Anda di halaman 1dari 51

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... .iii

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG......................................................................................... 1

RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 5

TUJUAN PENELITIAN....................................................................................... 6

MANFAAT PENELITIAN.................................................................................. 6

PENELITIAN TERKAIT..................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 11

KERANGKA KONSEP........................................................................................ 42

HIPOTESIS........................................................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN

DESAIN PENELITIAN......................................................................................... 44

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN.......................................................... 44

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN............................................................... 45

1
VARIABEL PENELITIAN.................................................................................. 45

DEFINISI OPERASIONALINSTRUMEN PENELITIAN................................. 46

INSTRUMEN PENELITIAN.............................................................................. 47

CARA PENGUMPULAN DATA............................................................... ........ 48

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS........................................................... 49

PENGOLAHAN DAN METODE ANALISIS DATA....................................... 51

ETIK PENELITIAN............................................................................................. 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN..........................................................................................

PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

SARAN

KEKUATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

2
BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia


seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang
dilakukan sedini mungkin sejak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu
yang dilakukan sebelum dan semasa hamil sampai melahirkan ditujukan untuk
menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir dengan selamat (intact survival).
Upaya kesehatan yang dilakukan sejak masih dalam kandungan sampai lima tahun
pertama kehidupanya,ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
sekaligus menigkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang
optimal baik fisik,mental,emosional maupun sosialnya (Depkes RI,2006).

Salah satu hak anak adalah untuk tumbuh dan kembang (development rights)
yaitu hak anak memperoleh segala hal yang diperlukan untuk tumbuh
kembangnya. Pelanggaranya terhadap hak hidup,tumbuh dan berkembang seorang
anak akan menyebabkan tidak tercapainya tumbuh kembang yang optimal,
sehingga menghasilkan generasi yang tidak bermutu. Tumbuh kembang seorang
anak ditandai dengan pertumbuhan (growth) dan pekembangan (development).
Pertumbuhan meliputi pertumbuhan fisik (berat badan,tinggi badan,lingkar
kepala)dan status gizi. Sedangkan perkembangan meliputi kemampuan bahasa,
motorik halus dan kasar, personal sosial,dan kemampuan kognitif
(Sugiarno,2008).

Penelitian ini akan berfokus pada perkembangan personal sosial, untuk


mengetahui dan mengevaluasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia pra
sekolah. Pada usia pra sekolah perkembangan sosial anak mulai tampak jelas,
karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-
tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah : anak mulai mengetahui aturan-
aturan, baik dilingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain; sedikit

3
demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan; anak mulai menyadari hak atau
kepentingan orang lain; dan anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain
atau teman sebaya (Syamsu,2008).

Proses perkembangan pengalaman sosial pada anak merupakan awal yang


sangat menentukan kepribadian setelah anak menjadi orang dewasa. Pola perilaku
sosial atau perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak awal atau usia
pra sekolah pada saat anak sedang mengalami pembentukan kepribadian.
Kepribadian yang terbentuk akan menetap sampai usia dewasa dan biasanya hanya
mengalami sedikit perubahan. Jika anak mempunyai hubungan sosial yang
memuaskan dengan anggota keluarga, mereka dapat menikmati sepenuhnya
hubungan sosial denga orang-orang diluar rumah, mengembangkan sikap sehat
terhadap orang lain, dan belajar berfungsi dengan sukses di dalam kelompok
teman sebaya, ini akan menjadikan anak mempunyai personal sosial yang baik
(Hurlock,1978).

Kepribadian (personality) adalah organisasi dinamis dalam diri individu


sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan (Syamsu,2008). Perkembangan personal
pada umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan, maka sebagai upaya
pencegahan (preventif), seyogyanya pihak orang tuanya, sekolah, dan pemerintah
perlu senantiasa bekerja sama untuk menciptakan iklim lingkungan yang
memfasilitasi atau memberi kemudahan kepada anak untuk mengembangkan
potensi atu tugas-tugas perkembangan secara optimal. Kelainan tingkah laku
berkembang apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam
perkembanganya. Seperti lingkungan keluarga yang tidak berfungsi (dysfunction
family), hubungan antara keluarga kurang harmonis, kurang memperhatikan nilai-
nilai agama dan orang tua bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih
sayang kepada anak.

4
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya,baik orangtuanya,sanak saudaranya,orang dewasa lainya atau teman
sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan
peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat
mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial
itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar;sering memarahi; acuh
tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasan
tehadap anak dalam menerapkan norma-norma baik agama maupun tatakrama
cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: bersifat minder; senang
mendominasi orang lain; bersifat egois/selfish; senang mengisolasi
diri/menyendiri; kurang memiliki perasaan tenggang rasa; dan kurang
memperdulikan norma dalam berperilaku (Syamsu, 2008). Apabila terjadi
gangguan perkembangan sosial pada masa pra sekolah dapat menyebabkan anak
mengalami kesulitan belajar, terdapat masalah sekolah dengan temannya, pasif dan
takut, inisiatif menjadi kurang dan akan terjadi neurosis (Depkes, 1999).

Pola pengasuhan (parenting) atau perawatan anak sangat bergantung pada


nilai-nilai yang dimiliki keluarga. Indonesia sebagai negara yang menganut
budaya timur peran pengasuhan atau perawatan anak lebih banyak dipegang oleh
istri atau ibu meskipun mendidik anak adalah tanggung jawab bersama. Pola asuh
ibu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan tingkah laku
seorang anak. Oleh karena itu peranan seorang ibu sebagai orang yang terdekat
dengan anak merupakan hal yang sangat penting (Supartini, 2004).

Menurut Supartini (2004) cara pendidikan atau pola asuh yang digunakan
oleh orangtua khususnya ibu akan memberikan pengaruh terpenting terhadap
perilaku sosial dan sikap anak hal ini dikarenakan ibu adalah orang terdekat
tempat anak belajar tumbuh dan berkembang. Anak belajar mengekspresikan
perasaan dan emosinya dengan meniru perilaku orangtuanya, dan anak akan
mengembangkan perilaku sesuai pengalaman dan menirukan prilaku orang tuanya.
5
Menurut Hurlock (1978) anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang demokratis mungkin melakukan penyesuaian sosial yang paling baik, mereka
aktif secara sosial dan mudah bergaul. Anak-anak yang dimanjakan cenderung
menjadi anak yang tidak aktif dan menyendiri. Anak-anak yang dididik dengan
otoriter cenderung menjadi pendiam dan tidak suka melawan, keingintahuan serta
kreativitas mereka terhambat oleh orang tua.

Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah tumbuh kembang anak yaitu


melalui progam bina keluarga dan balita (BKB). Progam BKB adalah progam
pembinaan kesehatan usia dini pada keluarga dan balita. Keluarga yang
mempunyai anak berusia dibawah lima tahun diberi pengetahuan mengenai
tumbuh kembang anak, cara mendeteksinya dan bagaimana caranya agar tumbuh
kembang anak normal,sehingga progam BKB ini ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran ibu serta anggota keluarga lain dalam
membina tumbuh kembang balita (BKKBN, 2003).

Bab 2 . Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan,maka dapat dibuat suatu


rumusan masalah penelitian yaitu apakah ada hubungan antara pola asuh ibu dengan
tingkat perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di TK PDHI
Banguntapan Bantul?

Bab 3 . Tinjauan Pustaka

A. Perkembangan

Pengertian Perkembangan

Perkembangan menunjukkan suatu proses perubahan yang lebih


sempurna. Monks dan Knoers (2006) menyebutkan bahwa perkembangan
menunjukkan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar

6
kembali. Berkembang berarti bertambah kemampuannya dalam berbagai hal,
lebih mengalami deferensiasi dan pada tingkat yang lebih tinggi, lebih
mengalami integrasi. Hurlock (2004) menyebutkan perkembangan bukan
sekedar penambahan beberapa centimeter pada tinggi badan seseorang atau
peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari
banyak struktur dan fungsi yang kompleks.

