Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam sistem administrasi di Indonesia, terdapat


lembaga pemerintahan baik yang terbentuk dalam susunan
kementerian (Departemen) maupun non departemen (LPND).
Salah satu LPND yang berhubungan erat dengan sistem
administrasi sekaligus dengan eksistensi dan fungsi aparatur
pemerintah, adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Sebagaimana ditentukan dalam peraturan


pembentukannya yakni Keputusan Presiden No. 20 tahun 1989,
LAN bertugas membantu Presiden dalam membina,
mengkoordinasikan dan menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan dibidang administrasi negara, pendidikan dan
latihan Pegawai Negeri dalam rangka memelihara serta
meningkatkan dayaguna dan hasilguna administrasi negara
untuk mendukung kelancaran jalannya pemerintahan dalam arti
yang seluas-luasnya.

Guna mewujudkan amanat tersebut, secara terus-


menerus, terencana dan terpadu LAN berusaha menemukan
terobosan-terobosan baru ataupun penyesuaian-penyesuaian
yang lebih tepat dan efisien bagi terciptanya sebuah birokrasi
modern yang dapat mengimbangi dan memenuhi tuntutan
perkembangan masyarakat yang semakin maju dan kompleks.

Hal ini berkaitan erat dengan fakta yang menunjukkan


terjadinya kesenjangan antara tingkat kemampuan individual
dan institusional birokrasi dengan tingkat pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang semakin tidak mengenal batas. Padahal,
sebagai lembaga yang memikul fungsi pelayanan umum (public
service), aparatur dituntut selalu memperbaharui semangat dan
etos pengabdiannya, prosedur dan budaya kerja, maupun
profesionalismenya.

Dengan demikian penyempurnaan sistem administrasi


dan pendayagunaan aparatur menjadi salah satu aspek
kebijaksanaan (policy) yang menentukan keberhasilan tugas-
tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan, terutama
dalam mengantisipasi gejala globalisasi. Khususnya dalam
memasuki pembangunan jangka panjang tahap kedua, LAN
bekerjasama dengan segenap instansi terkait menggalakkan
program pengembangan sumber daya aparatur, yang dikenal
dengan konsep Modernisasi Birokrasi. Konsep ini merujuk
kepada upaya-upaya perubahan dan perbaikan birokrasi
nasional, disesuaikan dengan perubahan, perkembangan, dan
kemajuan dunia internasional.

Dalam perspektif kelembagaan, paham paternalisme


yang berkembang selama ini telah terbukti menghambat arus
partisipasi masyarakat serta menciptakan dikotomi besar dalam
tata hubungan pemerintah dan masyarakat. Saat ini paham
tersebut perlu segera dikoreksi dengan mengembangkan tata
hubungan yang berlandaskan kepada kemitraan dan
kemandirian. Secara tidak langsung, langkah-langkah
pendayagunaan aparatur melalui partnership bukan saja
merupakan upaya menghindari berbagai perilaku inefisiensi
birokrasi, lebih dari itu merupakan strategi penempatan
birokrasi pada posisi kesejajaran dengan segenap potensi soaial
politik yang ada. Oleh karena itu, dalam pengertian kemitraan
atau kesejajaran terdapat pula konsep pemberdayaan potensi
masyarakat.

Dilain pihak, aparatur negara dapat dilihat sebagai


kumpulan manusia yang terorganisir dan tersusun secara
hierarkhis struktural maupun fungsional untuk menjalankan
peran administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
Dalam pengertian tersebut, manusia aparatur menjalankan
berbagai fungsinya, termasuk fungsi kepemimpinan dan staf,
dalam berbagai tingkat kebijakan mulai perencanaan,
pelaksanaan sampai pengawasan kebijakan. Dengan kata lain,
sumber daya manusia aparatur yang berkualitas merupakan
syarat keberfungsian organisasi dengan baik.

Pada hakekatnya, pengembangan mutu dan


profesionalisme aparatur tidak semata-mata bertujuan
melancarkan peran sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
tetapi harus mampu menjadikan aparatur sebagai agen
pembaharu serta sebagai katalisator pembangunan. Oleh
karenanya, diperlukan adanya program investasi sumber daya
manusia yang pada gilirannya akan terbayarkan kembali dengan
meningkatnya kemampuan, produktivitas manusia tersebut.

Mengingat posisi dan peran aparatur yang begitu penting


dalam konteks sistem administrasi negara, berbagai terobosan
serta teknik dan metode yang bertujuan untuk
penyempurnaannya maupun peningkatan peran serta masyarakat
dalam pengambilan keputusan mengenai pembangunan, perlu
didukung dan ditindaklanjuti.

