Anda di halaman 1dari 119

Sesi 1

Prinsip-prinsip Good Governance dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan


Sesi 1

Prinsip-prinsip Good Governance dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan
1. Peserta memahami pentingnya prinsip-prinsip Good Governance (transparansi,
partisipasi, dan akuntabilitas) dalam penyelenggaraan pemerintahan
2. Peserta memahami keterbukaan informasi publik sebagai hal mendasar dalam
mendorong dan menciptakan Good Governance (dengan tiga prinsip utamanya;
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas)

1. Prinsip-prinsip utama Good Governance (Transparansi, Partisipasi dan


akuntabilitas) dalam penyelenggaraan pemerintahan
2. Keterbukaan informasi publik sebagai landasan penguatan Good Governance
dalam penyelenggaraan pemerintahan

Curah pendapat

120 menit

1. Bahan fasilitator tentang pokok-pokok materi Good Governance dan hubungannya


dengan keterbukaan informasi public.
2. Bahan bacaan peserta tentang Good Governance dan Keterbukaan Informasi
Publik.


Pembukaan
1. Membuka sesi, dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Diskusi kelompok
2. Menyampaikan pokok-pokok materi Good Governance dan hubungannya dengan
keterbukaan informasi.
3. Memandu diskusi dengan berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan kunci berikut :
a. Bagaimana pengalaman anda dalam menerapkan Good Governance?
b. Apa arti penting keterbukaan informasi dalam penerapan Good Governance bagi
badan publik negara?

Penutup
4. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Penyampaian pokok-pokok gagasan dalam diskusi kelompok pada langkah 2


bermuatan materi-materi seperti:
• Arti penting Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan dan birokrasi,
• Prinsip-prinsip utama Good Governance (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas).
• Peran dan kedudukan keterbukaan informasi publik dalam pelaksanaan Good
Governance.
2. Pada langkah 3, dilakukan penggalian pengetahuan dan pengalaman peserta tentang
konsep Good Governance, keterbukaan informasi publik, dan praktek-praktek Good
Governance di lingkungannya.
3. Dalam memandu diskusi harus ditegaskan mengenai urgensi dan kemanfaatan
praktek-praktek Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan, beserta
ketidakmungkinan praktek-praktek Good Governance dijalankan tanpa kehadiran
keterbukaan informasi publik.


Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Bahan Bacaan 1.1

4 Persepsi Keliru tentang Keterbukaan



Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Bahan Bacaan 1.1

Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas dan Keterbukaan Informasi


Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang
terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to
information) merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open
government). Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan,
terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha,
konsep pengelolan yang baik (good corporate governance) juga sudah dianggap sebagai suatu
kebutuhan penting. Tata kelola yang baik memiliki sejumlah indikator antara lain keterbukaan,
partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi (Icel-Yayasan Tifa, 2009:4)
Menurut Mas Ahmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima
hal, yaitu : (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya;
(ii) hak untuk memperoleh informasi; (iii) hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses
pembentukan kebijakan publik; (iv) kebebasan berekspresi yang antara lain diwujudkan dalam
kebebasan pers; dan (v) hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak
terdahulu (Mas Ahmad Santosa, 2001:22)
Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat dalam
rangka pelayanan. Sedangkan transparansi memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui
proses perumusan dan pelaksanaan sebuah kebijakan. Transparansi memungkinkan publik untuk
mengawasi dan menilai jalannya sebuah kebijakan dengan memastikan alokasi dan peruntukan
sebuah kebijakan secara tepat, efisien serta sesuai dengan kerangka anggaran yang ditentukan.
Pemerintahan yang dinamis dan responsif bergantung pada bagaimana pemerintah mampu
menjadi inspirasi, memanfaatkan dan memupuk keterlibatan yang mantap dari seluas mungkin
sektor-sektor masyarakat. Partisipasi masyarakat memungkinkan pemerintah untuk benar-benar
responsif terhadap perubahan-perubahan dalam segala situasi dan berinovasi sesuai dengan
kebutuhan dalam menjalankan mandatnya untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat.
Partisipasi masyarakat membantu menciptakan suatu kerangka umum bagi pengambilan keputusan,
komunikasi, dan pemecahan masalah. Dan yang lebih penting, partisipasi masyarakat akan
memberikan tingkat komitmen yang lebih luas dan memanfaatkan kemampuan yang lebih besar
dalam melaksanakan keputusan bersama tadi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat merupakan
cara yang efektif untuk mendorong dan mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab bagi
pemerintahan dan pembangunan .
Sedangkan akuntabilitas merupakan suatu kondisi dimana penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipertanggunggugatkan di hadapan publik secara administatif maupun secara politik. Baik dari segi
pengambilan kebijakan, pelaksanaan hingga pelaporan dari sebuah kebijakan. Aspek akuntabilitas
memungkinkan publik untuk mengukur berhasil tidaknya pelaksanaan sebuah kebijakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan,
tidak mungkin dijalankan tanpa adanya keterbukaan informasi. Sebagai contoh : partisipasi


masyarakat dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran tidak akan terjadi jika masyarakat
tidak mengetahui informasi tentang proses dan kapan serta dimana masyarakat dapat terlibat
dalam proses perumusan anggaran. Begitu juga dengan transparansi dan akuntabilitas, kedua
prinsip ini justru mensyaratkan adanya keterbukaan informasi yang memungkinkan publik
dapat mengakses dan menggunakan informasi untuk menilai kinerja sebuah penyelenggaraan
pemerintahan. Sehingga keterbukaan informasi merupakan akuntabilitas.

Transparansi

Akuntabilitas Keterbukaan Partisipasi


Informasi



Sesi 2

Hak Atas Informasi


Sebagai Hak Asasi Manusia


Sesi 2

Hak Atas Informasi


Sebagai Hak Asasi Manusia
1. Peserta memahami bahwa hak publik atas informasi merupakan hak asasi manusia
yang berlaku universal
2. Peserta memahami landasan hukum atas Jaminan Keterbukaan Informasi Publik di
Indonesia

1. Hak atas informasi merupakan Hak Asasi


2. Landasan Hukum atas Jaminan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

1. Curah pendapat.
2. Presentasi
3. Diskusi kelompok

150 menit

1. Bahan presentasi narasumber tentang hak informasi sebagai HAM dan jaminan
hukum keterbukaan informasi.
2. Bahan bacaan peserta tentang kasus hak atas informasi.

Pembukaan.
1. Membuka sesi ini dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Presentasi
2. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Hak Atas Informasi Sebagai Hak
Asasi dan Jaminan Hukum Keterbukaan Informasi Publik”
3. Memandu sesi tanya-jawab.

10
Diskusi kelompok
4. Membagi peserta dalam beberapa kelompok dan mengedarkan Bahan Bacaan kasus
hak atas informasi. Serta memberikan tugas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
• Masalah apa yang terjadi?
• Siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut?
• Mengapa masalah tersebut bisa terjadi? Atau faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan masalah tersebut terjadi?
• Bagaimana kedudukan hak publik atas informasi dalam kasus tersebut?
5. Memandu pleno presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.
6. Memandu forum untuk memberikan umpan balik.

Penutup
7. Menutup forum dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Narasumber yang dipilih adalah yang harus memiliki pemahaman kuat tentang
reformasi pemerintahan, HAM, dan keterbukaan informasi. Narasumber yang
berlatarbelakang birokrat lebih diutamakan.
2. Pada langkah 2, presentasi narasumber bermuatan materi-materi seperti:
• Sifat-sifat universalitas HAM.
• Hak atas informasi sebagai HAM: perkembangan historis dan dinamikanya.
• Praktek dalam pelaksanaan hak atas informasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
• Landasan hukum terhadap hak atas informasi.
3. Langkah 3, yang merupakan sesi tanya-jawab merupakan forum berbagi
pengetahuan dan informasi, serta untuk memperbaiki atau memperkaya
pemahaman peserta tentang hak asasi manusia dan hak atas informasi. Pengetahuan
dan pemahaman kalangan birokrat tenang HAM terbilang rendah, karena isu-isu ini
tidak menjadi perhatian utama mereka selama ini. Untuk itu, proses di langkah 3 ini
merupakan bagian penting untuk memperkenalkan, mengantarkan, dan mendorong
peserta mengetahui dan memahami lebih jauh tentang HAM dan hubungannya
dengan Good Governance dan KIP.
4. menjadi tugas penting untuk membangun pamahaman bahwa peserta adalah
pejabat publik di kantornya, yang juga sekaligus warga masyarakat di rumah
dan lingkungan komunitasnya, sehingga HAM adalah bagian penting dari
keberlangsungan hidup keluarga dan komunitas lingkungannya bertempat
tinggal. Disamping juga merupakan bagian tak terlepaskan dari fungsi-fungsi
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
5. Bahan Bacaan kasus yang diedarkan di langkah 4 dapat diambil dari pemberitaan
media massa tentang praktek keterbukaan yang baik atau masalah yang sedang
hangat akibat ketertutupan informasi.

11
Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia

Bahan Bacaan 2.1

Hak Atas Informasi sebagai Hak Dasar

Setiap manusia memiliki hak asasi, yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa. Hak asasi manusia wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Salah satu hak asasi manusia dalam hal ini adalah Hak
Kebebasan Informasi.
Hak kebebasan Informasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang diakui secara internasional
(Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tahun 1948, pasal 10). Sejak 1946 Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengadopsi Resolusi 59(1) yang menyatakan bahwa “Kebebasan informasi adalah
hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi
titik perhatian PBB”, (Freedom of Information as an Internationally Protected Human Right, Toby
Mendel, Head of Law Programme, Article 19. www.Article19.org).
“Penegakan Hak Asasi Manusia secara universal dapat membuka jalan untuk menjadikan
kemiskinan sebagai sejarah”. Demikian salah satu pernyataan penting Sekjen PBB Kofi Anan pada
hari HAM Internasional 10 Desember 2006. Lebih lanjut, Sekjen PBB menegaskan hak-hak yang
mendasar -- hak atas standar kehidupan yang layak, hak atas makanan dan pelayanan kesehatan
yang diperlukan, hak atas kesempatan untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan yang
layak, merupakan hal-hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat yang miskin . Namun, karena
kurangnya informasi yang sampai kepada mereka, bisa jadi mereka menjadi orang-orang yang tidak
bisa mencapai atau mempertahankan hak-haknya tersebut.
Dalam konteks informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia, kita bisa merujuk pada spirit yang
dikembangkan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
No...Tahun 2006 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Walau
peraturan-peraturan tersebut belum mengatur secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka
dan informasi yang dikecualikan, serta bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa informasi.
Sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar
perlunya keterbukaan informasi, saluran-saluran komunikasi, dan partisipasi masyarakat. (Icel-
Yayasan Tifa, 2009: 7)
Pada praktiknya, kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh lebih luas dan kompleks.
Badan-Badan Publik harus menyediakan informasi yang karena sifatnya harus dibuka ke publik.
Sebaliknya, lembaga-lembaga negara dan profesi tertentu harus menjaga kerahasiaan informasi
karena diharuskan oleh undang-undang. Misalnya rahasia dokter dengan pasien, rahasia advokat
dengan klien, bahkan rahasia ombudsman dengan warga yang melaporkan pelayanan publik.
Sebagian negara mengatur akses terhadap informasi itu ke dalam konstitusinya. Sebagian lagi
mengatur dalam undang-undang khusus dengan beragam sebutan. Hak atas informasi di berbagai
negara dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Negara yang
sudah memiliki undang-undang khusus mengenai akses informasi antara lain Amerika Serikat,
Denmark, Norwegia, Belanda, Perancis, Australia, Selandia Baru, Kanada, India, Hungaria,
Korea Selatan, Irlandia, Israel, Jepang, Afrika Selatan, Thailand. Pada hakekatnya, jaminan dan

 Mimin Rukmini dkk dalam Pengantar Memahami Hak Ekosob.

12
perlindungan akses terhadap informasi di negara-negara tersebut dilandasi upaya pengembangan
tata kelola pemerintahan yang baik. (Icel-Yayasan Tifa, 2009: 5)
Di Indonesia, hak kebebasan informasi dijamin oleh konstitusi tertinggi kita yakni UUD 1945, Pasal
28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia”. Itu berarti kebebasan informasi merupakan hak asasi dan hak konstitusional
yang harus dijamin oleh negara.

13
Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia

Bahan Bacaan 2.2

Jaminan Hukum Atas Hak Atas Informasi di Indonesia

Di Indonesia, Ketentuan hak kebebasan informasi yang telah termaktub dalam UUD 1945
dikuatkan lagi dengan lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP). Dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa hak atas informasi
menjadi sangat penting karena makin terbukanya penyelenggaraan negara untuk diawasi publik,
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan.
Undang-undang Kebebasan Informasi diarahkan untuk mendorong pemenuhan hak
konstitusional, sekaligus skenario untuk memajukan bangsa melalui reformasi birokrasi,
pemberdayaan masyarakat sipil dan peningkatan kinerja pemerintah. Hak setiap orang untuk
memperoleh informasi publik juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan publik.
Secara sfesifik, UU KIP memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh
informasi yang dimiliki oleh Badan Publik. UU KIP ini berisi acuan yang jelas tentang prinsip dan
tujuan keterbukaan informasi publik, tata cara memperoleh informasi dari Badan Publik, hak
dan kewajiban Badan Publik, serta tata cara penyelesaian sengketa ketika hak masyarakat untuk
memperoleh informasi terhambat/dihambat. Dalam UU KIP ini juga diatur tentang keberadaan,
tugas dan kewenangan sebuah lembaga independen bernama Komisi Informasi.
UU KIP disahkan dengan tujuan untuk : (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui
rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan
keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.; (2) Mendorong partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3) Meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (4)
Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan dibalik dikeluarkannya
suatu kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan
ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (7) Meningkatkan pengelolaan dan
pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang
berkualitas.
Asas/prinsip dasar dari Undang-Undang KIP ini adalah : (1) Setiap informasi publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik; (2) Informasi publik yang
dikecualikan bersifat ketat dan terbatas; (3) Setiap informasi publik harus dapat diperoleh
setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan melalui cara
yang sederhana; (4) Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undang-
undang, kepatutan dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi
yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan
secara seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih
besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Di dalam UU ini, ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk:
1. Memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang KIP.
2. Melihat dan mengetahui informasi publik.

14
3. Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi
publik.
4. Mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang
ini
5. Menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Mengajukan permintaan informasi publik disertai alasan permintaan.
7. Mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapat
hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini

Sedangkan objek yang diatur dalam UU KIP ini meliputi :


1. Pemohon Informasi Publik
Adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan
informasi publik.
2. Pengguna Informasi Publik
Adalah orang yang menggunakan informasi publik.
3. Informasi
Adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna,
dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca,
yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik.
4. Informasi Publik
Adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu
Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau
penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan undang-
undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
5. Badan Publik
Adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari APBN dan/atau APBD atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/
atau luar negeri.

Secara umum, Undang-Undang ini mengandung konsekwensi logis, baik terhadap individu
warga negara, Badan Publik maupun terhadap objek informasi itu sendiri. Beberapa
konsekwensi tersebut antara lain :
1. Setiap Badan Publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik
2. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik
3. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak/tidak permanen
4. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan
cara sederhana
5. Informasi publik bersifat proaktif

15
Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia

6. Informasi publik harus bersifat utuh, akurat dan dapat dipercaya


7. Penyelesaian sengketa informasi harus dilakukan secara cepat, murah, kompeten, dan
independen
8. Setiap permintaan informasi harus disertai dengan alasan
9. Setiap pengguna informasi harus mencantumkan sumber informasi
10. Terdapat ancaman pidana bagi penghambat dan penyalahgunaan keterbukaan informasi
Dengan demikian, melalui UU KIP ini masyarakat dapat memantau setiap kebijakan,
aktivitas maupun anggaran setiap badan-Badan Publik berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara maupun berkaitan dengan kepentingan publik lainnya. Melalui
undang-undang ini, Badan Publik terikat kewajiban untuk menyediakan informasi yang
berada di bawah penguasaannya, berikut menyediakan infrastruktur dan suprastruktur yang
dibutuhkan.

16
Bahan Bacaan 2.3

Hak atas Informasi, Demokratisasi dan Good Governance

Kebebasan informasi atau jaminan atas akses publik terhadap informasi (public access to
information), sistem negara yang demokratis (democratic state) dan tata pemerintahan yang
baik (good governance) merupakan tiga konsep yang saling terkait satu dengan lainnya.
Kebebasan informasi membuat masyarakat dapat mengontrol setiap langkah dan kebijakan
yang diambil oleh pejabat yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Dalam negara demokrasi,
penyelenggaraan kekuasaan harus setiap saat dapat dipertanggungjawabkan kembali kepada
rakyat. Akuntabilitas membawa ke tata pemerintahan yang baik, yang bermuara pada jaminan
terhadap hak asasi manusia.
Untuk membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah terbuka (open
government) merupakan salah satu fondasinya. Dalam pemerintahan yang terbuka, kebebasan
informasi adalah sebuah keniscayaan. Di dalam pemerintahan yang terbuka berlangsung tata
pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan
kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya publik sejak dari proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya.
8
Menurut Mas Achmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas
lima hal:
1. hak memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe)
2. hak memperoleh informasi (right to information)
3. hak terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to
participate)
4. kebebasan berekspresi, salah satunya diwujudkan melalui kebebasan pers
5. hak mengajukan keberatan terhadap penolakan terhadap hak-hak di atas.

Jelas bahwa hak publik untuk memperoleh informasi merupakan salah satu prasyarat penting
demi mewujudkan pemerintahan terbuka, yang dapat dilihat sebagai upaya proaktif mencegah
timbulnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan sumber daya publik.
Praktek-praktek inilah yang dipercaya sebagai penyebab utama krisis multi dimensi yang
melanda Indonesia sejak pertengahan 1997.
Pengalaman di masa sebelumnya menunjukkan dengan jelas bahwa akibat tidak adanya
mekanisme dan jaminan hukum terhadap akses informasi publik justru dapat menimbulkan
krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan pola pemerintahan yang tertutup,
lembaga-lembaga pemerintahan yang ada cenderung bekerja secara tidak profesional karena
tidak ada ruang bagi publik untuk mengawasi dan mengontrol kinerja mereka. Oleh karena itu,
seharusnya upaya pencegahan KKN melalui perwujudan pemerintahan terbuka dianggap lebih
strategis dibandingkan upaya pemberantasan dengan cara menghukum (represif).
Kebebasan memperoleh informasi bukan sekedar membawa manfaat dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih dan efisien sekaligus dapat mencegah praktek KKN, namun juga
meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik serta

17
Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia

pengawasan atas pelaksanaannya. Kebebasan memperoleh informasi punya dampak sangat


signifikan pada demokratisasi dan upaya membangun penyelenggaraan negara yang baik.
Karena kebebasan memperoleh informasi sangat penting, maka perlu untuk memiliki mekanisme
yang jelas dalam bentuk undang-undang. Adanya undang-undang kebebasan memperoleh
informasi sangat penting artinya dalam beberapa hal:
a. Sebagai indikasi apakah Negara konsisten menjalankan pemerintahan yang demokratis dan
transparan
b. Mengatur pemerintah dalam menjamin hak publik untuk mengakses informasi dan dokumen
yang merupakan kepentingan publik
c. Memberi pedoman bagi pejabat publik dan badan publik yang mengelola dan menyimpan
informasi yang memiliki nuansa kepentingan publik dalam memberikan pelayanan bagi publik
yang meminta informasi publik tersebut.
d. Menjadi pedoman untuk menentukan informasi mana yang dapat dibuka untuk publik
(accessible) dan yang dilarang untuk dibuka kepada publik, karena sifatnya yang memang harus
dirahasiakan (secret dan confidential)

Jelas bahwa perlindungan hukum secara penuh terhadap kebebasan informasi dalam bentuk
undang-undang merupakan hal yang penting dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak
asasi manusia. Adanya undang-undang kebebasan memperoleh informasi juga merupakan kunci
dalam demokrasi, pembentukan pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi dan pelaksanaan
pembangunan yang partisipatif.
Di banyak negara di dunia, hal tersebut sudah dilakukan sejak lama. Undang-undang kebebasan
memperoleh informasi (dikenal dengan Freedom of Information Act/FOIA) telah disahkan di negara-
negara seperti Swedia, Amerika Jepang dan negara tetangga Thailand.
Seperti kata pepatah, belajar dari pengalaman adalah bijak, belajar dari pengalaman orang lain
adalah cerdik.
(Sumber: Apa itu Kebebasan Memperoleh Informasi, Ignatius Haryanto. Jakarta; Unesco Jakarta, KKMIP, dan LSPP,
September 2005)

18
Bahan Bacaan 2.4

Daerah-daerah Yang Menegakkan Keterbukaan Informasi Sebelum


Adanya UU KIP (Pre-2008)

19
20
Sesi 3

Pelayanan Publik
dan Keterbukaan Informasi Publik

21
Sesi 3

Pelayanan Publik
dan Keterbukaan Informasi Publik
1. peserta mengetahui bahwa Pelayanan publik merupakan bagian utama dari
pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance (Transparansi, Partisipasi dan
Akuntabilitas).
2. peserta memahami bahwa Keterbukaan informasi publik merupakan prasyarat
mutlak dari penyelenggaraan pelayanan publik.