Perkembangan diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang


menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar. Pengertian lebih tinggi
berarti bahwa tingkah laku tadi mempunyai lebih banyak diferensiasi, yaitu
bahwa tingkah laku tersebut tidak hanya lebih luas, melainkan mengandung
kemungkinan yang lebih banyak.

Perkembanga dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif dan


kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati
(The Progrsive And Continous Change In The Organism From Birth To
Death). Sedangkan pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan adalah dapat dijelaskan di bawah ini :

Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling


ketergantungan atau saling mempengarui antara bagian-bagian organisme
(fisik atau psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.

Progresif, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat maju,


meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun
kualitatif ( psikis ).

7
Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu
berlangsung secara beraturan atau berurutan tidak terjadi secara kebetulan.

2. Teori-teori Perkembangan

Psikologi perkembangan anak akan terfokus pada proses-proses


perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang terjadi pada seorang
anak. Kategori masa kanak-kanak itu sendiri biasanya diklasifikasikan dalam
dua masa, yaitu masa kanak-kanak awal (2 – 6 tahun) serta masa kanak-kanak
madya dan akhir (6 – 11 tahun). Pada masa-masa ini perubahan yang terjadi
pada ketiga area di atas berlangsung relatif cepat dan menonjol. Informasi
tentang perkembangan yang terjadi pada anak-anak akan membawa implikasi
pada cara pengajaran dan pendidikan mereka. Orang tua dan guru, bagian dari
lingkungan sosial anak, dapat menjadi lebih peka dalam berinteraksi dengan
anak serta mampu menstimulasi dan memotivasi perilaku-perilaku positif
anak yang sesuai dengan perkembangannya. Di samping itu, psikologi
perkembangan anak akan membantu dalam mengungkap potensi-potensi yang
ada pada seorang anak yang mungkin krusial untuk perkembangan masa-masa
selanjutnya (Hawadi, 2007).

Monks dan Knoers (2006) membedakan teori perkembangan menjadi


tiga yaitu:

Teori yang deduktif: memberikan keterangan yang dimulai dari suatu


perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data yang akan
diterangkan.

Teori yang induktif: cara menerangkan adalah dari data ke arah teori. Dalam
bentuk ekstrim titik pandang yang positifitis ini dijumpai pada kaum suku
behaviorist.

Teori yang fungsional: disini nampak suatu interaksi pengaruh antara data dan

8
perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan
pembentukan teori kembali mempengaruhi data.

Kesimpulan dari ketika teori tersebut adalah bahwa teori dapat


dipandang sebagai petunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara
logis. Teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu
kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu.
Suatu teori juga dapat merujuk pada suatu cara menerangkan yang
menggeneralisasi.

Monks dan Knoers (2006) menyebutkan teori-teori perkembangan


sebagai berikut: teori yang berorientasi biologis, teori lingkungan , teori
psikodinamika, teori ilmu kerohanian, teori interaksionisme, teori
perkembangan dan pendidikan: teori mengenai tugas-tugas perkembangan,
psikologi perkembangan dan pengertian emansipasi. Istilah-istilah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :

Teori berorientasi biologis menitik beratkan pada apa yang disebut bakat, jadi
faktor keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir. Perkembangan
anak dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme.
Perkembangan bersifat endogen, artinya perkembangan tidak hanya
berlangsung spontan saja, melainkan juga harus dimengerti sebagai
pemekaran pre-disposisi yang telah ditentukan secara biologis dan tidak
dapat beruabah lagi. Pengaruh lingkungan hanya sekedar menyediakan
kesempatan yang baik saja.

Teori lingkungan termasuk di dalamnya teori belajar dan teori sosialisasi yang
bersifat sosiologis. Kedua macam teori itu sebetulnya sama karena prinsip
sosialisasi itu merupakan suatu bentuk belajar sosial. Hal ini juga berlaku
bagi enkulturasi, yaitu memperolehnya tingkah laku kebudayaan sendiri.
Menurut teori ini maka perkembangan adalah bertambahnya potensi untuk

9
bertingkah laku.

Teori psikodinamika mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal


pandangan akan pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lungkungan
primer, terhadap perkembangan. Perbedaannya ialah bahwa teori
psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif sangat
fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. Menurut
teori ini, maka komponen yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketegangan
yang ada dalam diri seseorang, sebagai penenu dinamikanya.

Teori interaksionosme menitik beratkan perkembangan pada perkembangan


intelektual dan perkembangan moral yang berhubungan. Perkembangan
tidak hanya pengaruh mempengaruhi antara bakat (pembawaan dan
konstitusi) dan lingkungan, antara pemasakan dan belajar, melainkan juga
interaksi pada pribadi dan dunia luar.

Teori pekembangan dan pendidikan: teori mengenai tugas-tugas perkembangan


menekankan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya
tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu
bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Tugas perkembangan
(developmental task) yaitu tugas ang harus dilakukan oleh seseorang dalam
masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma
kebudayaan.

Psikologi perkembangan bertujuan untuk belajar mengaktualisasikan


diri bersama-sama dengan orang-orang lain yang ada dalam situasi yang sama.
Aktualisasi diri tersebut mengandung arti menunjukkan diri sebagai suatu
kelompok yang memiliki hak yang sama dengan orang-orang lain serta
menunjukkan diri sebagai pribadi-pribadi yang khas. Hal ini dilakukan dengan
melepaskan diri dari ikatan yang membuat mereka menjadi kelompok yang
mengalami diskriminasi.

10
3. Pola Pekembangan

Pola perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi selama proses


pertumbuhan dan perkembangan pada anak, baik terjadi percepatan maupun
perlambatan yang saling berhubungan anak antara satu organ dengan organ
yang lain. Dalam peristiwa tersebut dapat mengalami beberapa pola
pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Hidayat (2005) menyebutkan
pola pertumbuhan dan perkembangan pada anak diantaranya sebagai berikut:

Pola pertumbuhan fisik yang terarah

Pola perkembangan dari umum ke khusus

Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan

Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan (belajar)

Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan


mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya. Pada pola ini
tahapan perkembangan dibagi menjadi lima bagian yang tentunya memiliki
prinsip atau ciri khusus dalam setiap perkembangannya diantarannya, 1) masa
pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan tubuh,
2) masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim
dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan, 3) masa bayi,
terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya dan
memiliki kemampuan untuk melindungi dan menghindari dari hal yang
mengancam dirinya, 4) masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam
aspek sifat, sikap, minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan adalah hal
ini keluarga dan teman sebaya, dan 5) masa remaja akan terjadi perubahan ke
arah dewasa sehingga kematangan pada tanda-tanda pubertas.

11
Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan dimana
proses kematangan dan belajar pada pola ini selalu mempengaruhi perubahan
dalm perkembangan anak, antara kematangan dan proses belajar terjadi
interaksi yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan anak. Terdapat saat
yang siap untuk mnerima sesuatu dari luar untuk mencapai proses kematangan
dan kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan melalui perangsangan
yang tepat.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap


individu akan mengalami siklus setiap kehidupan manusia. Peristiwa tersebut
dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan.
Pses percepatan dan perlambatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya (Hidayat, 2005).

a). Faktor Herediter

Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai


dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak disampig faktor lain. Yang
termasuk faktor herediter adalah bawaan, jenis kelamin, rasa, suku bangsa.
Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas dan kecepatan dalam
pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan,
umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Pada pertumbuhan
dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan
cenderung lebih cepat atau tinggi pertumbuhan tinggi badan dan berat
mengingat anak perempuan akan mengalami pubertas lebih dahulu dan
kebanyakan anak perempuan akan mengalami prtumbuhan yang lebih
tinggi dan besar ketika masa pubertas dan begitu juga sebaliknya di saat
anak laki-laki mencapai pubertas maka laki-laki cenderung lebih besar.

