Anda di halaman 1dari 5

Kesuburan merupakan kunci memperoleh momongan.

Padahal, tak semua


perempuan tahu cara tepat mengukur masa subur dirinya sendiri. Nah, bagaimana
cara mengukurnya? Salah satunya adalah dengan menghitung siklus haid.

Bagaimana menghitung masa subur? Menurut Dr. Sugi Suhandi Iskandar, Sp.OG
dari RS Mitra Kemayoran, Jakarta, yang disebut dengan masa subur adalah masa
dimana terjadinya ovulasi pada pertengahan siklus haid. Ovulasi mengeluarkan sel
telur yang sudah matang dan siap dibuahi oleh sperma. "Jadi, bila pada saat masa
subur, seorang wanita melakukan hubungan seks dengan suaminya, dan bila sperma
bagus, maka bisa terjadi pertemuan antara sel telur dengan sel sperma sehingga
terjadi konsepsi. Hasil konsepsi inilah yang kemudian akan tumbuh menjadi janin,"
kata Sugi.

Sel telur akan bertahan hidup selama 1 - 3 hari setelah diovulasi, sementara sel
sperma umumnya mampu bertahan hidup juga selama 1 - 3 hari. "Tapi penelitian
juga menunjukkan, pada kasus tertentu sperma mampu bertahan hidup selama 30
hari di dalam vagina, setelah ovulasi. Ini yang sering menimbulkan pertanyaan,
nggak melakukan hubungan, kok, hamil." Bisa jadi, lanjut Sugi, kualitas sperma
sangat baik dan suasana di dalam vagina sangat optimal bagi sperma sehingga ia
bisa bertahan hidup dalam waktu lama. "Nah, range masa subur ada di antara itu.
"

Pada pasangan suami-istri yang melakukan KB kalender, sebaiknya harus


mempunyai menogram, yaitu catatan menstruasi wanita selama setahun. "Jadi, si
istri tahu berapa siklus haid terpendek dan terpanjangnya." Untuk mengetahui range
masa subur, menurut Eguno-Knauss, siklus terpanjang lalu dikurangi 11, sementara
siklus terpendek dikurangi 18. "Nanti akan diperoleh angka. Misalnya, siklus
terpanjang 35 hari (dikurangi 11=24), siklus terpendek misalnya 25 hari (dikurangi
18=7). Nah, range masa subur ada di antara hari ke-7 sampai hari ke-24. K ingin
menunda kehamilan, sebaiknya tidak melakukan hubungan atau memakai kondom di
antara range tersebut. Range-nya memang sangat lebar."

Akan tetapi, pada kondisi normal, sehat dan siklus haid normal, memindai masa
subur dengan menghitung siklus haid cukup akurat (90 persen lebih). Yang harus
diketahui, faktor kesuburan tak hanya ditentukan oleh faktor ovarium (sel telur),
tetapi juga faktor tuba (saluran telur), rahim, dan kesehatan bagian anatomis
lainnya. "Semua harus dalam keadaan optimal. Yang juga penting adalah faktor
sperma yang membuahi."

Pada wanita normal, artinya tidak ada gangguan mens dan tidak ada penyakit-
penyakit bawaan, dan sebagainya, masa subur biasanya terjadi 14 hari sebelum hari
pertama haid berikutnya. Jika seorang wanita mempunyai siklus haid 28 hari, maka
masa suburnya adalah pada pertengahannya, yaitu 14 hari.

Menghitung masa subur dengan menghitung siklus haid agak susah dilakukan
(kurang akurat) jika siklus haid tidak teratur atau sedang menggunakan obat-obat
tertentu yang bisa memengaruhi siklus haid. Misalnya, sedang melakukan
pengobatan hormon. "Wanita sedang mengalami stres berat/penyakit kronis yang
bisa mengubah pola haid, atau terjadi trauma yang mengenai alat-alat kandungan
(meski jarang), sehingga terjadi gangguan fungsi, juga membuat perhitungan masa
subur lewat siklus haid tidak akurat."