Dan sebagai lembaga fungsional ikut bertanggungjawab


dalam penyempurnaan sistem administrasi negara, LAN telah
berperan secara nyata melalui bidang-bidang garapan yang
menjadi wewenangnya, yaitu bidang penelitian dan
pengembangan serta bidang pendidikan dan pelatihan.
Kenyataan telah menunjukkan bahwa apa yang sudah dilakukan
LAN membawa pengaruh positif bagi upaya penertiban dan
perwujudan aparatur yang bersih dan berwibawa.

Sasaran upaya pendayagunaan aparatur pemerintah pada


tahun keempat Repelita V terarah pada penyempurnaan
seluruh unsur sistem administrasi pemerintahan, baik aspek
kelembagaan, aspek kepegawaian maupun aspek
ketatalaksanaannya, termasuk sistem dan administrasi
perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
pengawasan. Upaya tersebut merupakan kelanjutan dari
langkah-langkah tahun-tahun sebelumnya; bertujuan untuk
menciptakan aparatur yang lebih berdaya guna, berhasil guna,
bersih dan berwibawa; mampu melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan umum dan pembangunan yang dilandasi
semangat dan sikap pengabdian bagi negara dan masyarakat,
serta sanggup menum-buhkan prakarsa dan peran serta aktif
masyarakat. Keseluruhannya itu merupakan bagian tak
terpisah dari keseluruhan strategi, kebijaksanaan dan rencana
pembangunan nasional yang didasarkan dan merupakan
pengamalan Pancasila dan UUD 1945.

Dasar kebijaksanaan utama untuk secara terus-menerus


menyelenggarakan penyempurnaan aparatur Pemerintah
termuat didalam Garis-garis Besar Haluan Negara,
khususnya mengenai aparatur Pemerintah yang menyatakan
sebagai berikut :

a. Aparatur Pemerintah ditingkatkan pengabdian dan


kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan
Negara, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
b. Pembinaan, penyempurnaan dan penertiban aparatur
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah,
termasuk perusahaan-perusahaan milik negara dan
milik daerah sebagai aparatur perekonomian negara
dilakukan secara terus-menerus agar dapat mampu
menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa
sehingga mampu melaksanakan tugas tugas umum
Pemerintah maupun untuk menggerakkan pelaksanaan
pembangunan secara lancar.

c. Perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kebijaksanaan dan lang- kah-


langkah yang telah dilakukan dalam rangka penertiban
aparatur Pemerintah serta dalam merianggulangi masalah-
masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang,
kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan
negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk
penyelewengan lainnya yang menghambat pelaksanaan
pembangunan.

d. Hubungan fungsional yang makin mantap antara


lembaga-lem- baga perwakilan rakyat dengan
Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
perlu terus dikembangkan.
e. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan
yang tersebar di eeluruh pelosok negara dan dalam
rangka membina keeatuan bangsa, maka hubungan
yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dikembangkan atas dasar keutuhan Negara
Keeatuan dan diarahkan kepada pelaksanaan otonomi
daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang
dapat menjamin perkembangan dan pembangunan
daerah, dan dilaksanakan bersama-sama dengan
dekonsen-trasi.
f. Memperkuat pemerintahan desa, agar makin mampu
menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam
pembangunan dan menyelenggarakan administrasi desa
yang makin meluas dan efektif. Untuk itu perlu disusun
Undang-undang tentang Pemerintahan Desa.

Untuk pelaksanaannya, maka dasar-dasar


kebijaksanaan ter-sebut telah dirumuskan sebagai Krida Keempat
dari Sapta Krida Kabinet Pembangunan III dan secara
terperinci dijabarkan dalam Repelita III yang merupakan
kelanjutan dan peningkatan dari pada Repelita-repelita
sebelumnya.

Usaha penyempurnaan seperti telah dirumuskan dalam


Repelita III sama halnya dengan usaha pembangunan itu sendiri,
adalah merupakan usaha yang terus-menerus secara
melembaga. Tu-juannya adalah perbaikan menyeluruh, baik
horisontal maupun vertikal, agar aparatur Pemerintah
berkemampuan tinggi untuk menjalankan peranan dalam
mendukung proses pembangunan nasional. Tujuan tersebut
hanya dapat dicapai dalam jangka waktu yang cukup
panjang dengan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan
yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan
berencana dengan penentuan sasaran serta penilaian
urgensi dan prioritas yang realiatis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASAS-ASAS PENGORGANISASIAN


KELEMBAGAAN APARATURPEMERINTAH

Agar tugas pokok aparatur pemerintah dapat


terlaksana dengan baik, maka dalam penyusunan
kelembagaan perlu didasarkan pada asas-asas
pengorganisasian yang tepat, antara lain sebagai berikut :

1. Asas Pembagian Tugas


• Tugas umum pemerintahan dan pembangunan perlu
dibagi habis ke dalam tugas-tugas departemen,
Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan aparatur
pemerintah lainnya sehingga dapat dijamin selalu
adanya tanggung jawab.
• Perlu adanya kerjasama dengan instansi lain yang
terkait.
• Perlu adanya perumusan tugas yang jelas sehingga
dapat dicegah duplikasi, benturan dan kekaburan.