12
b). Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan penting


dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah dimiliki.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan pranatal, lingkungan yang masih
dalam kandungan dan ligkungan post natal yaitu lingkungan setelah bayi
lahir.

Selain fakor lingkungan intra uteri terdapat lingkungan setelah lahir


yang juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti, budaya
lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga,
posisi anak dalam keluarga dan status kesehatan.

5. Perkembangan perilaku sosial

Hal yang terpenting dalam perkembangan anak usia tiga sampai enam
tahun ialah perkembangan sikap sosialnya. Sikap sosial secara umum adalah
hubungan antara manusia dengan manusia yang lain, saling kebergantungan
dengan manusia lain berbagi kehidupan bermasyarakat. Sedang pendapat lain
mengatakan interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, hubungan yang
menimbulkan perasaan sosial yaitu hubungan yang mengikatkan individu
dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti saling tolong
menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan antipati, rasa setia
kawan dan sebagainya (Zulkifi, 2002).

Salah satu indikator penting dalam mengamati kepribadian anak


adalah seberapa tinggi kemampuan interaksi sosialnya. Anak-anak yang dapat
diterima oleh lingkungan masyarakat, utamanya teman-teman sebayanya
memiliki yang lebih kecil dibandingkan anak-anak yang tidak dapat diterima
atau ditolak oleh lingkungannya.

Apabila pada fase sebelumnya anak lebih berpusat pada lingkungan

13
primernya, maka sejak awal sekoah dasar anak-anak harus mulai berinteraksi
dengan lingkungan di luar rumah atau lingkungan sekundernya. Lingkungan
sosialnya menjadi lebih meluas. Perluasan lingkungan ini mengakibatkan
pengaruh-pengaruh dari luar terkadang menjadi lebih besar.

Pada umumnya anak akan berupaya untuk dapat diterimamenjadi


anggota suatu kelompok (perr group). Hubungan dengan teman sebaya ini
sangat penting bagi perkembangan kepribadiaan anak. Dalam interaksinya
dengan teman-teman sekelompok anak-anak akan belajar untuk menjalin
persahabatan, kesetiaan, berempati, menghargai orang lain, memahami orang
lain, dan hubungan-hubungan interdependen lainnya (Prasetya, 2003).

Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu apabila


dimasukkan ke taman kanak-kanak. TK sebagai jembatan bergaul merupakan
tempat yang memberikan peluang kepada anak belajar memperluas pergaulan
sosialnya (Syamsu, 2002).

Perkembangan psikososial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan


dan interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal apabila interaksi sosial diusahakan sesuai
dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya.

6. Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah

Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada anak pertumbuhan fisik


khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata per tahun adalah 2 kg,
kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh
sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Pada
pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan agak bertambah rata-rata 6,75-
7,5 centimetersetap tahunnya.

Pada masa ini anak mengalami proses perubahan dalam pola makan di

14
mana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan. Proses
eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan masa ini
adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan
perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah
dan tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu
berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman
belajar dengan lingkungan dan orang tuannya. Sedangkan perkembangan
psikososial pada anak sudah menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep dii
yang positif serta mampu mengidentifikasi identitas dirinya.

Perkembangan yang terjadi pada masa pra sekolah anak adalah sebagai
berikut (Hurlock, 2004):

a). Perkembangan fisik

Awal masakanak-kanak merupakan masa pertumbuhan yang relatif


seimbang untuk peningkatan berat badan dan peningkatan tinggi tubuh.

b). Perkembangan ketrampilan

Awal masa kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari


ketrampilan tertentu. Trdapat tiga alasan. Pertama, anak sedang
mengulang-ulang dan karenanya dengan senang hati mau mengulang satu
aktivitas sampai mereka terampil melakukannya. Kedua, anak-anak
bersifat pemberani sehingga tidak terhambat oleh rasa takut kalau dirinya
merasa sakit atau diejek teman-temannya sebagaimana ditakuti anak yang
lebih besar. Ketiga, anak belia mudah dan cepat belajar karena tubuh
mereka masih lentur dan ketrampilan yang dimiliki baru sedikit sehingga
ketrampilan yang baru dikuasai tidak mengganggu ketrampilan yang
sudah ada.

c). Perkembangan ketrampilan berbicara

15
Pada Perkembangan bahasa diawali mampu menyebutkan hingga empat
gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan
benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan,
mengerti beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan berbagi bunyi
kata, memahami arti larangan, berespon terhadap panggilan dan orang-
orang anggota keluarga dekat.

Selama awal masa kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang


kuat untuk belajar bicara hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar
berbicara. Pertama,mereka harus meningkatkan kemampuan untuk mengerti
apa yang dikatakan orang lain dan kedua mereka harus meningkatkan
kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain.

Awal masa kanak-kanak umumnya merupakan saat berkembang


pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah
kosakata, menguasai pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata
menjadi kalimat. Ada dua bukti yang dapat menjelaskan sebab-sebab yang
penting mengapa anak-anak sekarang berbicara lebih baik dari pada anak-
anak seusianya pada masa lalu.

a). Perkembangan Emosi

Selama masa awal kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan
saat ketidakseimbangan karena anak-anak keluar dari fokus dalam arti
bahwa ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosi sehingga sulit dibimbing
dan diarahkan. Walaupun setiap emosi dapat dipertinggi dalam arti bahwa
emosi itu lebih sering timbul dan lebih kuat daripada biasanya pada
individu tertentu, tetapi emosi yang meninggi pada awal masa kanak-
kanak ditandai oleh ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat dan
iri hati yang tidak masuk akal. Emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan

16
oleh masalah psikologis daripada masalah fifiologis.

b). Perkembangan Sosialisasi

Salah satu tugas perkembangan awal masa kanak-kanak yang penting


adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang yang
diperlukan untuk menjadi anggota kelompok dalam akhir masa kanak-
kanak. Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Anak
yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih
mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih populer
daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Manfaat yang diperoleh
anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan
sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya.

c). Perkembangan Pengertian (kognitif)

Untuk meningkatkan intelektual terutama kemampuan berpikir dan


melihat hubungan, dengan meningkatkan kemampuan untuk menjelajah
lingkungan karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian
motorik dan dengan meningkatkannya kemampuan untuk bertanya
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oranglain. Anak-anak
mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak diperhatikan.
Tahap berfikir praoperasional suatu tahap yang berlangsung dari usia dua
atau tiga tahun sampai tujuh atau delapan tahun.

7. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh dalam Mendidik dan Membesarkan


Anak

17
a). Keberfungsian keluarga

Seiring perjalanan hidupnya yag diwarnai faktor internal (kondisi


fisik, psikis dan moralitas anggota keluarga) dan faktor eksternal
(perubahan sosial budaya), maka setiap keluarga mengalami perubahan
yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan
fungsinya (fungsional normal) tetapi ada juga keluarga yang mengalami
keretakan atau ketidak harmonisan (disfungsional/tidak normal).

b). Pola asu ibu (perlakuan orang tua terhadap anak)

Terdapat beberapa pola sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak
yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian
anak.

c). Kelas sosial dan status ekonomi

Picunas dalam syamsu (2002), mengemukakan tentang kaitan antara


kelas sosial dengan cara orang tua mendidik anak, mengelola dan
memperlakukan anak yaitu;

a). Orang tua kelas bawah; cenderung lebih sering menggunakan hukuman
fisik, dan anak akan cenderung agresif, independen dan lebih awal
dalam pengalaman seksual.

b). Kelas menengah; cenderung lebih memberikan pengawasan dan


menerapkan kontrol yang lebih halus, orang tua berambisi untuk meraih
status yang lebih tinggi dan menekan anak untuk mengejar statusnya
melalui pendidikan.

c). Kelas atas; cenderung memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-


kegiatan tertentu dan lebih memiliki latar belakang pendidikan yang
reputasinya tinggi, anak-anaknya akan cenderung memanipusasi aspek

18
realitas.