1. Hubungan antara pelayanan publik, prinsip-prinsip Good Governance, dan


keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan
2. Pelajaran dari praktek-praktek terbaik pelayanan publik dalam hal keterbukaan
informasi publik.

1. Curah pendapat
2. Diskusi kelompok

120 menit

1. Bahan presentasi tentang peran dan kedudukan keterbukaan informasi dalam


pelayanan publik.
2. Best Practices dari beberapa daerah dalam pelayanan publik dan transparansi.

22
Pembukaan
1. Membuka sesi dengan menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi ini secara
singkat dan jelas.

Curah pendapat
2. Menyampaikan pokok-pokok gagasan tentang “peran dan kedudukan keterbukaan
informasi dalam pelayanan publik. “
3. Memandu diskusi untuk menggali pengalaman dan pengetahuan peserta tentang
keterbukaan informasi dalam pelayanan publik.
4. Membagikan bahan bacaan best practices, dan meminta peserta untuk
membacanya.
5. memberikan tugas kepada masing-masing kelompok yang telah dibentuk pada sesi 2
(Hak Atas Informasi Sebagai Hak Asasi Manusia dengan panduan pertanyaan:
• Bagaimana penilaian anda terhadap best practice tersebut?
• Keuntungan dan atau kerugian apa yang diperoleh jika praktek terbaik itu dilakukan
di daerah anda?
• Apakah mungkin hal tersebut direplikasi di daerah anda?
• jika bisa atau tidak, apa alasannya? (Identifikasi faktor-faktor pendorong dan
penghambat dari kebisaan atau ketidakbisaan melaksanakan replikasi tersebut).
6. Memandu presentasi hasil kerja kelompok.
7. Memandu forum untuk memberikan umpan balik.

Penutup
8. Menutup sesi dengan meninjau ulang proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

Penyampaian pokok-pokok gagasan dilakukan tentang “Peran dan kedudukan


keterbukaan informasi dalam pelayanan publik” terdiri dari:
• Kedudukan pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerinthan.
• Peran dan Kedudukan keterbukaan informasi dalam pelayanan publik.

23
Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik

Bahan Bacaan 1.1

Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good


Governance) dalam Era Otonomi Daerah

GOOD GOVERNANCE
Penelitian Kaufmann, Kraay, dan Zoido-Lobaton (1999) menunjukkan bahwa kenaikan satu standar
deviasi salah satu indikator pemerintahan menyebabkan kenaikan antara 2,5 sampai 4 kali
pendapatan per kapita (range yang sama juga berlaku untuk penurunan angka kematian bayi), dan
kenaikan tingkat melek huruf huruf antara 15 sampai 25 persen. Beberapa penelitian lainnya juga
menunjukkan hubungan kausalitas positif antara efisiensi birokrasi dan menurunnya tingkat korupsi
dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi asing. Bagi Indonesia, relevansi konsep ini menjadi
sangat tinggi setelah banyak pihak menyalahkan ‘bad/poor governance’ sebagai faktor penyebab
utama negara ini memiliki kondisi sosial ekonomi paling buruk di antara negara-negara Asia yang
terkena krisis moneter 1997.
Definisi umum governance adalah tradisi dan institusi yang menjalankan kekuasaan di dalam suatu
negara, termasuk (1) proses pemerintah dipilih, dipantau, dan digantikan, (2) kapasitas pemerintah
untuk memformulasikan dan melaksanakan kebijakan secara efektif, dan (3) pengakuan masyarakat
dan negara terhadap berbagai institusi yang mengatur interaksi antara mereka.
Unsur yang terakhir dapat dilakukan melalui tiga struktur komunikasi, yaitu kewenangan, legitimasi,
dan representasi. Kewenangan adalah hak pemerintah untuk membuat keputusan dalam bidang
tertentu. Walaupun ini merupakan hak dari suatu pemerintah modern, namun yang terpenting
adalah bagaimana melibatkan (persepsi, kebutuhan, dan kepentingan) rakyat tentang tindakan yang
perlu dilakukan pemerintah. Legitimasi diperoleh karena masyarakat mengakui bahwa pemerintah
telah menjalankan peranannya dengan baik, atau kinerja dalam menjalankan kewenangan itu
tinggi. Representasi diartikan sebagai hak untuk mewakili pengambilan keputusan bagi kepentingan
golongan lain dalam kaitannya dengan alokasi sumber daya.
Dari sini terlihat bahwa good governance tidak terbatas pada bagaimana pemerintah menjalankan
wewenangnya, tetapi –lebih penting lagi– adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi
dan mengontrol pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut (accountable). Karena itu,
seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”.
Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

 Dikutip dari makalah Max H. Pohan, Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) pada Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin ketiga, Sekayu, 29 September – 1 Oktober 2000.
 Mereka meneliti hubungan antara enam indikator pemerintahan agregat sebagai berikut (1) proses politik, kebebasan
dan hak-hak politik masyarakat (voice and accountability); (2) tingkat ketidakstabilan pemerintah (political instability and
violence); (3) efektivitas pemerintah, yang juga mencakup kebebasan birokrasi dari tekanan politik (government effectiveness)
(4) kebijakan perdagangan dan bis nis yang eksesif dan “market unfriendly” “regulatory burden); (5) bagaimana hukum
ditegakkan (rule of law); dan (6) derajat korupsi (graft).
 Misalnya pada Asian Development Bank (ADB), Good Governance and Anticorruption: The Road Forward for Indoneisa,
makalah yang disajikan pada pertemuan CGI VIII di Paris, Juli 1999.

 Rochman, Meuthia Ganie, Good Governance dan Tiga Struktur Komunikasi Rakyat dan Pemerintah, makalah
yang disajikan pada Seminar “Good Governance dan Reformasi Hukum” di Jakarta, Agustus 1998.

24
Transparansi
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap
informasi terkait --seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan
pemerintah– dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable)
dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa
yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi
yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat dipantau.
Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan
implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya
hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat
untuk turut mengambil keputusan.
Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bisa
dipahami publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi
di kalangan para pejabat publik dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh
masyarakat luas.

Implementasi Transparansi
Seringkali kita terjebak dalam “paradigma produksi” dalam hal penyebarluasan informasi ini;
seakan-akan transparansi sudah dilaksanakan dengan mencetak leaflet suatu program dan
menyebarluaskannya ke setiap kantor kepala desa, atau memasang iklan di surat kabar yang tidak
dibaca oleh sebagian besar komponen masyarakat. Pola pikir ini perlu berubah menjadi “paradigma
pemasaran”, yaitu bagaimana masyarakat menerima informasi dan memahaminya.
Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan di sini. Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap program-
program pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya-upaya khusus untuk mendorong
keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu, dibutuhkan adanya penyebarluasan
(diseminasi) informasi secara aktif kepada seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan
membuka akses masyarakat terhadap informasi belaka.
Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan substansi/materi
informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada segmen sasaran yang dituju. Informasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi
nonpemerintah, akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan media
yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai sasaran daripada “media
modern” seperti televisi dan surat kabar.
Ketiga, seringkali berbagai unsur nonpemerintah –misalnya pers, lembaga keagamaan, lembaga
swadaya masyarakat (LSM)– lebih efektif untuk menyebarluaskan informasi daripada dilakukan
pemerintah sendiri. Untuk itu, penginformasian kepada berbagai komponen strategis ini menjadi
sangat penting.

Akuntabilitas
Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan untuk bertanggung
gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya dalam mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai

25
Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik

kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan


sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi, sampai
pada pemantauan dan evaluasi.
Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu dijalankan dengan baik
dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu, akuntabilitas mensyaratkan kejelasan tentang
siapa yang bertanggunggugat, kepada siapa, dan apa yang dipertanggunggugatkan. Karenanya,
akuntabilitas bisa berarti pula penetapan sejumlah kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja
instansi pemerintah, serta mekanisme yang dapat mengontrol dan memastikan tercapainya
berbagai standar tersebut.
Berbeda dengan akuntabilitas dalam sektor swasta yang bersifat dual-accountability structure
(kepada pemegang saham dan konsumen), akuntabilitas pada sektor publik bersifat multiple-
accountability structure. Ia dimintai pertanggungjawaban oleh lebih banyak pihak yang
mewakili pluralisme masyarakat. Rincinya, kinerja suatu instansi pemerintah harus dapat
dipertanggungjawabkan terhadap atasan, anggota DPRD, organisasi nonpemerintah, lembaga
donor, dan komponen masyarakat lainnya. Semua itu berarti pula, akuntabilitas internal
(administratif) dan eksternal ini menjadi sama pentingnya.
Akhirnya, akuntabilitas menuntut adanya kepastian hukum yang merupakan resultan dari
hukum dan perundangan-undangan yang jelas, tegas, diketahui publik di satu pihak, serta upaya
penegakan hukum yang efektif , konsisten, dan tanpa pandang bulu di pihak lain. Kepastian
hukum juga merupakan indikator penting dalam menimbang tingkat kewibawaan suatu
pemerintahan, legitimasinya di hadapan rakyatnya, dan dunia internasional.

Implementasi Akuntabilitas
Pertama, perlunya penetapan target kuantitatif atas pencapaian suatu program. Selama ini,
disadari maupun tidak, kita seringkali berorientasi pada indikator input seperti alokasi anggaran
dan penyerapannya, dan melupakan pencapaian (output) program tersebut. Untuk menjaga
efektivitas suatu pengeluaran, diperlukan pemantauan yang berdasarkan pada pencapaian
target berbagai indikator kinerja (performance indicators) yang ditetapkan sebelumnya dan
menunjukkan tingkat keberhasilan suatu program secara menyeluruh.
Kedua, dibutuhkan adanya mekanisme pertanggungjawaban publik secara reguler. Dalam
pelaksanaan program-program pemerintah selama ini, praktis pertanggungjawaban keuangan
di akhir tahun anggaran merupakan satu-satunya mekanisme yang berjalan. Untuk dapat
memberikan masukan (feed-back) di tengah perjalanan suatu program, diperlukan adanya
mekanisme pelaporan reguler (misalnya bulanan) yang disebarluaskan kepada masyarakat luas.
Selain itu, dibutuhkan adanya mekanisme verifikasi oleh pihak yang independen atas laporan
tersebut. Hanya dengan adanya mekanisme pelaporan, pertanggungjawaban publik, dan verifikasi
inilah tingkat keandalan laporan pengelola program dapat ditingkatkan dan tingkat pencapaian
suatu program dapat terukur dengan mudah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensinya.
Ketiga, adalah diterapkannya mekanisme penanganan pengaduan dan keluhan. Walaupun
berbagai upaya tersebut di atas telah dilaksanakan, tentunya masih ada kemungkinan terjadinya
suatu masalah dan penyelewengan yang timbul dalam pelaksanaan program ataupun pelayanan
publik. Untuk menanganinya, diperlukan suatu bagian khusus dalam pengelola program atau
instansi pelayanan masyarakat (misalnya air minum, listrik, puskesmas, dan sebagainya) yang
bertugas untuk menangani pengaduan masyarakat yang masuk, baik secara langsung ataupun
melalui pemberitaan di media massa.

26
Tentunya, juga dibutuhkan kerjasama dengan berbagai lembaga pemeriksa dan penyidik yang
sudah ada (inspektorat, kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya), sehingga setiap pengaduan yang
berindikasi penyelewengan dan tindak pidana dapat segera ditindaklanjuti. Karakteristik yang
terpenting dalam mekanisme ini adalah perlunya kepastian bagi masyarakat bahwa pengaduan
mereka akan ditangani dalam jangka waktu tertentu dan si pengadu berhak menerima laporan atas
tindak lanjut pengaduannya itu.

Partisipasi
Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai peran masyarakat dalam
pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat (beneficiaries) atau objek belaka,
melainkan agen pembangunan (subjek) yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip “dari
dan untuk rakyat”, mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi yang mempromosikan
pembangunan.
Karenanya, kualitas hubungan antara pemerintah dengan warga yang dilayani dan dilindunginya
menjadi penting di sini. Hubungan yang pertama mewujud lewat proses suatu pemerintahan dipilih.
Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan jujur merupakan kondisi inisial
yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hubungan antara pemerintah –-yang diberi mandat
untuk menjadi “dirigen” tata pemerintahan ini—dengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat
berlangsung dengan baik.
Pola hubungan yang kedua adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam proses ini amat
penting untuk memastikan bahwa proses “pembangunan” tersebut dapat memberikan manfaat
yang terbesar atau “kebebasan” (mengutip Amartya Zen) bagi masyarakatnya.
Pemerintah menciptakan lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif. Sektor swasta
menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya meningkatkan peluang untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat. Akan halnya masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, organisasi
masyarakat, organisasi keagamaan, koperasi, serikat pekerja, dan sebagainya) memfasilitasi interaksi
sosial-politik untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.
Sementara itu, di tingkat praktis, partisipasi dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang andal
dari sumber pertama, serta untuk mengimplementasikan pemantauan atas atas implementasi
kebijakan pemerintah, yang akan meningkatkan “rasa memiliki” dan kualitas implementasi
kebijakan tersebut. Di tingkatan yang berbeda, efektivitas suatu kebijakan dalam pembangunan
mensyaratkan adanya dukungan yang luas dan kerja sama dari semua pelaku (stakeholders) yang
terlibat dan memiliki kepentingan.

Implementasi Partisipasi Publik


Keterlibatan masyarakat diperlukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
suatu program. Mekanisme kontrol dapat langsung dilakukan tanpa perlu menunggu suatu
kesalahan atau penyelewengan terjadi. Selain itu, rasa memiliki masyarakat akan meningkat karena
mereka terlibat dalam setiap proses pengelolaan program; suatu perubahan peran masyarakat dari
“konsumen” (objek terakhir) semata menjadi bagian dari “produsen” (salah satu pelaku utama).
Satu hal yang penting untuk diperhatikan di sini adalah sifat keterlibatan itu. Pelibatan masyarakat
yang bersifat mobilisasi (tidak partisipatif) dan tidak diikuti dengan pemberian wewenang tidak
akan bermanfaat dalam peningkatan kinerja suatu program. Pembangunan daerah harus dilakukan
bersama dengan masyarakat, bukan untuk masyarakat.

27
Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik

28
29
30
Sesi 4

Kerangka Normatif
Keterbukaan Informasi Publik

31
Sesi 4

Kerangka Normatif
Keterbukaan Informasi Publik
1. Peserta mengetahui sistematika dan materi muatan Undang Undang Nomor
14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
2. Peserta mengetahui materi muatan yang diatur dengan Peraturan Komisi Informasi
Pusat Republik Indonesia

1. Sistematika dan materi muatan Undang Undang Nomor 14/2008


2. Materi muatan yang diatur dengan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010

1. Curah pendapat
2. Presentasi
3. Diskusi kelompok

150 menit

1. UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik


2. Peraturan Komisi Informasi No 1 tahun 2010
3. Bahan presentasi tentang “Sistematika dan ringkasan materi muatan UU KIP dan
Peraturan Komisi Informasi”

Pembukaan
1. Membuka sesi dengan menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi secara
singkat dan jelas.

32
Curah pendapat
2. Melontarkan pertanyaan sebagai pembuka forum: “Ada yang sudah membaca UU
KIP dan Peraturan Komisi Informasi? Dan “Apa saja yang diatur dalam UU KIP dan
Peraturan Komisi Informasi tersebut?”.

Presentasi
3. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Sistematika dan materi-materi
muatan UU KIP dan Perkip”
4. Memandu sesi tanya-jawab.

Diskusi kelompok
5. Memandu diskusi tentang pokok-pokok materi yang menjadi perhatian peserta
terutama yang terkait dengan badan publik.

Penutup
6. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh dengan
memberi penekanan hal-hal yang menjadi kewajiban badan publik

1. Curah pendapat dapat digunakan sebagai penilaian peserta terhadap pemahaman


Undang-Undang No. 14 melalui pertanyaan pancingan.
2. Langkah 4 dilakukan dengan pertanyaan yang menggali dan mencatat setiap pokok-
pokok pikiran peserta pada kartu metaplan.
3. Presentasi di langkah 3 mesti bermuatan materi-materi seperti:
• Sistematika UU KIP.
• Ringkasan materi muatan UU KIP.
• Sistematika Peraturan Komisi Informasi.
• Ringkasan materi-materi muatan Peraturan Komisi Informasi.
• Materi-materi muatan yang harus menjadi perhatian badan publik.

33
Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik

Bahan Bacaan 4.1

Keterbukaan Informasi dan Kebebasan Pers

Latar Belakang
Bahwa kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip demokrasi,
keadilan dan supremasi hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang
Pers. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 4 Undang-undang yang sama bahwa kemerdekaan pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara. Sebagai hak asasi warga negara, maka pers bebas dari
bredel, sensor dan larangan penyiaran (ayat 2). Ayat 3 pasal tersebut menegaskan, untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers bebas mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan dan informasi.
Untuk mencari dan memeroleh informasi tersebut, lebih lanjut dijamin dengan munculnya sunshine
laws (produk-produk hukum yang menjamin keterbukaan informasi dan transparansi). Salah satu
sunshine laws tersebut adalah Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP). Undang-undang KIP menjamin setiap orang, termasuk jurnalis, untuk mendapat
informasi publik.
Hak atas informasi bukan hanya hak yang diatur melalui undang-undang, namun juga merupakan
hak konstitusional warganegara. Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 menyatakan, “Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Sebagai hak kostitusional, maka hak tersebut tidak dapat dikuragi oleh peraturan yang lebih rendah.
Dengan kata lain, tidak boleh ada produk hukum yang dapat membatasi ketentuan Undang-undang
Dasar tersebut.
Selain itu, hak atas informasi juga merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia pada tanggal
30 September 2005 dan menjadi Undang-undang No. 11 taun 2005. Pasal 19 butir (2) Kovenan
tersebut mengatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini
termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun,
terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni
atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”
Menurut butir (3) Kovenan tersebut, hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal ini
menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan
tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan seesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan
untuk: a) menghormati hak atau nama baik orang lain atau b) melindungi keamanan nasional atau
ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum.
Produk-produk hukum tersebut diatas menjadi acuan pers Indonesia untuk menjalanan tugasnya,
yaitu mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan.



Disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) RI tanggal 25 November 2009

34
Pentingnya Keterbukaan Informasi bagi Pers
Keterbukaan informasi merupakan syarat bagi pers untuk mencari dan memperoleh informasi.
Untuk memperoleh informasi, pers sering kali terbentur oleh masalah-masalah birokrasi atas nama
rahasia negara, rahasia jabatan dan sebagainya. Ketika berhadapan dengan masalah itu, pers gagal
menjalankan fungsi tersebut.
Lahirnya Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diharapkan
bisa mengatasi masalah tersebut. Dari segi pers, kini memiliki jaminan hukum untuk mencari dan
memperoleh informasi. Dari segi pemerintah, kekhawatiran akan bocornya rahasia negara dan
rahasia jabatan tak perlu ada, sebab bab V (pasal 17-20) mengenai Informasi yang Dikecualikan.
Pembatasan dalam pasal 17 UU tersebut sangat komprehensif, dan detail. Informas-informasi yang
dikecualikan dari informasi menurut pasal 17 tersebut meliputi:
1. Informasi yang dapat menggagung proses penegakan hukum;
2. Informasi yang dapat menggangu pertlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual;
3. Informasi yang dapat membahayakan pertanahan dan keamanan negara;
4. Informasi yang dapat mengungkap kekayaan alam Indonesia;
5. Informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
6. Informasi yang dapat merugikan hubungan luar negeri Indonesia;
7. Informasi yang dapat mengungkap informasi pribadi dalam akta otentik atau kemauan terakhir
dalam wasiat seseorang;
8. Informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi;
9. Memorandum atau surat-surat badan publik yang menurut sifatnya rahasia sebatas tidak
dikecualikan oleh Komisi Informasi; dan
10. Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.

Butir satu hingga sepuluh diatas sudah mencakup semua informasi yang layak dirahasikan, mulai
dari rahasia negara hingga rahasia pribadi.
Dengan demikian, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah berhasil
menyeimbangkan dua kepentingan, yaitu kepentingan masyarakat untuk mendapat informasi dan
kepentingan pejabat merahasiakan informasi-informasi yang penting untuk dirahasiakan.

Pembatasan Informasi
Pers bekerja untuk kepentingan publik, oleh karena itu pers mencari, memperoleh dan
menyebarkan informasi publik. Informasi publik tersebut sangat luas, karena menyangkut segala
segi kehidupan masyarakat. Namun demikian, pers juga dapat dibatasi dalam memperoleh
informasi. Batasan-batasan yang umumnya digunakan dalam standar internasional menyangkut
rahasia negara, rahasia bisnis dn privasi.