1. Asas Fungsionalisasi
• Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan harus ada suatu instansi yang secara
fungsional paling bertanggung jawab.
• Asas ini akan menentukan mekanisme koordinasi
dalam arti bahwa instansi atau satuan kerja yang
secara fungsional paling bertanggung jawab tersebut
berkewajiban untuk memprakarsainya.

1. Asas Koordinasi
• Asas ini menekankan agar dalam penyusunan
kelembagaan instansi pemerintah memungkinkan
terwujudnya koordinasi yang mantap dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan.

1. Asas Kesinambungan
• Harus adanya institusialisasi dalam pelaksanaan dalam
arti bahwa tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan harus berjalan secara terus menerus
sesuia dengan kebijaksanaan dan program yang telah
ditetapkan tanpa tergantung pada diri pejabat/ pegawai
tertentu.

1. Asas Keluwesan
Organisasi selalu mengikuti dan menyesuaikan diri
dengan perkembangan dan perubahan keadaan
sehingga dapat dihindari kekakuan dalam pelaksanaan
tugasnya.

2. Asas Akordion
• Organisasi dapat berkembang atau mengecil sesuai
dengan tuntutan tugas dan beban kerjanya, namun
demikian tidak boleh menghilangkan fungsi yang ada.

1. Asas Pendelegasian Wewenang


• Asas ini menentukan tugas-tugas yang perlu
didelegasikan dan tugas-tugas yang masih harus
dipegang pimpinan.
• Setiap unit yang menerima pelimpahan wewenang
harus mampu melaksanakan wewenang dan tugas-
tugas yang dilimpahkan.

1. Asas Rentang Kendali


• Agar dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau
orang yang dibawahi oleh seorang pejabat pimpinan,
diperhitungkan secara rasional mengingat terbatasnya
kemampuan seorang pimpinan/ atasan dalam
mengadakan pengendalian terhadap bawahannya.
1. Asas jalur dan Staf
• Agar terdapat kejelasan antara tugas pokok dan
penunjang, maka dalam pengorganisasian
kelembagaan aparatur pemerintah digunakan asas ini.
• Asas ini menentukan bahwa dalam penyusunan
organisasi perlu dibedakan antara satuan-satuan
organisasi yang melaksanakan tugas pokok instansi
dengan satuan-satuan organisasiyang melaksanakan
tugas-tugas penunjang.

1. Asas Kejelasan dalam Pembangunan


• Asas ini mengharuskan setiap organisasi pemerintah
menggambarkan susunan organisasinya dalam bentuk
bagan, agar setiap pihak berkepentingan dapat segera
memahami kedudukan dan hubungan dari setiap
satuan organisasi yang ada.

2.2 APARATUR PEMERINTAH DI TINGKAT PUSAT

Usaha penyempurnaan bidang kelembagaan bagi


aparatur Pe-merintah Tingkat Pusat selama Repelita III
dilakukan dalam rangka lebih menyesuaikan kebutuhan
dengan perluasan tugas-tugas Pemerintah, terutama tugas-
tugas pembangunan. Organisasi Departemen-departemen
telah mengalami beberapa kali perubahan dari susunan
semula sebagaimana ditetapkan dalam Kep-pres No.45
Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen,
walaupun tetap didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam
Keppres No.44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi
Departe-men.

Dalam rangka penyempurnaan organisasi tersebut telah


di-lakukan antara lain pembentukan Direktorat Jenderal,
yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah pada
Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam pada Departemen Agama,
pemecahan Direktorat Jenderal Moneter kedalam Direktorat
Jenderal Moneter Dalam Negeri dan Direkto-rat Jenderal
Luar Negeri pada Departemen Keuangan, pembentu-kan
Badan Penelitian dan Pengembangan pada Departemen
Perin-dustrian, serta pembentukan Badan SAR Nasional
pada Departe-men.

