\Tinjauan Pustaka|
Metode Deteksi Mikotoksin
Romsyah Maryam
Balai Penelitian Veteriner
Abstrak
Mikotoksin merupakan masalah yang sangat sulitditanggulangi, mengingat iklim di Indonesia sangat Kondusit bagi
pertumbuhan kapang toksigenik seperti Aspergilius sp. dan Fusarium sp. Beberapa jenis mikotoksin seperti aflatoksin,
fumonisin, okratoksin A, zearalenon, deoksinivalenol, dan woksin ‘2 dilaporkan banyak mengkontaminasi komoditas
Pertanian seperti beras jagung, kacany-kacangan, dan hasil olahannya. Selain berbahaya hagi Kesebatan manusia dan
hewan, kontaminasi mikotoksin jugs memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian, terutama di pasar
global Metode deteksi berperan penting dalam menentukan apakah suatu Bahan pargan/pakan layak dikonsumsi dan
tela memenubi persvaratan muty yang bertaku. Hasil analisis yang cepat dan akurat sangat membantu upays
pengendaian masalah mikotoksin baik yang berkaitan dengan keschatan masyarakat, peteKonomisn, maupun dalam
penentuan kebijakan. Metode dotcksi yang banyak diapfikasikan untuk analisis mikotoksin di antaranya visuaisas
blue green yellow fluorescence (BGYE), thin layer chromatography (TLC), high performance liguid chromatography
(HPLC), gas chromazography (GC), gas chromatography / liquid chromatography mass spectromenry (GCLC-MS),
fuorimetn, dan immugroassay. Di samping itu, metode imunohistokimia dapat digunakan untuk mengetabui gejala
rikotoksikosis baik pada manusia maupun hewan, Setiap metode memiiki kelebioan dan kekurangan, serta tingkat
akarasi yang berbede-beda, Och karena itu, pemilihan metode disesuaikan pada tyjuan dan kepentingan analists yang
, dan FB) dengan ESI sen-
sitivitasnya meningkat- menjadi 250 py. Sinyal
molekul ion (M°E1)’ terlihat pada m/= 722 untuk
FB), 706 untuk FB; dan FB3.””
LC-MS terutama yang menggunakan tekanan
lmosfir telah digunskan untuk penentuan dan identi-
fikasi trikotesen, termasuk DON pada konsentrasi
rendah.” Analisis mikotoksin fusarium pada serealia,
aflatoksin pada kacang tanah semakin madah dilaku-
kan. Oleh kerena selektivitas LC-MS yang tinggi,
identifikasi dan kuantifikasi dapat dilakukan dengan
jumiah sampel yang sedikit dan tahapan preparasi
yang minimal
Keunggulan dan kelemahan HPLC
Metode HPLC mempunyai beberapa keunggulan di-
bandingkan dengan metode Iainnya, yaitu dapat men-
deteksi berbagai jenis mikotoksin secara_texpisah,
baik Kualitatif maupun kuantitatif dengan tingkat
akurasi dan presisi, serta spesifisitas dan sensitivitas|
vang tinggi. Untuk senyawa dengan sensitivitas rendah
dapat ditingkatkan melalui derivatisasi_pra-kolom
atau pasca-kolom. Namun demikian, metode HPLC
juga memiliki kelemahan, di antaranya membutuhkan
proses preparasi yang lama dan tingkat kemurnian
sampel yang tinggi sehingga diburuhkan pemumian
(cleanup). Selain itu, deteksi dengan HPLC membutuh-
kon reagen dengan tingkat kemurnian tinggi (HPLC
grade), dan instrumentasi yang mahal, serta operator
yang terlatihy
Gas Chromatography (GC)
Metode GC telah dikembangkan untuk mendeteksi
berbagai jenis mikotoksin, terutama yang dihasilkan
oleh kapang Fusarivn sp
Analit yang akan dideteksi dengan GC harus
mudah menguap atau dibuat menjadi senyawa yang
mudah menguap melalui proses derivatisasi sebelum.
dimasukkan ke dalam kolom. Dengan adanya gas
pembawa (carrier gas), sampel diclusi melalui kolom
kapiler sehingga terjadi interaksi antara analit yang
terdapat dalam sampet dan cairan fasa diam. Di
dalam kolom ini selanjutnya terjadi pemisahan
antara analit dan matriks lain yang terdapat dalam
sampel. Dengan detektor yang. sesuai, analit dapat
terdeteksi sebagai puncak (peak) yang diketahui
jenis dan jumtahnya berdasarkan wakt retensi (RT)
dan areanya dibendingkan dengan standar acuan,
Analisis mikotoksin dengan GC umumaya meng.
gunakan kolom kapiler dengan fasa diam diffnil
dimetil polisitoksan, Pemisahan yang terjadi sangat
ipengaruhi oleh pengataran suhu kolom. Sebagai
gas pembawa umumnya digunakan gas mulia seperti
helium, argon, hidrogen, dan nitrogen. Berbagai miko
toksin dapat dideteksi dengan GC, karena dapat me~
nguap dengan mudah setelah diderivatisasi sehingwa
digunakan secara rutin, Mikotoksin fusarium seperti
trikotesen B dan zearalenon dapat dipisahkan dan di-
ddeteksi secara bersamaan dalam waktu 15-50 menit.