Rahasia Negara
Informasi yang tergolog rahasia negara memang tidak boleh diberitakan oleh pers. Informasi-
informasi tersebut sudah masuk dalam klasifikasi dalam pasal 17 UU No. 14 tahun 2008 tentangn
KIP. Namun, rahasia negara juga ada batasannya, yaitu:

35
Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik

Pertama, setelah melampui masa retensi sebagaimana diatur dalam undang-undang;


Kedua, setelah berubah menjadi informasi publik oleh karena berbagai sebab, seperti dibuka di
pengadilan maupun sudah terbuka di depan publik (misalnya bocor).
Dalam beberapa kasus di luar negeri, rahasia negara juga dapat dibuka demi kepentingan publik.
Kasus Pentagon Papers di Amerika Serikat adalah salah satu contohnya. Sebuah dokumen yang
dikategorikan “sangat rahasia” dapat diungkap oleh media massa karena ternyata dalam dokumen
tersebut terkandung sebuah skandal. Pengklasifikasian “sangat rahasia” bukan sungguh-sungguh
dilakukan untuk melindungi keselamatan negara, tapi untuk menyembunyikan skandal pemerintah.

Rahasia di Bidang Bisnis


Rahasia bisnis yang sah umumnya juga digunakan untuk membatasi keterbukaan informasi secara
legal. Informasi-informasi yang umumnya dapat dibatasi meliputi informasi yang terkait dengan hak
kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya adalah rahasia dagang, informasi yang menyangkut
persaingan usaha. Rahasia profesional (professional confidentiality) juga termasuk dalam kategori
ini.
Namun, rahasia bisnis juga tidaklah bersifat mutlak. Rahasia di bidang bisnis juga dapat dibatasi
untuk kepentingan publik. Salah satu contohnya adalah rahasia bisnis dalam perusahaan rokok
di Amerika, sebagaimana diceritakan dalam film The Insider. Sebuah media televisi dapat boleh
mengungkap kandungan zat kimia dalam produk rokok yang membahayakan masyarakat.

Privasi
Privasi atau rahasia pribadi termasuk hak yang dijamin oleh hukum. Pers tidak boleh mengungkap
rahasia pribadi seseorang, karena informasi pribadi bukanlah konsumsi publik. Perlindungan rahasia
pribadi menyangkut banyak hal, termasuk komunikasi pribadi, kehidupan pribadi, rahasia medis
dan sebagainya. Informasi pribadi juga termasuk bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh
berbagai instrumen HAM. Kode Etik Jurnalistik juga mewajibkan jurnalis menghormati hak atas
privasi narasumber.
Namun demikian, privasi seseorang juga dapat dibatasi oleh kepentingan publik. Misalnya,
seseorang yang melakukan tindak pidana, maka banyak informasi pribadinya yang diungkap di
depan public, misalnya melalui persidangan yang terbuka untuk umum. Dengan demikian, pers
dapat menyebarkan informasi pribadi orang tersebut.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
Pertama, keterbukaan informasi merupakan prasyarat bagi adanya pers yang merdeka. Tanpa
keterbukaan informasi, pers tidak dapat mencari dan memperoleh informasi yang dibutuhkan
masyarakat, sehingga akhir juga tak dapat menyebarkan informasi tersebut. Akibatnya, pers tidak
dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Dengan demikian, ketertutupan informasi akan
merugikan masyarakat juga pada akhirnya.
Kedua, pembatasan informasi publik dapat dilakukan dengan rigid melalui undang-undang. Tidak
semua pejabat dapat membuat pembatasan kebebasan informasi. Tiga alasan yang umumnya dapat
digunakan untuk membatasi informasi meliputi rahasia negara, rahasia bisnis dan privasi. Ketiga hal
tersebut sudah diatur dalam Bab V UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP.
Ketiga, pembatasan terhadap infirmasi publik sebagaimana dalam butir kedua di atas, tetap dapat
disimpangi atas nama kepentingan publik.

36
Rekomendasi
Pertama, agar produk-produk perundang-undangan yang mengandung muatan pembatasan
mengenai informasi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebebasan pers dan kebebasan informasi,
sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945, Kovenan Hak Sipil dan Politik serta UU No. 40 tahun
1999 tentang Pers dan UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP.
Kedua, hendaknya kepentingan publik diutamakan dalam legislasi terkait informasi. Kepentingan
publik merupakan tolok ukur apakah suatu informasi layak dirahasiakan atau tidak.

Jakarta, 25 November 2009

Nezar Patria
Sumber:http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=977&type=5

37
38
Sesi 5

Badan Publik

39
Sesi 5

Badan Publik
Peserta memahami pengertian, hak dan kewajiban badan publik sesuai prinsip-prinsip
keterbukaan informasi publik

Pengertian, Hak dan kewajiban badan publik sesuai prinsip-prinsip keterbukaan


informasi publik

Diskusi kelompok

90 menit

Ringkasan UU o. 14/2008 terkait tentang badan publik

Pembukaan
1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Diskusi kelompok
2. Membagikan kartu metaplan, dan meminta peserta untuk menuliskan nama
lembaga, instansi, atau organisasi apa saja yang memiliki kewajiban menyediakan
informasi publik.
3. Meminta peserta untuk menempelkan kartu-kartu metaplan jawabannya kedalam
plano kerangka kategori badan publik.

40
4. Memandu peserta untuk mendiskusikan; apakah badan publik yang telah ditulis dan
ditempelkan oleh peserta itu sudah sesuai dengan kategori badan publik menurut
UU KIP.
5. Membagikan bahan bacaan Ringkasan UU o. 14/2008 terkait tentang badan publik
6. Menyampaikan penjelasan ringkas tentang materi-materi bahan bacaan itu.
7. Memandu peserta untuk mendiskusikan materi-materi tersebut.

Penutup
8. Menutup forum dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Untuk langkah 5, bahan bacaan yang dibagikan terdiri dari:


• Pengertian badan publik
• Tugas, kewajiban, fungsi, dan kewenangan badan publik.
• Pengetian badan publik
• Hubungan badan publik dengan komisi informasi dan pemohon.
2. Langkah 7 dilakukan dengan pertanyaan yang menggali dan diskusi bersama.

41
Badan Publik

Bahan bacaan 5.1

Badan publik

Definisi badan publik (pasal 1)


Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Ruang lingkup badan publik (pasal 4)


a. Lembaga eksekutif;
b. Lembaga legislatif;
c. Lembaga yudikatif;
d. Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
e. Organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri;
f. Partai Politik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Partai Politik;
g. Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah;
h. Badan Hukum Pendidikan;
i. Badan Hukum Milik Negara;

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memutus dan menetapkan suatu badan publik sebagai
badan publik yang dibebani kewajiban melaksanakan UU KIP adalah sebagai berikut:
1. Badan publik tersebut harus berbadan hukum;
2. Sumber dana badan publik, baik sebagian maupun seluruhnya bersumber dari APBN/APBD;
3. Menerima sumbangan dari masyarakat dan/atau luar negeri. Untuk menyesuaikan dengan
maksud dan tujuan pembentuk UU, maka Peraturan ini memperjelas bahwa sumbangan yang
dimaksud adalah sumbangan yang bersifat murni sukarela, bukan sumbangan yang diwajibkan
pembayarannya.

Hak Badan Publik (pasal 6)


1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

42
3. Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha
tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; d. informasi yang berkaitan dengan
rahasia jabatan; dan/atau
d. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Kewajiban Badan Publik


a. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
b. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
c. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola
Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
d. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
e. Menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya;
Dalam penjelasan Perkip diuraikan beberapa kewajiban badan publik yang terkait kewajiban
diatas adalah sebagai berikut yaitu menentukan struktur dan sumber daya manusia yang akan
menjabat dan memiliki fungsi terkait pelaksanaan UU KIP yang mencakup:
1. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID);
2. Atasan PPID;
3. Pejabat fungsional pembantu PPID;
4. Petugas Informasi yang bertugas secara langsung melayani permintaan informasi.
f. Menetapkan Standar Prosedur Operasional pengelolaan dan pelayanan informasi sesuai dengan
Peraturan ini;
SPO yang ditetapkan badan publik merupakan SPO yang mengejawantahkan Peraturan Komisi
Informasi Pusat. SPO ini merupakan panduan/kebijakan badan publik dalam melaksanakan
kewajibannya memenuhi hak publik atas informasi.
g. Memiliki Daftar Informasi yang mutakhir tentang seluruh informasi publik yang dikelola oleh
Badan Publik;
Daftar Informasi ini merupakan daftar yang memuat secara sistematis seluruh informasi yang
berada di bawah kewenangan dan seluruh informasi yang dikuasai badan publik. Hal-hal yang
harus terdapat dalam Daftar Informasi, yaitu:
1. Nomor;
2. Ringkasan isi informasi;
3. Pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi;
4. Penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi;

43
Badan Publik

5. Waktu dan tempat pembuatan informasi;


6. Format informasi yang tersedia;
7. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala;
8. Informasi yang wajib diumumkan serta merta;
9. Informasi yang wajib disediakan setiap saat;
10. Informasi yang dikecualikan dan masa retensi informasi;
11. Sistem klasifikasi keamanan dan akses informasi untuk informasi yang dikelompokkan
sebagai informasi yang dikecualikan.
h. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi publik, termasuk
papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik;
Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi publik adalah segala sesuatu
yang digunakan sebagai alat dan penunjang utama terselenggaranya proses pengelolaan dan
pelayanan informasi yang bertujuan memudahkan pemenuhan hak atas informasi masyarakat.
Sarana dan prasarana pelayanan dapat terdiri dari:
1. Komputer;
2. Printer;
3. Mesin fotocopy;
4. Audio visual;
5. Papan pengumuman;
6. Berbagai sarana komunikasi, termasuk internet apabila memungkinkan;
Sarana dan prasarana diatas, sedapat mungkin diupayakan sesuai dengan kemampuan sumber
daya badan publik yang bersangkutan. Untuk memudahkan pelayanan dan menghemat biaya
perolehan informasi, badan publik dapat menyelenggarakan pelayanan informasi dalam format
elektronik sepanjang memungkinkan sesuai dengan kemampuan sumber daya badan publik dan
pemohon.
i. Membuat dan mengumumkan laporan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi sesuai
dengan Peraturan ini serta menyampaikan salinan laporan kepada Komisi Informasi sesuai
dengan kewenangannya.
Yang dimaksud dengan Komisi Informasi sesuai dengan kewenangannya adalah dalam hal
Badan Publik merupakan Badan Publik tingkat pusat, maka Laporan tentang pengelolaan dan
pelayanan informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat. Namun apabila Badan Publik
merupakan Badan Publik tingkat propinsi, maka Laporan tentang pengelolaan dan pelayanan
informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Propinsi. Begitu pula apabila Badan Publik
merupakan Badan Publik tingkat kabupaten/kota, maka Laporan tentang pengelolaan dan
pelayanan informasi disampaikan kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. Dalam hal Komisi
Informasi Propinsi atau Kabupaten/Kota belum terbentuk, maka Laporan disampaikan kepada
Komisi Informasi Pusat.
Menyediakan Papan Pengumuman dan Meja Pelayanan Informasi di setiap kantor Badan Publik;
Papan pengumuman ini merupakan media minimum yang wajib disediakan badan publik untuk
menyebarluaskan/mengumumkan informasi publik. Penggunaan dan penempatan papan
pengumuman ini diupayakan semaksimal mungkin efektivitasnya dalam menjamin pemenuhan
hak publik atas informasi. Selain itu, badan publik wajib menyediakan meja pelayanan informasi
yang akan secara langsung menerima dan melayani permintaan informasi yang diajukan kepada
badan publik.

44
j. Menganggarkan pembiayaan secara memadai bagi pengelolaan dan pelayanan informasi publik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Anggaran pembiayaan yang memadai bagi pengelolaan dan pelayanan informasi publik sangat
diperlukan guna mewujudkan pemenuhan hak publik atas informasi. Anggaran pembiayaan
ini sangat penting guna mempersiapkan sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan
informasi publik. Selain itu, anggaran pembiayaan ini juga digunakan untuk mengembangkan
kapasitas sumber daya manusia serta unit/satuan kerja pengelolaan dan pelayanan informasi.
k. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan
informasi di instansinya;

45
Badan Publik

Bahan bacaan 6.1

PPID

Definisi PPID dijelaskan dalam pasal 1 UU 14,


Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disebut PPID adalah pejabat yang
bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan
informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID sebagaimana
dimaksud pada Peraturan ini.
PPID diangkat oleh Badan publik baik pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang
membantu PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya sesuai dengan
kebutuhan.
Penjelasan:
Pada Badan Publik yang memiliki banyak unit kerja atau satuan kerja dengan berbagai kantor
yang berbeda-beda, kebutuhan untuk memiliki petugas informasi di setiap kantor untuk
membantu PPID mengelola dan melayani akses informasi sangat mungkin diperlukan. Berbeda
dengan Badan Publik seperti organisasi nonpemerintah yang mungkin PPID dapat sekaligus
melaksanakan fungsi sebagai petugas informasi. Selain petugas informasi, tenaga lainnya
seperti arsiparis dan tenaga IT juga mungkin diperlukan untuk membantu PPID memastikan
akses informasi publik yang baik.
Sesuai dengan kebutuhannya, Badan Publik dapat pula memutuskan untuk mendelegasikan
kewenangan PPID kepada pejabat fungsional di sebuah unit/satuan kerja untuk menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya sebagai PPID. Kewenangan yang didelegasikan dapat bersifat
menyeluruh (yaitu seluruh kewenangan pengelolaan dan pelayanan termasuk kewenangan
melakukan uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik di sebuah unit/satuan kerja) atau kewenangan yang bersifat terbatas (misal
kewenangan yang hanya menyangkut pengelolaan dan pelayanan informasi di satu unit/satuan
kerja tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi).

Tentang pertanggungjawaban
PPID bertanggung jawab kepada atasan PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan
wewenangnya.

Tugas dan Tanggungjawab PPID diatur dalam pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 16, pasal 17
dan 22 yaitu;
a. PPID bertugas dan bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi yang
meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi.
b. Dalam rangka penyimpanan dan pendokumentasian informasi publik, PPID bertugas dan
bertanggungjawab mengumpulkan seluruh informasi secara fisik dari setiap unit/satuan
c. PPID bertugas dan bertanggungjawab menyimpan dan mendokumentasikan seluruh informasi
yang berada di badan publik.
d. PPID melakukan pendataan informasi yang dikuasai oleh setiap unit/satuan kerja di Badan
Publik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi setelah dimutakhirkan oleh

46
pimpinan setiap unit/satuan kerja sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan.
e. Penyimpanan informasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang
kearsipan.
f. PPID bertugas dan bertanggung jawab menyediakan seluruh informasi di bawah penguasaan
Badan Publik yang dapat diakses oleh publik;
g. PPID menyediakan informasi melalui pengumuman dan/atau permintaan.
h. Mengkoordinasikan pemberian informasi dengan petugas informasi di berbagai unit pelayanan
informasi untuk memenuhi permintaan informasi;
i. Melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik sebelum mengecualikan informasi dan/
atau membuka informasi yang dikecualikan:
1. Menyertakan alasan pengecualian secara jelas, tegas, dan tertulis;
2. Menghitamkan atau mengaburkan informasi yang dikecualikan beserta alasannya;
j. Melayani, meneruskan, dan memastikan pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur
penyelesaian keberatan;
k. Mengembangkan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka
peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi;
l. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah wewenang dan
koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau memutakhirkan daftar informasi secara
berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
m. Mengkoordinasikan setiap unit/satuan kerja di badan publik dalam melaksanakan pengelolaan
dan pelayanan informasi publik;
n. Memutuskan suatu informasi dapat diakses publik atau tidak;
o. Menolak permintaan informasi secara tertulis apabila informasi yang dimohon termasuk
informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak
dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut.
p. Dalam hal menentukan informasi yang dikecualikan, PPID wajib melakukan uji konsekuensi dan
uji kepentingan
q. Dalam hal kewajiban mengumumkan informasi, PPID bertugas dan bertanggung jawab:
1. Mengumumkan informasi secara berkala melalui media yang secara efektif dapat
menjangkau seluruh pemangku kepentingan;
2. Menyampaikan informasi dalam bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dan
mempertimbangkan penggunaan bahasa lokal yang dipakai oleh penduduk setempat.
PPID bertanggungjawab terhadap penyimpanan dan pendokumentasian seluruh informasi
dari setiap unit/satuan kerja yang telah diserahkan kepadanya dan memastikan pimpinan
setiap unit/satuan kerja untuk menyimpan secara fisik seluruh informasi yang berada di bawah
penguasaannya.
o. PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor
Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; PPID wajib membuat dan
mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media
lain yang dimiliki oleh Badan Publik;
p. PPID wajib meletakkan Papan Pengumuman di dalam kantor Badan Publik yang memudahkan

47
Badan Publik

publik untuk membaca informasi yang terdapat di dalamnya;


q. Dalam hal Badan Publik memiliki situs resmi, PPID wajib memasukkan informasi yang
diumumkan di dalam situs resmi dengan cara yang mudah bagi masyarakat untuk
menemukannya;
r. Peletakan informasi di situs resmi Badan Publik tidak mengurangi kewajiban Badan Publik untuk
meletakan informasi di Papan Pengumuman ;,
s. PPID wajib menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dalam
mengumumkan informasi serta dapat mempertimbangkan menggunakan bahasa yang
digunakan penduduk setempat;
t. PPID menentukan format pengumuman informasi yang memudahkan bagi mereka yang
memiliki kemampuan yang berbeda untuk memahami informasi tersebut sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh Badan Publik.

48
Sesi 6

Komisi Informasi

49
Sesi 6

Komisi Informasi
Peserta memahami fungsi, tugas dan wewenang komisi informasi (pusat, provinsi dan
kabupaten/kota)

Tungsi, tugas dan wewenang peran dan fungsi komisi informasi menurut Undang-
Undang Nomor 14 tahun 2008 dan Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010

Presentasi

120 menit

1. Bahan presentasi tentang Komisi Informasi


2. Ringkasan UU o. 14/2008 terkait Komisi Informasi

Pembukaan
1. Membuka sesi ini dengan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Presentasi
2. Memandu presentasi narasumber dengan tema “Fungsi, tugas dan wewenang
Komisi Informasi menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik”
3. Memandu sesi tanya-jawab.

50
Penutupan
4. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Pada langkah 3. Memandu sesi tanya-jawab, dibuka dengan tanya-jawab antara


peserta dengan narasumber.
2. Mencatat di kertas plano pokok-pokok pikiran penting yang muncul selama proses
dialog. Pokok-pokok pikiran ini akan ditempelkan bersama Plano. Plano Resume ini,
dan plano lainnya, akan menjadi bahan rujukan bagi fasilitator dan peserta dalam
membangun proses dan pemahaman bersama.
3. Narasumber di langkah 2 adalah anggota Komisioner Informasi, baik Pusat maupun
Propinsi.
4. Presentasi bermuatan materi-materi berikut:
• Tugas, kewajiban, dan kewenangan Komisi Informasi.
• Hubungan Komisi Informasi dengan badan publik lain, terutama badan publik
negara.

51
Komisi Informasi

Bahan bacaan 5.2

A p a itu K o m isi In fo rm a si? (p a sa l 1 )


Komisi Informasi ad a lah le m b a ga m a nd iri yan g
be rfun g si m en jalan kan U n da ng -U nd an g
K eterbu ka an Inform a si P ub lik da n pe ra tu ran

K o m isi In fo rm a si pe la ksa na an n ya , m e ne ta pka n p etun ju k te knis


sta nd ar la ya n an in fo rm asi pu blik da n
m en yele sa ika n se ng keta inform a si pu blik m e lalui
m ed ia si da n /a ta u a ju dika si n on litiga si.

