ISSN 2087-5290
Editor :
Septiadi Padmadisastra, Ph.D
Gumgum Darmawan, S.Si., M.Si
Redaksi :
Budhi Handoko, S.Si., M.Si
Mela Amelia
Gery Noviyar
DAFTAR ISI
I. Aktuaria............................................................................................................................................... 15
A.1 Manajemen Resiko Dalam Strategi Perawatan Aset .................................................................. 15
A.2 Menentukan Nilai Portofolio Menggunakan Model Binomial Satu Periode .............................. 20
A.3 Pendekatan Multifaktor Untuk Optimisasi Portofolio Investasi Di Bawah Value-At-Risk ........ 29
A.4 Penentuan Cadangan Disesuaikan Melalui Metode Illinois Pada Produk Asuransi
Dwiguna Berpasangan ................................................................................................................ 37
A.5 Menentukan Premi Tunggal Netto Menggunakan Model Rantai Markov Pada Asuransi
Dwiguna Multiple Decrement .................................................................................................... 50
A.6 Penentuan Cadangan Asuransi Disesuaikan Melalui Metode Ohio Pada Produk Gabungan
Asuransi Jiwa Dan Pendidikan Berpasangan ............................................................................. 61
A.7 Optimisasi Portofolio Berdasarkan Mean-Value At Risk Di Bawah Model Indeks
Berganda Dengan Volatilitas Tak Konstan ................................................................................ 75
A.8 Besaran-Besaran Aktuaria Dengan Pendekatan Simulasi Fungsi Kontingensi Kehidupan........ 84
II. Multivariat........................................................................................................................................... 91
M.1 Sedimentasi Dan Debit Optimal Das Konto Hulu ...................................................................... 91
M.2 Analisis Biplot Untuk Mengetahui Karakteristik Putus Sekolah Pendidikan Dasar Pada
Masyarakat Miskin Antar Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Ogan Ilir ................................ 111
M.3 Analisis Hubungan Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Risiko Anak Putus Sekolah
Pendidikan Dasar ...................................................................................................................... 126
M.4 Menghitung Fungsi Resiko Dan Kegagalan Pada Model Linear ............................................. 136
M.5 Pembentukan Fast Algorithm Fuzzy C-Means Cluster Dengan Indeks Validitas Xie Dan
Beni (Xb) Dan Proporsi Eigen Value Dari Matriks Similiarity................................................ 144
M.6 Fuzzy K-Means Clustering Untuk Mengklasifikasikan Perusahaan Eksportir Furniture
Rotan Di Kabupaten Cirebon.................................................................................................... 152
M.7 Pengelompokan Pasien Penyakit Demam Typhoid Dengan Menggunakan Analisis
Klaster Kelas Laten .................................................................................................................. 160
M.8 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Manfaat Dan Persepsi Kemudahan
Penggunaan Peta Ber-Georeference Pada Pelaksanaan Sensus Penduduk 2010 Dengan
Menggunakan Pendekatan Sem Bayesian ................................................................................ 172
M.9 Pemodelan Melek Huruf Dan Rata-Rata Lama Studi Dengan Pendekatan Model Biner
Bivariat ..................................................................................................................................... 182
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tak
terhingga dan tak ternilai kepada hamba-hambaNya.
Sanjungan shalawat serta salam senantiasa terlimpah curah kepada junjungan besar
kita, Nabi Muhammad Saw, suri tauladan terbaik sepanjang masa dan ujung tombak pembawa
pelita kehidupan.
Alhamdulillah…
Prosiding Seminar Nasional Statistika 2010 ini dapat diselesaikan. Prosiding ini
merupakan kumpulan buah pemikiran dari seluruh peserta pemakalah Seminar Nasional
Statistika 2010. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi memperkaya keilmuan pembaca
sekalian.
Akhir kata, segenap Panitia Seminar Nasional Statistika 2010 mengucapkan
terimakasih kepada seluruh peserta seminar atas partisipasinya serta seluruh pihak yang telah
membantu mensukseskan acara Seminar Nasional Statistika 2010 ini.