Metode GC juga dapat digunakan untuk mendeteksi
patulin dan fumonisin. GC lebih banyak digunakan
terutama untuk mendeteksi senyawa trikotesen dalam
bentuk derivatif trimetilsilil, pentafluoropropionil,
heplafluorobutiril, dan trifluoroasetil dengan electron
captured dereetor (ECD), atau flame ionised detector
(FID), MS, atau tandem MS-MS. Pemilihan pereaksi
penderivatisasi bergantung pada jenis trikotesen yang.
akan dianalisis dan metode deteksi yang digunakan,
Gugus karbonil terkonjugasi membuat trikotesen
tipe B sensitif terhadap ECD, sementara trikotesen
tipe A memberikan respon sensitif dengan perlakuan
fluoroasetilasi. Derivatisasi trikotesen tipe B trimetil-
silil lebih selektif dibandingkan dengan Muoroase-
tilasi dan heptafluorobutiril, atau pentafluoropropio-
nilimidazol.”' Eter trimetilsilil dibuat dengan men-
derivatisasi seluruh gugus hidroksil dengan pereaksi
N,O-bis (trimetilsitil) asetamid, trimetilkhlorosilan,
dan trimetilsilitimidazol. Derivatisasi yang. tidak
sempurna dapat menghasilkan peak ganda pada
deteksi tunggal trikotesen tipe B. Masalah ini dapat
dikendalikan dengan menggunakan penderivatisasi
campuran seperti TRI-SIL TBT" dan Sylon BTZ yang
mengandung trimetilsililimidazole (40 + 5%), N.O-
bis (trimetilsili!) asetamid (35 +
Kblorosilan (25 + 5%)
), dan trimett!
Electron captured detector (ECD)
Detektor ini paling banyak digunakan untuk men-
deteksi_ mikotoksin, terutama yang memiliki gugus
clektrofilik, Untuk mikotoksin yang tidak mengandung
gugus elekrofilik diperlukan derivatisasi untuk me-
ningkatkan sensitivitas. Dengan “Ni (radioaktif dengan
emisi sinar {) elekiron dimasukkan ke dalam gas
Lt Kes Iron Vol7, No.2, 2007 12-08pembawa sehingga dihasilkan arus yang konstan jika
tidak ada sampel. Jika di dalam’ sampel terdapat
senyawa yang dapat menangkap elektron, maka arus
akan turin sesuai dengan jumlah senyawa tersebut
Senyawa dengan gugus elektronegatif yang tinggi
(halogen dan gugus nitro) dapat dengan mudah
terdeteksi, namun senyawa hidrokarbon, amina dan
alkohol tidak dapat terdeteksi dengan ECD.
Derivatisasi sangat penting, terutama untuk
trikotesen A yang biasanya melalui fluoroasilasi,
sedangkan untuk trikotesen B diperlukan Tri-Sil-
TBT untuk mengurangi background, Pada serealia,
deteksi trikotesen A dan B dapat dilakukan secara
simultan dengan menggunakan GC-FCD,” sedangkan
deteksi patulin dalam jus apel dilakukan -melalut
derivatisasi dengan heptafluorobutirat (limit deteksi
< 10 ug/L)." Bahan penderivatisasi Iainnya yang
banyak digunakan yaitu trimetilsilil (TMS). Gambar
6 adalah contoh pemisahan dan deteksi mikotoksin
fusarium pada GC-ECD.