Mengingat meningkatnya dan meluasnya tugas-tugas


pembangunan, maka dalam susunan Kabinet Pembangunan
IV telah diadakan penambahan jumlah Departemen
dengan memecah beberapa Departemen yang ruang
lingkup tugasnya perlu memperoleh perhatian yang lebih
besar dan harus ditangani lebih intensif. Dalam hubungan ini
maka :

a. Departemen Pertanian telah dikembangkan menjadi


Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan,
b. Departemen Perhubungan berkembang menjadi
Departemen Perhubungan dan Departemen Pariwisata,
Pos dan Telekomuni-kasi.
c. Departemen Perdagangan dan Koperasi menjadi
Departemen Perdagangan dan Departemen Koperasi,
d. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi
Departe-men Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi.
Guna mengatur kembali susunan organisasi Departemen
sehu-bungan dengan terbentuknya Kabinet Pembangunan IV
maka dengan
mencabut Keppres No.45 Tahun 1974 tentang Susunan
Organisasi Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Keppres No.49 Tahun 1983, telah
diterbitkan Keppres No.15 Tahun 1984 yang menetapkan
kedudukan, tugas pokok dan susunan organisasi 20 Departemen
masing-masing.

Juga untuk penyesuaian dengan susunan Kabinet


Pembangunan IV organiaasi Menteri Koordinator Bidang
EKUIN sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No.12
Tahun 1978 telah diubah dengan Keppres No. 32 Tahun 1983
yang mengatur kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menko
Bidang EKUIN dan WASBANG. Perubah- an antara lain
terletak pada fungsinya untuk mengkoordinasi para
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah non Departemen
sepanjang menyangkut bidang pengawasan pembangunan.
Demikian pula kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata
kerja Menteri Negara serta Menteri Muda yang masing-
masing ditetapkan dengan Keppres No. 28 dan No. 13 Tahun
1978 telah disempurnakan masingmasing dengan Keppres No. 25 dan
No. 23 Tahun 1983. Penyempurna- an tersebut dimaksudkan
untuk lebih meningkatkan koordinasi antara semua
Menteri dalam Kabinet Pembangunan IV baik pada tingkat
perumusan kebijaksanaan, tingkat perencanaan maupun
tingkat pelaksanaan.
Terhadap Lembaga-lembaga Pemerintah Non
Departemen telah pula diadakan penyempurnaan yang
terutama ditujukan untuk dapat menampung perkembangan
tugas lembaga yang bersangkutan. Selama Repelita III
penyempurnaan-penyempurnaan yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut :

a. Pembentukan Kantor-kantor Wilayah Badan


Administrasi Ke-pegawaian Negara (BAKN) tingkat
Propinsi secara bertahap (Keppres No.53 Tahun 1980);
penetapan kembali kedudukan, tugas pokok, fungsi dan
organisasinya, antara lain dengan pengadaan 5 jabatan
Deputi, di samping jabatan-jabatan Kepala dan Wakil
Kepala (PP No.4 Tahun 1984 jo. Keppres No.11 Tahun
1984);

b. Penyempurnaan organiaasi BirQ Pusat Statistik (BPS)


kare-na peranannya makin bertambah penting (PP
No.6 Tahun 1980);

c. Penyempurnaan kedudukan dan fungei Badan Urusan


Logistik (BULOG) (Keppres No.39 Tahun 1978);

d. Peningkatan fungsi Badan Tenaga Atom Nasional


(BATAN) (Keppres No.51 Tahun 1979);
e. Penggiatan dan pengefektifan fungsi Badan Koordinasi
Ke-luarga Berencana Nasional (BKKBN) (Keppres
No.64 Tahun 3);
f. Penambahan 1 jabatan Deputi Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) (Keppres No.33 Tahun 1981) dan
perbaikan ta-takerja dalam menyusun Penambahan 1 jabatan
Deputi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) (Keppres No. 19 Tahun 1983);

g. Daftar Skala Prioritas (DSP) (Kep- pres No.78 Tahun 1982);

h. Perluasan organisasi Badan Pengkajian dan Penerapan


Teklogi (Keppres No.31 Tahun 1982);

i. Pembentukan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan


Pedo- man Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
sebagai lembaga baru yang mempunyai tugas untuk
meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila
(Eka Prasetya Pancakarsa), UUD 1945, serta GBHN
oleh Masyarakat (Keppres No.10 Tahun 1979),
Pembentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) untuk pengalihan tugas dan fungsi Direktorat Jen- deral
Pengawasan Keuangan Negara kepada BPKP (Inpres 14
Tahun 1983) sebagai lembaga baru yang mempunyai tu- gas pokok
merumuskan kebijaksanaan, menyelenggarakan pe-ngawasan
umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan serta
menyelenggarakan pengawasan pembangunan (Keppres No.
31 Tahun 1983).

Demikian pula telah diadakan penyempurnaan organisasi


Sekretariat Negara berturut-turut dengan Keppres No. 8 Tahun
1978 Keppres No. 31 Tahun 1980, Keppres No. 16 Tahun
1981 dan, terakhir dengan Keppres No. 16 Tahun 1983.
Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk lebih
memantapkan pelaksanaan fungsinya.

