Anda di halaman 1dari 9

KETAHANAN 20 GENOTIP CABAI MERAH (Capsicum annuum L.

)
TERHADAP ANTRAKNOS (Colletotrichum spp.) PADA
PERTANAMAN TUMPANGSARI DENGAN SINGKONG
(RESISTANCY OF 20 RED PEPPER (Capsicum annuum L.) GENOTYPES TO
ANTRACHNOSE (Colletotrichum spp.) IN INTERCROPPED WITH CASSAVA)

1) 2) 3)
Intan Pratiwi Y.B.S. , Winny Dewi W. , Meddy Rachmadi ,
3)
Neni Rostini , 3)
dan R. Setiamihardja

Kata kunci: Resistensi, antraknos, tumpangsari, cabai merah, singkong


Key words: Resistancy, antrachnose, intercropped, red pepper, cassava

Abstract RM08 IIA, Laris, Lado, CRMGT,


KRTRM, UPG IIB, Prabu, Kresna,
Evaluation of resistancy to and Gada were more resistance
Antrachnose of 20 red pepper to Antrachnose in inter-
genotypes which intercropped cropping with defoliated and
with defoliated and non de- non defoliated Cassava, and
foliated Cassava was conducted found also in laboratory ex-
at experiment station and periment. Resistancy to
Phytopathology Laboratory Antrachnose and yield
Fakultas Pertanian Universitas performance of 20 genotypes of
Padjadjaran, from February red pepper in intercropping.
2005 up to May 2005, to select Genotype UPG IIB showed higher
red pepper genotype resistance yield performance in
to Antrachnose and high intercropping with Cassava for
yielding in intercropping number of flower per plant,
environment. and KRT II was more tolerant
The field experiment was in intercropping with
arranged in a split plot defoliated Cassava for number
design with 20 red pepper of fruit and fruit weight per
genotypes as subplot, and plant. Taro and Tit Super had
intercropping with defoliated higher land equivalent ratio,
and nondefoliated Cassava as and based on the competition
mainplot. The laboratory ex- ratio, Gada had higher score
periment was arranged in compared to Tit Super.
randomized complete design
with 20 red pepper genotypes Sari
as treatments, and replicated
Pengujian ketahanan 20 genotip
two times.
cabai merah terhadap penyakit
Result of the experiment Antraknos pada pertanaman
showed that genotypes RMCK II, tumpang sari dengan singkong
RM08 X KRTRM, MuKRT, telah dilaksanakan di Kebun
KRTSHATOL, MuRS 07, KRT II, Percobaan dan Laboratorium
Fitopatologi Fakultas Perta-
nian Universitas Padjadjaran
1) Alumni Program Studi Pemuliaan Ta- dari bulan Februari 2005
naman Faperta UNPAD
sampai Mei 2005. Penelitian
2) Mahasiswa Program Studi Pemuliaan Ta-
bertujuan untuk memperoleh
naman Faperta UNPAD
3) Staf Pengajar Program Studi Pemuliaan genotip cabai merah yang
Tanaman Faperta UNPAD