Pola asuh ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan kepribadian anak. Perawatan yang penuh kasih sayang dan
pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama atau sosial budaya
merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi
dan anggota masyarakat yang sehat. Di dalam keluarga anak belajar tentang
bahasa, ketrampilan, sosial, dan nilai-nilai moral yang ada di lingkungannya
sesuai dengan budaya yang berlaku (Syamsu, 2002).

B. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh

Menurut Dariyo (2004) yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua
adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga
menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama,
tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan
keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap
positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan
rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.

Pola asuh adalah sikap orang tua dalam memimpin anaknya sehingga
akan mempengaruhi pertumbuhan kepribadian anak-anaknya. Pola asuh adalah
cara-cara pengaturan tigkah laku yang dilakukan oleh orang tua sebagai
perwujudan tanggung jawab dalam pembentukan kedewasaan anak (Gunarsa,
2003).

Pola asuh adalah sikap dan cara-cara oarng tua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya sebagai pengasuh atau pendidik dan sebagai pembimbing dalam

19
menumbuhkan kedewasaan dan kemandirian anak. Pola asuh orang tua
merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan
pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan
mendisipliinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Santrock,2003).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah


sikap dan cara-cara orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya sebagai
pengasuh atau pendidik dan sebagai pembimbing dalam menumbuhkan
kedewasaan dan kemandirian anak.

2. Peran Orang Tua dalam Keluarga

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan
merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yag sah yang dapat membentuk
sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik,
mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu
yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak


memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan
yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial
dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar
belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka
terjadilah cara mendidik anak (Dariyo, 2004).

Menurut Gunarsa (2003) dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada
dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu,
secara umum pran kedua individu tersebut adalah: Peran ibu adalah memenuhi
kebutuhan biologis dan fisik, merawat dan mengurus keluarga dengan sabar,
mesra dan konsisten, mendidik, mengatur dan mengendalikan anak, menjadi

20
contoh dan teladan bagi anak. Peran ayah adalah sebagai pencari nafkah, ayah
sebagai suami yang penuh penertian dan memberi rasa aman, ayah berpatisipasi
dalam pendidikan anak, ayah berpatisipasi dalam pendidikan anak, ayah
sebagai pelindung atau tokoh yang tegas dan bijaksanan.

3. Bentuk-bentuk Pola Asuh

Pola asuhan itu menurut Santrock (2003) terdiri dari tiga kecenderungan
pola asuh orang tua yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
otoritatif. Adapun ciri-ciri yang dapat membedakan ketiga pola asuh di atas
adalah:

a). Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)

Pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana orang tua adalah
pemegang otoritas dalam keluarga. Dalam pola asuh ini komunikasi yang
terjalin antara orang tua dan anak berjalan satu arah. Anak tidak diberikan
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat. Segala keputusan untuk anak
orang tualah yang menentukan tanpa memperhatikan kebutuhan yang benar-
benar diperlukan anak. Segala hal yang diperintahkan orang tua bersifat
mutlak sehingga hubungan antara orang tua dan anak terlihat kaku.

Ciri-ciri dari pola asuh otoriter, menekankan segala aturan orang tua
harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat
dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah
terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini anak seolah-
olah menjadi “robot”, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut tidak
percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan tetapi di sisi
lain, anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan,
misalnya dengan menggunakan narkoba. Dari segi positifnya, anak yang
dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati

21
peraturan. Akan tetapi bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan di
hadapan orang tua, padahal dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika di
belakang orang tua, anak bersikap dan bertindak lain. Hal itu tujuannya
semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak cenderung
memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu(Dariyo, 2004).

Disiplin yang diterapkan dalam pola asuh ini cenderung berupa


pembatasan-pembatasan dan hukuman-hukuman yang keras tanpa pernah
dikomunikasikan dengan anak. Amaliyah(2006) mengatakan bahwa pola asu
otoriter ialah suatu gaya membatasi dan menghukum, yang menuntut anak
untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Hasil dari pola asuh otoriter
adalah seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memrakarsai
kegiatan, memiliki keterampilan komunikasi yang rendah, dan disiplina awal
yang terlalu kasar diasosiasikan denga agresi anak sehingga anak yang
diasuh dengan pola asuh otoriter perkembangan kemandiriannya akan
cenderung lambat. Model pengasuhan ini sering menerapkan hukuman-
hukuman dan disiplin yang kaku dan keras. Bahkan tidak jarang dalam
penerapan disiplin ini orang tua dapat menggunakan hukuman fisik maupun
ancaman.

Orang tua otoriter mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap anak-


anaknya sehingga cita-cita anak orang tualah yang menentukan. Orang tua
menganggap bahwa masa depan anak harus ditentukan sejak dini sehingga
orang tua terkadang memasukkan anak ke tempat kursus keterampilan tanpa
dikomunikasikan dengan anak. Orang tua yang otoriter menjadikan anak
sebagai alat mewujudkan ambisinya. Penghargaan akan prestasi dan
keunikan anak kurang mendapat perhatian. Orang tua menganggap anak
sebagai individu yang dapat dibentuk, diatur sesuai dengan keinginan orang
tua dan mengabaikan kepentingan dasar anak.

22
Anak-anak yang diasuh dengan pola asuh semacam ini cenderung
tidak bahagia, takut, inferior, menarik diri, tidak sopan, dan memiliki
kepedulian rendah terhadap sesamanya (lingkungan sosialnya) atau terhadap
pengalaman baru. Pola asuh ini juga cenderung membuat anak mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap orang tuanya karena segala perilaku
dan gerak-gerik anak tersebut selalu di awasi dan diatur oleh orang tua
sehingga menghambat perkembangan kemandirian anak (Amaliyah, 2006)

b). Pola asuh permisif

Sifat pola asuh permisif, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di
tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang
tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-
mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang
diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan
sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut
dengan tanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri,
kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya (Dariyo,2004).

Pola asuh permisif ini adalah suatu pola asuh dimana orang tua tidak
banyak terlibat dalam kehidupan anak-anaknya. Tidak atau jarangnya
komunikasi antara orang tua dan anak membuat hubungan anak dan orang
tua kurang harmonis. Segala keputusan yang diambil oleh anak, orang tua
tidak ikut campur tangan. Orang tua menganggap anak mampu mengurus
dirinya sendiri. Dalam keluarga dengan pola asuh permisif kominikasi dalam
keluarga bukanlah hal yang penting untuk dilakukan.

Dalam hal disiplin, orang tua permisif memberikan kebebasan kepada


anak-anaknya untuk melakukan apa saja tanpa terlibat dalam pembentukan
kontrol diri anak. Anak-anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini
memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak bisa membangun

23
kemandirian dengan baik. Pola asuh yang membiarkan anak-anak untuk
melakukan apa saja ini dapat mengakibatkan anak-anak tidak pernah belajar
untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan
semua keinginan mereka dituruti. Mereka yang diasuh dengan pola asuh ini
pada umumnya mempunyai pengendalian diri yang rendah dan cenderung
tidak perduli dengan orang lain (kurang mempunyai empati). Pola asuh yang
terlalu memberikan kebebasan kepada anak ini cenderung menyebabkan
kedisiplinan anak menjadi lemah dan tidak ada upaya untuk melatih
kemandirian anak. Anak menjadi tidak terkontrol dan secara berkelanjutan
dapat menyebabkan ketidakmatangan kepribadian anak dan pada akhirnya
anak cenderung melakukan penentangan terhadap norma-norma dan menjadi
tidak terkendali perilakunya.