Adapun Dewan-dewan pada tingkat nasional yang ada


selama Repelita III ialah Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional
(Kep-pres No. 18 Tahun 1973), Dewan Pertimbangan
Kepariwisataan Nasiona1 (Keppres No. 18 Tahun 1969), Dewan
Pertahanan Keama- nan Nasional (Keppres No. 11 Tahun 1971), Dewan
Telekomunikasi (Keppres No. 18 Tahun 1975), Dewan
Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional (Keppres No.4
Tahun 1974), Dewan Pertim-bangan Otonomi Daerah (Keppres
No.23 Tahun 1975), Dewan Pem- bina dan Pengelola Industri-
industri Strategis (Keppres No.59)
Tahun 1983 jo. Keppres No.6 Tahun 1984), dan Dewan Riset
Nasional (Keppres No.l Tahun 1984). Dewan-dewan tersebut
dimaksudkan untuk mengusahakan keterpaduan dalam
pengambilan kebijaksanaan pada tingkat tinggi pemerintahan.

Selama Repelita III dilanjutkan dan ditingkatkan pula


usaha-usaha untuk penyempurnaan hubungan kerja, baik yang
bersifat institusional maupun prosedural sebagai bagian dari
usaha penyempurnaan administrasi melalui jalur komunikasi
antara Departemen/Lembaga, guna membantu tercapainya
koordi-nasi yang lebih baik. Dalam hubungan ini telah
ditingkatkan keserasian tata hubungan kerja antara berbagai
Departemen/ Lembaga, terutama dalam rangka pelaksanaan
program-program yang memperoleh prioritas tinggi dalam
pembangunan seperti program-program peningkatan dan
pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi,
pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan lingkungan
hidup, perbaikan gizi rakyat, keluarga berencana, penanaman
modal, peningkatan kepariwisataan dan lain-lain.

Sementara itu usaha pengembangan hubungan kerja


antar instansi yang lebih baik telah dilakukan melalui
kelembagaan dalam bentuk badan-badan koordinasi seperti
Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi, Badan Pengendalian
Bimas, Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan
Pengembangan Genera-si Muda, Badan Koordinasi Penanggulangan
Bencana Alam dan Ba-dan Koordinasi Energi Nasional.
Kesemuanya itu dimaksudkan untuk lebih mensukseskan
program-program pembangunan dengan keterpaduan kegiatan-
kegiatan, baik pada tingkat pemikiran, tingkat perencanaan
maupun tingkat pelaksanaan serta tingkat pengawasannya.

2.3 APARATUR PEMERINTAH DI TINGKAT DAERAH

Secara mendasar pemantapan dan penyempurnaan Aparatur


Pemerintah tingkat Daerah telah dilakukan dengan
dikeluarkannya Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintah-an di Daerah sebagai pengganti Undang-
undang No.18 Tahun 1965. Berdasarkan Undang-undang tersebut
maka telah diletakkan landasan bagi penyelenggaraan
pemerintahan di daerah menurut asas-asas desentralisasi,
dekonsentrasi serta tugas pembantu-an secara serasi yang dapat
menjamin keteraturan dan ketertib-an masyarakat dalam segala
bidang kehidupan.

Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang tersebut, maka


oleh Menteri Dalam Negeri selama Repelita III telah
dikeluarkan berbagai keputusan tentang susunan organisasi
dan tata

1234
kerja serta hubungan kerja antar aparatur Pemerintah yang ada di
Daerah, antara lain sebagai berikut

a. perbaikan organisaai Sekretariat Wilayah/Daerah (Setwilda)


untuk lebih menyesuaikan dengan ruang lingkup
tugasnya selaku unsur pembantu terhadap
Gubernur/Bupati/Walikota-madya (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No.240 Tahun 1980);

b. Penyempurnaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah


(Bappe- da) Tingkat I dan pembentukan Bappeda Tingkat II
(Keppres No.27 Tahun 1980) yang dilengkapi dengan
pedoman tentang organisasi dan tatakerja Bappeda Tingkat I dan
Tingkat II Keputusan Menteri Dalam Negeri No.185
Tahun 1980);

c. Peningkatan peranan Bappeda Tingkat I dengan


penugasan untuk juga membina secara teknis kegiatan
Bappeda Tingkat I sehingga Bappeda Tingkat II mampu
mengembangkan sistem perencanaan dari bawah pada
tingkat Desa dalam berbagai program pembangunan,
antara lain Program Pengembangan Wilayah Kecamatan
Terpadu di mana para Camat ditunjuk seba-gai pemimpin
proyeknya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.4
Tahun 1981);