mbar 6. Pemisahan dan deteksi mikotoksin
fusarium pada GC-ECD”
GC-MS
Perpaduan GC dengan MS (GC-MS) merupakan
metode deteksi yang sangat_memuaskan, terutama
untuk identifikasi dan kuantifikasi senyawa, Fragment
massa yang dihasilkan dapat memberikan informasi
struktur dari senyawa yang dideteksi. Pada GC-MS
modem, kecepatan alir diatur melalui interface yang
terhubung dengan komputer. Setelah pemisahan pada
kolom GC, sampel sclanjutnya menjalani proses
ionisasi. Electron impact ionisation (El) dan
chemical ionisation (CV) merupakan metode yang
banyak digunakan untuk ionisasi dan fragmentasi
sampel. Pada El digunakan elektron yang diemisikan
oleh filamen tungsten pada 70 eV. Pada Cl
Gigunakan gas reaktif (seperti metana, NHs) yang,
19
‘menghasitkan rangkaian reaksi dengan fragmentasi
rendah, schingga CI disebut juga metode ionisasi
rendah,
Quadrupole mass filter inerupakan salah satu
penganalisis massa yang umum digunakan, Filter ini
memiliki kecepatan scanning yang tinggi, samun
sensitivitasnya rendah, Pada rasio massa/muatan (m/2)
yang sesuai, ion-ion dilewatkan melalui suatu medan
magnet yang dihasitkan oleh quadrupole. Pada instr
men fokus ganda (double focusing instrument), ion
dilewatkan pada suatu medan magnet (dispersing)
dan clektrostatik (focusing) sehingga diperolch hasil
analisis yang sangat memuaskan, Namun demikian,
instrumen ini sangat mahal dan sulit dioperasikan
Dengan GC-MS trikotesen A dan B dapat didetcksi
sebagai derivat heptatrifluoro butirat"® atau derivat
trimetilsilil (TMS), sedangkan patulin dideteksi
sebagai tri metilsilileter atau heptafluorobutirat
untuk meningkatkan volatilitas.””
Immunoassay
Pada awal perkembangannya, immunoassay hanya
digunakan untuk mendiagnosis penyakit. Kemudian
metode ini dikembangkan untuk mendeteksipen-
‘cemar, seperti: halnya mikotoksin.“"
Prinsip deteksi immunoassay berdasarkan pada
interaksi antara antigen dan antibodi, Ada beberapa
macam metode deteksi immunoassay, di antaranya
radio immunoassay (RIA) dan enzyme linked inmu-
nosorbent assay (ELISA).
Radio immunoassay (RIA)
Metode ini menggunakan radio isotop sebagai label,
yang dalam hal ini antibodi, antigen (toksin) yang
dilabel, dan ekstrak sampel diinkubasi secara’ber-
samaan, Antigen berlabel akan berkompetisi dengan
antigen dari sampel (tidak berlabel) untuk berikatan
dengan antibodi." Konsentrasi mikotoksin ditentukan
dengan ekstrapolasi dari kurva standar (plot antara
rasio miktoksin bebas dan yang terikat vs konsentrasi
mikotoksin yang tidak dilabel). Metode RIA. sangat
akurat, namun karena sifat radioaktif’ yang dapat
membahayakan, maka penggunaannya di labora-
torium sangat terbatas,
Enzyme linked-immunosorbent assay (ELISA)
Untuk analisis rutin, ELISA lebih banyak digunakan
daripada RIA karena tidak menggunakan bahan ber-
bahaya dan memiliki sensitivitas yang setara dengan
RIA. ELISA yang menggunakan antibodi spesifik20
diperoleh melalui rangkaian proses, seperti sintesis|
imunogen, imunisasi ewan, isolasi, dan karak-
terisasi antibod
Ada dua tipe ELISA yang seting digunakan
untuk mendeteksi mikotoksin, yaitu ELISA kompe-
titif langsung (direct competitive ELISA) dan kon
petitif tidak langsung (indirect competitive ELISA).
Pada ELISA kompetitif Iangsung, antibodi di-
lapiskan pada plat ELISA. Sampel’standar dicampur
dengan toksin-enzim konjugat, kemudian dimasukkan
ke dalam sumuran yang. sudah dilapisi antibodi, se-
hingga terjadi Kompetisi antara standar dan mikotoksin
dela sampel untuk berikatan dengan antibodi. Deng;
penambshan substrat, ikatan antigen-enzim konjugat-
antibodi akan memberikan warna yang dibaca pada
ELISA reader (spektrofotometer) pada panjang,
gelombang tertentu (Gambar 6a). Konsentrasi miko-
heed Beacons
fama ests ona
ea abe s
@
Gambar 6, Mekanisme LISA langsung (a) dan ELISA tak lan
Aflatoksin sebagai mikotoksin_yang_termasuk
senyawa karsinogen Grup 1A telah menjadi perhatian
dunia. Oleh Karenanya, metode ELISA merupakan untuk
mendeteksi cemaran aflatoksin banyak dikembang-
kan dan tersedia di pasaran. Tabel 3 menunjukkan
bederapa contoh kit immunoassay untuk mendeteksi
aflatoksin yang dapat diperoleh secara komersial
Metode ELISA untuk mendeteksi DON dapat
dilakukan secara langsung, namun sensitivitasnya
tendah (LOD = 20 - 300 ng/g). Metode ELISA yang
paling sensitif untuk deteksi 3-asetil DON dengan
toksin ditentukan dengan ekstrapolasi kurva standar
(plot antara % inhibisi us konsentrasi
Pada ELISA kompetitif tidak langsung, plat di-
lapisi dengan antigen yaitu toksin-protein konjugat.