MAKALAH UTAMA
MANAJEMEN RISIKO
DALAM INDUSTRI ASURANSI
Perkembangan Industri keuangan saat ini sedang pesat-pesatnya khususnya asuransi jiwa
setiap tahun terjadi pertumbuhan premi rata-rata 24% per tahun. Institusi keuangan
Perbangkan, Reksadana, Asuransi, Dana Pensiun, Leasing, Simpan Pinjam, Koperasi akan
menjadi tulang punggung perekonominan. Untuk itu institusi keuangan harus dapat dan
tanggap menghadapi risiko. Untuk itu manajemen risiko akan menjadi sangat penting dalam
proses pengelolaaan dana masyarakat tersebut. Peran penting statistikawan dan
matematikawan dalam memprediksi risiko dan manajemen risiko sangat dibutuhkan agar
perusahaan dapat menjalankan kewajiban secara baik dan benar.
Istilah risiko adalah kata baru yang muncul saat transisi dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern. Pada abad pertengahan istilah risiko digunakan dalam konteks yang
sangat spesifik, yaitu perdagangan laut yang berkaitan dengan kejadian yang mengakibatkan
masalah kerugian dan kerusakan. Istilah risiko berasal dari kata bahasa Arab ""قزر, "Rizk"
atau rizki yang berarti mencari kemakmuran. Ini diperkenalkan ke Eropa benua, melalui
interaksi perdagangan Timur Tengah dan Afrika Utara yang dilakukan oleh pedagang Arab.
Dalam konteks perdagangan memcari kemakmuran selalu mengandung risiko. Orang-orang
benua eropa berangapan pedagang arab yang mencari riski sebagai mencari risiko. Sehingga
istilah “risk” dalam bahasa inggris dikenal pada abad ke-17 di benua eropa.
Ada beberapa definisi risiko yang berbeda untuk masing-masing beberapa aplikasi. Hal ini
membuat definisi risiko tidak konsisten dan ambigu. Untuk penggunaan yang lebih luas dari
kata tersebut menjadi menyulitkan. Salah satu definisi yang berawal dari pemahaman bahwa
“risiko" hanyalah isu-isu masa depan yang dapat dihindari atau dikurangi, bukan masalah ini
yang harus segera ditangani. Pada masyarakat traditional hal ini tidak banyak pengaruhnya
dalam kehidupan sehingga perubahan transisi ke masyrakat medern pemahaman “risiko”
menjadi amat penting. Saat itu pemahaman risiko secara sederhana dipahami sebagai berikut:
Risiko adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mungkin terjadi dimasa
mendatang.
Fakta sederhana adalah risiko yang selalu menjadi bagian dari probabilitas. Kemungkinan
adalah suatu kondisi biner yang mana sesuatu akan terjadi adalah mungkin berdasarkan nilai
1 (mungkin) atau 0 (tidak mungkin). Sedangkan Probabilitas lebih mencerminkan nilai
kontinu antara kepastian yang mutlak dan ketidakmungkinan. Hal penting yang perlu diingat
adalah bahwa membangun probabilitas bukanlah hal yang sama seperti meramalkan masa
depan.
Ketidapastian dan risiko berkaitan erat untuk itu Frank Knight (1921) menunjukan perbedaan
antara risiko dan ketidakpastian sebagai berikut :
”... Uncertainty must be taken in a sense radically distinct from the familiar notion of
Risk, from which it has never been properly separated. The term "risk," as loosely
used in everyday speech and in economic discussion, really covers two things which,
functionally at least, in their causal relations to the phenomena of economic
organization, are categorically different. ... The essential fact is that "risk" means in
some cases a quantity susceptible of measurement, while at other times it is something
distinctly not of this character; and there are far-reaching and crucial differences in
the bearings of the phenomenon depending on which of the two is really present and
operating. ... It will appear that a measurable uncertainty, or "risk" proper, as we
shall use the term, is so far different from an unmeasurable one that it is not in effect
an uncertainty at all. We ... accordingly restrict the term "uncertainty" to cases of the
non-quantitive type” "
Dengan demikian, ketidakpastian yang beragam, tidak mungkin untuk dihitung, sementara
dalam arti risiko yang terukur dalam artian dapat dihitung.
Ketidakpastian: Tidak adanya kepastian yang lengkap, yaitu adanya lebih dari satu
kemungkinan. The "true" hasil / negara / hasil / nilai tidak diketahui.
Pengukuran ketidakpastian: Satu set probabilitas ditugaskan untuk satu set kemungkinan.