146 Zuriat, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2006


memiliki ketahanan terhadap besar dibandingkan genotip
Antraknos dan penampilan hasil Taro dan Tit Super, dan
tinggi pada lingkungan genotip Gada memiliki nilai
pertanaman tumpangsari cabai Rasio Kompetisi lebih besar
merah singkong yang dibandingkan Tit Super.
diperlakukan dengan defoliasi
dan tanpa defoliasi. Pendahuluan
Percobaan disusun berdasarkan Cabai merah merupakan komoditas
rancangan petak terbagi dengan hortikultura yang sangat penting bagi
20 genotip cabai merah masyarakat Indonesia. Komoditas ini
ditempatkan dalam anak petak
digunakan dalam keperluan sehari-hari
dan pertanaman tumpangsari
oleh masyarakat Indonesia. Cabai me-
dengan defoliasi dan tanpa
rah dibutuhkan setiap saat sebagai bum-
defoliasi singkong ditempatkan
dalam petak utama. Percobaan
bu masakan, sehingga masakan memi-
laboratorium disusun liki cita rasa yang khas yaitu rasa pedas.
berdasarkan rancangan acak Rasa pedas cabai merah disebabkan
lengkap dengan 20 genotip oleh senyawa Kapsaisin (C18H27NO3)
cabai merah sebagai perlakuan. yang terkandung dalam jaringan sekat
dan placenta. Selain itu cabai merah
Hasil percobaan menunjukkan juga mengandung lemak, protein, vita-
genotip RMCK II, RM08 X KRTRM, min A, dan vitamin C (Direktorat Gizi,
MuKRT, KRTSHATOL, MuRS 07, KRT Depkes, 1981 dikutip Prajnanta, 1997).
II, RM08 IIA, Laris, Lado,
CRMGT, KRTRM, UPG IIB, Prabu, Rata-rata hasil, produksi, dan luas pa-
Kresna, dan Gada lebih tahan nen cabai merah di Kabupaten Bandung
terhadap Antraknos baik pada dari tahun ke tahun selalu mengalami
pertanaman tumpangsari dengan fluktuasi yang cukup besar (Tabel 1).
defoliasi dan tanpa defoliasi Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh
singkong, serta defoliasi beberapa hal, diantaranya terbatasnya
singkong memberikan perubahan benih unggul yang berkualitas, berubah-
yang nyata terhadap ketahanan nya fungsi lahan pertanian menjadi la-
Antraknos, penampilan komponen han non pertanian, dan serangan hama
hasil, serta karakter hasil 20 penyakit tanaman terutama jika cabai
genotip cabai merah diban-
merah ditanam di luar musim tanamnya.
dingkan dengan pertanaman
Selain itu, tingginya biaya sarana pro-
tunggalnya. Berdasarkan uji-
duksi seperti pupuk dan pestisida me-
LSInya genotip UPG IIB
menunjukkan penampilan
nyebabkan petani memilih menanam
komponen hasil, serta karakter komoditas lain yang tidak membutuh-
hasil yang baik pada per- kan biaya produksi tinggi.
tanaman tumpangsari dengan Pola tanam cabai merah di tingkat pe-
defoliasi dan tanpa defoliasi tani umumnya dilakukan pada awal mu-
singkong. Berdasarkan analisis sim hujan atau menjelang musim kema-
perubahan penampilannya rau. Hal ini dilakukan petani untuk
genotip KRT II memiliki
menghindarkan pertanaman cabainya
toleransi yang baik pada
dari serangan hama penyakit tanaman
lingkungan pertanaman
khususnya antraknos. Serangan penya-
tumpangsari dengan defoliasi
singkong untuk karakter jumlah
kit antraknos tidak hanya menurunkan
buah per tanaman dan bobot hasil buah cabai merah dari segi kuan-
buah per tanaman. Tidak ter- titas tapi juga dari segi kualitas. Berda-
dapat genotip yang memiliki sarkan laporan AVRDC Taiwan (1989)
nilai Kesetaraan Lahan lebih dikutip Suganda dkk., (2001), antraknos

Ketahanan 20 Genotip Cabe Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknos 147
dapat menurunkan hasil 10%–75%. Se- terjadinya pengkelasan terhadap harga
rangan antraknos juga menyebabkan buah cabai yang diperoleh petani.

Tabel 1. Rata-rata hasil, produksi, dan luas panen ta-


naman cabai merah di Kabupaten Bandung

Rata-rata Hasil Produksi Luas Panen


Tahun
(ton / ha) (ton) (ha)
2000 5.672 21510 3972
2001 8.737 30841 3530
2002 0.789 2073 2625
2003 15.001 33752 2250
2004 12.392 28761 2321

Sumber: Badan Pusat Statistik (2000–2004)