Antibodi dan sampetistandar diinkubasi secara ber
samaan, kemudian dimasukkan ke dalam sumuran
pada plat yang berisi antigen. Seperti halnya ELISA
Kompetitif langsung, kompetisi akan terjadi antara
standar dan mikotoksin dalam sampel untuk ber-
ikatan dengan antibod, Setelah pencucian, ditambah-
kan antibodi sekunder yang dilabel dengan enzim,
Adanya reaksi kompleks antara antigen-antibodi
akan memberikan wama setelah penambahian
substrat, yang dapat diukur dengan menggunakan
ELISA reader (Spektrofotometer) (Gambar 60).
LOD 03-1 ng/g, membutubkan asetilasi sebelum
penentuan DON. Dengan demikian, hasilnya sangat
bergantung pada jumlah DON dan derivatif asetiInya.
Akurasi_ metode immunoassay ini sangat terbatas,
arena adanya reaksi silang dengan senyawa-senyawa
yang memiliki struktur inti serupa dengan DON."
Studi komparatif menunjukkan adanya kesulitan
untuk menentukan DON dalam pelarut organik
muri (CV 21%). Seain itu, terjedi_kesalahan
estimasi karena adanya senyawa pengganggu.
8k! Ke Indo Vol7, No 1-2. 2007:Tabel 3. Komersial /mmumoassay kit untuk aflatoksin
Terk ‘ral Tees
AlateaeP BI, B3. G1. G2, Afni cofanm
Mi
AgriQuick Bip Ai column
AflaSereen BIB2.GI.MI_ ELISA.
tires
anw20 Ble,Gl — FLSAGp
Milo BIBAGl | FLSAcup
INDEXX-APE Bhbacl ELISA,
inirovels
CITE-Probeafiaoxin—81,82,G1 ELISA probe
EZSCREIN.sfatonm BLDG] FLISA. cand
Total aflatoxins
BI, B2, G1, G2
Afinity coluran
Aflatoxin M1 MI Asfinity column
Aflatoxin test ELISA
microwells
Aflatoxin Mi MI ELISA
Adsorpsiselektit
Adsorpsi selekti
Minicolumn
B1.B2.G1,
BILB2. GILG?
BILB2. Gi, G2
HV minicolumn
Sarnber: Lee (1959)
Metode ELISA untuk mendeteksi fimonisin telah di-
kembangkan oleh Azcona-Olivera et af." dan Yeung
et al dengan menggunakan antibodi_monoklonal
spesifik terhadap FB)-toksin kolera (FB;-CT), Metode
ini dapat digunakan untuk mendeteksi cemaran fumo-
nisin dalam berbagai jenis sampel.
Keunggulan dan Kelemahan ELISA
ELISA merupakan metode yang sensitif, spesifik, cepat,
mudah dan ekonomis. Metode ini dikembangkan
dengan mengguniakan antibodi_ poliktonal IgG, IgM
dan IgY dengan sensitivitas yang tinggi, atau anti-
bedi monoklonal untuk mendapatkan spesifisitas
yang tinggi.”® Dengan metode ini, sejumlah sampel
dapat dideteksi dalam waktu yang bersamaan ( >S0
‘sampel) dengan menggunakan sedikit reagen
Beberapa kelemahan dari metode deteksi ELISA
yaitu akurasi yang sangat terbatas karena adanya
reaksi silang dengan senyawa-senyawa yang me-
miliki struktar inti sama.®* Dengan adanya senyawa
pengganggu, dapat terjadi kesalahan estimasi sehingga
hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan
deteksi menggunakan HPLC dan GC" Selain itu,
dengan metode ELISA sulit menentukan konsentrasi
analit dalam pelarut organik murni (CV 21°%)." ELISA,
a1
“TOD GP) Apliker
(min’sampel
Oey Fluorometer, HPLC
2 5 Fluorometer, HPLC
1 R Sesnikuansitatif (visua,
uanitaif
Gostrumental)
20 4 +
10 4 te
3 4s Instrumental,
somikuantiaitf
20 3 +
2» 7 +
1 30 Visual (UV),
serikuantiatf