Orang tua permisif memenuhi kebutuhan anak tanpa memperhatikan


apa yang benar-benar dibutuhkan anak. Mereka tidak perduli apakah
kebutuhan anak benar-benar tercukupi atau tidak. Orang tua permisif
menganggap anak mengetahui dan dapat mencukupi sendiri apa yang
dibutuhkan sehingga orang tua permisif sebagian besar hanya menyediakan
uang sebagai salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak.

Pola asuh permisif ialah pola asuh dimana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh
permisif cenderung tidak pernah mengarahkan perilaku anaknya, hampir
tidak pernah memberikan hukuman dan disiplin kepada anaknya.
Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah orang tua bersikap acuh kepada
anaknya, Tidak pernah menghiraukan akan perkembangan yang terjadi pada
anak-anaknya, segala persoalan yang menyangkut diri anak diserahkan
sepenuhnya pada anak (Amaliyah,2006).

Orang tua yang permisif sangat kurang dalam memperhatikan dan

24
memberikan penghargaan terhadap prestasi yang telah diraih oleh anak.
Mereka menganggap prestasi yang diraih oleh anak adalah hal yang wajar
dan tidak perlu mendapatkan pujian. Anak yang diasuh dalam pola asuh ini
cenderung tdak mempunyai semangat bersaing karena menganggap hasil
yang mereka capai tidak akan pernah mendapatkan penghargaan dari orang
tua (Amaliyah,2006).

Anak yang diasuh dalam pola asuh permisif, perkembangan


kemandiriannya akan terhambat karena anka tersebut selalu berorientasi
pada dirinya sendiri dan kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan
sosialnya. Anak akan kesulitan menerima perbedaan yang tidak sesuai
dengan yang dia harapkan ketika berinteraksi dengan orang lain.

c). Pola asuh otoritatif (authoritative parenting)

Komunikasi dalam pola asuh orang tua yang otoritatif terjadi dalam
bentuk komunikasi dua arah baik secara verbal maupun non verbal.
Komunikasi verbal di sini antara lain dalam bentuk kesempatan bagi anak
untuk mengungkapkan pendapat, ide-ide, gagasan, keinginan dan keluh
kesah. Orang tua yang otoritatif dalam mendiskusikan segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan anak memberikan kesempatan dan menunjukkan
penerimaan dan penghargaan atas pendapat anak. Orang tua sebagai
pengasuh mendengarkan dan menanggapi dengan bijak. Sedangkan
komunikasi dalam bentuk non verbal adalah cara orang tua dalam mendidik
anak dalam bentuk memberikan contoh langsung perilaku yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Contoh: apabila orang tua ingin melatih anak untuk
dapat meggosok gigi sendiri, maka hendaknya orang tua memberikan contoh
dan megajak anak bersama-sama menggosok gigi sehingga anak nantinya
terbiasa untuk melakukannya sendiri. Orang tua otoritatif selalu
mengkomunikasikan segala masalah yang dihadapi dalam keluarga dan

25
mengajak anak untuk ikut berdiskusi. Keputusan yang diambil dalam
menentukan sesuatu yang berhubungan dengan anak maupun kepentingan
seluruh anggota keluarga selalu dimusyawarahkan untuk menemukan
kesepakatan dengan mempertimbangkan kepentingan seluruh anggota
keluarga.

Orang tua yang otoritatif menerapkan disiplin yang tidak ketat


terhadap anak-anaknya. Peraturan-peraturan yang ada dalam keluarga tidak
bersifat mengekang anak karena dibuat dengan kesepakatan bersama antara
orang tua dan anak. Orang tua dalam menerapkan peraturan-peraturan
senantiasa mengajak anak untuk belajar bertanggung jawab dalam setiap
tindakan yang akan diambil. Apabila anak melakukan kesalahan, orang tua
yang otoritatif akan mendengarkan dahulu alasan kenapa anaknya sampai
melakukan perbuatan tersebut sebelum memberikan hukuman. Orang tua
tidak memberikan hukuman dalam bentuk kekerasan fisik yang merugukan
anak tetapi dalam bentuk nasihat dan contoh yang mudah dipahami anak
sehingga anak mengerti hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan beserta konsekuensi dari tindakannya. Dalam pola asuh otoritatif
ini prioritas utama diletakkan pada kepentingan anak dan pengendalian anak
untuk berbuat hal-hal yang benar (Prasetya,2003). Pola asuh otoritatif
mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan
pengendalian atas tindakan-tindakan mereka.

Penemuan kebutuhan anak merupakan kewajiban orang tua. Pemilikan


nilai ekonomi dalam diri anak dapat diupayakan orang tua melalui ketekunan
dan konsistensi orang tua dalam mencari, menata, dan menggunakan keuangan
keluarga yang didialogan kepada anak-anaknya. Selain itu, transparansi dalam
keuangan keluarga serta melatih dan membiasakan mereka menata keuangan
pribadi. Hal ini mutlak dilakukan guna membangun kesadaran empati anak.
Dalam memenuhi kebutuhan anak, orang tua yang otoritatif senantiasa
26
menyesuaikan dengan perkembangan anak.

Penemuan kebutuhan anak terdiri dari pemenuhan kebutuhan secara fisik


dan psikis. Pemenuhan kebutuhan fisik dapat terwujud dalam bentuk pemberian
sandang, pangan, dan papan yang mendukung tumbuh kembang anak. Orang
tua otoritatif dalam memenuhi kebutuhan anak selalu mempertimbangkan baik
buruknya materi yang akan diberikan kepada anak sehingga anak mendapatkan
pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Orang tua
yang otoritatif dalam memenuhi kebutuhan anak khususnya kebutuhan pangan,
selalu mencari alternatif menu lain yang kandungan gizinya cukup dalam
mendukung tumbuh kembang anak. Dalam memenuhi kebutuhan anak yang
berupa pangan, orang tua yang otoritatif senantiasa berusaha untuk mencukupi
kebutuhan anak yaitu kebutuhan 4 sehat 5 sempurna sehingga anak
mendapatkan asupan gizi yang cukup bagi pertumbuhannya. Sedangkan
pemenuhan kebutuhan secara psikis yaitu pemberian kasih sayang dan
perhatian dari orang tua kepada anak sehingga anak merasa dirinya diterima
dan dicintai orang tuanya. Anak yang merasa dirinya dicintai dan diterima
tanpa syarat oleh orang tuannya akan tumbuh menjadi pribadi yang baik.

Orang tua yang otoritatif biasanya memberikan perhatian dan


penghargaan terhadap prestasi yang anak raih. Dalam pola asuh otoritatif orang
tua memahami bahwa setiap individu itu unik dengan karakter yang berbeda-
beda. Keunikan yang dimiliki setiap anak menjadi acuan bagi setiap orang tua
otoritatif dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Dalam pola asuh
otoritatif anak diberikan kebebasan untuk menentukan cita-cita dan orang tua
memberikan arahan dan dukungan. Penghargaan terhadap keberadaan anak dan
memahami pola pikir anak merupakan salah satu cara orang tua yang otoritatif
dalam mengasuh anak. Orang tua yang dapat memberikan penghargaan dan
menerima anak dalam keluarga dapat mencegah anak untuk berlaku agresif
(Shochib,2006).
27
Hasil dari pola asuh otoritatif ialah anak-anak yang berkompeten secara
sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial (Amaliyah,2006).
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola asuh ini akan
merasa dicintai, merasa diterima, dan dihargai oleh lingkungan sekitarnya.
Anak-anak yang merasa diterima oleh lingkungan sekitarnya akan
menumbuhkan rasa percaya pada dirinya sendiri yang membawa anak pada
sikap mandiri. Anak yang diasuh dengan pola asuh otoritatif perkembangan
kemandiriannya akan cenderung lebih positif karena anak mendapatkan
tuntutan dan pemenuhan kebutuhannya dengan porsi yang cukup.