Contoh: "Ada kemungkinan 60% pasar ini akan berlipat ganda dalam lima tahun"
Pengukuran risiko: Satu set kemungkinan masing-masing dengan probabilitas diukur dan
kerugian dihitung. Contoh: "Ada kemungkinan 40% minyak yang diusulkan baik akan
kering dengan kerugian sebesar $ 12 juta di biaya pengeboran eksplorasi".
Dalam hal ini, penggunaan istilah risiko atau ketidakpastian merupakan himpunan yang
terkait sehingga orang dapat memiliki ketidakpastian tanpa risiko tetapi tidak risiko tanpa
ketidakpastian. Kita bisa menjadi tidak pasti tentang pemenang kontes, tetapi jika kita
memiliki beberapa kepentingan pribadi di dalamnya, kita tidak memiliki risiko. Jika kita
bertaruh uang hasil kontes, maka kita memiliki resiko. Dalam kedua kasus ada lebih dari satu
hasil yang mungkin terjadi. Ukuran ketidakpastian hanya mengacu pada probabilitas
ditugaskan ke hasil, sedangkan ukuran risiko membutuhkan baik probabilitas untuk hasil dan
kerugian diukur untuk hasil.
Ada metode formal yang digunakan untuk menilai atau "mengukur" risiko, yang banyak
dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam membuat keputusan. Beberapa definisi
kuantitatif risiko baik didasarkan pada teori statistik yang mengandalkan jumlah data yang
tersedia. Untuk itu peran statistikawan sangat berperan dalam pengukuran risiko.
Statistikawan mengubah ketidakpastian menjadi risiko berdasarkan ukuran sampel keluaran
yang muncul. Pada awalnya sampel ukuran bersifat diskrit, melalui metoda pencacahan akan
diperoleh probabilitas kemungkinan kejadian yang akan muncul. Selanjutnya perkembangan
ruang sampel yang kontinu membuat proses pencacahan harus diubah menjadi bentuk
perhitungan luas atau proses integrasi fungsi densitas peluang.
Untuk hal khusus yang mana pengukuran risiko dengan mengandalkan data tidak dapat
dipenuhi. Misalkan industri energi nuklir dimana kejadian gagal hampir tidak pernah ada. Hal
ini membuat penilaian risiko sulit dalam industri yang berbahaya atau kejadian lain yang
mana frekuensi kegagalan langka, diperlukan metoda yang lain untuk mengukur probabilitas
risiko. Untuk itu dikembangkan cara penelusuran kejadian yang kan muncul berdasarkan
metode pohon hirarki kejadian. Konsekuensi berbahaya yang berbahaya dapat dihitung
berdasarkan estimasi peluang berdasarkan metode pohon hirarki kejadian yang mungkin
terjadi tanpa harus menunggu sampel kejadian buruk terjadi.
the potential that a given threat will exploit vulnerabilities of an asset or group of
assets and thereby cause harm to the organization.
Oleh karena itu risiko tersebut kemudian dinilai sebagai fungsi dari tiga variabel:
Kedua probabilitas kadang-kadang digabungkan dan juga dikenal sebagai kemungkinan. Jika
salah satu variabel mendekati nol, pendekatan risiko secara umum mendekati nol juga.
Dalam statistik, risiko sering dipetakan ke probabilitas dari beberapa kejadian yang dilihat
sebagai kejadian yang tidak diinginkan. Biasanya, probabilitas dari peristiwa dan beberapa
penilaian terhadap bahaya yang diperkirakan harus digabungkan ke dalam dipercaya
skrenario (suatu hasil), yang menggabungkan risiko aset, risiko kewajiban menjadi suatu
probabilitas nilai harapan untuk hasil tersebut.
Dalam teori risiko didefinisika fungsi risiko dari estimator δ (x) dengan diketahui parameter
θ, dihitung dari variable x yang diamati, didefinisikan sebagai nilai harapan dari fungsi
kerugian L yang didefinisikan sebagai berikut:
Bisnis utama Asuransi adalah pengelolaan risiko sehingga bagian utama pengelolaan risiko
akan lebih dominan dibandingkan fungsi lainnya. Asuransi adalah bagian dari instrumen
keuangan untuk mengurangi risiko di mana tertanggung membayar jumlah premi harus tetap
dilindungi dari potensi kehilangan atau kerugian. Risiko yang ditanggung asuransi adalah
menanggung risiko keuangan yang terjadi akibat suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi,
seperti kematian, kecelakaan, cacat, sakit, kehilangan, kebakaran, banjir, gempa bumi dan
bencana alam.