d. Pengaturan kembali perangkat pengawasan di Daerah


dengan ditetapkannya organisasi dan tatakerja Inspektorat Wilayah
propinsi (Itwilprop) dan Inspektorat Wilayah
Kabupaten/ Kotamadya (Itwilkab/Itwilkot) dalam
rangka peningkatan kelancaran pengawasan di tingkat Daerah
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No.219 dan No.220
Tahun 1979);

e. Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal


Daerah (BKPM-D) yang bertugas membantu
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam menentukan
kebijaksanaan di bidang pena-naman modal di Daerah
serta penilaian atas pelaksanaannya Keppres
No.26;Tahun 1980) yang dilengkapi dengan pengaturan
susunan organisasi dan tatakerjanya (Keputusan Men-
teri Dalam Negeri No.167 Tahun 1980);

f. Peningkatan peranan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk


usaha semaksimal mungkin dengan kemampuan dan
wewenang yang ada padanya guna mensukseakan
pelaksanaan program-program pembangunan dengan
pengendalian sebaik-baiknya dan koordinasi yang terpadu
terhadap segenap jajaran aparatur pemerintah dan seluruh
masyarakat secara efektif (Instruksi-instruksi Menteri Dalam
Negeri No.4 Tahun 1979, No.l dan No.6 Tahun 1981
dan No.3 Tahun 1982);

1235
g Pembentukan Team Koordinasi Pengendalian dan
Pengawasan Pembangunan Daerah (TKP3D) dengan tugas
membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam
mengkoordinasikan, pengendalian dan pengaxasan
pembangunan oleh Pusat dan Daerah di wilayah yang
bersangkutan (Keppres No. 20 Tahun 1981). De-ngan
dikeluarkannya Inpres No.15 Tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, maka pelaksanaan
tugas TKP3D tersebut disesuaikan dengan tugas
pelaksanaan Badan Pe-ngawasan Keuangan dan
Pembangunan di Daerah yang bersang- kutan.

h Peningkatan usaha pelakeanaan Pedoman Penghayatan


dan Pengamalan Pancasila (P4) di Daerah melalui penetapan
organisasi dan tatakerja Badan Pembinaan Pelaksanaan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
Daerah Tingkat I dan Tingkat II (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 239 Tahun 1980).

Selanjutnya untuk memantapkan pemerintahan desa guna lebih


menggairahkan pembangunan di tingkat desa maka telah dikeluar-
kan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Desa sebagai pengganti Undang-undang
No.19 tahun 1965 tentang Desapraja. Menurut Undang-
undang tersebut dibedakan 2 sistem pemerintahan desa,
ialah kelurahan yang dipimpin oleh Lurah yang
merupakan aparatur Departemen Dalam Negeri pada
tingkat terbawah, dan desa yang dipimpin oleh seorang
Kepala Desa yang tetap merupakan lembaga masyarakat.

Dengan berlakunya Undang-undang tersebut maka


kedudukan pemerintahan desa sejauh mungkin
diseragamkan dengan tetap mengindahkan adat-istiadat yang
masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan desa agar makin
mampu menggerakkan masyarakat da-lam pembangunan. Dalam
rangka pelaksanaan Undang-undang tersebut maka pada tahun 1981
telah dikeluarkan Keputusan-keputusan Menteri Dalam
Negeri.mengenai :

a. Susunan organisasi dan tatakerja Pemerintahan Desa,


b. Susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Musyawarah
Desa,
c. Pengambilan keputusan Desa,
d. Pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa,
e. Pembentukan Dusun dalam Desa dan Lingkungan dalam
Kelurahan,
f. Tatacara pemilihan, pensahan, pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Desa,
g. Persyaratan, tatacara pengangkatan dan pemberhentian
Sekretaris Desa, Kepala Urusan serta Kepala Dusun.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari Undang-undang No. 5

1236
Tahun 1979 maka sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan
(UDKP) se bagai sistem perencanaan pembangunan terpadu
di tingkat Kecamatan telah makin dimantapkan. Instruksi Menteri
Dalam Nege- ri No.4 Tahun 1980 tentang Mekanisme Pengendalian
Pelaksanaan Program Masuk Desa dalam kaitannya dengan
sistem UDKP dimak-sudkan untuk melembagakan
pembangunan desa yang terpadu dalam ruang lingkup
Kecamatan dengan memperhatikan potensi dan fungsi serta
kedudukan dan peranan desa-desa didalam wilayahnya.