Selama ini petani mengangap bahwa rapa keunggulan dibandingkan dengan


fungisida sebagai satu-satunya cara un- pertanaman tunggal, salah satunya ada-
tuk mengatasi serangan antraknos yang lah mengurangi serangan hama dan
disebabkan oleh jamur Coletotrhichum penyakit tanaman (Maiyer, 1949 dikutip
spp. (Suganda dkk., 2001). Namun ku- Marwoto dan Rohana, 1988).
rangnya pengetahuan petani dalam me-
Penanaman tumpangsari cabai merah
milih dan menggunakan pestisida justru
dan singkong juga memberikan keun-
berdampak pada terjadinya pencemaran
tungan lain seperti mengurangi penu-
lingkungan dan resistensi hama dan
runan kesuburan tanah, dan meningkat-
penyakit akibat penggunaan pestisida
kan produksi pertanian. Selain itu,
secara terus-menerus. Oleh karena itu,
naungan yang disebabkan tajuk sing-
pengendalian hama dan penyakit yang
kong juga dapat mengurangi keguguran
bersifat ramah lingkungan sangat diper-
bunga dan buah yang banyak terjadi
lukan, salah satunya adalah dengan
pada musim hujan (Sutater, 1986). Na-
menggunakan tanaman yang tahan ter-
mun tajuk yang terlalu lebat dapat
hadap hama dan penyakit.
mengakibatkan iklim mikro di sekitar
Singkong umumnya ditanam pada saat pertanaman cabai merah menjadi lebih
musim hujan, memiliki jarak tanam lembab. Kondisi ini akan semakin men-
yang lebar, serta tajuk yang lambat me- cekam pada saat musim penghujan, di-
nutupi permukaan tanah (Thung, 1978 mana matahari terik jarang sekali mun-
dikutip Poespodarsono, 1993). Pena- cul, sehingga diperlukan pemangkasan
naman singkong secara tunggal sering daun singkong (defoliasi).
menyebabkan terjadinya erosi. Kondisi
ini dapat dimanfaatkan petani dalam Bahan dan Metode
memanfaatkan ruang yang tersedia di
antara tanaman singkong untuk budida- Percobaan dilaksanakan di kebun perco-
ya tanaman yang memiliki nilai ekono- baan Fakultas Pertanian Universitas
mi tinggi, salah satunya tanaman cabai Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Su-
merah dengan menggunakan sistem medang, dengan ketinggian 753 m dpl,
pertanaman secara tumpangsari. dan jenis tanah inceptisol. Berdasarkan
data curah hujan memiliki tipe curah
Tumpangsari adalah produksi dua atau hujan C (agak basah) menurut klasifi-
lebih tanaman pada lahan yang sama kasi Schmidt dan Ferguson (1951). Per-
dan waktu yang sama atau sebagian cobaan lapangan dilakukan dari bulan
sama (Poespodarsono, 1992). Penanam- Februari 2005 sampai Juni 2005. Perco-
an secara tumpang sari memiliki bebe-

