumpai namun sangat sedikit.

Hasil perhitungan terhadap kerapatan (K) dari jenis

tersebut diperoleh nilai sebagai berikut

Fsead ar e pt, i s

,

Squarossa chase 39250 rumpun/h~, Pandanus 32166,67 rumpun/ha

dan of Antide5m2 41736 rumpun/ha.

45

Vegetasi rawa untuk kelompok pertama ini mempunyai pola

penyebaran bercampur baur mulai dari pertengahan danau sampai

di dekat kaki bukit kecuali jenis Pandanus yang penyebarannya

terdapat di daerah yang tanahnya agak padat, di sekitar kaki

bukit. Hal ini disebabkan oleh sifat dari tumbuhan inl yang

senang pada daerah agak padat (lembab).

Buahnya berdaging yang bertipe pome dapat pecah, tumbuh dan

sekaligus tersebar di sekitar pohon hingga dewasa (Samingan,

1982).

Pad a kelompok vegetas i kedua yang tumbuhnya menyebar

dari kaki bukit sampai ke punggung buklt ditemukan 24 jenis

yaitu

. .

["1 .. , ., "" '0' ,~ .: " ," "j ."," " .. , ." " .; '" ,'~ ,., '" G 1" b bs

" f':i 1. •. ;, .':l L .1. -:'l, d.· .... ~".' ",,' I ... , ~} i..' ,J. "..',;;; i I _ l~: ,

Sp

off Pschvdada laut of K Schljn~ £ljgenia~ Homalantljs~ PYgeljm~

LeacQsyke, Debreyeasia, 4calypha, Tutuga, PojY90nijm~ Papua

cedrijs~ Glochidin, Muss~e»day Saurania, Castanopsis, ~rdisja,

09iyai, Taluma, ~tercijlja, tristania, Quercus, Garcinia.

Dari kedua puluh empat jenis tersebut di atas terdapat

empat jenis diantaranya memiliki penyebaran terbesar. Hal

itu ditunjukkan oleh nilai penting dari masing-masing jenis

yang dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

46

Tabel 5. Komposisi vegetasi vegetasi tanah padat

yang

mendominir

kelompok

Nama daerah
1. Dauti
2 . Digi
3. Aga
4 . Aijai Species

Famili NP (\ )
Cupressaceae 18,4
Guttiferaceae 11,3
Urticaceae 10,6
Myrtaceae 10,2 Dari keempat jenis vegetasi pada tabel 3, Papua cedrus

1ebih banyak dijumpai mulai dari kaki bukit sampai pada

punggung b~kit, kemudian disusul oleh e~rcjnia~ Leucosyke,

Hal ini diduga karena bentuk biji tipe Drupe yang terdapat

pada Feoa« c ed ras dapat menyebar terbawa oleh air hu f an atau

gaya gravitasi bumi kemudian berkecambah dan tumbuh menjadi

dan Ef.U;,:;")'} fa me mpunya i bentuk buah bunni yang dapat yang dapat

dimakan hewan atau dihanyutkan oleh air keperrnukaan danau

sehingga turut mempengaruhi penyebarann serta perkembangannya

dan sekaligus tidak dapat tumbuh (Sarningan, 1982).

Poia

penyebaran kelompok vegetasi in1 bercampur

baur,

sehingga selalu ditemukan pada setiap plot pengarnatan yang

d!buat.

Pada 24 jenis vegetasi itu dijumpai dalarn bentuk

pancang, yang dikarenakan pemanfaatan kayu oleh penduduk

disekitar danau tersebut teru~ rneningkat, sehingga pada areal pengamatan terdapat bekas daerah perladangan dan karnpung

penduduk yang semakin luas.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Komposisi vegetasi yang tumbuh disekitar daerah danau Paniai terdiri dari 33 jenis, dan untuk vegetasi rawa didominir oleh Pseudo~aphis sqaarossa chase dengan NP 26,9 %, Pa~danas dengan NP = 21,7 " of ~~tjdesma dengan NP = 17,2 %.

2. Untuk vegetasi yang tumbuhnya rnenyebar mulai dari kaki bukit sampai punggung bukit didominir oleh

jenis-jenis Papua cedrus dengan NP = 18,4 %, Garci~ja

dengan NP = 11,3 %, Leacosyke dengan NP = 10,6' dan Eugenia dengan N~ = 10,2 %.

3. Struktur vegetasi di danau Paniai terdiri dari 2 tingkatan yaitu untuk vegetasi rawa didominir oleh tingkat sernai, dan vegetasi yang tumbuhnya mulai dari kaki bukit sampai ke punggung bukit didominir oleh tingkat pancang.