Risiko Keuangan secara umum sering didefinisikan sebagai variabilitas tak terduga atau
volatilitas hasil dan dengan demikian meliputi baik potensi lebih buruk dari yang
diperkirakan serta dari yang diperkirakan kembali lebih baik. Risiko keuangan dapat
diwujudkan dalam pendapatan lebih rendah atau pengeluaran lebih tinggi dari yang
diharapkan. Penyebab bisa banyak, misalnya, kenaikan harga bahan baku, melampai tengang
waktu untuk pembangunan fasilitas operasi baru, gangguan dalam proses produksi,
munculnya pesaing serius di pasar, hilangnya personil kunci, perubahan rezim politik, atau
bencana alam.
Sarana menilai risiko bervariasi antara profesi. Memang, mereka mungkin mendefinisikan
profesi ini, misalnya, dokter mengelola risiko medis, sementara seorang insinyur sipil
mengelola risiko kegagalan struktural. Sebuah professional yang memiliki kode etik
biasanya berfokus pada penilaian risiko dan mitigasi (oleh profesional atas nama klien,,
masyarakat umum atau kehidupan secara umum). Di tempat kerja, risiko yang terkait dan
melekat ada. risiko insidentil adalah mereka yang terjadi secara alami dalam bisnis tetapi
bukan bagian dari inti bisnis. risiko inheren memiliki efek negatif terhadap laba usaha dari
bisnis.
Untuk sektor investasi, risiko adalah probabilitas yang sebenarnya dalam pengembalian
investasi akan berbeda dari yang diharapkan. Ini termasuk kemungkinan kehilangan sebagian
atau seluruh investasi asli. Beberapa menganggap perhitungan deviasi standar kembali
sejarah atau pendapatan rata-rata investasi yang khusus menyediakan beberapa ukuran
historis risiko. risiko keuangan mungkin tergantung pasar, ditentukan oleh faktor-faktor
pasar banyak, atau operasional, akibat dari tindakan penipuan. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa tingkat testosteron memainkan peran utama dalam mengambil resiko
pada keputusan keuangan.
Risiko kredit perlu diukur dari waktu ke waktu dalam hubungannya dengan tingkat
kesejahteraan seseorang secara finansial merupakan hal yang paling penting dalam
pengelolaan risiko. Risiko selalu dihubungkan dengan hasil yang akan diterima. Semakin
besar potensi hasil yang mungkin dicapai akan berakibat pada semakin besar risiko yang
mungkin terjadi. Sebuah pasar bebas mencerminkan prinsip ini dalam harga instrumen:
permintaan yang kuat untuk instrumen yang lebih aman mendorong harga yang lebih tinggi
bergerak menujuk harga yang lebih rendah, sementara permintaan lemah untuk instrumen
berisiko mendorong harganya lebih rendah kembali menjadi lebih tinggi.
Ruang lingkup ekonomi dan keuangan dapat disimpulkan bahwa risiko tidak memiliki
definisi satu tetapi beberapa teori telah menetapkan cukup metode umum untuk menilai risiko
sebagai tingkat kegagalan setelah fakta yang diperkirakan terjadi. Metode unik tersebut telah
berhasil membatasi risiko-risiko keuangan. Namun, metode ini juga sulit untuk mengerti.
Kesulitan ini muncul dari pemahaman matematika menjadi penghalang dikarenakan
memahaman metoda secara analitik dan matematik sehingga pengungkapan, penilaian dan
transparansi dirasa tidak tercapai.
Manajemen Risiko
Pengelolaan risiko telah menjadikan suatu profesi tersendiri dalam lingkungan institusi
keuangan. Harapannya perusahaan dapat menghadapi risiko dengan melakukan manajemen
risiko yang baik dan benar. Manajemen risiko yang ideal akan memprioritaskan risiko dengan
kerugian terbesar yang memiliki probabilitas paling besar untuk ditangani terlebih dahulu
dibandingkan risiko dengan probabilitas yang lebih rendah. Risiko ditangani secara berurutan
sesuai dengan urutan probabilitas risiko yang akan terjadi. Dalam prakteknya proses bisa
sangat sulit dalam menyeimbangkan antara risiko dengan probabilitas tinggi tetapi kerugian
yang lebih rendah versus risiko dengan kerugian yang tinggi namun lebih rendah
kemungkinan terjadinya. Hal ini sering terjadi salah penanganan.