148 Zuriat, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2006


baan laboratorium dilakukan di Labora- taraf ke-i dari faktor A (cabai
torium Fitopatologi Jurusan Ilmu Hama merah) dan taraf ke-j dari faktor B
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Perta- (sistem pertanaman tumpangsari)
nian, Universitas Padjadjaran. Percoba- A = Genotip cabai merah yang diguna-
an dilakukan dari bulan Februari 2005 kan, terdiri dari 20 taraf
sampai bulan Mei 2005. B = Perlakuan pada tumpangsari, terdi-
ri dari dua taraf, yaitu defoliasi dan
Bahan yang digunakan dalam percoba- tanpa defoliasi
an ini meliputi 20 genotip cabai merah, u = Nilai rata-rata yang sesungguhnya
12 genotip cabai merah merupakan Kk = Pengaruh aditif dari kelompok ke-k
koleksi Ridwan Setiamihardja dari La- Ai = Pengaruh aditif dari taraf ke-i fak-
boratorium Pemuliaan Tanaman Fakul- tor ke-A
tas Pertanian UNPAD, dan 8 genotip Jk = Pengaruh galat yang muncul pada
koleksi dari PT EAST WEST SEED taraf ke-i dari faktor A dalam
INDONESIA. Genotip-genotip cabai pengaruh ke-k, sering disebut galat
merah yang digunakan adalah petak utama (galat a)
KRTSHATOL, RM08 X KRTRM, Bj = Pengaruh aditif dari taraf ke-j fak-
CHOI, MuRS 07, KRT II, RM08 IIA, tor ke-B
Laris, Lado, Taro, RMO4, MuKRT, (AB)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor
RMCK II, yang digolongkan dalam ka- A dan taraf ke-j faktor B
€ijk = Pengaruh galat pada kelompok ke-
tegori cabai merah keriting. Sedangkan
k yang memperoleh taraf ke-i fak-
genotip CRMGT, KRTRM, UPG IIB,
tor A dan taraf ke-j faktor B, sering
Maraton, Prabu, Kresna, Gada, dan Tit
disebut sebagai galat anak petak
Super digolongkan dalam kategori cabai (galat b)
merah besar. Dalam percobaan ini Tit
Super dan Taro digunakan sebai kon- Pengujian untuk mengetahui genotip-
trol. Menurut Duriat (1994) kedua kulti- genotip cabai merah yang tingkat
var tersebut tahan terhadap antraknos penampilannya lebih unggul dibanding-
dan umum digunakan oleh petani. Se- kan dengan kontrolnya yaitu Tit Super
dangkan Taro selain tahan terhadap an- dan Taro dilakukan uji Least Significant
traknos juga tahan terhadap layu bakteri Increase (LSI) menurut Peterson
dan memiliki keunggulan vigor. Bahan (1994).
lain yang digunakan dalam percobaan di Jika terjadi interaksi nyata (F-hitung >
lapangan adalah stek singkong merah.
F-tabel) antara pertanaman tumpangsari
Percobaan menggunakan rancangan dengan defoliasi dan tanpa defoliasi
petak terbagi (RPT) yang terdiri dari singkong dengan genotip cabai merah
dua faktor. Faktor pertama adalah 20 yang digunakan, maka analisis selanjut-
genotip cabai merah ditempatkan seba- nya adalah rancangan acak kelompok
gai anak plot (subplot), dan faktor ke- (RAK) untuk masing-masing pertanam-
dua adalah pertanaman tumpangsari an tumpangsari cabai merah singkong.
dengan defoliasi singkong dan perta- Dengan demikian kuadrat tengah galat
naman tumpangsari tanpa defoliasi (KTG) yang digunakan pada uji-LSI
singkong yang ditempatkan dalam petak berasal dari masing-masing anova ana-
utama (mainplot). Setiap perlakuan di- lisis rancangan acak kelompok. Sehing-
ulang dua kali. Metode linier Rancang- ga masing-masing karakter yang diuji
an Petak Terbagi (RPT) menurut Gas- memiliki dua data yang berasal dari
ersz (1995) adalah sebagai berikut: masing-masing pertanaman tumpangsa-
ri cabai merah singkong.
Yijk = u + Kk + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk;
Percobaan laboratorium dilakukan un-
Keterangan:
tuk menguji apakah genotip cabai me-
Yijk = Nilai pengamatan (respon) pada
rah yang memiliki ketahanan di lapang-
kelompok ke-k yang memperoleh