B. S a ran

Perlu dilakukan penelitian yang sarna pada lokasi Danau Panlai yang lain seperti di daerah Gayeda, Walpa, Okaro, Orado sehingga dari hasil penelitian itu secara keseluruhan dapat menggambarkan komposisi vegetasi Danau yang lebih teliti.

DAFTAR PUSI]:IAKA

AnonimoU5, 1987. study Lingkungan Pertanian

Danau Paniai, Propinsi Irian Jaya.

Kawasan

Atmawidjaja, R. 1978. Bahan kuliah i nve nt a r i s a s i hutan.

FPPK UNCEN Manokwari (tidak diterbitkan).

Cardenes, J. C.E. Re~es and J.D. Boll. 1972. weed (malazes tropicales). Volume I. Instituto Columbiano Agropecuario. Bogota.

Tropical Columbia p. 308.

Direktorat Jendera1 Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta. P. 3 - 5.

Farb, P. 1979. The Forest. Life time. New York. P. 163 - 166.

Indrawan , A. 1976. Ekologi Hutan Indonesia.

Kerja Sarna Fakultas Kehutanan. IPB Bogor.

Lembaga

K i 1 rna s k 0 s s u , M, st. E. 19 7 9 . B i 0 log i j en i s - j en i s p ion i r yang menyerbu chablis dan bekas penebangan di Hutan Dipterocarpaceae dataran rendah di Sumatera Selatan. Tesis Sarjana Kehutanan FPPK UNCEN Manokwari (Tidak di terbi tkan).

Loeki to, D dan

Silvikultur. P. 3, 30.

R. Hardjono.

Direktur Jenderal

1966. Sendi-sendi

Kehutanan. Jakarta.

Muhadiono.

1S79. Suksesi sekunder yang ekonomis berarti.

Kehutanan Indonesia. 5(9). Jakarta. P. 15. 45.

Muller, D. and J.H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. By John Wiley and Sons. New York. P. 45.

Odum, E.P. 1959. Fundamental of Ecology. Second edition.

W.B. saundres Company. Philadelphia. P. 56.

Oesting, H.J. 1956. The Study of Plant Comunities. Second edition. W.H. Freman an Company. San Fransisco. PP. 240, 256, 277.

Richard, P.W. 1964. The Tropical Rain Forest and Ecological study. The University Press. Cambridge.

samingan, 1978. Asas-asa dan Konsep Mengenai Organisasi

Pada Taraf Komunitas. Dasar-dasar Ekologi Umum bagian II. Institute pertanian Bogor.

r

Samingan, T. 1982. dendrologi. bagian Ekologi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Subagjo, 1970.

Jakarta.

Dasar-dasar Ilmu Tanah 2,

Soeroengan.

Soerianegara, pembebasan Regenarasi Mekanis di Hutan hujan kalimantan Timur. Laporan LPH. No. 230. Bogar.

I . dan A. Indrawan. 1976. Pengaruh
Vertikal dan Horisontal Terhadap Pertumbuhan
Hutan Pada Tegakan bekas eksploitasi Soetadi,

R.

.::~ 11

'~ ••••• 1. •

1978.

Mengenal Hutan di

Jawa

Tengah

Perurn Perhutani Uni t r Jawa Tengah.· Sernarang.

Spurr, S. H. and V.B. Burton.

1973.

Forest Ecology.

Second edition. The Ronald Press Company. New York.

Soerianegarar I,

3971. Sistim-sistim Silvikultur untuk

Hutan Hujan Tropika di Indonesia. Pengurnurnan LPH. no

98. Bogar.

Tantra, I. G.M. 1976. Kelahiran dan Perubahan-perubahan narn ilmiah suatu jenis tumbuhan. Kehutana Indonesia 3 (8) Jakarta.

Weaver, J.E.

and F.E. Clement.

1973.

Plant Ecology.

Second edition. Tata McGraw-Mill Publishing Company Ltd. New Delh.i.

Lampiran 1. JENIS Vegetasi Yang Djjumpai Di Sekitar Daerah Enarotali~ Daroto, Madi dan Uibutu.

No. Nama cl aer .;;;l.h

1. Tuah

:~:. t1emi -memi

':I Kimu
.. J.
4. 09a
t:" Gubuwe
,J.
6. Widime
7. Onaoe
8. Gi do
'3. Jage
10. Agu 11. Ipu

II mi ah

Fami ]. i

Nepenthacea.e

Cyper ae e.a.e

51

NP (f.'J

13.5

1.... .-,

, , _, , r ,~ ..

11,1

10,7

12,1

:Ii,5

Scropphulariaceae 10,8

F'ancl-:3.p-:3.ce..ae

21,7

R .-,

-, .::

1':'

-.1.

Ai .jai

14.

Kopa

15.

Aga.