K e w e n a n g a n K o m isi In fo rm a si A p a ke te rb u ka an in fo rm a si p u b lik?
C o rp o ra te C o m m u n ica tio n s is… .
Komisi Informasi a d a la h le m b a ga m a n d iri ya n g b e rfu n gsi Pemohon Badan
Informasi Publik
m e n ja la n ka n U n d a n g-U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si
K o m isi
P u b lik d a n p e ra tu ra n p e la ksa n a a n n ya , menetapkan U ji
K e p e n tin g a n In fo rm a si
U ji
K o n se ku e n si

petunjuk teknis standar layanan informasi publik d a n


menyelesaikan sengketa informasi publik m e la lu i
m e d ia si d a n /a ta u a ju d ika si n o n litiga si. A ju d ika si M e d ia si

?
 Mediasi adalah penyelesa ian sengk eta inform asi publik antara Putusan Ajudikasi
Komisi Informasi:
para pihak m elalui bantuan m ediator k om isi inform asi (hanya Putusan Mediasi
• M e n u tu p se b a g ia n
untuk informasi yang tidak dikecualikan). a ta u ke se lu ru h a n Komisi Informasi:
in fo rm a si, a ta u
 Ajudikasi adalah proses penyelesa ian sengk eta inform asi publik • M e m b u ka se b a g ia n • K e rse p a ka ta n ya n g
b e rifa t FINAL d a n
a ta u ke se lu ru h a n
antara para pihak yang diputus oleh k om isi inform asi. in fo rm a si MENGIKAT

Sengketa informasi terbuka


Sengketa informasi yang dikecualikan

A p a ke te rb u ka an in fo rm a si p u b lik? U ji ko n se ku e n si
Pemohon Badan
Informasi Publik U ji ko n se ku e n si a d a la h p e rtim b a n ga n d e n ga n sa ksa m a
U ji K o m isi U ji
d a n p e n u h ke te litia n te n ta n g d a m p a k a ta u a kib a t ya n g
K e p e n tin g a n In fo rm a si K o n se ku e n si Pengabaian tim b u l se b a ga im a n a d im a ksu d d a la m P a sa l 1 7 a p a b ila
terhadap putusan su a tu in fo rm a si d ib u ka d a n /a ta u d ia kse s o le h p u b lik ya n g
d itu a n gka n d a la m b e n tu k a la sa n P e n ge cu a lia n .
A ju d ika si M e d ia si Ajudikasi Komisi
Informasi terhitung P e rtim b a n g a n n ya se su a i p a sa l 1 7
?
Putusan Ajudikasi
Komisi Informasi: 14 hari kerja sejak Jika d id a sa rka n u u la in h a ru s je la s
• M e n u tu p se b a g ia n
a ta u ke se lu ru h a n
Putusan Mediasi
Komisi Informasi: diputuskan sama P e n g e cu a lia n u ji ko n se ku e n si;
A da pejabat yang diperm aluk an bila dibuk a
in fo rm a si, a ta u
• M e m b u ka se b a g ia n
a ta u ke se lu ru h a n
• K e rse p a ka ta n ya n g
b e rifa t FINAL d a n
dengan menerima 
 K eterlibatan pejabat senior
in fo rm a si MENGIKAT
putusan.  S alah interpretasik an inform asi
Sengketa informasi terbuka
Sengketa informasi yang dikecualikan
 H ilangn ya k epercayaan publik terhadap badan publik

52
U ji K e p e n tin g a n P u b lik Tu g a s K o m isi In fo rm a si?
U ji kep en ting an pu b lik ad ala h pe rtim b a ng an
 M e m e riksa d a n m e m u tu s p e rm o h o n a n p e n ye le sa ia n
de n ga n sa ksa m a d an pe nu h kete litian te ntan g se n gke ta ya n g m e n ya n gku t B a d a n P u b lik p u sa t
ad a nya kep en ting an pu blik yan g le bih be sar ya ng  M e m e riksa d a n m e m u tu s p e rm o h o n a n p e n ye le sa ia n
ha ru s d ilin du n gi de n ga n m em bu ka atau m e n utup se n gke ta ya n g m e n ya n gku t B a d a n P u b lik P ro vin si a ta u
sua tu in fo rm asi p ub lik. K a b u p a te n /K ota b ila K I d i tin gka t te rse b u t b e lu m te rb e n tu k;
 M e n e ta p ka n ke b ija ka n u m u m n a sio n a l p e la ya n a n
B erp a rtisipa si m a sya ra kat in fo rm a si p u b lik;
M asyara kat M a sya raka t m en da pa t in fo rm a si  M e n e ta p ka n p e tu n ju k p e la ksa n a a n d a n p e tu n ju k te kn is;
Ya ng b erw e n an g b ertin da n g a dil thd m a sya ra kat  M e n e ta p ka n p ro se d u r p e la ksa n a a n p e n ye le sa ia n se n gke ta
M em astika n p ela n gg aran h am d ap at d iketah ui m e la lu i M e d ia si d a n /a ta u A d ju d ika si n o n -litiga si u n tu k
M em astika n a ku nta bilita s ba da n p ub lik K o m isi In fo rm a si

K e a n g g o ta a n Tu g a s K o m isi In fo rm a si P u sa t
K o m isi In fo rm a si P u sa t (7 o ra n g)  M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian
– Te la h te rb e n tu k p a d a ta n gga l 2 Ju n i 2 0 0 9 sengketa yang m enyangkut B adan P ublik pusat
– B e rta n ggu n gja w a b ke p a d a P re sid e n d a n  M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian
m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R sengketa yang m enyangkut B adan P ublik P rovinsi atau
K o m isi In fo rm a si P ro vin si (5 o ra n g) K abupaten/K ota bila K I di tingkat tersebut belum
– W ajib d ib e n tu k se la m b a t-la m b a tn ya 3 0 A p ril 2 0 1 0 terbentuk;
– B e rta n ggu n gja w a b ke p a d a G u b e rn u r d a n  M enetapkan kebijakan um um nasional pelayanan
m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R D T k. I inform asi publik;
K o m isi In fo rm a si K a b u p a te n /K o ta (5 o ra n g)  M enetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis;
– D ib e n tu k b ila d ia n gga p d ib u tu h ka n  M enetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian
– B e rta n ggu n g ja w a b ke p a d a B u p a ti/W a liko ta d a n sengketa m elalui M ediasi dan/atau A djudikasi non-
m e n ya m p a ika n la p o ra n ke p a d a D P R D T k. II litigasi untuk K om isi Inform asi

W ewenang P e rta n g g u n g ja w a b a n
 m e m a n ggil d a n /a ta u m e m p e rte m u ka n p a ra p ih a k ya n g  K o m isi In fo rm a si P u sa t b e rta n ggu n g ja w a b ke p a d a
b e rse n gke ta ;
 m e m in ta ca ta ta n a ta u b a h a n ya n g re le va n ya n g P re sid e n d a n m e n ya m p a ika n la p o ra n te n ta n g
d im iliki o le h B a d a n P u b lik te rka it u n tu k m e n ga m b il p e la ksa n a a n fu n gsi, tu ga s, d a n w e w e n a n gn ya ke p a d a
ke p u tu sa n d a la m u p a ya m e n ye le sa ika n S e n gke ta D e w a n P e rw a kila n R a kya t R e p u b lik In d o n e sia .
In fo rm a si P u b lik;  K ID P ro vin si b e rta n ggu n g ja w a b ke gu b e rn u r
 m e m in ta ke te ra n ga n a ta u m e n gh a d irka n p e ja b a t
B a d a n P u b lik a ta u p u n p ih a k ya n g te rka it se b a ga i sa ksi  K ID K a b u p a te n /ko ta b e rta n ggu n g ja w a b ke
d a la m p e n ye le sa ia n S e n gke ta In fo rm a si P u b lik; b u p a ti/w a liko ta
 m e n ga m b il su m p a h se tia p sa ksi ya n g d id e n ga r
ke te ra n ga n n ya d a la m A ju d ika si n o n litiga si
p e n ye le sa ia n S e n gke ta In fo rm a si P u b lik; d a n
 m e m b u a t ko d e e tik ya n g d iu m u m ka n ke p a d a p u b lik
se h in gga m a sya ra ka t d a p a t m e n ila i kin e rja K o m isi
In fo rm a si.

53
Komisi Informasi

S e kre ta ria t S ya ra t-sya ra t ke a n g g o ta a n


 S ekre ta ria t K om isi Inform a si d ia lksa na kan o leh  w a rga n e ga ra In d o n e sia ;
pe m erintah (p usa t oleh D ep kom info, D a era h  m e m iliki in te grita s d a n tid a k te rce la ;
 tid a k p e rn a h d ip id a n a ka re n a m e la ku ka n tin d a k p id a n a
oleh D ina s ya ng m em bid an g i kom un ikasi da n
ya n g d ia n ca m d e n ga n p id a n a 5 (lim a ) ta h u n a ta u le b ih ;
in fo rm asi)  m e m iliki p e n ge ta h u a n d a n p e m a h a m a n d i b id a n g
ke te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik se b a ga i b a gia n d a ri h a k
a sa si m a n u sia d a n ke b ija ka n p u b lik;
 m e m iliki p e n ga la m a n d a la m a ktivita s B a d a n P u b lik;
 b e rse d ia m e le p a ska n ke a n ggo ta a n d a n ja b a ta n n ya
d a la m B a d a n P u b lik a p a b ila d ia n gka t m e n ja d i a n ggo ta
K o m isi In fo rm a si;
 b e rse d ia b e ke rja p e n u h w a ktu ;
 b e ru sia p a lin g re n d a h 3 5 (tiga p u lu h lim a ) ta h u n ;
 se h a t jiw a d a n ra ga .

K o m isi In fo rm a si P ro vin si d a n K a b u p a te n /K o ta P e m b e rh e ntia n


M em eriksa dan m em utus perm ohonan penyelesaian  m e n in gga l d u n ia ;
sengketa yang m enyangkut B adan P ublik P rovinsi atau  te la h h a b is m a sa ja b a ta n n ya ;
K abupaten/K ota;  m e n gu n d u rka n d iri;
M enetapkan kebijakan khusus (JU K LA K /JU K N IS ) untuk  d ip id a n a d e n ga n p u tu sa n p e n ga d ila n ya n g te la h
tingkat P rovinsi atau K abupaten/K ota um um berdasarkan b e rke ku a ta n h u ku m te ta p d e n ga n a n ca m a n p id a n a
kebijakan nasional yang dikem bangkan oleh K om isi p a lin g sin gka t 5 (lim a ) ta h u n p e n ja ra ;
Inform asi;  sa kit jiw a d a n ra ga d a n /a ta u se b a b la in ya n g
m e n ga kib a tka n ya n g b e rsa n gku ta n tid a k d a p a t
m e n ja la n ka n tu ga s 1 (sa tu ) ta h u n b e rtu ru t-tu ru t;
a ta u
 m e la ku ka n tin d a ka n te rce la d a n /a ta u m e la n gga r
ko d e e tik, ya n g p u tu sa n n ya d ite ta p ka n o le h K o m isi
In fo rm a si.

M a sa ja b a ta n
 A ng go ta K o m isi In fo rm asi dia ng kat u ntu k m a sa
ja ba ta n 4 (e m p a t) ta hu n d an d ap a t d ia ng ka t
kem ba li un tuk satu pe rio de be rikutn ya .

T h a n k Yo u . S e e Yo u N e xt W e e k.

54
Bahan Bacaan 5.1

Komisi Informasi

Fungsi (Pasal 23)


Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Kedudukan (Pasal 24)


(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika
dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi
kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Susunan Komisi Informasi (Pasal 25)


(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur
pemerintah dan unsur masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5
(lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh
seorang fwakil ketua merangkap anggota. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para
anggota Komisi Informasi.

Tugas (Pasal 26)


(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon
Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau
sewaktuwaktu jika diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima,
memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi.

55
Komisi Informasi

Wewenang (Pasal 27)


(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk
mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait
sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi
penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai
kinerja Komisi Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan
Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi
kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang
menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa
yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan

Pertanggungjawaban (Pasal 28)


(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan
tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi yang bersangkutan.
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan
menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
bersifat terbuka untuk umum.

Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi (Pasal 29)


(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh
sekretariat komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang
tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi
Informasi.
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di
bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai

56
tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan.
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Syarat-syarat anggota Komisi Informasi (Pasal 30)


(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5
(lima) tahun atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai
bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat
menjadi anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur,
dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.

Pemberhentian (Pasal 34)


(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi
sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat,
kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi
Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman
pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh
Komisi Informasi.

57
Komisi Informasi

(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden
untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau
keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi
dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat,
oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/
kota.
(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan
hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota
Komisi Informasi pada periode dimaksud.

Masa jabatan (Pasal 33)


Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu periode berikutnya.

58
Sesi 7

Klasifikasi Informasi
dan Uji Konsekuensi di Badan Publik

59
Sesi 7

Klasifikasi Informasi
dan Uji Konsekuensi di Badan Publik
Peserta memahami jenis-jenis informasi publik, menguasai cara mengklasifikasi
informasi sesuai jenis informasi di badan publik, dan cara melakukan uji konsekuensi.

1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan


• informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala
• informasi yang wajib diumumkan secara serta merta.
• informasi yang wajib tersedia setiap saat
2. Informasi yang dikecualikan dan uji konsekuensi
3. Tata cara melakukan klasifikasi informasi
4. Cara melakukan uji konsekuensi

1. Curah Pendapat
2. Tugas kelompok
3. Presentasi

150 menit

1. Bahan presentasi tentang klasifikasi informasi.


2. Plano kategori klasifikasi informasi.
3. Hand out cara melakukan klasifikasi informasi.
4. Hand-out cara melakukan uji konsekuensi
5. Tabel daftar informasi publik
6. Dokumen simulasi uji konsekuensi

Pembukaan
1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

60
Curah pendapat
2. Membagikan kepada peserta kartu metaplan. Masing-masing dua metaplan.
3. meminta kepada peserta untuk menulis pada kedua kartu tersebut jawaban
terhadap dua pertanyaan berikut;
• informasi apa yang dimiliki/dikuasai oleh lembaga, instansi, atau organisasi anda
yang dibutuhkan oleh masyarakat?
• informasi apa yang dimiliki/dikuasai oleh lembaga, instansi, atau organisasi anda
yang tidak boleh diberikan kepada masyarakat dengan alasan rahasia?
• Media apa yang digunakan untuk menyampaikan informasi publik?
• Waktu penyampaian informasi publik?
4. Meminta peserta untuk menuliskan satu informasi di satu metaplan.
5. Meminta masing-masing peserta untuk menempelkan jawabannya ke dalam
plano kerangka kategori klasifikasi informasi, sesuai dengan kolom-kolom kategori
klasifikasi informasi sesuai penilaian peserta.
6. Memandu diskusi untuk mengetahui kesesuaian jawaban dengan kolom-kolom
kategori klasifikasi informasi sesuai UU No. 14 dan Peraturan Komisi Informasi.

Tugas kelompok
7. Memberikan tugas kelompok kepada peserta untuk melakukan uji konsekuensi
menurut lembaga, instansi, atau organisasinya masing-masing.
8. Membagikan dokumen simulasi dan meminta setiap kelompok untuk memilih dan
mentabulasi informasi-informasi apa saja dari dokumen tersebut yang termasuk
informasi yang dikecualikan, dengan menyertakan alas an-alasannya.
9. Memandu setiap kelompok menyampaikan hasil kerjanya.
10. Memandu forum pleno mendiskusikan hasil-hasil kerja kelompok tersebut, dengan
mengarahkan diskusi untuk mencermati argumentasi masing-masing kelompok dan
kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip dan tata cara menentukan informasi yang
dikecualikan.

Presentasi
11. Memandu presentasi narasumber dengan tema klasifikasi informasi dan uji
konsekuensi.
12. Memandu sesi tanya-jawab.

Penutupan
13. Menutup forum dengan me-review proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Langkah 11 dibutuhkan bahan presentasi, tentang klasifikasi informasi publik dan uji
konsekuensi, yang terdiri dari:
• Manfaat dan kepentingan klasifikasi informasi.
• Prinsip-prinsip dan metoda dalam menentukan klasifikasi informasi.
• Jenis-jenis Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara berkala,
• Jenis-jenis Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta.
• Jenis-jenis informasi yang wajib tersedia setiap saat.
• Jenis-jenis Informasi yang dikecualikan.
• Cara melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik.
2. Perlu ditegaskan bahwa klasifikasi tidak diperuntukkan menghambat pelayanan
informasi tetapi tetap harus mengacu pada kerangka untuk mewujudkan pelayanan
publik yang cepat, tepat dan sederhana. Sehingga klasifikasi tersebut tidak berlaku
pada informasi yang dikecualikan.

61
Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik

Bahan Bacaan 7.1

Klasifikasi Informasi

A. Klasifikasi Informasi yang Wajib disediakan dan Diumumkan


Menurut Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat
diklasifikasikan atas Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan (Bab IV). Lebih jauh Informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan terdiri dari;
A.1 Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Informasi ini oleh badan publik yang pelaksanaannya paling singkat 6 (bulan) sekali, yang
meliputi;
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang­undangan.
Dalam rangka menjalankan kewajiban memperluas informasi dilakukan dengan cara yang
mudah dijangkau oleh masyarakat dengan bahasa yang mudah dimengerti. Lebih lanjut Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada badan publik terkait bertanggung jawab
untuk menentukan medianya. Media yang dipergunakan untuk memperluas informasi ini
diserahkan pengelolaannya oleh badan publik yang bersangkutan. Contoh media yang bisa
dipergunakan misalnya banner, spanduk, billboard, poster, flyer, leaflet, media massa; majalah
berkala, koran, media mingguan, media elektronik; radio, tv lokal maupun nasional dan media
lainnya.
A.2 Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta
Kewajiban Badan Publik dalam mengumumkan secara sertamerta suatu informasi apabila
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi ini diantaranya
informasi bencana alam; kebakaran, banjir, tsunami, gempa bumi, angin topan, gunung meletus,
cuaca buruk, hama penyakit berbahaya, kecelakaan pesawat, kapal dan kendaraan lain dan
informasi bahaya perang dan informasi menyangkut dan mengancam hidup orang banya dan
ketertiban umum lainnya. Jika informasi tidak segera diinformasikan maka akan berpotensi besar
timbulnya korban nyawa masyarakat. Informasi inipun disampaikan dengan cara yang mudah
dijangkau masyarakat serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
A.3 Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Informasi yang termasuk klasifikasi ini adalah;
a. Daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk
informasi yang dikecualikan;
b. Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. Rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. Perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. Informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka
untuk umum;

62
g. Prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/
atau
h. Laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang­
Undang ini.
i. Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme
keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49,
dan Pasal 50 dalam Undang-undang No.14 Tahun 2008 dinyatakan sebagai Informasi Publik
yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik. Lebih lanjut lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh
Pengguna Informasi Publik diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

B. Jenis Informasi yang Wajib Disediakan oleh Badan Usaha, Partai Politik dan Organisasi Non
Pemerintah.
Setiap badan usaha, partai politik dan organisasi non pemerintah yang berkaitan dengan publik
mempunyai kewajiban untuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan publik.
B.1 Jenis Informasi yang Wajib Disediakan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dan/atau badan usaha lainnya.
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara menurut Undang-Undang No.14
Tahun 2008 adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu
pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab
sosial perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga
pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang­Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip­prinsip
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha
Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
B.2 Informasi Publik yang Wajib disediakan oleh Partai Politik
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik menurut Undang-­Undang No.14 Tahun
2008 adalah:

63
Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik

a. asas dan tujuan;


b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan
lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk
umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan partai politik.
B.3 Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah, informasi tersebut
menurut Undang-Undang 14 Tahun 2008 adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/
atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan­keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang­undangan.

C. Informasi yang Dikecualikan


Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk
mendapatkan Informasi Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui
adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana­rencana yang berhubungan dengan
pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya;
dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan
dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap

64
perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman
dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang
berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang
meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana
pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala
tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan
negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat
rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat
merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset
vital milik negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak,
tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/
atau
7. hal-­hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat
merugikan kepentingan hubungan luar negeri :
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam
hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan
internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat
pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;

65
Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik

2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasil­hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi
kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan
pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat­ surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut
sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang.

D. Tidak termasuk kategori informasi yang dikecualikan


(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang
tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan
lembaga penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang 14 Tahun
2008.
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h Undang-undang No.14 tahun 2008, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan­jabatan publik.
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/
atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang­
Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin
kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang
berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh
Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.
(6) Izin tertulis diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung,
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau
Ketua Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan
umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan.

66
Lampiran
Lembar Bantu Belajar dan Bahan Belajar

Klasifikasi informasi di badan publik negara

Tabel Klasifikasi Informasi

Nama Badan Publik: ...........................................


Frekuensi
Informasi yang Media yang Waktu Penyediaan
No Permohonan
disediakan dipergunakan informasi
Informasi

Tabel Perumusan Perrmasalahan


Permasalahan yang sering Berdasar Klasifikasi
No Alternatif penyelesaian
terjadi untuk Pemenuhan Informasi

67
Klasifikasi Informasi dan Uji Konsekuensi di Badan Publik

Lampiran
Lembar Bantu Belajar dan Bahan Belajar

Klasifikasi informasi di badan publik negara

Tabel Klasifikasi Informasi


Nama Badan Publik: ...........................................
Informasi yang ada Informasi yang Media yang Waktu Penyediaan
No Keterangan
dalam penguasaan biasa disediakan dipergunakan informasi

Tabel Perumusan Klasifikasi Informasi

Informasi yang ada dalam Klasifikasi Informasi*


No Keterangan
penguasaaan

*Diisi Berdasarkan klasifikasi


------------------------------------------
A.1 Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
A.2 Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta
A.3 Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
C. Informasi yang Dikecualikan

68
Sesi 8

Standar Pengelolaan
dan Pelayanan Informasi Publik

69
Sesi 8

Standar Pengelolaan
dan Pelayanan Informasi Publik
1. Peserta memahami standar pengelolaan dan pelayanan informasi publik
2. Peserta memahami tugas dan fungsi PPID
3. peserta memahami mekanisme pelaporan dan evaluasi pelayanan informasi

• Standar layanan informasi publik


• Tugas dan fungsi PPID
• mekanisme pelaporan dan evaluasi pelayanan informasi

Tugas kelompok

120 menit

1. Resume UU 14 dan Peraturan Komisi Informasi tentang standar prosedur


operasional pengelolaan dan pelayanan informasi oleh badan publik
2. Kumpulan kasus-kasus pengelolaan dan pelayanan informasi oleh badan publik.
3. Form-form laporan badan publik terkait pengelolaan dan pelayanan informasi

Pembukaan
1. Membuka dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Tugas kelompok 1
2. Mengingatkan peserta tentang materi-materi pada sesi Badan Publik dan Komisi
Informasi Pusat terkait dengan pengelolaan dan pelayanan informasi publik,
dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kunci seperti:

70
• Bagaimana badan publik melakukan mekanisme pelaporan dan evaluasi
pelayanan informasi.
• Apa saja yang harus dilakukan badan publik dalam mengelola dan memberikan
pelayanan informasi publik?
3. Membagikan metaplan kepada peserta dan meminta mereka untuk menuliskan
jawaban terhadap pertanyaan kunci itu.
4. Menyusun metaplan peserta dalam kelompok-kelompok kategori yang
mempunyai substansi sama. Penyusunan dilakukan secara bersama-sama dan
mengkonfirmasikan setiap metplan yang membutuhkan penjelasan dari penulisnya.
5. Memandu peserta untuk mendiskusikan hasil pengelompokkan metaplan standar
pengelolaan dan pelayanan informasi publik.