Ketahanan 20 Genotip Cabe Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknos 149
an juga memiliki ketahanan pada tumbuhan dan perkembangan cabai me-
suasana penyimpanan. Mengisolasi dan rah yang optimal memerlukan tempera-
membuat biakan murni Colletotrhichum tur 18 oC–27 oC (Sumarni, 1996).
spp. untuk diinokulasikan pada 20
Secara umum cahaya matahari pada
genotip cabai merah sehat, agar terlihat
pertanaman dengan defoliasi singkong
penampilan yang lebih unggul diban-
pada 8 MST–10 MST lebih besar diban-
ding dengan kontrolnya. Metode pene-
dingkan pertanaman tumpangsari tanpa
litian yang digunakan dalam percobaan
defolasi singkong. Persentase cahaya
laboratorium adalah rancangan acak
matahari menurun seiring dengan per-
lengkap (RAL) menurut Gaspersz
tumbuhan tanaman singkong, hal ini di-
(1995) dengan 20 genotip cabai merah
karenakan tajuk singkong menghalangi
sebagai perlakuan.
penerimaan cahaya matahari oleh kano-
Untuk mengetahui genotip-genotip ca- pi cabai merah.
bai merah yang tingkat penampilannya
Kelembaban udara relatif harian selama
lebih unggul dibandingkan dengan
percobaan berlangsung mendukung per-
kontrolnya yaitu Tit Super dan Taro
kembangan jamur Colletotrhichum spp.
dilakukan uji-LSI menurut Peterson
dengan rata-rata 79.83%; 80.16%;
(1994).
80.66% per hari. Menurut Christiansen
Pengamatan di lapangan yang dilakukan dan Lewis (1982) faktor yang mem-
adalah menghitung persentase dan in- pengaruhi ketahanan suatu tanaman
tensitas serangan antraknos berdasarkan terhadap penyakit adalah kondisi ling-
rumus dari Natawigena (1985), meng- kungan, salah satunya adalah kelembab-
amati jumlah bunga yang terbentuk pa- an udara relatif. Jamur membutuhkan
da tanaman cabai merah, jumlah buah kondisi lingkungan dengan kelembaban
per tanaman, dan bobot buah per ta- udara relatif tertentu dalam pertumbuh-
naman. Pengamatan di laboratorium di- annya. Menurut Rudarmono (2000),
lakukan dengan melihat tingkat keru- untuk pertumbuhan jamur Colletotrhi-
sakan seluruh buah cabai yang terjadi chum spp. adalah 28 oC dan kelembaban
pada masing-masing genotip. Tingkat relatif 92%.
kerusakan diukur dengan memban-
Hasil analisis uji-F-hitung menunjukkan
dingkan antara luas bagian buah cabai
persentase serangan antraknos dan in-
merah yang terserang dengan luas buah
tensitas serangan antraknos pada per-
cabai merah keseluruhan.
tanaman tumpangsari dengan defoliasi
singkong tidak berbeda nyata dengan
Hasil dan Pembahasan persentase serangan antraknos dan in-
Selama percobaan, rata-rata temperatur tensitas serangan antraknos pada perta-
udara harian pada pertanaman tunggal, naman tumpangsari tanpa defolasi sing-
pertanaman tumpangsari defolasi sing- kong. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kong dan pertanaman tumpangsari tan- kondisi lingkungan pertanaman tum-
pa defolasi singkong berkisar antara 18 pangsari dengan defoliasi singkong ti-
o
C–30.2 oC dengan rata-rata keseluruh- dak berbeda nyata dengan pertanaman
an, yaitu 23.15 oC–24.08 oC. Untuk per- tumpangsari tanpa defoliasi singkong.

Tabel 1. Nilai F-Hitung untuk karakter-karakter yang diamati di lapangan


Sumber Ragam Karakter KK (%) F-hitung F-tabel
Persentase serangan antraknos 6.97 0.456
Intensitas Serangan antraknos 4.10 9.631
Tumpangsari 161.45
Jumlah bunga 2.82 1.960

150 Zuriat, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2006


(TS) Jumlah buah per tanaman (buah) 46.87 3.460
Bobot buah per tanaman (g) 32.90 6.623
Persentase serangan antraknos 14.81 1.963*
Intensitas Serangan antraknos 8.08 4.449*
Genotip (G) 1.84
Jumlah bunga 1.18 2791.150*
Jumlah buah per tanaman (buah) 24.78 25.117*
Bobot buah per tanaman (g) 25.42 23.117*
Persentase serangan antraknos 14.81 0.080
Intensitas Serangan antraknos 8.08 0.629
Interaksi (T x G) 1.84
Jumlah bunga 1.18 0.647
Jumlah buah per tanaman (buah) 24.78 1.030
Bobot buah per tanaman (g) 25.42 0.749

Keterangan: KK= Koefisien keragaman , * = Berbeda nyata dengan Ftabel pada taraf 5%

Tabel 2. Nilai F-hitung karakter tingkat kerusakan buah di laboratorium


Sumber ragam db JK KT F-hit F 0.05 KK
Perlakuan 19 587.29 30.91 0.58 2.16 9.45
Galat 20 1071.37 53.57

Tabel 3. Hasil analisi uji-lsi cabai merah pada pertanaman tumpangsari defoliasi
singkong dan pertanaman tumpangsari tanpa defoliasi singkong