1.7. Apaa

1'3, Tutug.3.

21" Daut i

Myr t c',( e·32

Fupho(biaceae

F.~()sa( e·:3,e

tJt" t j cae eae

Pu.biateae

PCll yqonaceae

Cupr E~'3'~;ac ea.e

EIJpt1!)r b j 2( e~.p

1:': • ., .J",

4,8

10,2

4,4

10,E

3,4

R .-:'

••. J J .i ..

18,4

3,4

5~

,_,

------------------------------------~----------------------------------

24. K(')a Saurania sp~ Acti ni diacea.e 6, 3
-~-. "",_-_ . .,_._,._
..... C" Ipu F a 9.[ ae.§i. ·5p • loganiaceae -? e
..::. ... J. ~ . .! , 26~ Oba.i

27. Kegipo

Ar dis i s so.

-_._-".-,.

8, 1.

28. Ogi yai

7,5

29. f<enagcl

4,3

:30. l~i du St_§lX_C Ll.li ~ sp~ Ster--ci.JI 1 aceae 4 4
1
:31, Ama Tr i stanie sp , Myrtacea.e C' 4
. . __ .,--- -_ '-+----- "_! , Fagacea.e

33. Digi

i3utt i. fer .:.v:eae

11,3

..,.

!

t

1

54

Lampiran 2. Jumlah Jenis Yang Dijumpai Di sekit~r Enarotali, Daroto, Madi dan Uibutu

Daerah

------------------------------------------------------------------

J

A

L

u

R

x

SPECIES

I

II

III

NP

1. Ischaeumun arundinaceum K

38,125 43,750 38,333

40,069 13,5

NP

2. Pseudorapht..§.. Sguarossa K

37.750 42.500 37.500

39.250 26,9

chese

NP

3 . o fAn tid e s ITl-SL K 40,625 46.250 38.333 41.736
NP 17,2
4 . Cerbera K 36.250 47.500 37.500 40.416,67
NP 11,1
5. Nepenthes K 28.125 22.500 17.500 22.708.33
NP 10,7
6. Gahnig 2 ieber ianq __ Kunth K 18.750 17.875 12.500 16.375
NP 12,1
7 . Juss iena. K 15.000 10.000 14.167 13.055,67
NP 11,5
8. Ilysanthes K 25.500 21,875 17.083 21.486
NP 10,8
------------------------------------------------------------------ 55

9. Pandanus K 34.000 35.000 27.S00 32.116,67
NP 21,7
10. Dacrydium novoguinense_ K 42,88 36,SO 30,54 36,64
Gibbs NP 8,2
11. FagraeS! K 34,05 35,99 32,60 36,91
NP 10,2
12. Syzygium QQ off Pachy- K 34,88 34,57 34,64 34,69
clada Laut of K S<;hun NP 4,8

13. Eugenia K 41,94 35,48 33,32 36,91
NP 10,2
14. Homalanthus K 33,16 3S,98 32,82 33,98
NP 6,3
IS. Pygeum K 34,33 34,15 34,64 34,37
NP 4,4
16. Leucosyke K 33,99 34,98 40,32 36,43
NP 10,6
17. Debreyeasia K 41,37 35,65 31,75 .36,25
NP 3,4 56

lB. Acalypha K 33,75 36,63 31,73 34,03
NP 5,2
19. Tutuga K 36,56 34,15 34,64 35,11
NP 8,1
20. Polygonum K 34,27 34,95 21,87 30,36
NP 8,2
21. PaQua ~edrus K 13,33 20,27 19,40 17,66
NP 18,4
22. Ghochidin K 22,73 19,86 16,83 19,80
NP 6,4
23. Mussaenda K 16,94 9,91 15,90 14,25
NP 3,4
24. Sauraeia K 18,83 25,75 21,92 22,16
NP 6,3
25. Fagr~ K 23,84 21,81 16,00 20,55
NP 3,6
26. Castano12s~s K 22,23 22,05 20,52 21,6
Np 6,2
27. Ardisia K 21,63 28,53 20,27 23,47
NP 8,1 57

K NP

19,40

20,73

19,86

19,99 7,5

.29. Talauma K 16/83 16,94 9,91 14,56
NP 4,3
30. Sterculia K 15,90 18,83 25,75 20,16
NP 4,4
31. Tristani~ K 21,92 23,84 21,81 22,52
NP 5,4
32. Quercus K 16,00 22,23 22,05 20,09
NP 2,2
33. Garcinia K 20,05 21,36 20,02 20,47
NP 11,3 0-

'"I

Ii>

3 ~ ~ :J

=-4

:I _.

t-,:), .p., WID

r" '

-

0:;

t') t C'1 ,

..

PI _._\

1-"·

Anda mungkin juga menyukai