Tugas Kelompok 2
7. Membagi peserta dalam beberapa kelompok dengan tugas melakukan simulasi
menentukan posisi PPID dan melakukan simulasi (mekanisme) pelayanan informasi
8. Setiap kelompok diminta menyampaikan presentasi hasil kerja kelompoknya di
depan forum pleno.
9. Memandu peserta dari kelompok lain memberikan umpan balik terhadap hasil kerja
kelompok tersebut.

Penutup
6. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1.

71
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

FORM-FORM

72
73
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

74
75
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan bacaan 8.1

Penyusunan Standar Prosedur Operasional Pengelolaan


dan Pelayanan Informasi oleh Badan Publik

1. Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan Badan Publik wajib
membuat standar prosedur operasional Pengelolaan dan Pelayanan Informasi sebagai bagian
dari sistem informasi dan dokumentasi
2. Standar prosedur operasional sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut:
a. Kejelasan tentang orang yang ditunjuk sebagai PPID
b. Kejelasan tentang orang yang ditunjuk sebagai pejabat fungsional dan/atau Petugas
Informasi apabila diperlukan;
c. Kejelasan pendelegasian tugas, tanggung jawab, dan kewenangan PPID apabila dibutuhkan;
d. Kejelasan tentang atasan PPID yang bertanggung jawab atas keberatan yang diajukan oleh
pemohon informasi;
e. Kejelasan pendelegasian tanggung jawab atas keberatan dan/atau penyelesaian sengketa
informasi apabila dibutuhkan;
f. Standar pengelolaan dan pelayanan informasi serta tata cara pengelolaan keberatan di
lingkungan internal Badan Publik;
g. Tata cara pembuatan laporan tahunan tentang pengelolaan dan pelayanan informasi.
h. SPO juga harus memuat
i. Tata cara pengecualian informasi;
ii. Pengumuman informasi yang wajib diumumkan secara serta merta dalam hal terjadi
keadaan darurat.
3. Badan Publik dapat mengkonsultasikan rancangan standar prosedur operasional tersebut
kepada Komisi Informasi yang berwenang;
4. Komisi Informasi dapat memberikan masukan atau arahan yang bersifat umum atas rancangan
standar prosedur operasional tetapi masukan Komisi Informasi tidak dapat dijadikan dasar bagi
Badan Publik sebagai alasan pembenar dalam proses penyelesaian sengketa di Komisi Informasi;
serta tidak mengurangi independensi Komisi Informasi dalam memutus penyelesaian sengketa
informasi
5. Standar prosedur operasional yang memuat tata cara pengumuman informasi serta merta yang
wajib diumumkan dalam hal terjadi keadaan darurat, sekurang-kurangnya memuat:
a. Potensi bahaya dan/atau dampak yang dapat ditimbulkan;
b. Pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak baik masyarakat umum maupun pegawai
Badan Publik yang menerima izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik tersebut;
c. Prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi;
d. Tata cara pengumuman informasi apabila keadaan darurat terjadi;
e. Cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan;
f. Cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang. Misalnya nomor telepon pemadam
kebakaran, ambulans atau polisi atau pihak lain yang bertanggungjawab apabila keadaan
darurat terjadi;
g. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Publik dan/atau pihak-pihak yang berwenang dalam
menanggulangi bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan.

76
Bahan bacaan 8.1

Pelayanan Buruk, Kerap Langgar HAM

Awal tahun memang menjadi ”ritual” janji perbaikan internal lembaga. Tak terkecuali Mabes Polri.
Korps Bhayangkara itu pada awal 2009 menebar target memperbaiki pelayanan masyarakat Namun,
masih banyak anggota Polri yang tersangkut kasus pidana dan disiplin.
AWAL 2009 lalu, Polri mematok target perbaikan di empat program unggulan quick wins. Yakni,
transparansi penyidikan, pelayanan cepat dalam penanganan tindak pidana dan pelayanan
administrasi, serta transparansi rekrutmen anggota Polri. Bahkan, dalam transparansi penyidikan.
Polri mematok deadline. Untuk kasus mudah, penyidikan dipatok sampai 30 hari, kasus sedang 60
hari, dan kasus sulit 90 hari. Sedangkan untuk perkara sangat sulit ditarget rampung hingga 120
hari.
Begitu pula penanganan tindak pidana. Masyarakat yang melaporkan kasus bisa lerus mengikuti
perkembangan penanganan kasus tersebut via online alias lewat internet. Para pelapor nanti
mendapatkan semacam password untuk masuk ke jaringan internet atau media. Itu agar mereka
bisa langsung tahu sampai di mana proses penanganan kasus yang dilaporkan.
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sering menjadi sasaran pungli dan calo juga menjadi
sasaran reformasi. Mabes Polri mematok target pelayanan cepat tanpa biaya tambahan. Dalam dua
jam, pengajuan SIM langsung diproses. Lisensi mengemudi pun siap dikantongi.
Demikian pula halnya dengan rekrutmen polisi. Mabes Polri berkomitmen prosesnya bakal bersih
dan transparan. Lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Po) Bambang Hendarso Danuri itu
meminta agar masyarakat tak percaya terhadap oknum polisi atau calo yang menawarkan jasa
”jalan pintas”. Tapi, janji Polri itu tak semuanya ditepati. Malah, hasil survei integritas 2009 yang
dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Polri di posisi juru kunci. Nilai
pelayanan publik Polri cuma 5,71. Itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Pemprov Jatim di
urutan pertama dengan nilai 7,15.
Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan, buruknya pelayanan publik Polri tersebut justru terletak
di program unggulan mereka pada awal tahun. Yakni pembuatan dan perpanjangan SIM. Selain
itu, pelayanan teknis dan pengujian kalibrasi juga menjadi titik lemah Polri. ”Mereka masih harus
berbenah,” ujar Jasin. Catatan buruk Polri pun datang dari Komisi Nasional Hak Asai Manusia
(Komnas HAM). Komnas HAM menyatakan Polri paling dominan melanggar HAM. Banyak tindak
kekerasan dilakukan anggota Polri dengan dalih keamanan.
Antara lain, penembakan brutal di areal PTPN Vn Cinta Manis Kabupaten Ogan Hir (Ol). Sumsel.
Lalu, penangkapan nenek Minan yang dituduh mencuri tiga butir kakao di Banyumas; kasus Mamsih
dkk yang dituduh mencuri kapuk randu di Batang, Jateng; dan kasus Agus Tanjung yang dituduh
mencuri listrik karena men-cliarge ponsel di Jakarta. Kemudian, kasus Basar dan Cholil yang dituduh
mencuri semangka di Kediri. Jatim; serta kasus pencurian pisang oleh Mbah Klijo Sumarto di
Sleman.

Selain itu, disiplin anggota Polri juga masih rendah. Buktinya, jumlah anggota yang kena

 Sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10442955.html

77
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

pemberhentian ndak dengan hormat (PTDH) alias dipecat meningkat. Tahun ini, 279 anggota Polri
dipecat. Jumlah itu meningkat 27 personel jika dibandingkan dengan jumlah tahun lalu, 252.
Namun, Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak merespons dari sisi berbeda.
”Itu berarti kami telah lebih tegas dalam penegakan hukum. Buktinya, semakin banyak yang
diberhentikan.” katanya. Pelanggaran disiplin anggota Polri memang relatif membaik, (aga/rdl/oki)

78
Bahan bacaan 8.1

Pelayanan Buruk, Orangtua Pasien Lapor Polisi

LEMAH: Rin Debora (Kanan) terbaring lemah usai operasi di RS Elisabeth // dani/sumut pos

BINJAI- Tak terima dengan pelayanan buruk yang diberikan pihak Rumah Sakit terhadap anaknya,
orang tua Rin Debora (12), warga Jalan Jambi, Kecamatan Binjai Selatan, Senin (8/2) me-ngancam
mengadukan dr Hasahatan seorang tenaga medis di RS Arta Medica Kota Binjai dan rumah sakit
tersebut ke polisi.
Sadihman Gidion Siallagan orang tua pasien tersebut kepada wartawan Koran ini, Minggu (7/2)
mengatakan, laporan itu dilakukannya karena ketidak profesionalan pihak rumah sakit dan dokter
yang menangani anaknya. Sebab, gara-gara ketidak profesionalan itu pula saat ini perut anaknya
membusuk setelah dibedah di tempat itu.
Dijelaskannya, awalnya anaknya hanya mengalami sakit perut dan diperiksakan ke DR Djoelham
Binjai Jalan Sultan Hasanuddin, Kecamatan Binjai Kota, Senin (7/12) lalu. Setelah diperiksa oleh
tenaga medis di tempat itu, korban diduga mengalami usus buntu dan dirujuk ke bagian bedah yang
ditangani dr Hasahatn Simangunsong. “Saat itu Hasahatan menganjurkan agar anak kami dioperasi,”
ujar Sadihman.
Karena bius umum saat itu rusak, mereka kembali menjumpai dr Hasahatan. Kemudian Hasahatan
menyarankan agar membawa korban ke RS Artha Medica dengan membuat surat rujukan.
Sesampainya di RS Aretha Medica, mreka pun memilih paket III dengan bia-ya sekira Rp3.500.000.
“Kami langsung pilih paket III, sebab hanya perbedan kamar saja,” ucapnya. Setelah korban masuk
ke kamar yang sudah ditentukan, dr Hasahatan datang dan langsung melakukan operasi terhadap
korban tanpa membe-ritahu mereka lebih dulu.
“Operasi yang dilakukan dr Hasahatan terhadap anak kami tanpa sepengetahuan kami berdua,
anak saya langsung dibawa ke ruang bedah dan saat itu saya dipanggil ke ruangan bedah, di ruang

 Sumber: http://www.hariansumutpos.com/2010/02/pelayanan-buruk-orangtua-pasien-lapor-polisi.html

79
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

bedah saya melihat urat anak saya berwarna putih,” ungkapnya, saraya menambahkan, anaknya
dipindahkan dari ruangan operasi dengan kondisi sadar dan tanpa alat Bantu urin dan tinja
(keteter).
Keesokan harinya, kondisi anaknya tambah parah. Bahkan saat itu suhu badannya naik turun. “Dan
saya laporkan ke perawat, dan saat itu saya sempat mempertanyakan dr Hasahatan, tapi kata
perawt tersebut dr Hasahatan tidak masuk, disebabkan tidak ada jamnya, kemudian saya mencoba
menemuai dr Dedy selaku Dokter Umum, dengan dr Dedy anak kami diberikan obat demam,”
terangnya.
Khawatir anaknya tambah kritis, merekapun membawa korban ke RS Eli-sabet, Medan untuk
mendapatkan pe-layanan lebih baik. Sesampainya di RS Elisabet, korban langsung mendapat
perawatan intensif. “Di Artha Medica, perban anak saya tak pernah diganti, sesampainya di RS
Elisabet, perban itu dibuka dan langsung muncrat nanah, kata pihak Elesabet anak saya sudah me-
ngalami impeksi dan akhirnya anak saya dioperasi kembali, ” ucapnya.
Sementara itu, Dr Hasahatan saat dikonfirmasi melalui via selulernya kepada wartawan koran
ini membantah hal tersebut. Menurutnya, selama dalam penanganannya, Debora mendapatkan
pelayanan maksimal. (mag-4)

80
Bahan bacaan 8.4

Kasus Dana BOS Dilaporkan ke Komisi Informasi

”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data.”


VIVAnews - Koalisi Anti Korupsi Pendidikan akan melaporkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan
SMPN 28 Jakarta ke Komisi Informasi. Laporan ini dilakukan karena dua institusi itu menolak
memberikan informasi mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional
Pendidikan (BOP).
”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data dan informasi
publik yang diminta oleh pemohon informasi publik,” kata peneliti ICW, Febri Hendri, dalam
keterangannya, Selasa 30 Maret 2010.
Laporan ini akan disampaikan langsung KAKP di kantor Komisi Informasi pada hari ini pukul 13.00.
Selain melaporkan mengenai kasus itu, KAKP juga akan memberikan mobil balap F1 agar Komisi
Informasi dapat bekerja lebih cepat.
KAKP merupakan lembaga yang selama ini getol untuk membongkar kasus korupsi aliran dana
bantuan untuk sekolah. Salah satunya, mereka menduga terdapat tujuh SMP Negeri di Ibukota
Jakarta yang tidak menyalurkan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) sebagaimana mestinya ke tujuh Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM).



http://korupsi.vivanews.com/news/read/140153kasus_dana_bos_dilaporkan_ke_komisi_informasi

81
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan bacaan 8.4

Kasus Dana BOS Dilaporkan ke Komisi Informasi

”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data.”


VIVAnews - Koalisi Anti Korupsi Pendidikan akan melaporkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan
SMPN 28 Jakarta ke Komisi Informasi. Laporan ini dilakukan karena dua institusi itu menolak
memberikan informasi mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional
Pendidikan (BOP).
”Dinas Pendidikan dan sekolah merupakan badan publik yang wajib memberikan data dan informasi
publik yang diminta oleh pemohon informasi publik,” kata peneliti ICW, Febri Hendri, dalam
keterangannya, Selasa 30 Maret 2010.
Laporan ini akan disampaikan langsung KAKP di kantor Komisi Informasi pada hari ini pukul 13.00.
Selain melaporkan mengenai kasus itu, KAKP juga akan memberikan mobil balap F1 agar Komisi
Informasi dapat bekerja lebih cepat.
KAKP merupakan lembaga yang selama ini getol untuk membongkar kasus korupsi aliran dana
bantuan untuk sekolah. Salah satunya, mereka menduga terdapat tujuh SMP Negeri di Ibukota
Jakarta yang tidak menyalurkan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) sebagaimana mestinya ke tujuh Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM).



http://korupsi.vivanews.com/news/read/140153kasus_dana_bos_dilaporkan_ke_komisi_informasi

82
Bahan bacaan 8.5

Sistem Informasi Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

Upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara
lain melalui Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang
Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah
terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka diterbitkan Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Kemudian
dilanjutkan dengan Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pada perkembangan terakhir, pemerintah menerbitkan Undang-
Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Salah satu pesan dalam undang-undang
tersebut adalah betapa pentingnya pengelolaan pengaduan masyarakat.
Selama ini pengaduan masyarakat hanya diberi ”ruang” dalam bentuk kotak pengaduan atau
saran dan pesan singkat melalui SMS yang tidak diintegrasikan dalam sebuah mekanisme atau
pengelolaan pengaduan yang efektif dan transparan. Tanggap dan responsif terhadap pengaduan
yang masuk, merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan pengaduan. Kebutuhan
akan informasi/data yang berkaitan dengan pengaduan masyarakat tentang pelayanan di bidang
pertanahan dinilai sudah sangat mendesak, karena itu diperlukan sebuah sistem pengelolaan yang
dapat menampung informasi/data pengaduan dan terintegrasi dalam suatu sistem database.
Beberapa hal yang ingin dicapai dengan pelaksanakan sistem informasi pengelolaan pengaduan
masyarakat ini adalah :
1. Untuk membangun database pengaduan masyarakat
2. Untuk memastikan setiap pengaduan yang masuk telah mendapat penanganan yang baik
3. Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat
Didalam sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini juga terdapat aplikasi Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) yang penyusunannya sesuai dengan Pedoman Umum Penyusunan

83
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah (SK MenPAN No :KEP/25/
M.PAN/2004 Tanggal 24 Februari 2004).
Tujuan dari penyusunan indeks kepuasan masyarakat secara online ini adalah memberi gambaran
secara nyata, bagaimana kualitas pelayanan kita menurut persepsi masyarakat. Dengan demikian
secepat mungkin dapat dilakukan evaluasi dan pembinaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat

Definisi
Yang dimaksud dengan sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat adalah suatu sistem
yang dapat menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat serta memastikan
masyarakat mendapat informasi yang cukup mengenai tindak lanjut dari aduan yang telah
disampaikannya.

Prinsip dasar
Dalam pembangunan sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini menganut prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1. Mudah dijangkau, masyarakat dapat menyampaikan aduannya melalui media yang mudah
dijangkau,
2. Mudah dijalankan dan memiliki kepastian tentang siapa di antara staf yang bertanggungjawab
untuk setiap langkah dan prosedur pelaksanaannya,
3. Cepat, menjanjikan tindakan yang tepat dan cepat atas setiap masalah yang diidentifikasi dari
pengaduan (keluhan) yang masuk dengan ketentuan batas waktu penyelesaian,
4. Obyektif, Sedapat mungkin dalam penanganan pengaduan, ditangani secara obyektif yang
artinya pengaduan-pengaduan yang muncul harus selalu diuji kebenarannya melalui mekanisme
uji silang,
5. Menjaga kerahasiaan – Identitas yang melaporkan (pelapor) pengaduan harus dirahasiakan,
6. Transparan dan partisipatif, Sejauh mungkin masyarakat mendapat informasi dan dilibatkan
dalam proses penanganan pengaduan

Kategori Pengaduan
Untuk memudahkan dalam perencanaan berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan
publik dibidang pertanahan, pengaduan masyarakat dikelompokkan pada 14 unsur pelayanan
publik, yaitu :
1. Kemudahan prosedur pelayanan
2. Persyaratan-persyaratan
3. Kejelasan dan kepastian petugas yang melayani
4. Kedisiplinan petugas
5. Tanggungjawab petugas yang melayani
6. Kemampuan petugas yang melayani
7. Kecepatan pelayanan
8. Rasa keadilan dalam mendapatkan pelayanan
9. Keramahan dan kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan
10. Kewajaran biaya untuk mendapatkan pelayanan

84
11. Kesesuaian biaya yang yang dibayarkan dengan biaya yang ditetapkan
12. Ketepatan pelaksanaan dengan jadwal waktu pelayanan
13. Kenyamanan ruang pelayanan dan keamanan

Hasil yang diharapkan


Dengan adanya sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat ini diharapkan :
1 Untuk masyarakat :
a. Masyarakat dapat mengadukan secara langsung permasalahan utamanya yang berkaitan
dengan pelayanan pertanahan
b. Masyarakat dapat mengetahui perkembangan penanganan atas pengaduannya
c. Masyarakat dapat memberi tanggapan atas penanganan pengaduannya
2. Untuk Kantor Pertanahan
a. Memiliki database pengaduan
b. Memastikan semua pengaduan yang masuk sudah ditangani dengan baik
c. Evaluasi atas unsur-unsur pelayanan dengan berdasarkan kategori pengaduan yang masuk
3. Untuk Kantor Wilayah BPN/Pusat
a. Memiliki database pengaduan
b. Monitoring semua pengaduan yang masuk sudah ditangani dengan baik
c. Evaluasi kemampuan kantor pertanahan/unit kerja dalam menangani pengaduan

Indeks Kepuasan Masyarakat


Untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, perlu dilakukan
penilaian atas pendapat masyarakat terhadap pelayanan, melalui penyusunan indeks kepuasan
masyarakat. Penyusunan indeks kepuasan masyarakat didapat melalui survey indeks kepuasan
masyarakat sebagaimana diatur dalam SK MenPAN No :KEP/25/M.PAN/2004 Tanggal 24 Februari
2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah.
Dalam sistem informasi pengelolaan pengaduan masyarakat, aplikasi survey indeks kepuasan
masyarakat secara online sudah bisa dilakukan. Tujuannya adalah : diketahui kelemahan atau
kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan pertanahan;
1. Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan
secara periodik;
2. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan;
3. Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan
pelayanan;
4. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan dalam upaya peningkatan
kinerja pelayanan;
5. Dapat menganalisa profile responden atas penilaiannya pada unit pelayanan
6. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan

85
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan bacaan 8.6

Standar pelayanan informasi

Standar pelayanan informasi adalah kriteria minimal yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan
pelayanan informasi. Prinsip standar pelayanan :
• Kejelasan
• Kepastian dan tepat waktu
• Akurasi
• Tidak diskriminatif
• Bertanggung jawab
• Kelengkapan sarana dan prasarana
• Kemudahan akses
• Kejujuran
• Kecermatan
• Kedisiplinan, kesopanan dan keramahtamahan
• Keamanan dan kenyamanan

86
Bahan bacaan 8.7

Sistim Pelayanan Informasi Terpadu

Pemerintah Daerah adalah aktor dalam penyediaan layanan publik bagi masyarakat di daerah.
Peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik merupakan tuntutan dari semakin besarnya
kewenangan dan desentralisasi fiskal dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Birokrasi
dan kerangka kelembagaan adalah hal yang menantang bagi upaya pemberian dan pelayanan publik
yang baik ditingkat kabupaten/kota. Keterbatasan kelembagaan menjadi maslalah klasik yang sukar
diatasi. Ditingkat yang lebih umum, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya juga merupakan
masalah latin yang menyebabkan pelayanan publik dilakukan tidak efisien.
Melalui metode Gap analysis dapat digunakan untuk mengetahui pemerintah daerah antara lain
dalam pemberian pelayanan publik. Menurut hasil survai yang dilakukan UGM pada tahun 2002,
secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan publik setelah diberlakukannya otonomi
daerah namun, dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak
diskriminatif) masih
jauh dari yang diharapkan. Selain itu, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara
lain (Mohamad, 2003):
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada
tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi.
Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat
atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat
atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat,
sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang
berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara
satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan
melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan
yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf
pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak
kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka
menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya,
berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
6. Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat
pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar eluhan/saran/aspirasi dari masyarakat.
Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke
waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.