Indikator apa saja yang bisa dipakai untuk menghitung masa subur? Selain siklus
haid, masa subur juga bisa diindikasikan dari:

1. Perubahan lendir mulut rahim (efek spin). Lendir begitu kental, kalau kita
renggangkan bisa mencapai lebih dari 10 cm tanpa terputus. "Kalau kita lihat
ada lendir ini, wanita sedang dalam masa subur."
2. Adanya rasa nyeri pada perut bagian bawah (mittelschmerz) karena pecahnya
folikel (sel telur yang membesar, siap untuk ber-ovulasi).
3. Mengecek suhu basal badan. Dengan alat termometer khusus yang skalanya
lebih kecil, diletakkan di bawah lidah, suhu basal badan diukur setiap bangun
tidur. Jika terjadi penurunan dan kemudian meningkat tiba-tiba, biasanya
sedang dalam masa subur.
4. Mengukur urine untuk mengukur hormon lutein (luteinizing hormone). Bila
hasilnya positif, berarti wanita sedang dalam masa subur. Tes ini seperti tes
kehamilan, tapi yang diukur adalah hormon beta HCG, tapi hormon lutein
yang ada di air kencing.
5. Cara yang lebih advanced adalah dengan USG. "Pada hari ke-12 haid
(dihitung dari hari pertama haid), folikel diukur. Jika pada hari ke-12 terdapat
folikel yang ukurannya hampir mencapai 18 mm (mengindikasikan waktu
untuk ovulasi), berarti wanita sedang dalam masa subur. Dari sekian
indikator, memeriksa lendir serviks, suhu basal badan, perhitungan siklus
haid, dan tes luteinizing hormone bisa dilakukan sendiri.

Faktor-faktor yang memengaruhi kesuburan seorang wanita antara lain:

1. Faktor fisik
Jika fisik wanita optimal, tentu kesuburan dan siklus hormonal akan juga optimal,
sehingga memengaruhi kesuburan. Jika fisik lemah, misalnya menderita penyakit
kronis atau kondisi tubuh sedang sangat kurang, boro-boro untuk ovulasi, untuk
memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh sehari-hari saja tidak cukup. "Akibatnya,
tentu juga akan memengaruhi kesuburan. Terlalu gemuk atau terlalu kurus juga
bisa memengaruhi kesuburan," kata Sugi. Adanya penyakit tertentu, misalnya
policystic ovarii (PCO) yang mempersulit terjadinya sel matang, juga akan
memengaruhi masa subur seseorang.
2. Faktor psikis
Wanita yang mengalami gangguan psikis berat, seperti stres hebat atau depresi,
biasanya juga akan mengalami gangguan hormonal. "Siklus haid jadi kacau,
tidak ada ovulasi dan sebagainya.

Selain faktor fisik dan psikis, yang juga memengaruhi kesuburan seorang wanita
adalah gangguan siklus haid itu sendiri. Siklus haid yang terlalu pendek
(polimenorhae, di bawah 21 hari) atau siklus haid yang terlalu panjang
(oligomenorhae, lebih dari 35 hari) biasanya tidak menghasilkan ovulasi (unovulasi).

Antioksidan diketahui memperbaiki kinerja sel, bukan cuma sel yang menunjang
kesuburan (sel-sel kelamin) , tapi juga seluruh sel-sel di seluruh tubuh. Oleh karena
itu, konsumsi antioksidan (makanan yang mengandung vitamin E dan vitamin C
tinggi) bisa membantu memacu atau mengoptimalkan kesuburan. "Kekurangan zat-
zat tadi bisa menurunkan kesuburan. Tapi, kalau asupan makanan baik, tidak ada
penyakit, aliran darah lancar, dan lain-lain, maka kesuburan pun akan optimal."