Selain itu manajemen risiko berwujud mengidentifikasi jenis baru dari suatu risiko yang
memiliki probabilitas tinggi namun diabaikan oleh organisasi karena kurangnya kemampuan
identifikasi. Misalnya, ketika kekurangan informasi untuk menghadapi sebuah situasi
tertentu dapat menimbulkan sebuah risiko yang dapat terwujud tanpa diketahui. Proses
keterlibatan resiko yang mungkin menjadi masalah ketika prosedur operasional tidak efektif
diterapkan. Risiko ini secara langsung mengurangi produktivitas pekerja, mengurangi
efektivitas biaya, profitabilitas, layanan, kualitas, reputasi, nilai merek, dan kualitas laba.
manajemen risiko tidak berwujud memungkinkan manajemen risiko untuk menciptakan nilai
langsung dari identifikasi dan pengurangan risiko yang mengurangi produktivitas.
Untuk sebagian besar, metode ini terdiri dari unsur-unsur berikut ini, dilakukan, lebih atau
kurang, dalam urutan sebagai berikut.
menciptakan nilai
menjadi bagian integral dari proses organisasi
menjadi bagian dari pengambilan keputusan
eksplisit alamat ketidakpastian
sistematis dan terstruktur
didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia
disesuaikan
mempertimbangkan faktor-faktor manusia
transparan dan inklusif
bersifat dinamis, iteratif dan responsif terhadap perubahan
mampu perbaikan dan peningkatan terus-menerus
Setelah menetapkan konteks, langkah berikutnya dalam proses pengelolaan risiko adalah
untuk mengidentifikasi potensi risiko. Risiko merupakan peristiwa yang apabila dipicu akan
menyebabkan masalah. Oleh karena itu, identifikasi risiko dapat dimulai melalui sumber
masalah atau masalah itu sendiri. Ketika sumber masalah atau masalah itu sendiri diketahui,
peristiwa yang sumber dapat memicu atau kejadian yang dapat menyebabkan masalah dapat
diselidiki. Metode yang dipilih untuk mengidentifikasi risiko mungkin tergantung pada
budaya, praktik industri dan kepatuhan. Metode identifikasi dibentuk oleh template atau
pengembangan template untuk mengidentifikasi sumber, masalah atau peristiwa.
Setelah risiko telah diidentifikasi, kemudian harus dinilai sebagai potensi untuk tingkat
keparahan atas kerugian dan kemungkinan terjadinya. Jumlah ini dapat dilakukan secara
sederhana untuk mengukur, khusus dalam hal nilai objek yang hilang tidak mungkin untuk
mengetahui dengan pasti, maka peran penilai independen sangat diperlukan. Oleh karena
itu, dalam proses penilaian sangat penting untuk membuat dugaan yang terbaik untuk
diprioritaskan pelaksanaan rencana manajemen risiko yang benar.
Kesulitan mendasar dalam penilaian risiko adalah menentukan tingkat kejadian karena
informasi statistik yang tidak tersedia. (khusus kejadian yang tidak terjadi dimasa lalu).
Selain itu, mengevaluasi keparahan konsekuensi (dampak) seringkali cukup sulit untuk aset
material. penilaian Aset adalah pertanyaan lain yang perlu ditangani. Dengan demikian,
pengetahuan tentang statistik yang tersedia adalah sumber utama informasi. Namun
demikian, penilaian risiko harus menghasilkan parameter untuk pengelolaan risiko utama
lebih mudah dipahami sehingga keputusan manajemen risiko dapat diprioritaskan. Walaupun
ada beberapa teori dan upaya untuk mengukur risiko dan banyak risiko yang berbeda formula
ada, tapi mungkin rumus yang paling banyak diterima dan sederhana untuk kuantifikasi risiko
adalah melalui ukuran Komposit Indeks Risiko yaitu sebagai berikut:
Dampak dari kejadian risiko dinilai pada skala 0 hingga 10, dimana 0 dan 10 merupakan
dampak yang mungkin timbul minimum dan maksimum dari terjadinya risiko (biasanya
dalam hal kerugian keuangan). Kemungkinan terjadinya adalah juga dinilai dengan skala dari
0 sampai 10, dimana 0 merupakan probabilitas nol (tidak mungkin terjadi) pada kejadian
risiko benar-benar terjadi sementara 10 merupakan probabilitas 100% (mungkin terjadi) dari
kejadian. Perhatikan bahwa kemungkinan terjadinya risiko sulit untuk memperkirakan sejak
data terakhir pada frekuensi yang tidak tersedia, seperti yang disebutkan di atas. Demikian
juga, dampak risiko tidak mudah untuk memperkirakan karena seringkali sulit untuk
memperkirakan potensi kerugian dalam hal terjadinya risiko.