Makalah lepas Budi Rahardjo (pakboed@gmail.com) - PATTIRO

87
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama sistem pelayanan publik adalah terletak
pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan pelayanan yang diberikan pehuh dengan birokrasi yang
berbelit-belit serta tidak terkoordinasi. Terdapat beberapa kelemahan mendasar pelayan publik
oleh pemerintah antara lain (Suprijadi, 2004):
1. Kesulitan pengukuran output maupun kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
2. Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line”. Bottom line mengandung maksud bahwa
seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.
3. Organisasi pelayanan publik oleh pemerintah cenderung mengadapi permasalahan
internalities. Hal ini beberbeda dengan permasalahan yang mendera organisasi yang bergerak
dengan mekanisme pasar yang cenderung mengalami permasalahan eksternalities. Internalities.
Mengandung arti bahwa organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan
kepentingan para birokrat terhadap kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayani.
4. Sebab lain yang mendasari kelemahan pelayanan publik adalah karena sebagian besar
peleyanan yang diperikan oleh pemerintah bersifat monopoli yang tidak menghadapi
permasalahan persaingan pasar.

88
Bahan bacaan 8.8_SPO

Standar Prosedur Operasional Tata Cara Pengecualian Informasi

Tata cara pengecualian informasi sekurang-kurangnya memuat:


1. Tata cara pengecualian informasi di internal badan publik;
2. Alasan pengecualian informasi yang secara jelas dan tegas mengecualikan informasi
berdasarkan Pasal 17 UU KIP;
3. Klasifikasi informasi yang dikecualikan serta perlakuan terhadap masingmasing klasifikasi
informasi yang dikecualikan;
4. Tata cara permintaan izin kepada pihak yang memiliki informasi terkait dengan akta otentik,
kemauan terakhir, atau wasiat seseorang dan informasi yang menyangkut rahasia pribadi;
5. Tata cara membuka informasi yang dikecualikan dalam rangka proses penegakan hukum;

89
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan bacaan 6.1

PPID

Definisi PPID dijelaskan dalam pasal 1 UU 14,


Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disebut PPID adalah pejabat yang
bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan
informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID sebagaimana
dimaksud pada Peraturan ini.
PPID diangkat oleh Badan publik baik pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang
membantu PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya sesuai dengan
kebutuhan.
Penjelasan:
Pada Badan Publik yang memiliki banyak unit kerja atau satuan kerja dengan berbagai kantor
yang berbeda-beda, kebutuhan untuk memiliki petugas informasi di setiap kantor untuk
membantu PPID mengelola dan melayani akses informasi sangat mungkin diperlukan. Berbeda
dengan Badan Publik seperti organisasi nonpemerintah yang mungkin PPID dapat sekaligus
melaksanakan fungsi sebagai petugas informasi. Selain petugas informasi, tenaga lainnya
seperti arsiparis dan tenaga IT juga mungkin diperlukan untuk membantu PPID memastikan
akses informasi publik yang baik.
Sesuai dengan kebutuhannya, Badan Publik dapat pula memutuskan untuk mendelegasikan
kewenangan PPID kepada pejabat fungsional di sebuah unit/satuan kerja untuk menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya sebagai PPID. Kewenangan yang didelegasikan dapat bersifat
menyeluruh (yaitu seluruh kewenangan pengelolaan dan pelayanan termasuk kewenangan
melakukan uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik di sebuah unit/satuan kerja) atau kewenangan yang bersifat terbatas (misal
kewenangan yang hanya menyangkut pengelolaan dan pelayanan informasi di satu unit/satuan
kerja tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi).

Tentang pertanggungjawaban
PPID bertanggung jawab kepada atasan PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan
wewenangnya.

Tugas dan Tanggungjawab PPID diatur dalam pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 16, pasal 17
dan 22 yaitu;
a. PPID bertugas dan bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi yang
meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi.
b. Dalam rangka penyimpanan dan pendokumentasian informasi publik, PPID bertugas dan
bertanggungjawab mengumpulkan seluruh informasi secara fisik dari setiap unit/satuan
c. PPID bertugas dan bertanggungjawab menyimpan dan mendokumentasikan seluruh informasi
yang berada di badan publik.
d. PPID melakukan pendataan informasi yang dikuasai oleh setiap unit/satuan kerja di Badan
Publik dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi setelah dimutakhirkan oleh

90
pimpinan setiap unit/satuan kerja sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan.
e. Penyimpanan informasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang
kearsipan.
f. PPID bertugas dan bertanggung jawab menyediakan seluruh informasi di bawah penguasaan
Badan Publik yang dapat diakses oleh publik;
g. PPID menyediakan informasi melalui pengumuman dan/atau permintaan.
h. Mengkoordinasikan pemberian informasi dengan petugas informasi di berbagai unit pelayanan
informasi untuk memenuhi permintaan informasi;
i. Melakukan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik sebelum mengecualikan informasi dan/
atau membuka informasi yang dikecualikan:
1. Menyertakan alasan pengecualian secara jelas, tegas, dan tertulis;
2. Menghitamkan atau mengaburkan informasi yang dikecualikan beserta alasannya;
j. Melayani, meneruskan, dan memastikan pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur
penyelesaian keberatan;
k. Mengembangkan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka
peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi;
l. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah wewenang dan
koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau memutakhirkan daftar informasi secara
berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
m. Mengkoordinasikan setiap unit/satuan kerja di badan publik dalam melaksanakan pengelolaan
dan pelayanan informasi publik;
n. Memutuskan suatu informasi dapat diakses publik atau tidak;
o. Menolak permintaan informasi secara tertulis apabila informasi yang dimohon termasuk
informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak
dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut.
p. Dalam hal menentukan informasi yang dikecualikan, PPID wajib melakukan uji konsekuensi dan
uji kepentingan
q. Dalam hal kewajiban mengumumkan informasi, PPID bertugas dan bertanggung jawab:
1. Mengumumkan informasi secara berkala melalui media yang secara efektif dapat
menjangkau seluruh pemangku kepentingan;
2. Menyampaikan informasi dalam bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dan
mempertimbangkan penggunaan bahasa lokal yang dipakai oleh penduduk setempat.
PPID bertanggungjawab terhadap penyimpanan dan pendokumentasian seluruh informasi
dari setiap unit/satuan kerja yang telah diserahkan kepadanya dan memastikan pimpinan
setiap unit/satuan kerja untuk menyimpan secara fisik seluruh informasi yang berada di bawah
penguasaannya.
o. PPID wajib membuat dan mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor
Badan Publik serta media lain yang dimiliki oleh Badan Publik; PPID wajib membuat dan
mengumumkan informasi pada Papan Pengumuman di setiap kantor Badan Publik serta media
lain yang dimiliki oleh Badan Publik;
p. PPID wajib meletakkan Papan Pengumuman di dalam kantor Badan Publik yang memudahkan

91
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

publik untuk membaca informasi yang terdapat di dalamnya;


q. Dalam hal Badan Publik memiliki situs resmi, PPID wajib memasukkan informasi yang
diumumkan di dalam situs resmi dengan cara yang mudah bagi masyarakat untuk
menemukannya;
r. Peletakan informasi di situs resmi Badan Publik tidak mengurangi kewajiban Badan Publik untuk
meletakan informasi di Papan Pengumuman ;,
s. PPID wajib menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dipahami dalam
mengumumkan informasi serta dapat mempertimbangkan menggunakan bahasa yang
digunakan penduduk setempat;
t. PPID menentukan format pengumuman informasi yang memudahkan bagi mereka yang
memiliki kemampuan yang berbeda untuk memahami informasi tersebut sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh Badan Publik.

92
Bahan bacaan 8.10

Ilustrasi
PPID dalam sebuah Badan Publik

Dalam pelaksanaannya kebutuhan Badan Publik akan posisi PPID akan sangat berbeda-beda. Di
bawah ini terdapat tiga ilustrasi pilihan akan posisi PPID serta Pejabat Fungsional dalam suatu
Badan Publik. Sebagai catatan, ilustrasi tersebut masih dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan Badan Publik. Dalam ilustrasi ini akan dijelaskan tentang keberadaan PPID Pusat dan
kemungkinan adanya PPID Cabang/Pembantu yang akan menjalankan tugas, tanggungjawab, dan
kewenangan
PPID Pusat yang telah dilimpahkan kepada PPID Cabang/Pembantu. Beberapa hal yang harus
dipahami terkait dengan tugas, tanggungjawab, dan kewenangan PPID dalam Peraturan ini adalah:
1. bahwa atribusi tanggungjawab pengelolaan dan pelayanan informasi oleh UU KIP diberikan
kepada satu orang PPID di setiap Badan Publik. Dapat digunakan istilah PPID pusat sebagai PPID
yang diberi atribusi kewenangan pengelolaan dan pelayanan oleh UU KIP ini.
2. bahwa pada prinsipnya kewenangan atribusi yang dimiliki oleh PPID Pusat dapat didelegasikan
kepada pejabat lain di dalam sebuah satuan kerja apabila kebutuhan Badan Publik menghendaki
hal tersebut.
3. bahwa dalam hal Badan Publik memutuskan bahwa kewenangan PPID pusat harus didelegasikan
kepada pejabat lain (dapat disebut PPID cabang atau pembantu), maka kewenangan tersebut
dapat bersifat menyeluruh mupun bersifat sebagian, misal kewenangan dalam hal melakukan
uji konsekuensi dan uji kepentingan publik dalam hal menetapkan suatu informasi terbuka atau
dikecualikan tetap dipegang oleh PPID Pusat.
4. bahwa selain PPID cabang/pembantu, maka PPID (baik PPID utama, cabang, atau pembantu)
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dapat pula dibantu oleh pejabat fungsional
seperti arsiparis dan IT serta petugas teknis seperti petugas informasi yang secara langsung
melayani akses informasi publik.

Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini diberikan ilustrasi untuk Badan Publik yang memiliki banyak
unit/satuan kerja dan Badan Publik yang tidak memiliki banyak unit/satuan kerja.

I. Badan Publik yang banyak memiliki unit/satuan kerja


Bagi Badan Publik yang memiliki banyak unit/satuan kerja, maka di bawah ini terdapat dua ilustrasi
akan posisi dan tugas PPID Utama serta PPID cabang/pembantu. Ilustrasi ini tidak bersifat mengikat
dan dapat dikembangkan lebih jauh sesuai dengan kebutuhan Badan Publik yang bersangkutan.
A. PPID Pusat mendelegasikan seluruh kewenangannya kepada PPID Cabang/ Pembantu.
Dalam skema ini, Badan Publik mendelegasikan seluruh kewenangan PPID Pusat kepada pejabat
tertentu di masing-masing unit/satuan kerja. Dalam hal demikian maka Atasan PPID pusat harus
pula mendelegasikan kewenangannya sebagai atasan PPID kepada pimpinan masing-masing unit
kerja yang membawahi PPID cabang/pembantu.
Dengan pelimpahan kewenangan ini, maka PPID cabang/pembantu bertanggungjawab penuh

93
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

atas pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerjanya dan atasan PPID cabang/pembantu
(pimpinan unit/satuan kerja) bertanggungjawab untuk memutuskan keberatan dari pemohon
informasi serta menjadi wakil Badan Publik apabila terdapat sengketa terkait akses informasi di
unit kerjanya yang harus diselesaikan di penyelesai sengketa eksternal, yaitu KI atau Pengadilan.
Selain itu, PPID Pusat bertanggungjawab untuk:
1. membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi di Badan Publik yang berlaku
untuk seluruh unit kerja termasuk pembuatan SPO yang diperintahkan oleh Peraturan KI
Pusat;
2. melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerja nya;
3. mengkoordinasikan pemenuhan akses informasi publik yang menyangkut antar unit kerja
(permintaan informasi masuk ke unit kerja yang berbeda dengan unit kerja yang mengelola
atau menguasai informasi yang dicari pemohon);
4. mengkoordinasikan pengumuman informasi apabila hanya terdapat satu website untuk
Badan Publik yang menaungi seluruh unit kerja;
5. mengkoordinasikan pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi seluruh
unit kerja sebagai laporan Badan Publik.
Dalam ilustrasi ini, maka masing-masing PPID (utama/cabang/pembantu) di tiap unit kerja dapat
mengangkat petugas informasi atau pejabat fungsional lainnya untuk membantu pelaksanaan
tugas dan tanggungjawabnya.

A. PPID Pusat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada PPID Cabang/ Pembantu.


Dalam ilustrasi ini, pada prinsipnya sama dengan skema pada ilustrasi di poin A di atas, hanya
saja kewenangan yang dilimpahkan tidak termasuk kewenangan melakukan uji konsekuensi dan
uji kepentingan untuk mengecuaikan suatu informasi. Dengan demikian maka konsekeunsi yang
timbul dari skema ini adalah:
1. PPID Pusat tetap memutus penolakan informasi terkait informasi yang diminta adalah
informasi yang dikecualikan. Dengan kata lain informasi yang tdiak termasuk dalam
kelompok informasi yang tersedia setiap (atau informasi lain yang sudah dikelompokkan
oleh peraturan internal Badan Publik sebagai informasi yang dapat diakses publik), maka
permintaan informasi yang diterima oleh PPID cabang/pembantu harus diteruskan kepada
PPID Pusat.
2. Atasan PPID cabang/pembantu hanya mewakili Badan Publik apabila terkait alaan sengketa
yang bersifat administratif tidak terkait alasan penolakan pemberian informasi karena suatu
informasi adalah informasi yang dikecualikan).
3. Atasan PPID Pusat mewakili Badan Publik untuk sengketa informasi yang terkait dengan
penolakan informasi karena dikelompokkan sebagai informasi yang dikecualikan.
Selain itu, PPID Pusat tetap bertanggungjawab untuk:
1. membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi di Badan Publik yang berlaku
untuk seluruh unit kerja termasuk pembuatan SPO yang diperintahkan oleh Peraturuan KI
Pusat;
2. melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi di unit kerja nya;
3. mengkoordinasikan pemenuhan akses informasi publik yang menyangkut antar unit kerja
(permintaan informasi masuk ke unit kerja yang berbeda dengan unit kerja yang mengelola
atau menguasai informasi yang dicari pemohon);

94
4. mengkoordinasikan pengumuman informasi apabila hanya terdapat satu website untuk
Badan Publik yang menaungi seluruh unit kerja;
5. mengkoordinasikan pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi seluruh
unit kerja sebagai laporan Badan Publik.

I. Badan Publik yang tidak banyak memiliki unit kerja (dalam contoh yang sederhana adalah LSM)
Dalam hal badan publik adalah badan publik kecil yang tidak memiliki banyak unit kerja, atau
bahkan hanya terdapat satu atau dua unit kerja, maka PPID dapat sekaligus menjadi petugas
informasi yang melakukan pelayanan permintaan informasi. Dengan demikian, secara otomatis,
tugas, tanggungjawab, dan kewenangan utama pengelolaan dan pelayanan informasi dipegang oleh
satu orang, yaitu PPID yang sekaligus bertindak sebagai petugas informasi yang secara langsung
melayani permohonan informasi.

95
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan Bacaan 8.11

Gambar PPID Pusat

MENTERI

SEKJEN
PPID Utama

DIRJEN DIRJEN DIRJEN DIRJEN


(PPID Pembantu) (PPID Pembantu) (PPID Pembantu) (PPID Pembantu)

Unit Kerja Unit Kerja Unit Kerja Unit Kerja


PPID Pembantu PPID Pembantu PPID Pembantu PPID Pembantu

Skema PPID
 PPID Utama bertugas melaksanakan pengelolaan dan pelayanan informasi,
 PPID Utama mendelegasikan sebagian kewenangan pengelolaan dan pelayanan informasi kepada PPID
Pembantu.
 Membuat kebijakan pengelolaan dan pelayanan informasi publik yang berlaku di badan publik

96
Bahan Bacaan 8.12

Strategi Implementasi UU KIP:


Mendesain Kelembagaan

97
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

Bahan bacaan 11.1

Laporan Tahunan Pelaksanaan Pengelolaan Pelayanan


Informasi & Evaluasi

Badan Publik diwajibkan untuk membuat laporan tahunan pelaksanaan pengelolaan dan Pelayanan
Informasi kepada Komisi Informasi. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Informasi
tentang Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi.

Penyusunan laporan tahunan ini dimaksudkan untuk :


1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas badan publik, khususnya dalam pemberian layanan
informasi.
2. Sebagai sarana mengukur kinerja badan publik, khusunya dalam memberikan layanan informasi.
3. Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik dimaksud atau Komisi Informasi untuk
mengidentifikasi kekurangan atau hambatan badan publik dalam memberikan layanan
informasi, sehingga upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan.
4. Sebagai sarana untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat akan hak atas informasi, sehingga
hal ini dapat digunakan sebagai dasar guna meningkatkan demand masyarakat terhadap
informasi guna menciptakan dan meningkatkan masyarakat yang informatif.

Ketentuan tentang Kewajiban menyusun laporan layanan informasi dan menyampaikannya


kepada Komisi Informasi yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi ini meliputi :
1. Penyusunan laporan layanan informasi wajib dilakukan badan publik untuk kemudian
disampaikan kepada Komisi Informasi.
2. Penyusunan laporan oleh badan publik ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dan
transparansi pelaksanaan layanan informasi kepada publik. Dengan adanya laporan ini, maka
dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan badan publik dalam melakukan layanan
informasi, sehingga kemudian dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan layanan informasi,
bersama badan publik, Komisi Informasi, dan masyarakat.
3. Badan publik wajib menyampaikan laporan layanan informasi publik kepada Komisi Informasi
sesuai tingkat kewenanganya.
4. Badan publik di tingkat pusat wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada
Komisi Informasi Pusat. Badan publik di tingkat propinsi wajib menyampaikan laporan layanan
informasinya kepada Komisi Informasi Propinsi.
5. Badan publik di tingkat pusat Kabupaten/Kota menyampaikan laporan layanan informasinya
kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. (Pasal 36, Brief Paper, 24 Februari 2010)
6. Badan publik wajib menyampaikan salinan laporan layanan informasi kepada Komisi
Informasi Pusat. Badan publik, selain dibebani kewajiban menyampaikan laporan layanan
informasi kepada Komisi Informasi sesuai dengan tingkat kewenangannya, juga dibebani
untuk menyampaikan salinan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Bahkan
dalam hal Komisi Informasi tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota belum terbentuk,
maka laporan layanan informasi oleh badan publik disampaikan langsung kepada Komisi
Informasi Pusat. Kewajiban ini dibebankan sebagai wujud pertanggungjawaban bersama
badan publik dan Komisi Informasi Pusat dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan

98
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik kepada masyarakat yang disampaikan melalui
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
7. Berdasarkan laporan dari badan publik, Komisi Informasi wajib menyusun laporan
kinerja dan pelaksanaan layanan informasi dalam rangka pelaksanaan UU KIP dan
mempertanggungjawabkannya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penyusunan laporan pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi yang didasarkan pada
laporan layanan informasi oleh badan publik wajib dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan
tanggungjawab pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Informasi kepada masyarakat melalui
pertanggungjawaban kepada Presiden dan DPR. Dengan adanya laporan ini, selain merupakan
bentuk tanggungjawab pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi, juga dimaksudkan untuk
mengetahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan UU KIP, sehingga kemudian
dapat dilakukan berbagai upaya strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU KIP.