Karakter
No. Genotip
1 2 3 4 5 6 7
Cabai Merah Keriting
1 RMCK II 53.08 67.67 SR 78.37 399.25 24.60 85.638
2 RM08 X KRTRM 41.21 64.16 SR 79.72 415.75 34.00 90.116
3 MuKRT 49.46 55.66 SR 69.95 397.75 37.10 80.666
4 KRTSHATOL 42.74 55.59 SR 77.49 592.25 28.75 80.035
5 MuRS 07 37.68 55.79 SR 78.67 505.00 43.75 111.753
6 KRT II 50.72 57.81 SR 78.84 495.00 25.10 61.385
7 RMO4 54.89 63.11 SR 83.49a 400.50 21.90 58.627
8 CHOI 49.57 47.17 R 82.62a 397.25 22.35 68.909
9 RM08 IIA 46.78 55.33 SR 76.96 343.00 33.50 77.769
10 Laris 55.22 53.31 SR 76.39 572.50 33.15 84.890
11 Lado 47.45 52.98 SR 76.21 584.25 37.75 140.916
12 Taro (kontrol) 57.59 61.74 SR 68.81 590.50 39.45 125.726
Rata-rata 48.864 67.67 77.29 474.41 31.78 88.869
Cabai Merah Besar
1 CRMGT 58.79 63.11 SR 87.75 311.25 4.70 32.879
2 KRTRM 59.84 70.78 SR 81.69 304.75 8.50 29.455
3 UPG IIB 63.46 68.52 SR 80.48 385.50b 15.00b 60.447b
4 Prabu 50.33 70.52 SR 81.15 307.75 4.05 19.828

Ketahanan 20 Genotip Cabe Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknos 151
5 Maraton 61.61 75.05 b SR 86.92 361.75b 5.85 33.379
6 Kresna 67.27 70.78 SR 91.17 300.75 3.75 17.949
7 Gada 59.89 66.20 SR 83.75 318.25 6.60 30.366
8 Tit Super (kontrol) 59.04 62.10 SR 81.95 320.25 7.15 36.657
Rata-rata 67.39 68.38 83.11 326.28 6.95 32.620
LSI 13.67 10.82 13.04 4.14 4.56 16.418

Keterangan: 1. Persentase serangan antraknos (%); 2. intensitas serangan antraknos (%); 3.


kriteria ketahanan; 4. uji laboratorium (%);5. jumlah bunga yang terbentuk; 6. jumlah
buah per tanaman; 7. Bobot buah per tanaman (g); a. Lebih unggul dari Taro; b.
Lebih unggul dari Tit super, P= Peka, SP= sangat peka