Setelah sukses menghitung masa subur, maka kini saatnya menanti kehamilan yang
Anda tunggu-tunggu. Apa, sih, tanda-tanda kehamilan? "Yang jelas jika sudah
terlambat haid. Terlambat bulan pada wanita usia subur harus dipikirkan
kemungkinan kehamilan." Tanda-tanda kehamilan ada dua, yakni tanda subyektif
dan tanda obyektif. Tanda subyektif biasanya menyangkut perasaan atau apa yang
dialami oleh si wanita sendiri, misalnya payudara jadi lebih kencang, puting susu
menjadi lebuh hitam, dan terkadang disertai rasa mual dan muntah. Sementara
tanda-tanda obyektif diketahu lewat pemeriksaan, di antaranya mulut rahim menjadi
lebih ungu (livide), rahim sedikit membesar, hasil tes urine menunjukkan positif,
yang diperkuat dengan pemeriksaan USG. (Nova)
MAU BAYI LAKI-LAKI ? "AKIHITO" BISA MEMBANTU!

Kendati tergolong cara kuno, namun teori ini relatif gampang diterapkan pada siapa
saja, selain tak perlu biaya mahal. Buat banyak pasangan, kehadiran anak laki-laki
kerap dianggap "syarat mutlak" atau paling tidak salah satu hal terpenting yang
harus ada. Hingga ketika anak-anak yang dilahirkan kebetulan berjenis kelamin
perempuan, mereka tetap ngotot mengupayakan ada penerus keturunan. Padahal,
jelas Dr. M. Yusuf, SpOG, apakah bayi yang dikandung berjenis kelamin laki-laki
atau perempuan, amat ditentukan oleh kualitas sperma si ayah, pola makan dan
kapan saat terjadi pembuahan. Salah satu upaya yang bisa ditempuh, lanjut Dirut
RSIA Evasari, Jakarta ini, adalah teori Akihito. Teori yang pernah menjadi topik
hangat di tahun 50-an ini, katanya, memang berasal dari Negeri Matahari Terbit.
Meski kabarnya ditemukan oleh Hirohito, kaisar saat itu yang juga seorang ahli
biologi, namun kaisar Akihito, sang anaklah yang menerapkan teori tersebut dalam
keluarganya. Yang pasti, ujar alumnus FKUI, Akihito yang kawin dengan Putri
Michiko berhasil mendapatkan 2 anak laki-laki dan satu anak perempuan sebagai
penerusnya.

ANDALKAN SIFAT BIOLOGIS


Teori Akihito, kata Yusuf, memang secara sederhana bisa dijelaskan berdasarkan
teori biologi. "Kan, setiap sperma memiliki dua unsur, yakni X dan Y. Nah, kalau
sperma X yang berhasil membuahi sel telur si istri, maka akan dikandunglah seorang
janin berkelamin wanita. Sementara bila sperma Y yang membuahi, akan lahirlah
anak laki-laki." Menurut Yusuf, cara ini relatif amat mudah diterapkan pada siapa
saja. Bahkan, tambahnya, teori ini pula yang kemudian mendasari inseminasi buatan
maupun program bayi tabung. Yakni dengan memisahkan X dan Y melalui
penggunaan alat-alat canggih sebelum disuntikkan ke dalam rahim si istri sesuai
dengan kebutuhan/jenis kelamin yang diinginkan. Sementara berdasarkan teori
biologi pula, sperma memiliki sifat-sifat tertentu. Sperma X, contohnya, ternyata
gerakannya lebih lamban meski umurnya lebih panjang dibanding sperma Y.
Sebaliknya, gerak sperma Y lebih gesit namun umurnya lebih singkat. Nah,
memperhatikan cepat dan lambatnya gerakan sperma X dan Y inilah yang mesti
mendapat prioritas jika ingin mendapatkan anak dengan jenis kelamin tertentu.
Dengan memposisikan sel telur sebagai target, pastilah sel sperma Y yang akan lebih
cepat sampai. Hingga kalau ingin anak laki-laki, tegas Yusuf, hubungan suami istri
harus dilakukan sesudah terjadi ovulasi (pelepasan sel telur). Jadi, saat sel telur
sudah ada. "Itu berarti sesudah terjadi ovulasi, yakni 2-3 hari kemudian dan jangan
pas ovulasi." Perkiraannya, ovulasi terjadi pada hari ke 14 sampai 16 dihitung dari
hari pertama menstruasi.