Selanjutnya, kedua faktor di atas dapat berubah dalam besarnya tergantung pada kecukupan
tindakan penghindaran resiko dan pencegahan yang diambil dan akibat perubahan lingkungan
bisnis eksternal. Oleh karena itu sangatlah penting untuk secara periodik menilai ulang risiko
dan mengintensifkan / bersantai tindakan mitigasi yang diperlukan. Dalam bisnis sangat
penting untuk dapat menyajikan temuan-temuan dari penilaian risiko secara finansial.
Penanganan Risiko
Setelah risiko telah diidentifikasi dan dinilai, semua teknik untuk mengelola risiko jatuh ke
dalam satu atau lebih dari empat kategori utama berikut:
pencegahan bahaya mengacu pada pencegahan risiko dalam keadaan darurat. Tahap pertama
dan paling efektif pencegahan bahaya adalah penghapusan bahaya. Jika hal ini memakan
waktu terlalu lama, terlalu mahal, atau jika tidak praktis, tahap kedua adalah pengurangan
risiko.
Jangka waktu 'transfer risiko' sering digunakan di tempat berbagi risiko dalam keyakinan
yang salah bahwa Anda dapat mentransfer risiko ke pihak ketiga melalui asuransi atau
outsourcing. Outsourcing bisa menjadi contoh pengurangan risiko jika agen outsourcing
bisa menunjukkan kemampuan lebih tinggi dalam mengelola atau mengurangi risiko. Dalam
prakteknya jika perusahaan asuransi atau kontraktor bangkrut atau berakhir di pengadilan,
risiko asli kemungkinan untuk tetap kembali ke pihak pertama. Dengan demikian dalam
terminologi para praktisi dan sarjana sama, pembelian kontrak asuransi sering digambarkan
sebagai "pengalihan risiko”. Namun, secara teknis, pembeli kontrak asuransi umumnya tetap
sebagai tanggung jawab hukum atas kerugian "dipindahkan", yang berarti asuransi yang
mungkin lebih akurat digambarkan sebagai mekanisme kompensasi kerugian. Singkat kata
"berbagi dengan pihak lain beban kerugian atau keuntungan dari keuntungan dari risiko
adalah suatu tindakan untuk mengurangi risiko.
Beberapa cara pengelolaan risiko jatuh ke dalam beberapa kategori. Retensi risiko secara
bersama-sama secara teknis sebagai penahan risiko dalam kelompok, yang mana risiko
ditransfer ke para anggota perorangan dari kelompok. Ini berbeda dari asuransi konventional,
sharing risiko merupakan prinsip asuransi syariah.
ilmu Aktuaria adalah disiplin ilmu yang berdasarkan analisis matematika dan statistika untuk
menilai risiko dalam asuransi dan industri keuangan. Aktuaris adalah para profesional yang
memenuhi syarat dalam bidang aktiaria ini melalui pendidikan, pengalaman dan sertifikasi.
Di Indonesia asosiasi para professional ini disebut Persatuan Aktuaris Indonesia yang telah
didirkan sejak tahun 1964. Sebagaimana dinegara lain seperti India, Amerika Serikat,
Kanada, Inggris, di Indonesia aktuaris harus menunjukkan kompetensi mereka dengan
melewati serangkaian ujian profesional ketat.
ilmu aktuaria termasuk merupakan gabungan antara cabang ilmu matematika, statistika,
probalitita, keuangan, ekonomi dan pemograman komputer. Secara historis, ilmu aktuaria
menggunakan model deterministik dalam pembangunan tabel dan premi. Ilmu pengetahuan
telah mengalami perubahan revolusioner selama 30 tahun terakhir karena proliferasi
komputer kecepatan tinggi dan gabungan dari model stokastik aktuaria dengan teori
keuangan modern.