Hasil uji laboratorium menunjukkan terhadap serangan antraknos pada per-


bahwa perbedaan yang terjadi di antara cobaan di lapangan (Aldo, 2002).
perlakuan tidak berbeda nyata dengan
Tanaman cabai yang terserang penyakit
nilai F-hitungnya pada taraf 5%. Hal ini
antraknos di lapangan akan menunjuk-
menunjukkan bahwa rata-rata dari
kan gejala apabila faktor lingkungan,
keduapuluh perlakuan yang dicobakan
sumber inokulum, dan nutrien yang di-
semuanya relatif tidak berbeda.
hasilkan tanaman menunjang perkem-
Seleksi terhadap genotip-genotip yang bangan penyakit tersebut (Agrios, 1988,
lebih unggul dari kontrolnya dilakukan Hadden dan Black, 1989 dikutip Rudar-
dengan menggunakan uji-Least Signifi- mono, 2000).
cant Increase (LSI). Genotip yang dija-
Berdasarkan kriteria ketahanan yang
dikan kontrol adalah Taro (cabai merah
telah ditetapkan, intensitas serangan
keriting) dan Tit Super (cabai merah
dari 20 genotip cabai merah yang diuji
besar).
di laboratorium seluruhnya menunjuk-
Persentase serangan antraknos 20 ge- kan tingkat ketahanan yang sangat ren-
notip cabai merah menampilkan tingkat ta. Meskipun tingkat ketahanan di labo-
serangan lebih rendah dibandingkan ratorium tidak berbeda dengan tingkat
kontrolnya Taro dan Tit Super. Geno- ketahanannya di lapangan, namun keta-
tip-genotip RMCK II, RM08 X hanannya lebih besar di lapangan. Hal
KRTRM, MuKRT, KRTSHATOL, ini ditunjukkan dengan nilai serangan
MuRS 07, KRT II, RMO4, CHOI, yang lebih besar pada percobaan di la-
RM08 IIA, Laris, Lado, menunjukkan boratorium. Kondisi ini disebabkan oleh
persentase serangan lebih kecil diban- lingkungan penyimpanan buah cabai
ding kontrolnya Taro dengan rata-rata merah di laboratorium yang mendukung
serangan sebesar 48.07%. Sedangkan perkembangan patogen secara optimal.
genotip CRMGT, KRTRM, UPG IIB, Ketahanan tertinggi untuk genotip cabai
Maraton, Prabu, Kresna, Gada, menun- merah keriting ditemui pada genotip
jukkan persentase serangan lebih rendah MuKRT dengan tingkat kerusakan buah
dibandingkan dengan kontrolnya Tit sebesar 69.95%. Sedangkan genotip
Super, dengan rata-rata serangan sebe- UPG IIB lebih tahan dibandingkan ge-
sar 67.39%. notip-genotip cabai merah besar lainnya
dengan tingkat kerusakan sebesar
Tingginya persentase dan intensitas
80.48%.
serangan antraknos disebabkan karena
benih atau lapangan yang terinfeksi atau Penampilan karakter suatu tanaman me-
kedua penyebeb tersebut ada secara ber- rupakan hasil interaksi antara genotip
samaan. Berdasarkan percobaan sebe- tanaman dengan lingkungan pertanam-
lumnya, genotip MuRS 07 dan UPG IIB annya. Pertanaman tumpangsari dengan
menunjukkan ketahanan sangat rentan defoliasi dan tanpa defoliasi singkong

152 Zuriat, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2006


memiliki kondisi lingkungan yang ber- nya. Hal ini diduga karena air hujan
beda dengan pertanaman tunggalnya. sebagian tertahan oleh tajuk tanaman
Terjadinya perubahan penampilan ta- singkong, sehingga intensitas percikan
naman cabai merah pada pertanaman air hujan relatif lebih kecil. Selain itu
tumpang sari dengan defoliasi dan tanpa tajuk singkong juga dapat bersifat se-
defoliasi singkong dibandingkan perta- bagai penyangga terhadap angin, se-
naman tunggalnya menunjukkan adanya hingga mengurangi penyebaran konidia
respon tanaman cabai merah terhadap jamur Colletotrhichum spp.
lingkungan pertanamannya.
Pertanaman tumpangsari dengan defo-
Tanaman cabai merah pada Pertanaman liasi dan tanpa defoliasi singkong mem-
tumpangsari dengan defoliasi dan tanpa berikan konsekuensi terjadinya kom-
defoliasi singkong menunjukkan pe- petisi dalam penggunaan CO2, unsur ha-
ningkatan ketahanan terhadap penyakit ra, air, serta cahaya matahari. Akibatnya
antraknos. Kondisi ini terlihat dari me- pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
nurunnya persentase buah terserang an- merah tidak optimal. Hal ini terlihat dari
traknos dan intensitas serangan antrak- jumlah bunga, jumlah buah per tanam-
nos dibandingkan pertanaman tunggal-
Tabel 4. Perubahan penampilan karakter pada pertanaman tumpangsari
defoliasi singkong dan pertanaman tumpangsari tanpa defoliasi
singkong dibandingkan dengan pertanaman tunggal.
Perubahan Penampilan (%)
Kakakter
TC-TSD TC-TSTD TSD-TSTD
Persentase Serangan Antraknos (%) –11.051 –9.717 1.500
Intensitas serangan –11.605 –7.806 4.298
Jumlah bunga –5.511 –6.344 –0.881
Jumlah buah per tanaman (buah) –32.441* –44.448* –17.764
Bobot buah per tanaman (g) –36.103* –47.157* –17.300

Keterangan: TC= Pertanaman tunggal cabai merah; TSD= Pertanaman Tum-


pangsari Defoliasi Singkong; TSTD= Pertanaman Tumpangsari
Tanpa Defoliasi Singkong, *=berbeda nyata dengan uji-t pada taraf
5%.