Dalam pada itu untuk lebih meningkatkan partisipasi masya-


rakat desa dalam rangka pembangunan desa, maka dengan
Keppres No. 8 Tahun 1980 sebagai penyempurnaan
Keppres No.18 Tahun 1971, fungsi Lembaga Sosial Desa
telah ditingkatkan dan namanya dirubah menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Lembaga tersebut
diharapkan tidak hanya mampu merencanakan dan
melaksanakan pembangunan di desa, tetapi juga mampu mewujudkan
ketahanan desa yang mantap.

Usaha-usaha penyempurnaan dalam perencanaan


pembangunan di daerah selanjutnya diarahkan bagi
terwujudnya penyerasian proyek dalam rangka bantuan
Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan Instruksi
Presiden pada setiap permulaan tahun anggaran, yaitu:
a. Program Bantuan Pembangunan desa, pada tahun
Pertama Repelita III berjumlah Rp. 450.000,- per desa dan
pada tahun terakhir Repelita III berjumlah Rp.
1.250.000,- per desa.

b. Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, pada


tahun pertama Repelita III berjumlah Rp. 550,- per
kapita dengan. bantuan minimum Rp. 65.000.000,- dan pada
tahun terkhir Repelita III Rp. 1.150,- per kapita dengan
bantuan inimum Rp. 160.000.000,-
c. Program Bantugn Pembangunan Daerah Tingkat I yang
pemba-giannya untuk masing-masing propinsi ditentukan
minimum Rp. 2.500.000.000,- pada tahun pertama
Repelita III dan Rp. 9.000.000.000,- pada tahun terakhir Repelita
III.

d. Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar pada


Daerah Tingkat II yang seluruhnya berjumlah Rp.
135.500.000.000,- pada tahun pertama Repelita III dan Rp.
589.159.000.000,- pada tahun terakhir Repelita III.

e. Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan


Kepada Daerah Tingkat II seluruhnya berjumlah Rp.
30.000.000.000,-
1237
untuk tahun pertama Repelita III dan Rp. 98.450.000.000,-
untuk tahun terakhir Repelita III.

f Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi kepada


Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II keseluruhan
berjumlah Rp. 40.800.000.000,- pada tahun pertama
Repelita III men-jadi Rp. 87.313.000.000,- pada tahun
terakhir Repelita III.

g Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran


Pasar yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dan
Daerah Tingkat I DKI Jakarta dengan jumlah keseluruhan
Rp. 30.000.000.000,- pada tahun pertama Repelita III men-
jadi Rp. 75.000.000.000,- pada tahun terakhir Repelita III.

h Program Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten yang


pada tahun pertama Repelita III penyediaan biayanya
adalah Rp. 13.000.000.000,- pada akhir Repelita III
menjadi Rp. 80.100.000.000,-

Dalam rangka pelaksanaan Bantuan Pembangunan kepada


Daerah Tingkat II maka pada awal Repelita III telah diadakan
pe-nyempurnaan pengelolaan proyek-proyek untuk meningkatkan efi-
siensi kerja. Penyempurnaan tersebut diarahkan kepada
fungsionalisasi dinas-dinas. Atas dasar itu maka
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan
fungsinya ditetapkan sebagai penanggungjawab keseluruhan
pembangunan yang dilaksanakan oleh Daerah Tingkat II,
sedangkan sebagai Pemimpin Proyek ditetapkan Kepala-kepala
Dinas yang bersangkutan sesu-ai dengan tujuan masing-masing
bantuan.

. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Penyempurnaan hubungan antara Pemerintah Pusat dan


Daerah didasarkan pada ketentuan dalam GBHN yang telah
menetapkan bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan
pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara dan
dalam rangka membina kesatuan Bangsa, maka hubungan
yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dikembangkan
atas dasar keutuhan Negara Kesatuan dan diarahkan kepada
pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan
bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan Daerah dan dilaksanakan bersama secara serasi
yang berarti harus didasarkan kepada asas-asas keserasian
dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan.

Keserasian tersebut telah diberikan landasan yang mantap


1238
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah.

Dalam kaitan dengan penyempurnaan hubungan antara


Pusat Daerah, pada tahun 1975 telah dibentuk Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah dengan Keppres No. 23 Tahun 1975 yang
bertugas merumuskan kebijaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di Daerah

Usaha-usaha peningkatan hubungan antara aparatur


Pemerintah Pusat dan daerah dilaksanakan dalam kegiatan
perencanaan pembangunan di Daerah, baik sektoral maupun
regional. Dengan Keppres No. 27 Tahun 1980 telah diadakan
penyempurnaan terha- dap Bappeda tingkat I dan dibentuk
Bappeda tingkat II. Di samping itu guna meningkatkan
keserasian dan memantapkan sistem perencanaan operasional
tahunan, khususnya untuk mening-katkan dayaguna dan
hasilguna pengembangan potensi Daerah serta
pemecahan_masalah yang sifatnya mendesak, maka sejalan
dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 1981
dan dengan surat Bappenas No. 1799 Tahun 1981 telah
ditetapkan prosedur penyusunan rencana secara bertingkat,
atas dasar prinsip "perencanaan dari bawah".

Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pembangunan di daerah


telah dikeluarkan sejumlah Keputusan/Instruksi Menteri Dalam
Negeri sebagai berikut:
a. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. .259 Tahun 1981 tentang
Penyelenggaran Konsultasi Nasional Bappeda;
b. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1981 tentang
Mekanisme Pengendalian Pelaksanaan Program Masuk
Desa dalam hubungan dengan sistem UDKP;
c. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1982
tentang Pelaksanaan 8 Sukses;
d. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1982
tentang Pensuksesan Penyelenggaraan Transmigrasi;
e. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 1982
tentang Peningkatan Ekspor Non Minyak dan Gas Bumi;
f. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang
Ketenagakerjaan Hubungan Perburuhan Pancasila.

Peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam


pelaksanaan pembangunan dalam rangka pencapaian sasaran-
sasaran pembangunan, khususnya pemerataan kegiatan
pembangunan di Daerah, pemerataan pendapatan, pemerataan
kesempatan kerja dan pemerataan kegiatan berusaha, terutama
bagi pengusaha golongan ekonomi lemah, telah diatur dalam
Keppres No. 14 A Tahun

1239
1980 jo. Keppres No. 18 Tahun 1981 serta Keputusan-
keputusan Menteri yang bersangkutan sebagai pelaksanaan
dari Keppres tersebut. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan atas beban APBD prinsip-prinsip dalam Keppres
tersebut diberlakukan pula. Dengan adanya kesamaan
prinsip dalam pelaksanaan anggaran, baik APBN maupun
APBD, diharapkan akan terwujud pula keserasian yang
lebih mantap dalam pembangunan sektoral dan regional.

Dalam bidang pengendalian dan pengawasan


pembangunan peranan Pemerintah Daerah telah makin
ditingkatkan. Bappeda tingkat I yang merupakan aparatur
perencanaan pembangunan di Daerah sejak tahun 1977/78
telah dilibatkan secara aktif dalam pengendalian proyek-
proyek sektoral yang ada di Daerah dengan turut
menyampaikan laporan triwulanan kepada instan-si-
instansi yang memerlukan di •Pusat. Demikian pula
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I diwajibkan mengikuti
dan mengawasi perkembangan pelaksanaan proyek yang ada
di daerahnya dan selanjutnya melaporkan secara berkala
atau insidentil kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri dan kepada beberapa Menteri tertentu lainnya.

Agar tugas dan fungsi pengendalian dan pengawasan


terhadap pelaksanaan pembangunan dapat diselenggarakan
lebih terarah, maka dengan Keppres No. 20 Tahun 1981
telah dibentuk Team Koordinasi Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan Daerah (TKP3D) yang diketuai oleh
Ketua Bappeda Tingkat I dengan anggota-anggota Inspektur
Wilayah Propinsi, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Anggaran, Kepala .Kantor Wilayah Direktur
Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan Kepala
Cabang Bank Indonesia. TKP3D bertugas membantu
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam langkah-langkah
penyelesaian atas hasil pengawasan. Pelaksanaan
pengawasan yang dilakukan oleh Team ini disesuaikan
dengan pelaksanaan tugas BPKP Daerah yang dibentuk
berdasarkan Keppres No. 31 Tahun 1983.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan nasional,


Pemerintah Daerah telah banyak dilibatkan seperti
peningkatan pelaksanaan perjanjian bagi hasil, inventarisasi
tanah yang dikuasai oleh instansi-instansi vertikal,
pencetakan areal pertanian, pelaksanaan catur tertib di
bidang pertanahan, pengembangan ekspor non migas, dan
lain sebagainya.

Selanjutnya dalam rangka pemantapan. keserasian


hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka
Menteri Sekretaris Negara telah mengeluarkan Surat Edaran
No. B.800/M.Sesneg/ 3/1981 yang memuat petunjuk Presiden
sebagai pedoman agar,pe-
1240
laksanaan mutasi di kalangan pejabat Departemen/Lembaga di Daerah dikaitkan dengan
usaha koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terhadap kegiatan-kegiatan instansi
vertikal di Daerah. Seterusnya.ditentukan bahwa pelantikan Kepala Kantor Wilayah
Departemen/Lembaga di Daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
dengan disaksikan oleh pejabat yang bersangkutan dari Pusat (Departemen/Direktorat
Jenderal/Lem-baga).

Anda mungkin juga menyukai