ilmu aktuaria menjadi disiplin matematika formal di akhir abad 17 dengan meningkatnya
permintaan untuk jangka jaminan asuransi jangka panjang seperti asuransi seumur hidup dan
Tunjangan Hari Tua. Pertanggungan ini jangka panjang diperlukan bahwa uang disisihkan
untuk membayar manfaat masa depan, seperti manfaat anuitas dan santuan kematian untuk
jangka panjang. Hal ini memerlukan estimasi kontingen peristiwa masa depan, seperti angka
kematian berdasarkan umur, serta pengembangan teknik matematika untuk diskon nilai dana
yang disisihkan dan diinvestasikan. Hal ini menyebabkan perkembangan konsep aktuaria
yang penting, disebut sebagai nilai sekarang dari jumlah masa depan. Pensiun dan kesehatan
muncul di awal abad 20 sebagai hasil dari pengembangan produk asuransi.
Dalam asuransi jiwa tradisional, ilmu aktuaria berfokus pada analisis kematian, table
kehidupan, dan penerapan bunga majemuk untuk menghasilkan produk asuransi jiwa, anuitas
dan dana pensiun. program asuransi jiwa Kontemporer telah diperluas untuk mencakup
kredit dan asuransi hipotek, asuransi orang kunci untuk usaha kecil, asuransi kesehatan
jangka panjang dan tabungan kesehatan saat ini berkembang pesat. Oleh karena itu Ilmu
aktuaria tidak hanya berfokus pada analisis tingkat kecacatan, morbiditas, mortalitas, fertilitas
dan kontinjensi lain tetapi juga terhadap pengamatan pada prilaku dan pilihan konsumen
termasuk juga distribusi geografis pemanfaatan pelayanan medis, pemanfaatan obat dan
terapi.
Dalam industri pensiun, metode aktuarial yang digunakan untuk mengukur biaya strategi
alternatif sehubungan dengan pemeliharaan, desain atau desain ulang rencana pensiun.
Strategi ini sangat dipengaruhi pemberi kerja dan perusahaan pesaing baru (perusahaan
asing), demografi perubahan tenaga kerja, perubahan dalam kode pendapatan, perubahan
dalam sikap pelayanan, baik dalam jangka pendek dan panjang merupakan tren panjang yang
harus disikapi.
Ilmu aktuarial juga diterapkan untuk jangka pendek khusus bentuk asuransi umum (non-life).
Dalam bentuk-bentuk asuransi ini, cakupan umumnya diberikan pada periode tahunan yang
diperbarui, (seperti kontrak tahunan untuk menyediakan pemilik rumah polis asuransi yang
meliputi kerusakan rumah dan isinya selama satu tahun). Cakupan dapat dibatalkan pada
akhir periode oleh salah satu pihak. Dalam asuransi umum bidang, perusahaan cenderung
mengkhususkan diri karena kompleksitas dan keragaman risiko.
Dalam semua jenis usaha asuransi, ilmu aktuaria telah membawa pengumpulan data,
pengukuran, memperkirakan, peramalan, dan alat-alat penilaian untuk menyediakan data
keuangan dan underwriting bagi manajemen untuk menilai peluang pemasaran dan tingkat
pengambilan risiko yang diperlukan. ilmu aktuaria kebutuhan untuk beroperasi pada dua
tingkatan: (i) pada tingkat harga produk untuk memfasilitasi adil politik yang benar dan
pemesanan, dan (ii) pada tingkat perusahaan untuk menilai resiko secara keseluruhan
perusahaan dari peristiwa bencana dalam kaitannya dengan kapasitas underwriting yang atau
surplus.
Aktuaris, biasanya bekerja dalam tim multidisiplin harus membantu menjawab isu-isu
manajemen tentang: (i) risiko yang akan dihadapi, (ii) Menilai apakah perusahaan memiliki
administrasi yang efektif klaim untuk menentukan kerusakan, (iii) Menilai apakah
perusahaan memiliki klaim yang cukup untuk menutup acara penanganan bencana ; (iv) dan
Menilai kerentanan perusahaan untuk risiko tidak terkendali seperti inflasi, hasil politik yang
merugikan; hasil hukum yang tidak menguntungkan seperti kelebihan penghargaan kerusakan
menghukum, dan gejolak internasional.