an, serta bobot buah per tanaman pada perubahan yang nyata terhadap keta-
pertanaman tumpangsari dengan de- hanan antraknos, penampilan komponen
foliasi dan tanpa defoliasi singkong hasil, serta karakter 20 genotip cabai
mengalami penurunan penampilan di- merah dibanding dengan pertanaman
bandingkan pertanaman tunggalnya. tunggalnya.
Berdasarkan uji-LSInya genotip UPG
Kesimpulan IIB menunjukkan penampilan kom-
Genotip RMCK II, RM08 X KRTRM, ponen hasil dan karakter hasil yang baik
MuKRT, KRTSHATOL, MuRS 07, pada pertanaman tumpangsari dengan
KRT II, RMO4, RM08 IIA, Laris, defoliasi dan tanpa defoliasi singkong.
Lado, CRMGT, KRTRM, UPG IIB, Berdasarkan analisis perubahan penam-
Prabu, Kresna, dan Gada lebih tahan pilan genotip KRT II memiliki toleransi
terhadap antraknos baik pada percobaan yang lebih baik pada lingkungan perta-
di lapangan maupun di laboratorium. naman tumpangsari dengan dan tanpa
defoliasi singkong.
Pertanaman tumpangsari dengan dan
tanpa defoliasi singkong memberikan

Ketahanan 20 Genotip Cabe Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknos 153
Daftar Pustaka Poepodarsono, S. 1992. Pemuliaan Tanaman
Untuk Sifat Toleransi Terhadap Tum-
Aldo, R. 2002. Ketahanan 21 Genotip Cabai pangsari Prosiding Simposium Pemulia-
Merah Terhadap Penyakit Antraknos di an Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan
Jatinangor. Skripsi Fakultas Pertanian Tanaman Indonesia. Komisariat Daerah
Universitas Padjadjaran. Tidak dipublika- Jawa Timur.
sikan
Prajnata, F. 1997. Kiat Sukses Bertanam Ca-
Christiansen, U.N., dan C.F. Lewis (Eds.). bai Merah Dimusim Hujan. Swadaya Ja-
1982. Plant Pest Interaction With Envi- karta.
ronment Stress and Breeding For Pest
Rudarmono. 2000. Penampilan Beberapa
Resistance. In Breeding Plants For Less
Genotip Cabai Merah Pada Pertanaman
Favorable Environments. John Wiley and
Tunggal dan Tumpangsari dengan Sing-
Sons Inc. New York. Lhichester. Bris-
kong. Tesis Universitas Padjadjaran. Ti-
bane. Toronto. Singapore.
dak dipublikasikan.
Duriat, A.S. 1994. Hasil Penelitian Cabai
Suganda, T., E. Yulia, dan Y. Hidayat. 2001.
Selama Pelita V. Prosiding RATEK Pus-
Viabilitas Sensitivitas Jamur Colletotri-
litbanghor. Segunung.
chum spp. Asal Sentra Pertanaman Cabai
Gaspersz, V. 1995. Metode Perancangan Merah di Jawa Barat Terhadap Beberapa
Percobaan. Armico. Bandung Bahan Aktif Fungisida. Jurnal Agrikul-
Marwoto, B., dan D. Rohana. 1988. Penga- tura Vol. 12, No. 3.
ruh Berbagai Tanaman Sayuran Terha- Sumarni, N. 1996. Budidaya Tanaman Cabai
dap Produksi Cabai dan Serangan Meloi- Merah. p. 36–46. Dalam: Ati Sri Duriat
dogyne spp. Dalam Sistem Tumpangsari. (ed.) Teknologi Produksi Cabai Merah.
Bul. Penel. Hort. XVI (1); 54–59. Balitsa, Lembang.
Natawigena, H. 1985. Dasar-dasar Perlin- Sutater, T. 1986. Pengaruh Naungan dan Zat
dungan Tanaman. Trigenda Karya Ban- Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Ta-
dung. naman Cabai Merah. Bul. Penel. Hort.
Petersen, R.G. 1994. Agricultural Field Ex- Vol. 14, No. 2: 143–149.
periment: Design and Analysis. Marchel
Dekker, NY.

154 Zuriat, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2006

Anda mungkin juga menyukai