Materi laporan layanan informasi


1. Jumlah permintaan informasi
Jumlah permintaan informasi dapat digunakan sebagai alat ukur, terdapat tiga hal : pertama,
mengetahui demand masyarakat terhadap informasi. Kedua,mengetahui berbagai informasi
yang diminta oleh masyarakat, sehingga kemudian badan publik yang bersangkutan dapat lebih
responsif terhadap informasi yang seringkali diminta oleh masyarakat. Ketiga, mengetahui
sejauhmana proaktifitas badan publik dalam mensosialisasikan berbagai informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
2. Waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi
Materi ini dapat menjadi tolok ukur resposifitas badan publik dalam melakukan layanan
informasi yang sesuai dengan prinsip cepat, tepat waktu, dan cara sederhana dalam perolehan
informasi oleh masyarakat. Selain sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja badan publik
dalam melakukan layanan informasi, materi ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk
dilakukannya upaya-upaya perbaikan layanan informasi, khususnya pada kecepatan pelayanan,
ketepatan pelayanan, dan kesederhanaan pelayanan perolehan informasi bagi masyarakat.
3. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi
Materi ini dapat digunakan untuk mengukur demand masyarakat atas hak informasi mereka.
Selain itu, dapat diketahui jumlah permintaan informasi yang dikabulkan ataupun ditolak oleh
badan publik.
4. Alasan penolakan informasi
Materi ini dapat digunakan untuk mengukur apakah penolakan permohonan informasi yang
dilakukan oleh badan publik sesuai dengan pertimbangan yang benar dan tepat, baik dari sisi
hukum, maupun uji konsekuensi dan uji kepentingan yang lebih besar

Standar laporan layanan informasi


1. Laporan layanan informasi dibuat dalam dua format, yaitu laporan secara umum yang
merupakan gambaran umum mengenai pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi, dan
laporan rinci mengenai rincian penjelasan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi.
2. Gambaran umum standar kebijakan layanan informasi masing-masing badan publik. Dengan
uraian standar kebijakan layanan informasi badan publik, maka dapat diketahui apakah
kebijakan tersebut telah sesuai dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Sehingga apabila
belum sesuai, maka dapat dilakukan upaya-upaya penyesuan dengan standar layanan
sebagaimana diatur dalam UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Namun apabila telah sesuai

99
Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik

dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan
hambatan dalam pelaksanaan kebijakan layanan informasi pada badan publik bersangkutan.
3. Gambaran umum pelaksanaan layanan informasi masing-masing badan publik. Dalam bagian ini
digambarkan secara umum mengenai pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dengan
gambaran umum ini, secara sederhana dapat diketahui pelaksanaan layanan informasi oleh
badan publik. Dalam gambaran umum ini setidaknya dijelaskan mengenai:
a. Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi yang dimiliki beserta kondisinya;
b. Sumber daya manusia yang menangani pengelolaan dan pelayanan informasi beserta
kualifikasinya;
c. Anggaran pengelolaan dan pelayanan informasi serta laporan penggunaannya.
4. Rincian materi laporan layanan informasi masing-masing badan publik.
Bagian ini merupakan uraian rinci pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik.
Rincian materi meliputi:
a. jumlah permintaan informasi;
b. waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi:
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi;
d. alasan penolakan informasi;
e. rincian mengenai penyelesaian sengketa informasi oleh badan publik:
1. Jumlah keberatan yang diterima;
2. Tanggapan atas keberatan yang diberikan dan pelaksanaannya;
3. Jumlah permintaan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi yang berwenang;
4. Hasil mediasi atau keputusan adjudikasi Komisi Informasi yang berwenang dan
pelaksanaanya;
5. Jumlah gugatan yang diajukan ke pengadilan;
6. Hasil putusan pengadilan dan pelaksanaannya.
5. Kendala internal dan eksternal yang dialami badan publik dalam memberikan layanan
informasi. Dalam bagian ini, badan publik menyampaikan berbagai hambatan internal
dan eksternal yang dialami dalam memberikan layanan informasi.
6. Rekomendasi badan publik dalam rangka peningkatan pengelolaan dan pelayanan
informasi.
7. Badan publik dapat menyusun rekomendasi yang didasarkan pada laporan kinerja
layanan informasi guna meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi

Evaluasi
1. Kewenangan evaluasi
Komisi Informasi yang berwenang wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan
pelayanan informasi dari laporan yang telah disampaikan oleh Badan Publik.
2. Jangka waktu evaluasi
Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dilaksanakan oleh Komisi Informasi dalam waktu satu bulan
sejak laporan pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan badan publik kepada Komisi
Informasi.
3. Hasil evaluasi
Komisi Informasi menyampaikan hasil evaluasi pengelolaan dan pelayanan informasi kepada
badan publik untuk ditindak lanjuti oleh badan publik.

100
Bahan bacaan 6.3

P e ja b a t P e n g e lo la In fo rm a si d a n D o ku m e n ta si?
P eja b at P en ge lo la Inform a si da n D o ku m e n ta si ya ng
sela n jutnya dise bu t P P ID a da la h p ejab at yan g
be rtan gg u ng jaw a b d i b id an g pe nyim p an an ,

B a d a n P u b lik d a n P P ID pe n do ku m en ta sian , p en yed ia an , d an /a ta u pe la yan an


in fo rm asi di B a da n P ub lik d an be rta n gg un gja w a b
la ng sun g ke p ad a a ta sa n P P ID

A ta sa n P P ID ? (p a sa l 1 ) P P ID b e rta n g g u n g ja w a b ke p a d a ?
Atasan PPID a d a la h p im p in a n a ta u ke tu a  D a la m m e la ksa n a ka n tu g a s, ta n g g u n g
a ta u ke p a la B a d a n P u b lik te rtin g g i d a n /a ta u ja w a b , d a n w e w e n a n g n ya , P P ID
ya n g b e rw e n a n g se rta b e rta n g g u n g ja w a b b e rta n g g u n g ja w a b ke p a d a a ta sa n P P ID
a ta s ke p u tu sa n -ke p u tu sa n B a d a n P u b lik.

A p a d a n sia p a P P ID A lu r P P ID
 P P ID b e rtu g a s d a n b e rta n g g u n g ja w a b m e la ku ka n p e la ya n a n in fo rm a si
ya n g m e lip u ti p ro se s p e n yim p a n a n , p e n d o ku m e n ta sia n, p e n ye d ia a n d a n
P im pinan P e n e ta p a n
p e la ya n a n in fo rm a si. (Tim P ertim -
 D a la m m e la ksa n a kan tu g a s d a n ta n g g u n g ja w a b n ya , P P ID b e rw e n a n g : B adan P ublik b ang an?)

 M e n g ko o rd in a sikan se tia p u n it/sa tu a n ke rja d i b a d a n p u b lik d a la m • Melakukan uji


P P ID
m e la ksa n a ka n p e la ya n a n in fo rm a si p u b lik; List inf. Yg
dikecualikan k epala konsekuensi
• Menyusun kebijakan pe-
 M e m u tu ska n su a tu in fo rm a si d a p a t d ia kse s p u b lik a ta u tid a k; ngelolaan informasi BP
 M e n o la k p e rm o h o n a n in fo rm a si se ca ra te rtu lis a p a b ila in fo rm a si ya n g P im p in a n • Bertanggung jawab atas
d im o h o n te rm a su k in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n/ra h asia d e n g a n S a tu a n K e rja
kinerja pelayanan infor-
masi di lingkungan BP
d ise rta i a la sa n se rta p e m b e rita h u a n te n ta n g h a k d a n ta ta ca ra b a g i
p e m o h o n u n tu k m e n g a ju ka n ke b e ra ta n a ta s p e n o la ka n te rse b u t. P P ID • Bertanggung jawab atas
 M e n u g a ska n p e ja b a t fu n g sio n a l d a n /a ta u p e tu g a s in fo rm a si d i b a w a h p e la ksa n a pelayanan informasi di
List inf. Yg lingkungan Satker
w e w e n a n g d a n ko o rd in a sin ya u n tu k m e m b u a t, m e m e lih a ra , d a n /a ta u dikecualikan
m e m u ta kh irka n d a fta r in fo rm a si se ca ra b e rka la se ku ra n g -ku ra n g n ya
sa tu ka li d a la m se b u la n d a la m h a l B a d a n P u b lik m e m iliki p e ja b a t P im pinan U nit
fu n g sio n a l d a n /a ta u p e tu g a s in fo rm a si; P elayanan

P P ID • Bertanggung jawab atas


p e la ksa n a pelayanan informasi di
lingkungan Unit Layanan

101
B a g a im a n a m e la ku ka n u ji K o n se ku e n si? B a g a im a n a m e la ku ka n u ji K o n se ku e n si?
 P P ID m e la ku ka n pengujian konsekuensi ber-dasarkan alasan pada  P P ID m e la ku ka n pengujian konsekuensi ber-dasarkan alasan pada
Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik se b e lu m Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik se b e lu m
m e n ya -ta ka n su a tu in fo rm a si se b a g a i in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n . m e n ya -ta ka n su a tu in fo rm a si se b a g a i in fo rm a si ya n g d ike cu a lika n .
 P P ID ya n g m e la ku ka n p e n g u jia n ko n se ku e n si b e rd a sa rka n a la sa n p a d a
P a sa l 1 7 h u ru f j U n d a n g -U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik w a jib Hasil pengujian konsekuensi sebelum adanya permo-honan wajib
menyebutkan ketentuan yang secara jelas dan tegas p a d a u n d a n g - dimasukkan dalam daftar informasi yang ditetapkan oleh PPID atas
u n d a n g ya n g d ia cu ya n g m e n ya ta ka n su a tu in fo rm a si w a jib persetujuan atasan PPID. Dalam hal pengujian konsekuensi dilakukan
d ira h a sia kan . karena ada-nya permohonan, dan oleh karenanya perlu dihitamkan
atau dikaburkan tidak memerlukan persetujuan atasan PPID.
 P P ID ya n g m e la ku ka n p e n g u jia n ko n se ku e n si b e rd a sa rka n a la sa n p a d a
P a sa l 1 7 h u ru f j U n d a n g -U n d a n g K e te rb u ka a n In fo rm a si P u b lik w a jib
menyebutkan ketentuan yang secara jelas dan tegas p a d a u n d a n g -
u n d a n g ya n g d ia cu ya n g m e n ya ta ka n su a tu in fo rm a si w a jib
d ira h a sia kan .

T a ta ca ra p e n g e cu a lia n in fo rm a si Y a n g p e rlu d isia p ka n se b a g a i B a d a n P u b lik?


Content.
 A pakah seluruh jajaran sudah m engetahui U U K IP ?
 A pakah sudah dilakukan pngklasifikasian inform asi?
PENGECUALIAN
PENGECUALIAN
 A pakah sudah dilakukan uji konsekuensi untuk inform asi yang dikecualikan?
 In
Info
form
rmaasisi ya
yanngg ddimimoohhoonn::
……… …… …… …… …… …… …… …… …… …
 A pakah sudah diterbitkan S K untuk penetapan inform asi yang dikecualikan hasil uji
……… …… …… …… …… …… …… …… …… … konsekuensi?
……… …… …… …… …… …… …… …… …… …
 AAla
lasa
sann ppeennoola
laka
kann (ko
(konnseseku kueennsi)
si)
oo PPaasasall 1177 (a
(a-i)
-i) UUUU KKIPIP
Suprastruktur
Inform
Inform asi
asi …
…… …… …… …… …… …… …… …… … ....  A pakah sudah ada regulasi pendukung untuk tata cara penyediaan inform asi publik
dik
dikecualik
ecualikan?
an? …
…… …… …… …… …… …… …… …… … .... di lingkungan P em da?
oo UUnnddaanngg-u-unnda
danngg lalain
in (j)
(j)
YY …
…… …… …… …… …… …… …… …… … ....
 A pakah sudah ada struktur pengelola la nyanan infrom asi?

…… …… …… …… …… …… …… …… … ....

KKonsek
onsekuensi
uensi
Infrastruktur
apa
apa yang
yang akakan
an  A pakah sudah teridentifikasi ketersediaan dan kebutuhan infrastruktur pendukung?
ditim
ditim bulk
bulkan?
an?  A pakah sudah tersedia rencana pem enuhan infrastruktur pendukung?
 A pakah sudah dilakukan pem enuhan kebutuhan infrastruktur pe
 ndukung?

Mekanisme Layanan
 A pakah sudah tersedia rencana tindak pelaksanaan U U K IP di lingkungan P em da?
 A pakah sudah tersedia S O P untuk pelayanan inform asi di sem ua unit kerja?
 A pakah sudah tersedia S O P sistem m onitoring dan pelaporan pelayanan inform asi?

Y a n g p e rlu d isia p ka n se b a g a i B a d a n P u b lik?


H a k d a n K e w a jib a n M a sya ra ka t
Aspek Peraturan Keputusan Gub/Bupati/walikota H ak P ublik (pasal 4) K ew ajiban P ublik (pasal 5)
Kepala Daerah
Content • F o kus p ad a ling kup info rm a si ya ng
dike cualika n
• D a fta r do kue m e n da n isi ya ng
dike cualika n be rd asa rka n hasil uji  M e m p e ro le h in fo rm a si:  M e n ggu n a ka n in fo rm a si
ko nsekuensi d an ting kat ke ra hasiaa n  M e lih a t & m e n g e ta h u i se su a i d e n ga n
in fo rm a si;
Supra-struktur • P em ba gian urusa n da n
ke w enanga n dia nta ra p e nge lo la
• S O P pe nga m b ilan kep utusa n b erd a sa rka n
pe m b a gia n urusa n da n ke w e na nga n  M e n g h a d iri p e rte m u a n
ke te n tu a n p e ra tu ra n
info rm asi d i ling kung a n P em da
• B ata san w aktu d alam p e nga m b ilan
dia ntara pe ng elola inform asi
b a d a n p u b lik ya n g sifa tn ya p e ru n d a n g-u n d a n ga n ;
ke putusan te rb u ka ;  M e n ca n tu m ka n su m b e r
 M e n d a p a t sa lin a n in fo rm a si;
 M e n ye b a rlu a ska n in fo rm a si
d a rim a n a m e m p e ro le h
• P enetap an infra struktur da sa r • S O P pe m anfa a ta n infrastruktur
Infra-struktur
m inim um d alam p enge lo la an  M e n g a ju ka n p e rm in ta a n in fo rm a si p u b lik.
info rm asi in fo rm a si .
Mekanisme • Ta hap a n d an aloka si w aktu • S O P pe nyed ia an inform asi  M e n g a ju ka n g u g a ta n ke
Layanan p e n g a d ila n jika m e m p e ro le h
Lain-lain • Im p lika si te rhad ap re g ula si la in • M a sa b erlaku h a m b a ta n d a la m m e m p e ro le h
da n m asa be rlaku
in fo rm a si.

102
B a d a n P u b lik w a jib :
H a k d a n K e w a jib a n B a d a n P u b lik • m enyediak an, m em berik an dan/atau m enerbitk an Inform asi P ublik
yang berada di baw ah k ew enangann ya k epada P em ohon
H ak B adan P ublik (pasal 6) K ew ajiban B adan P ublik (pasal 7) Inform asi P ublik , selain inform asi yang dik ecualik an sesuai dengan
k etentuan.
 M enyediak an, m em berik an, dan/atau
 M e n o la k m e m b e rika n in fo rm a si m enerbitk an/m engum um k an inform asi publik • m enyediak an Inform asi P ublik yang ak urat, benar, dan tidak
ya n g d ike cu a lika n se su a i d e n g a n yang berada di baw ah k ew enangann ya ; m enyesatk an.
ke te n tu a n p e ra tu ra n p e ru n d a n g -  M enyediak an inform asi yang ak urat, benar, • U ntuk m elak sanak an k ew ajiban sebagaim ana dim ak sud pada ayat
dan tidak m enyesatk an; (2), B adan P ublik harus m em bangun dan m engem bangk an sistem
u n d a n g a n ; (p e n o la ka n a ta s d a sa r  M enunjuk P ejabat P engelola Inform asi dan
su b sta n si) D ok um entasi (P P ID ) dalam rangk a pelayanan
inform asi dan dok um entasi untuk m engelola Inform asi P ublik
 M e n o la k m e m b e rika n in fo rm a si inform asi publik ; secara baik dan efisien sehingga dapat diak ses dengan m udah.
a p a b ila tid a k se su a i d e n g a n  M enunjuk pejabat fungsional dan/atau • m em buat pertim bangan secara tertulis setiap k ebijak an yang
ke te n tu a n p e ra tu ra n p e ru n d a n g -
petugas inform asi yang ak an m em bantu diam bil untuk m em enuhi hak setiap O rang atas Inform asi P ublik .
pelak sanaan tugas P P ID .
u n d a n g a n ; (p e n o la ka n a ta s d a sa r  M em bangun dan m engem bangk an sistem • P ertim bangan sebagaim ana dim ak sud pada ayat (4) antara lain
p ro se d u ra l) inform asi dan dok um entasi untuk m engelola m em uat pertim bangan politik , ek onom i, sosial, buda ya, dan/atau
inform asi publik secara baik dan efisien pertahanan dan k eam anan negara.
 M e n g e cu a lika n in fo rm a si p u b lik sehingga dapat diak ses dengan m udah;
u n tu k d ia kse s se ca ra ke ta t d a n  M em buat pertim bangan tertulis dari setiap
• D alam rangk a m em enuhi k ew ajiban sebagaim ana dim ak sud pada
ayat (1) sam pai dengan ayat (4) B adan P ublik dapat
te rb a ta s b e rd a sa rka n p rin sip k ebijak an yang diam bil dalam rangk a
pelayanan inform asi publik ; m em anfaatkan sarana dan/atau m edia elek tronik dan
consequential harm test, d a n  M elapork an pelak sanaan U U K IP setiap nonelek tronik .
balancing public interest test tahunnya (P asal 11 (1) h danP asal 12).

K e w a jib a n b a d a n p u b lik
• m enyediakan, m em berikan dan/atau
m enerbitkan Inform asi P ublik yang berada di
baw ah kew enangannya kepada P em ohon Suprastruktur
Inform asi P ublik, selain inform asi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
• m enyediakan Inform asi P ublik yang akurat, Pem da
benar, dan tidak m enyesatkan.
• U ntuk m elaksanakan kew ajiban sebagaim ana • Melakukan uji konsekuensi
dim aksud pada ayat (2), B adan P ublik harus P P ID • Bertanggung jawab atas
m em bangun dan m engem bangkan sistem
inform asi dan dokum entasi untuk m engelola
Inform asi P ublik secara baik dan efisien
pelayanan informasi di
lingkungan pemda T h a n k Yo u . S e e Yo u N e xt W e e k.
sehingga dapat diakses dengan m udah.
S a tke r
• m em buat pertim bangan secara tertulis setiap
kebijakan yang diam bil untuk m em enuhi hak
setiap O rang atas Inform asi P ublik.
• P ertim bangan sebagaim ana dim aksud pada P P ID p • Bertanggung jawab atas
pelayanan informasi di
ayat (4) antara lain m em uat pertim bangan lingkungan SKPD
politik, ekonom i, sosial, budaya, dan/atau
pertahanan dan keam anan negara.
• D alam rangka m em enuhi kew ajiban U nit P elayanan
sebagaim ana dim aksud pada ayat (1) sam pai dan w ilayah
dengan ayat (4) B adan P ublik dapat
m em anfaatkan sarana dan/atau m edia
elektronik dan nonelektronik. • Bertanggung jawab atas
P P ID c pelayanan informasi di
lingkungan Unit Layanan

103
104
Sesi 9

Penanganan Sengketa Informasi Publik

105
Sesi 9

Penanganan Sengketa Informasi Publik


Peserta mengetahui pengertian, obyek-obyek sengketa informasi publik, dan
mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik.

1. Pengertian sengketa informasi publik.


2. Obyek sengketa informasi.
3. Mekanisme penyelesaian sengketa informasi di setiap tahapan dan alur proses
didalamnya.
4. Konsekuensi disiplin pegawai, konsekuensi hukum, dan tata cara pembayaran ganti
rugi oleh Badan Publik negara.

• Pemutaran video kasus.


• Curah pendapat.
• Presentasi.
• Permainan kartu.
• Simulasi peran.

180 menit

1. Bahan presentasi tentang sengketa informasi publik


2. Hand out bagan alur penyelesaian sengketa informasi publik menurut UU No. 14.

106
Pembukaan
1. Menyampaikan tujuan dan kegiatan belajar sesi secara singkat dan jelas.

Pemutaran video kasus


2. Memberikan pengantar singkat dan disusul dengan pemutaran video kasus.
3. Memandu peserta untuk memahami dan menangkap pesan dari video kasus
tentang pengertian sengketa, keterbukaan informasi publik, dan hak publik untuk
mendapatkan informasi yang handal dan akurat.

Curah pendapat
4. Memandu peserta dengan pertanyaan kunci “Apa saja yang dapat menimbulkan
sengketa informasi publik?”.
5. Membagikan kartu metaplan kepada setiap peserta, untuk disi dengan jawaban
mereka.
6. Mengelompokkan Kartu-kartu.
7. Mendorong peserta untuk memahami setiap alasan sebagai obyek sengketa
informasi publik.

Presentasi
8. Memandu presentasi narasumber tentang: “Seluk beluk penyelesaian sengketa
informasi publik (menurut UU, teori, dan pengalaman -baik lokal maupun
internasional)”.
9. Memandu sesi tanya-jawab.

Permainan kartu
10. Memberikan penjelasan aturan main dari permainan kartu.