MESTI "PUASA"
Hanya saja, terang Yusuf, sebelum ovulasi suami mesti "puasa". Soalnya, "Kalau
sudah berhubungan intim sebelum atau malah tepat saat ovulasi, bisa
saja ada sperma X yang tertinggal mengingat usia sperma X ini lebih panjang
dibanding sperma Y." Sperma X bisa bertahan sampai 4 hari di rahim. Sedangkan
sperma Y hanya satu-dua hari saja. "Dengan begitu sperma X yang tertinggal ini
sama-sama berpeluang membuahi sel telur dengan sel sperma Y yang dipancarkan
saat sanggama terakhir. Hingga agak sulit memastikan kemungkinan jenis kelamin si
anak." Itulah mengapa pengertian dan kemampuan suami menahan diri amat
dituntut. Setidaknya ia harus bisa berpuasa sekitar 7-8 hari setiap bulan, yakni 5
hari menjelang ovulasi ditambah 2-3 hari sesudahnya. Dengan berpuasa diharapkan
kualitas sperma semakin prima dan jumlahnya pun kian banyak. Hingga peluang
membuahi sel telur semakin besar. Padahal buat sebagian laki-laki, katanya, puasa
selama itu bukan soal enteng, lo. "Coba bayangin, baru di hari ke-10 setelah si istri
haid, suami sudah tidak boleh berhubungan dengan asumsi ovulasi bakal terjadi di
hari ke-15 atau ke-16. Bagi suami yang libidonya termasuk tinggi ini dirasa amat
berat." Sebaliknya, jika menginginkan bayi perempuan, saran Yusuf, lakukan
hubungan suami istri 3-4 hari sebelum ovulasi atau kapan pun suami istri
menginginkannya mengingat bayi perempuan hanya terdiri dari unsur XX dan bukan
XY. Selain karena di luar masa puasa tersebut, hubungan intim tak lagi berpengaruh
pada hasil pembuahan. "Karena jika sel telur dan sperma sudah ketemu, kan,
sperma-sperma berikutnya tak lagi berperan menentukan jenis kelamin anak."

BERPANTANG DAGING
Selain itu, terangnya, jenis makanan yang dikonsumsi suami istri ternyata ikut
berpengaruh pula pada peluang si istri memperoleh bayi yang diinginkan. Karena
bukan tak mungkin jenis makanan tertentu ini akan ikut mempengaruhi kondisi
asam dan basa vagina yang lebih jauh menentukan ketahanan sperma X dan Y tadi.
Dalam teori Akihito, bilang Yusuf, daging merupakan jenis makanan yang justru
harus dipantang bila menginginkan bayi laki-laki. Sebagai pengganti daging,
lanjutnya, ikan bisa dijadikan pilihan kala harus berpantang. Ginekolog yang
dikaruniai 3 pasang putra-putri ini mengakui kebenaran teori Akihito yang dibacanya
semasa SMA dulu kemudian tanpa sengaja diterapkan dalam kehidupan pribadinya.
Kala istrinya mengandung anak pertama dan kedua yang kebetulan laki-laki, Yusuf
masih berstatus dokter umum yang ditempatkan di daerah miskin. "Belum tentu bisa
nemu daging seminggu sekali, namun kondisi ini justru membawa berkah."
Sementara pada kehamilan tiga anak perempuan berikutnya, ia ditempatkan di
daerah yang justru terkenal dengan kelezatan aneka sate. Berdasarkan pengalaman
itulah, Yusuf mengaku berani menerapkan pada pasien-pasiennya yang amat
mengharapkan kehadiran anak laki-laki. "Mayoritas berhasil, tuh. Kalaupun gagal
bisa jadi karena kekurangmampuan si suami menahan diri untuk tidak berhubungan
intim pada masa seharusnya yang bersangkutan "puasa". Selain tentunya terpulang
kembali pada kebesaran Yang Maha Kuasa."

Anda mungkin juga menyukai