4. Aspek-aspek Pola Asuh

Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga dapat membentuk sikap,


watak, tingkah laku, moral dan juga memberikan dasar bagi pendidikan anak.
Kartono (2006) menyatakan bahwa pola asuh orang tua dalam mendidik anak-
anaknya dapat diwujudkan dalam empat aspek, yaitu:

a). Komunikasi

Komunikasi di sini dibedakan menjadi dua, yaitu kmunikasi verbal dan non
verbal. Komunikasi verbal di sini maksudnya yaitu orang tua secara
langsung memberikan arahan dan nasehat kepada anak dengan bhasa yang
mudah dimengerti anak. Komunikasi non verbal maksudnya orang tua dalam
memberikan pengarahan dan nasehat kepada anak menggunakan contoh
sikap dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi
antara orang tua dan anak terjadi dua arah. Adanya musyawarah antara orang
tua dan anak dalam memutuskan segala sesuatu. Anak diberikan kesempatan
untuk mengeluarkan pendapat dan adanya interaksi yang hangat antara orang
tua dan anak.

b). Disiplin

28
Orang tua dalam mengasuh anaknya dapat diwujudkan dengan menerapkan
nilai-nilai ataupun aturan-aturan yang mudah dipahami oleh anak sehingga
anak mempunyai kontrol diri yang baik terhadap dirinya sendiri. Dalam pola
asuh otoritatif, peraturan-peraturan yang diterapkan tidak terlalu ketat dan
selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan anak.

c). Pemenuhan kebutuhan

Orang tua dalam mengasuh anak tidak terlepas dari tugasnya untuk
memenuhi segala kebutuhan anak baik itu kebutuhan fisik maupun psikis.
Contoh dari kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan, dan papan.
Sedangkan contoh kebutuhan psikis yaitu berupa kasih sayang, peneneman
nilai-nilai moral dan pendidikan. Kedua hal tersebut saling mendukung bagi
tumbuh kembang anak dan hendaknya diberikan dalam porsi yang seimbang.
Pemenuhan kebutuhan anak sesuai dengan apa yang benar-benar dibutuhkan
anak. Pemenuhan kebutuhan ini selalu memperhatikan dan disesuaikan
dengan keperluan anak.

d). Pandangan terhadap anak

Pandangan terhadap anak di sini maksudnya adalah cara orang tua untuk
memahami kebutuhan anak dengan cara memberikan penghargaan terhadap
keberadaan anak dan memahami pola pikir anak. Dalam pola asuh otoritatif
orang tua memberikan penghargaan dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Orang tua memberikan kepercayaan kepada anak karena adanya komunikasi
yang terbuka antara orang tua dan anak.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah cara atau metode yang
diterapkan oleh orang tua di dalam mendidik anak-anaknya agar anak-anaknya
dapat mencapai tujuan hidupnya dengan menggali dan memaksimalkan potensi

29
yang dimiliki anak. Cara untuk memaksimalkan potensi anak yaitu dengan
mencukupi kebutuhan anak dalam empat aspek, yaitu (a) aspek komunikasi dua
arah yang baik dan hangat antara orang tua dan anak, (b) disiplin yang tidak kaku
dengan penerapan aturan dan norma yang sesuai dengan anak, (c) pemenuhan
kebutuhan anak yang baik dengan memperhatikan hal-hal yang benar-benar
dibutuhkan anak, dan (d) pandangan terhadap anak yang mencakup penghargaan
atas prestasi yang diraih oleh anak dan berpikir dengan memperhatikan pola pikir
anak.

Keempat aspek tersebut ada dalam setiap pola asuh (otoriter, permisif, dan
otoritatif) yang diterapkan orang tua, hanya saja diberikan dalam porsi yang
berbeda-beda. Pola asuh yang baik adalah pola asuh yang memberikan pemenuhan
dari keempat aspek tersebut dengan porsi yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan anak. Pola asuh yang baik akan membantu mengoptimalkan
perkembangan anak.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Penerapan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu (Prasetya, 2003):

a). Pendidikan orang tua

Tingkat pendidikan orang tua mempunyai banyak pengaruh terhadap pola


asuh yang diterapkan oleh orang tua. Semakin tinggi pendidikan yang
dimiliki oleh orang tua maka semakin baik pula cara pengasuhan yang
diterapkan kepada anak-anaknya. Orang tua dengan pendidikan yang lebih
tinggi akan lebih bijaksana dan lebih mengerti harus bersikap bagaimana
dalam mengasuh anak-anaknya yang memiliki karakter yang berbeda-beda.
Sedangkan orang tua yang berpendidikan lebih rendah cenderung akan
memperlakukan anak dengan cara yang sama da tidak memperhatikan

30
perbedaan karakter dari masing-masing anak.

b). Latar belakang keluarga

Setiap keluarga yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda akan


menerapkan pola asuh yang berbeda dalam mendidik anak-anaknya.
Keluarga yang terdiri dari sejumlah orang dengan karakter dan perilaku yang
berbeda mempengaruhi pola asuh orang tua yang diterapkan. Oleh karena itu
dibutuhkan kerjasama dari keluarga untuk mengasuh anaknya dengan pola
asub yang tepat sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

c). Lingkungan sosial

Faktor lingkungan sosial berpengaruh pada jenis pola asuh yang diterapkan
keluarga. Misalnya, pola asuh keluarga yang hidup dilingkungan nelayan
akan berbeda dengan pola asuh keluarga yang hidup dilingkungan
perumahan dalam mengasuh anaknya. Oleh karena itu lingkungan sosial
dimana keluarga itu berada akan mempengaruhi jenis pola asuh yang
diterapkan keluarga tersebut.

Bab 4. Tujuan penelitian

A. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pola asuh ibu
dengan tingkat perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di TK PDHI
Banguntapan Bantul.

B. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :

31
Untuk mengetahui pola asuh ibu usia anak pra sekolah di TK PDHI Banguntapan
Bantul.

Untuk mengetahui tingkat perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di
TK PDHI banguntapan Bantul.

Bab 5 . Metode penelitian

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode survey analitik, yaitu penelitian


yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi.
Di dalam penelitian survey analitik, dari korelasi dapat diketahui seberapa jauh
kontribusi faktor resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu (efek)
(Notoatmodjo, 2002).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua ibu dan anak usia 3-6 tahun yang bersekolah di
TK PDHI Banguntapan Bantul yang berjumlah 31 anak.

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2006). Teknik penentuan sampel menggunakan sampling jenuh yaitu semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006). Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 31 pasang ibu dan anak.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di TK PDHI Banguntapan Bantul

32
pada bulan Maret 2011.

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh ibu.

Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat perkembangan personal sosial.

Variabel pengganggu

Keberfungsian keluarga dapat dikendalikan dengan cara memilih responden yaitu


anak yang diasuh oleh ibunya dan tinggal bersama ibunya.

Kelas sosial diabaikan karena peneliti kesulitan dalam mengetahui kelas sosial
responden di masyarakat.