Simulasi peran
11. Membagi peserta dalam empat kelompok dengan penugasannya.
12. Memandu penyampaian pleno hasil kerja masing-masing kelompok, dengan
mendorong forum memberikan umpan balik dengan pertanyaan: apakah tahapan
proses telah tepat? Apakah pelaku dimasing-masing tahap sudah benar? Apakah
hasil dan waktu dari masing-masing tahap juga telah sesuai?
13. Membagikan Bagan Alur dan memberi kesempatan kepada tiap kelompok untuk
mengidentifikasi kekeliruan dan memperbaikinya.

Penutupan
14. Ditutup dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

1. Di langkah 8, pada presentasi, menjadi tekanan materi adalah penyelesaian sengketa


secara internal badan publik. Penyelesaian sengketa diluar badan publik disampaikan
sebagai pengetahuan.
2. Materi-materi yang ada didalam presentasi narasumber tersebut adalah:
• Pengertian-pengertian sengketa informasi publik.
• Sebab-sebab munculnya sengketa informasi publik.
• Cara-cara penyelesaian sengketa informasi publik.
• Konsekuensi hukum, konsekuensi disiplin pegawai, dan tata cara pembayaran
ganti rugi.

107
Penanganan Sengketa Informasi Publik

3. Pokok-pokok pikiran ini akan ditempelkan bersama plano definisi sengketa


dan plano kerangka alasan-alasan terjadinya sengketa. Pokok-pokok pikiran
ini juga dapat dianggap sebagai resume proses dialog. Plano Resume ini, dan
plano lainnya, akan menjadi bahan rujukan bagi fasilitator dan peserta dalam
membangun proses dan pemahaman bersama.
4. Permainan kartu proses berisi pilihan-pilihan bagan alur proses penyelesaian
sengketa sejak dari tahap keberatan hingga mahkamah agung dan pembayaran
ganti rugi, beserta aktor atau lembaga yang terlibat dan output yang dihasilkan di
setiap proses. Termasuk didalamnya sanksi dan pembebanan pidana.

108
M ek anism e m em peroleh inform asi

P e n ye le sa ia n se n g ke ta
Maksimal 10 hari kerja + perpanjangan 7 hari kerja

Pemberitahuan tertulis -
O bjek S engk eta (pasal 35) Tahapan S engk eta
Pemberian informasi

 P e n o la ka n p e rm in ta a n in fo rm a si  Ta h a p ke b e ra ta n d i in te rn a l
 Info rm a si b erad a d ib aw ah
pe ng ua saa n nya /tida k
d e n g a n a la sa n p e n g e cu a lia n; b a d a n p u b lik
 M e m b eritahu ke be ra da an info  Tid a k d ise d ia ka n n ya in fo rm a si  Ta h a p K o m isi In fo rm a si
ya ng d im inta jika d i B ad an P ublik b e rka la ;  Ta h a p P e ra d ila n
la in d an tida k be ra da di b aw ah
pe ng ua saa n nya ;  Tid a k d ita n g g a p in ya p e rm in ta a n
 M e ne rim a/m enola k p erm inta a n jika in fo rm a si;
diterim a (seb ag ia n/seluru hny a )
dica ntum ka n inform a si yang
 P e rm in ta a n in fo rm a si tid a k
Memberi:
 Ta nda b ukti
Mencatat:
 N am a dim inta; d ita n g g a p i se b a g a im a n a d im in ta ;
p ene rim a an  A la m a t  M e ng hita m ka n/m e ng a b urka n  Tid a k d ip e n u h in ya p e rm in ta a n
do kum en yang m enga nd u ng
p erm inta an  S ub yek
info rm asi ya ng dikecua likan in fo rm a si;
 Nom or  F o rm a t
p end a fta ran  C a ra  A la t pe nya m p aia n da n fo rm a t  P e n g e n a a n b ia ya p e ro le h a n ya n g
p enya m p aian info rm asi; tid a k w a ja r; d a n /a ta u
info rm asi ya ng  B ia ya da n ca ra pe m ba ya ran;
d im inta  P em be rita hua n pe rp anjang a n  P e n ya m p a ia n in fo rm a si ya n g
w a ktu da n ala sannya jika m e le b ih i w a ktu ya n g d ia tu r d a la m
pe m b e ria n inform asi tida k d a pa t
dila kuka n da la m 10 ha ri.
U U K IP.

P S I di internal badan publik P S I di K om isi Inform asi


3 : Jika pengajuan sengketa puas atas 4 : Jika penyelesaian sengketa m elalui
putusan P P ID , sengketa selesai m ediasi tidak dihasilkan kesepakatan,
K om isi m elanjutkan proses penyelesaian
sengketa m elalui adjudikasi

1 : P engajuan sengketa
ke K om isi selam bat-
lam batnya 14 hari kerja
sejak diterim anya
1 : K eberatan diajukan keputusan/tanggapan
kepada atasan P P ID tertulis dari atasan
P P ID 2 : D alam waktu 14 hari sejak perm ohonan
sengketa diterim a, kom isi harus m enyelesaikan
2 : A tasan P P ID harus m em berikan sengketa m elalui m ediasi dan atau adjudikasi.
keputusan/tanggapan atas pengajuan P roses ini harus diselesaikan paling lam bat 100
keberatan tersebut paling lam bat 30 hari sejak hari.
diterim a keberatan secara tertulis

5 : Jika
5 : P engajuan
pem ohon
sengketa ke K om isi 4 : Jika pengaju inform asi puas
Inform asi selam bat- sengketa tidak puas dengan proses
lam batnya dilakukan atas putusan atasan adjudikasi,
14 hari kerja P P ID , sengketa 3 : Jika sengketa sengketa
diterim anya dapat dilanjutkan dapat diselesaikan selesai
keputusan/tanggapan m elalui K om isi tahap m ediasi,
tertulis dari P P ID Inform asi kesepakatan tersebut
ditetapkan oleh
K om isi. K eputusan 6 : Jika pem ohon inform asi puas dengan putusan
K om isi bersifat final kom isi inform asi, m aka dapat m engajukan gugatan
dan m engikat ke pengadilan dalam 14 hari sejak diterim a putusan
kom isi dan m enyatakan tertulis tidak m enerim a
putusan kom isi inform asi

P S I di P engadilan
2 : P engajuan gugatan
dilakukan ke P engadilan T ata
U saha N egara apabila tergugat
adalah badan publik negara

1 : G ugatan tertulis 3 : P enggugat


hasil adjudikasi kom isi m enerim a putusan
inform asi diajukan pengadilan
selam bat-lam batnya 14
hari sejak diterim a
putusan kom isi 2 : P engajuan gugatan
dilakukan ke P engadilan N egeri
apabila tergugat adalah selain
badan publik negara

5 : P engajuan kasasi
dilakukan 4 : Jika tidak m enerim a putusan pengadilan,
selam batnya 14 hari pengguggat m engajukan kasasi ke M ahkam ah
sejak m enerim a A gung
putusan pengadilan
negri atau pengadulan
tata usaha negara

109
Penanganan Sengketa Informasi Publik

Bahan bacaan 9.3

Panduan permainan kartu

Aturan pertama Setiap kelompok diberi satu set kartu tahapan penyelesaian sengketa
informasi publik. Satu set kartu itu terdiri dari 3 kelompok kartu; kartu
proses, kartu pelaku, kartu waktu, dan kartu hasil.
• Kartu proses Pengajuan keberatan, permohonan penyelesaian sengketa, pengajuan
gugatan, pengajuan kasasi, penyelesaian sengketa komisi informasi,
mediasi, ajudikasi, pemeriksaan, pembuktian, gugatan pengadilan, kasasi,
• Kartu pelaku Atasan PPID, PPID, pemohon, Komisi Informasi, pimpinan badan publik,
pejabat terkait yang ditunjuk, hakim PTUN, hakim MA
• Kartu waktu 14 hari, 100 hari, 30 hari
• Kartu hasil Putusan, tanggapan atas keberatan,
Aturan kedua Hasil penyusunan setiap kelompok akan dicocokkan dengan tahapan
penyelesaian sengketa informasi publik menurut UU.

Bahan bacaan 9.4

Format Tabel Tindak Lanjut

Kegitan apa yang akan Hasil apa yang Siapa saja yang Kapan
dilakukan diharapkan terlibat

110
Rencana Tindak Lanjut Pelatihan
Sesi 10

Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik


111
Sesi 10

Rencana Tindak Lanjut Pelatihan


Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik
Peserta dapat membuat rencana tindak lanjut yang akan dijalankan setelah pelatihan.

Rencana tindak lanjut penyiapan badan publik untuk melaksanakan UU KIP.

Diskusi kelompok.

120 menit

Tabel Tindak Lanjut.

Pembukaan
1. Membuka sesi ini dan menyampaikan tujuan sesi secara singkat dan jelas.

Diskusi kelompok
2. Meninjau secara ringkas seluruh materi yang telah dilalui.
3. Membagi peserta dalam beberapa kelompok.
4. Meminta setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan kunci; “Apa saja yang
harus dilakukan badan publik untuk melaksanakan UU KIP?.”

112
5. Membagikan kertas plano, dan format tabel kepada setiap kelompok.
6. Menjelaskan kolom-kolom yang perlu diisi dengan merujuk pada tabel, yang ditulis di
kertas plano.
7. Memandu setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil jawaban masing-masing.
Membangun kesepakatan bersama terhadap hasil-hasil setiap kelompok.
8. Mendorong peserta untuk memikirkan bagaimana agar rencana yang disepakati
itu dapat terlaksana, misalnya dengan pertanyaan; Bagaimana caranya agar alumni
pelatihan dapat optimal dalam menjalankan keterbukaan informasi publik?
9. Membangun kesepakatan untuk cara-cara yang diidentifikasi bersama dalam
menjawab pertanyaan itu.

Penutup
10. Menutup sesi dengan meninjau proses dan hasil-hasil yang diperoleh.

113
Rencana Tindak Lanjut
Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik

Bahan Modul 10

Format Tabel Tindak Lanjut.

Kegitan apa yang akan Hasil apa yang Siapa saja yang Jangka Waktu
dilakukan diharapkan terlibat

114
Bahan bacaan 11.1

Laporan Tahunan Pelaksanaan Pengelolaan Pelayanan


Informasi & Evaluasi

Badan Publik diwajibkan untuk membuat laporan tahunan pelaksanaan pengelolaan dan Pelayanan
Informasi kepada Komisi Informasi. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Informasi
tentang Standar Pengelolaan dan Pelayanan Informasi.
Penyusunan laporan tahunan ini dimaksudkan untuk :
1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas badan publik, khususnya dalam pemberian layanan
informasi.
2. Sebagai sarana mengukur kinerja badan publik, khusunya dalam memberikan layanan informasi.
3. Sebagai bahan evaluasi bagi badan publik dimaksud atau Komisi Informasi untuk
mengidentifikasi kekurangan atau hambatan badan publik dalam memberikan layanan
informasi, sehingga upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan.
4. Sebagai sarana untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat akan hak atas informasi, sehingga
hal ini dapat digunakan sebagai dasar guna meningkatkan demand masyarakat terhadap
informasi guna menciptakan dan meningkatkan masyarakat yang informatif.

Ketentuan tentang Kewajiban menyusun laporan layanan informasi dan menyampaikannya kepada
Komisi Informasi yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi ini meliputi :
1. Penyusunan laporan layanan informasi wajib dilakukan badan publik untuk kemudian
disampaikan kepada Komisi Informasi.
2. Penyusunan laporan oleh badan publik ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dan
transparansi pelaksanaan layanan informasi kepada publik. Dengan adanya laporan ini, maka
dapat diketahui berbagai kekurangan dan hambatan badan publik dalam melakukan layanan
informasi, sehingga kemudian dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan layanan informasi,
bersama badan publik, Komisi Informasi, dan masyarakat.
3. Badan publik wajib menyampaikan laporan layanan informasi publik kepada Komisi Informasi
sesuai tingkat kewenanganya.
4. Badan publik di tingkat pusat wajib menyampaikan laporan layanan informasinya kepada
Komisi Informasi Pusat. Badan publik di tingkat propinsi wajib menyampaikan laporan layanan
informasinya kepada Komisi Informasi Propinsi.
5. Badan publik di tingkat pusat Kabupaten/Kota menyampaikan laporan layanan informasinya
kepada Komisi Informasi Kabupaten/Kota. (Pasal 36, Brief Paper, 24 Februari 2010)
6. Badan publik wajib menyampaikan salinan laporan layanan informasi kepada Komisi
Informasi Pusat. Badan publik, selain dibebani kewajiban menyampaikan laporan layanan
informasi kepada Komisi Informasi sesuai dengan tingkat kewenangannya, juga dibebani
untuk menyampaikan salinan layanan informasi kepada Komisi Informasi Pusat. Bahkan
dalam hal Komisi Informasi tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota belum terbentuk,
maka laporan layanan informasi oleh badan publik disampaikan langsung kepada Komisi
Informasi Pusat. Kewajiban ini dibebankan sebagai wujud pertanggungjawaban bersama
badan publik dan Komisi Informasi Pusat dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik kepada masyarakat yang disampaikan melalui
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

115
Rencana Tindak Lanjut
Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik

7. Berdasarkan laporan dari badan publik, Komisi Informasi wajib menyusun laporan
kinerja dan pelaksanaan layanan informasi dalam rangka pelaksanaan UU KIP dan
mempertanggungjawabkannya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penyusunan laporan pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi yang didasarkan pada
laporan layanan informasi oleh badan publik wajib dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan
tanggungjawab pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Informasi kepada masyarakat melalui
pertanggungjawaban kepada Presiden dan DPR. Dengan adanya laporan ini, selain merupakan
bentuk tanggungjawab pelaksanaan UU KIP oleh Komisi Informasi, juga dimaksudkan untuk
mengetahui berbagai kekurangan dan hambatan dalam pelaksanaan UU KIP, sehingga kemudian
dapat dilakukan berbagai upaya strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU KIP.

Materi laporan layanan informasi


1. Jumlah permintaan informasi
Jumlah permintaan informasi dapat digunakan sebagai alat ukur, terdapat tiga hal : pertama,
mengetahui demand masyarakat terhadap informasi. Kedua,mengetahui berbagai informasi
yang diminta oleh masyarakat, sehingga kemudian badan publik yang bersangkutan dapat lebih
responsif terhadap informasi yang seringkali diminta oleh masyarakat. Ketiga, mengetahui
sejauhmana proaktifitas badan publik dalam mensosialisasikan berbagai informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
2. Waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi
Materi ini dapat menjadi tolok ukur resposifitas badan publik dalam melakukan layanan
informasi yang sesuai dengan prinsip cepat, tepat waktu, dan cara sederhana dalam perolehan
informasi oleh masyarakat. Selain sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja badan publik
dalam melakukan layanan informasi, materi ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk
dilakukannya upaya-upaya perbaikan layanan informasi, khususnya pada kecepatan pelayanan,
ketepatan pelayanan, dan kesederhanaan pelayanan perolehan informasi bagi masyarakat.
3. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi
Materi ini dapat digunakan untuk mengukur demand masyarakat atas hak informasi mereka.
Selain itu, dapat diketahui jumlah permintaan informasi yang dikabulkan ataupun ditolak oleh
badan publik.
4. Alasan penolakan informasi
Materi ini dapat digunakan untuk mengukur apakah penolakan permohonan informasi yang
dilakukan oleh badan publik sesuai dengan pertimbangan yang benar dan tepat, baik dari sisi
hukum, maupun uji konsekuensi dan uji kepentingan yang lebih besar

Standar laporan layanan informasi


1. Laporan layanan informasi dibuat dalam dua format, yaitu laporan secara umum yang
merupakan gambaran umum mengenai pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi, dan
laporan rinci mengenai rincian penjelasan pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi.
2. Gambaran umum standar kebijakan layanan informasi masing-masing badan publik. Dengan
uraian standar kebijakan layanan informasi badan publik, maka dapat diketahui apakah
kebijakan tersebut telah sesuai dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Sehingga apabila
belum sesuai, maka dapat dilakukan upaya-upaya penyesuan dengan standar layanan
sebagaimana diatur dalam UU KIP dan Juknis Komisi Informasi. Namun apabila telah sesuai
dengan UU KIP dan Juknis Komisi Informasi, maka dapat diketahui berbagai kekurangan dan
hambatan dalam pelaksanaan kebijakan layanan informasi pada badan publik bersangkutan.
3. Gambaran umum pelaksanaan layanan informasi masing-masing badan publik. Dalam bagian ini

116
digambarkan secara umum mengenai pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik. Dengan
gambaran umum ini, secara sederhana dapat diketahui pelaksanaan layanan informasi oleh
badan publik. Dalam gambaran umum ini setidaknya dijelaskan mengenai:
a. Sarana dan prasarana pengelolaan dan pelayanan informasi yang dimiliki beserta kondisinya;
b. Sumber daya manusia yang menangani pengelolaan dan pelayanan informasi beserta
kualifikasinya;
c. Anggaran pengelolaan dan pelayanan informasi serta laporan penggunaannya.
4. Rincian materi laporan layanan informasi masing-masing badan publik.
Bagian ini merupakan uraian rinci pelaksanaan layanan informasi oleh badan publik.
Rincian materi meliputi:
a. jumlah permintaan informasi;
b. waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi:
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi;
d. alasan penolakan informasi;
e. rincian mengenai penyelesaian sengketa informasi oleh badan publik:
1. Jumlah keberatan yang diterima;
2. Tanggapan atas keberatan yang diberikan dan pelaksanaannya;
3. Jumlah permintaan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi yang berwenang;
4. Hasil mediasi atau keputusan adjudikasi Komisi Informasi yang berwenang dan
pelaksanaanya;
5. Jumlah gugatan yang diajukan ke pengadilan;
6. Hasil putusan pengadilan dan pelaksanaannya.
5. Kendala internal dan eksternal yang dialami badan publik dalam memberikan layanan
informasi. Dalam bagian ini, badan publik menyampaikan berbagai hambatan internal
dan eksternal yang dialami dalam memberikan layanan informasi.
6. Rekomendasi badan publik dalam rangka peningkatan pengelolaan dan pelayanan
informasi.
7. Badan publik dapat menyusun rekomendasi yang didasarkan pada laporan kinerja
layanan informasi guna meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi

Evaluasi
1. Kewenangan evaluasi
Komisi Informasi yang berwenang wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan
pelayanan informasi dari laporan yang telah disampaikan oleh Badan Publik.
2. Jangka waktu evaluasi
Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dilaksanakan oleh Komisi Informasi dalam waktu satu bulan
sejak laporan pengelolaan dan pelayanan informasi disampaikan badan publik kepada Komisi
Informasi.
3. Hasil evaluasi
Komisi Informasi menyampaikan hasil evaluasi pengelolaan dan pelayanan informasi kepada
badan publik untuk ditindak lanjuti oleh badan publik.

117
Rencana Tindak Lanjut
Pelatihan Keterbukaan Informasi bagi Badan Publik

Bahan Bacaan 11.2

Mengukur Kinerja Pelayanan Informasi Publik secara Transparan, Partisi-


patif dan Akuntabel

Untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas Badan Publik dalam memberikan


layanan informasi, maka perlu dilakukan penilaiaan kinerja secara internal oleh Badan
Publik yang bersangkutan. Penilaian kinerja ini merupakan sarana untuk mengukur
keberhasilan Badan Publik dalam memberikan layanan, sekaligus untuk mengetahui as-
pirasi dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi yang diberikan oleh
Badan Publik. Pengukuran kinerja ini juga dimaksudkan sebagai cara untuk mengiden-
tifikasi kekurangan dan hambatan Badan Publik dalam memberikan layanan informasi,
sehingga dapat dijadikan sebagai alat evaluasi bagi perbaikan kualitas layanan secara
terus menerus.

Indikator dalam Mengukur Kinerja Badan Publik

1. Indikator Penyediaan Informasi


1.a. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Berkala
1.b. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Setiap Saat Harus Ada
1.c. Tingkat ketersediaan Jenis Informasi yang Serta Merta
1.d. Adanya Daftar Informasi yang Dikecualikan
2. Indikator Pelayanan Permintaan Informasi
2.a. Adanya Penjelasan/Pengumuman Prosedur Permintaan Informasi pada BP bersangkutan
2.b. Adanya petugas khusus yang menerima dan mencatat permintaan informasi
2.c. Adanya alat bantu terhadap peminta informasi yang cacat/difabel & membutuhkan ban-
tuan
2.c. Sikap petugas pelayanan permintaan informasi (ramah, rapi, jujur, cekatan, dsb)
2.d. Adanya Form yang harus diisi oleh Peminta Informasi dan Petugas Informasi
2.e. Adanya pemberitahuan tertulis sebagai jawaban terhadap permintaan informasi
2.f. Respon/Jawaban Badan Publik terhadap permintaan informasi
2.g. Biaya yang diperlukan untuk menjawab permintaan informasi tersebut
2.h. Kesesuaian antara jawaban dengan permintaan informasi yang diajukan
2.i. Adanya Alasan (secara tertulis) terhadap Penolakan Permintaan Informasi
2.j. Jumlah Permintaan Informasi yang diterima dalam jangka waktu tertentu
2.k. Lama waktu rata-rata yang diperlukan untuk melayani setiap permintaan informasi
2.l. Jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi dalam jangka waktu tertentu

118
119

Anda mungkin juga menyukai