Status ekonomi tidak dapat dikendalikan karena peneliti sulit mengetahui secara
pasti penghasilan keluarga tiap bulannya.

E. Definisi Operasional

Pola asuh ibu adalah sikap dan cara ibu dalam berinteraksi dengan anak-
anaknya sebagai pengasuh atau pendidik dalam kehidupan sehari-hari yang
diketahui peneliti dari jawaban responden dalam mengisi kuesioner. Kuesioner
pola asuh ibu dalam pemberian nutrisi terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu :
selalu, hampir selalu, jarang dan tidak pernah. Kuesioner pola asuh diberi skor 4
untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban hampir selalu, 2 untuk jawaban jarang, dan
1 untuk jawaban tidak pernah. Dengan skala data nominal. Skor pola asuh
kemudian dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu otoriter, permisif, dan
otoritatif dengan menggunakan Z skor. Rumus Z skor adalah sebagai berikut

33
(Riduan, 2006:152).

Keterangan :

Z : skor variabel

Χ : rata-rata skor

SD : standar deviasi

Tingkat perkembangan personal sosial anak pra sekolah adalah indikator


yang menunjukkan kemampuan anak berhubungan atau berinteraksi dengan orang
lain dan lingkungannya serta kemandirian anak yang diketahui peneliti dari hasil
uji kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) yang merupakan suatu daftar
pertanyaan singkat yang ditujukan kepada orang tua dan dipergunakan sebagai alat
untuk skrining pendahuluan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau
ada penyimpangan dengan skala data yang digunakan data nominal. Hasil

Uji KPSP dapat dikategorikan sebagai berikut :

Normal : jika dapat menjawab semua pertanyaan.

Terlambat : jika tidak dapat menjawab semua pertanyaan.

F. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan (instrument)

Pengumpulan data variabel-variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan

Variabel bebas

Pola asuh ibu menggunakan alat kuesioner yang berisi pernyataan mengenai pola
asuh ibu dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum kuesioner dibagikan, para calon
responden diminta persetujuan untuk menjadi responden. Skala pola asuh terdiri

34
dari 30 item yaitu 10 item pola asuh otoriter, 10 item pola asuh permisif, dan 10
item pola asuh otoritatif.

Table 1 : kisi-kisi pernyataan pola asuh ibu

Aspek Butir Jumlah


Otoriter 1,4,8,12,16,17,21,22,24,26 10
Permisif 6,11,13,15,18,25,27,28,29,30 10
Otoritatif 2,3,5,7,9,10,14,19,20,23 10
Jumlah 30

Variabel terikat

Tingkat perkembangan personal sosial menggunakan Kuesioner Pra Skrining


Perkembangan (KPSP). Pada akhir tes orang tua akan ditanya oleh penguji apakah
yang dilakukan anak selama tes memang sesuai dengan tingkah laku atau
kemampuan anak sehari-hari.

G. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dilakukan dengan membagi kuesioner pada ibu.


Sebelum memberikan kuesioner peneliti membagikan lembar persetujuan menjadi
responden dengan mengisi dan menandatanganinya, kemudian memberikan
penjelasan tentang cara mengisi kuesioner kepada responden. Responden langsung
mengisi kuesioner dan dikumpulkan saat itu juga.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas

35
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diukur (Arikunto, 2002).

Sebelum kuesioner ini digunakan, dilakukan uji validitas dan reliabilitas


dengan tujuan untuk mendapatkan instrument yang benar-benar valid dan reliabel.
Uji kuesioner dilakukan di TK ABA Banguntapan Bantul pada 20 responden yang
mempunyai karakteristik hampir sama dengan responden penelitian.

Dalam uji validitas untuk menentukan korelasi antar variabel, dihitung dengan
rumus korelasi Person Product Moment sebagai berikut :

Keterangan:

: koefisien korelasi

ÓXi : jumlah skor item

ÓYi : jumlah skor total (item)

N : jumlah responden

Hasil uji validitas pada kuesioner pola asuh ibu bahwa dari 30 item kuesioner pola
asuh terdapat 4 item yang tidak valid/ gugur yaitu item nomor 8, 13, 16, dan 24.

Uji reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan suatu instrument sehingga


bila alat ukur digunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang sama walaupun
dilakukan dalam waktu berbeda dan orang yang berbeda (Arikunto, 2002).

36
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut :

Dimana :

: reliabilitas instrumen

: butir pertanyaan

: mean kuadrat kesalahan

: varian total

Dari hasil uji coba reliabilitas kuesioner dengan taraf kesalahan 5%, didapatkan
nilai Alpha Cronbach yaitu 0,900.

Pengolahan dan Metode Analisis Data

Pengolahan data

Setelah data terkumpul melalui kuesioner dan hasil pengukuran tes perkembangan
sosial, maka dilakukan pengolahan data meliputi : Editing, Coding, dan
Tabulating.

Editing

Untuk memudahkan penilaian dan pengecekan, apakah semua data yang


diperlukan untuk menguji hipotesis dalam mencapai tujuan penelitian itu sudah
lengkap, perlu dilakukan seleksi data atau atau proses editing. Dalam proses
editing data yang dipilih adalah hanya data yang benar-benar diperlukan obyektif
atau tidak bias.

Coding

37
Setelah data terkumpul dan selesai diedit, tahap selanjutnya adalah memberi
kode terhadap data yang ada. Coding data didasarkan pada kategori yang dibuat
berdasarkan pertimbangan penulis sendiri (Notoatmodjo, 2002).

Pemberian kode untuk pola asuh ibu dengan skor sebagai berikut :

Jawaban selalu : nilai 4

Jawaban hampir selalu : nilai 3

Jawaban jarang : nilai 2

Jawaban tidak pernah : nilai 1

Tabulating

Tabulating merupakan proses membuat tabel untuk data masing-masing


variabel penelitian dan dibuat berdasarkan tujuan penelitian. Dalam tahap ini
dibuat 2 tabel frekuensi dan 1 tabel silang (Notoatmodjo, 2002).

Analisis data

Hubungan antara pola asuh ibu dengan tingkat perkembangan personal sosial
menggunakan kuantitatif korelasi, sedangkan uji statistiknya menggunakan uji non
parametric. Rumus analisis yang digunakan adalah Chi Kuadrat karena skala data
yang digunakan adalah nominal dan nominal.

Keterangan :

: chi kuadrat

: frekuensi yang diobservasi

: frekuensi yang diharapkan

38
Untuk melihat adanya korelasi dilakukan dengan membandingkan harga Chi
Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel. Jika Chi Kuadrat hitung besar dari tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima (Sugiyono, 2006). Pengujian analisis dilakukan
dengan menggunakan program software komputer.

J. Etik Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat


penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
lengsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah
etika yang harus diperhatikan antara lain :

Informed Consent (lembar persetujuan)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian


dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian
dilakukan. Tujuan Informed Consent adalah agar subyek mengerti maksud dan
tujuan penelitian.serta mengetahui dampaknya. Jike subyek bersedia, maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak pasien. Informasi yang harus ada dalam Informed
consent antara lain; partisipai pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data
yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan
terjadi, manfaat, kerahasiaan, informais yang mudah dihubungi dan lain-lain.

Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek


penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.

Confidentiality (kerahasiaan)

39
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
data yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007). Kerahasiaan data
dilakukan dengan tidak mempublikasikan nama responden hanya menyajikan hasil
serta jawaban responden.

40
IDENTITAS RESPONDEN

Identitas Anak

Nama Anak :

Tanggal lahir :

Jenis kelamin :

Laki-laki :

perempuan :

Umur anak :

Identitas orang tua

Nama ibu :

Umur ibu :

Alamat :

Agama :

41
KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN

(Perkembangan personal sosial anak usia prasekolah)

Anak umur 36 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Dapatkah anak menggunakan sepatunya sendiri?

Anak umur 42 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Dapatkah anak mengenakan sepatunya sendiri?
Apakah anak anda bermain petak umpet, ular naga, atau

permainan lain dimana ia ikut bermain dan mengikuti

aturan main?
Setelah makan apakah anak mencuci dan mengeringkan

tangannya dengan baik sehingga anda tidak perlu

mengulanginya?
Dapatkah anak mengenakan celana panjang, kemeja, baju,

atau kaos kaki tanpa dibantu? (tidak termasuk memasang

kancing, gesper, atau ikat pinggang?

Anak umur 48 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Setelah makan apakah anak mencuci dan mengeringkan
tangannya dengan baik sehingga anda tidak perlu

mengulanginya?
Dapatkah anak anda bermain petak umpet, ular naga, atau

permainan lain dimana ia ikut bermain dan mengikuti

aturan main?
Dapatkah anak mengenakan celana panjang, kemeja, baju,

atau kaos kaki tanpa dibantu? (tidak termasuk memasang

kancing, gesper, atau ikat pinggang)?

Anak umur 54 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Apakah anak anda bermain petak umpet, ular naga, atau

permainan lain dimana ia ikut bermain dan mengikuti

aturan main?
Dapatkah anak mengenakan celana panjang, kemeja, baju,

atau kaos kaki tanpa dibantu? (tidak termasuk memasang

kancing, gesper, atau ikat pinggang)?


Apakah anak dapat mengancingkan bajunya atau pakaian

boneka?

Anak umur 60 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Apakah anak dapat mengancingkan bajunya atau pakaian

boneka?
Apakah anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel

(tanpa menangis atau menggelayut pada anda) pada saat

43
akan meninggalkannya?
Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa

bantuan?

Anak umur 66 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Apakah anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel

(tanpa menangis atau menggelayut pada anda) pada saat

akan meninggalkannya?
Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa

bantuan?

Anak umur 72 bulan

Perkembangan anak Ya Tidak


Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa

bantuan?
Tulis apa yang dikatakan anak pada kalimat-kalimat yang

belum selesai, jangan membantu kecuali mengulang

pertanyaan:

“ jika kuda besar maka tikus..................”

“jika api panas maka es.........................”


“jika ibu seorang wanita maka ayah
seorang..................................................”

Apakah anak menjawab dengan benar (tikus kecil, es


dingin, ayah seorang pria)?

45
KUESIONER POLA ASUH IBU

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (√) pada kolom jawaban selalu (S), hamper selalu (HS), jarang (J), tidak pernah (TP).
Pilih salah satu saja tiap nomor.

Jawablah semua pertanyaan dengan teliti.

Jika ada pertanyaan yang kurang jelas, silahkan bertanya kepada petugas.

NO Pertanyaan S HS J TP
1. Saya memaksa anak-anak untuk mentaati

peraturan saya.
2. Saya membantu bila anak mengalami kesulitan

dalam memilih sesuatu mainan.


3. Saya memberi saran bila anak memerlukannya.
4. Saya mendidik anak dengan keras karena hak

saya sebagai orang tua.


5. Saya member kesempatan pada anak untuk

menentukan pilihan memakai baju sendiri.


6. Saya tidak peduli ketika anak mempunyai

masalah dengan temannya.


7. Saya membangkitkan semangat anak bila bila

putus asa.
8. Saya marah bila anak memberikan protes

tentang pendapat saya.


9. Saya mendorong anak berani mengajukan

pendapat.
10. Saya menanyakan penyebabnya bila anak

berbuat salah.
12. Saya mendidik anak dengan disiplin yang tegas
sesuai dengan keinginan saya tanpa kompromi.
13. Saya mengabaikan anak menyelesaikan PR

sendiri tanpa saya bombing.


14. Saya memberikan kesempatan kepada anak

menyelesaikan pekerjaannya untuk

menumbuhkan sikap percaya dirinya.


15. Saya mendorong anak agar mampu mengatasi

masalahnya sendiri tanpa dibantu orang lain.


16. Saya merasa keberatan ika anak mengajukan

protes.
17. Saya mengatur semua kegiatan anak dalam

keluarga tanpa kompromi.


18. Saya membiarkan anak putus asa setelah ujian

dari sekolah.
19. Saya menerapkan aturan dalam keluarga sesuai

situasi.
20. Saya menanggapi protes anak.
21. Saya mengontrol semua pekerjaan anak sehari-

hari.
22. Saya marah bila anak protes pada hukuman

yang saya berikan.


23. Saya memberikan kebebasan pada anak untuk

menanggapi semua yang sudah direncanakan.


24. Saya mengatur kegiatan anak sehari-hari

termasuk kegiatan bermainnya.


25. Saya tidak memperhatikan keluhan anak
26. Saya marah bila anak tidak memenuhi perintah

47
saya.
27. Saya membiarkan semua perilaku anak.
28. Saya tidak peduli meskipun anak tidak mau

bersalaman dengan orang lain.


29. Saya mengabaikan anak untuk menentukan

pilihannya sendiri.
30. Bila anak menangis saya hanya membiarkan

sampai anak berhenti menangis sendiri.


Bab 6. Jadwal Pelaksanaan
No Kegiatan Bulan Maret Bulan April Bulan Mei Bulan Juni Bulan Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Proposal √ √ √ √
- Studi Pendahukuan

- Observasi ke Lokasi
2 Seminar Proposal √

3 Perijinan √ √ √
-Persiapan

-Pelaksanan
4 Pelaksanaan Penelitian √ √ √ √
5 Olah Data √ √ √
-Coding

-Editing
6 Analisis hasil √ √
7 Penyusunan Laporan √ √ √
8 Seminar Hasil √

49
Bab 7. Personalia penelitian

Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Drs. Sugiyanto, M.Kes

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. NIDN : 8408007

d. Disiplin Ilmu : Promosi Kesehatan

e. Pangkat/Golongan :IIIb

f. Jabatan Fungsional :Asisten Ahli

g. Fakults/Jurusan : Ilmu Keperawatan

h. Waktu Penelitian : Maret-Juli 2011

Anggota Peneliti : Edy Suprayitno, S.Kep., Ns

Tenaga Labor/Tulis :

Pekerja Lapangan :

Tenaga Administrasi:

50
Bab 8. Perkiraan Biaya Penelitian

A. Persiapan

No Uraian Besarnya Biaya

1 Perizinan Rp. 400.000,-

2 Observasi ke lokasi Rp. 200000

3 Penulusuran Literatur Rp. 200000

Jumlah Rp. 800.000,

B. Subyek Penelitian

No uraian Besarnya Biaya

1 Analisi Data Rp. 300.000,-

2 Kenang-kenangan Rp. 200.000,-

Jumlah Rp. 500,000,-

C. Pelaksanaan

No Uraian Banyak Harga Satuan Jumlah

1 Perjalanan Penyebaran Angket 5x Rp. 100.000,- Rp.500.000,-

2 Perjalanan Penarikan Angket 5x Rp. 100.000,- Rp.500.000,-

Jumlah Rp. 1.000.000,-

D. Penyusunan Laporan

No Uraian Banyak Harga Satuan Jumlah

1 Fotocopy Proposal 100 lbr 5 eks Rp. 200,- Rp. 100.000,-

2 Fotocopy Laporan 100 lbr 7 eks Rp. 200,- Rp. 210.000,-

3 Jilid Proposal 5 eks Rp.15.000,- Rp. 75.000,-

4 Jilid Laporan 7 eks Rp. 15.000,- Rp. 105.000,-

5 Kertas 6 rim Rp.35.000,0- Rp.210.000,-

Jumlah RP. 700.000,-

51

Anda mungkin juga menyukai