Dalam bidang reasuransi, ilmu aktuaria yang digunakan untuk menetapkan rancangan dan
harga reasuransi dan skema retro, dan untuk membentuk dana cadangan untuk klaim
diketahui dan klaim masa depan dan bencana. Retro-reasuransi, juga dikenal sebagai
retrosesi terjadi ketika sebuah perusahaan reasuransi risiko reasuradur dengan perusahaan lain
reasuransi. Reasuransi dapat digunakan untuk menyebarkan risiko, untuk kelancaran laba
dan arus kas, untuk mengurangi kebutuhan cadangan teknis, selain itu dapat meningkatkan
kualitas surplus, Dalam arti luas kata, reasuransi mengambil banyak bentuk:
1. penurunan risiko;
2. mengharuskan tertanggung untuk mengasuransikan diri bagian dari risiko kontingen
atau investasi;
3. membatasi cakupan melalui deductible, coinsurance atau bahasa kebijakan
eksklusioner;
4. menempatkan kebijakan di pool risiko dengan pesaing untuk mencapai tujuan sosial;
5. ceding atau mentransfer persentase dari setiap kebijakan perusahaan asuransi lain
(yakni reasuransi);
6. ceding atau mentransfer jumlah kelebihan atau kelebihan pertanggungan reasuransi;
7. ceding atau mentransfer kebijakan aset berbasis ke reasuradur dalam pertukaran
untuk modal;
8. membeli asuransi stop loss;
Reasuransi lebih kompleks dari asuransi umum sehingga manajemen perusahaan dan aktuaris
perlu menangani semua peristiwa yang dikenal kontingen diasuransikan, serta menanggung
kualitas perusahaan dan memelihara informasi alat dan praktik audit untuk mengidentifikasi
masalah yang akan muncul.
Pada abad 18 dan 19, kompleksitas komputasi terbatas pada perhitungan manual.
Perhitungan aktual yang dibutuhkan untuk menghitung premi asuransi wajar agak rumit.
Aktuaris waktu yang mengembangkan metode untuk membangun/menggunakan tabel dengan
mudah, menggunakan pendekatan canggih yang disebut fungsi pergantian untuk manfaat
asuransi, perhitungan manual dan tingkat akurasi perhitungan premi menjadi ukuran utama
saat itu. Seiring waktu, organisasi aktuaria didirikan untuk mendukung dan lebih baik
aktuaris dan ilmu aktuaria, dan untuk melindungi kepentingan umum dengan memastikan
kompetensi sesuai dengan yang diharapkan dan sesuai dengan standar etika yang berlaku.
Namun, penghitungan tetap rumit, dan cara pintas hanya aktuaris yang biasa dengan
perhitungan itu. Non-jiwa aktuaris mengikuti jejak rekan-rekan kehidupan mereka di awal
abad ke-20. Pada awal abad ke-20, dasar-dasar matematika berkembang dengan proses
stokastik. Aktuaris sekarang bisa mulai untuk meramalkan kerugian menggunakan model
stokastik dari kejadian acak, dan bukan melalui metoda deterministik. Metode deterministic
telah dibatasi untuk di masa lalu. Pengenalan dan pengembangan industri komputer lebih
lanjut merevolusi profesi aktuaria. Dari pensil-kertas dan untuk punchcards ke perangkat
berkecepatan tinggi saat ini, dan peramalan kemampuan pemodelan aktuaria telah tumbuh
secara eksponensial, dan aktuaris diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan dunia baru ini.
Referensi
1. Wikipedia.com
2. Crockford, Neil (1986). An Introduction to Risk Management (2 ed.). Cambridge, UK:
Woodhead-Faulkner.
3. Dorfman, Mark S. (2007). Introduction to Risk Management and Insurance (9 ed.).
Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall.
4. Bühlmann, Hans; Chow-Martin, L. (November 1997). “The Actuary : the Role and
limitation of the profession since the mid -19th century”. ASTIN Bulletin 27 (2): 165–
171.
I. AKTUARIA
(A.1)
MANAJEMEN RESIKO DALAM STRATEGI PERAWATAN ASET
Erni D. Sumaryatie
Fakultas Sains, Institut Teknologi Telkom Bandung
ds.erni@rocketmail.com
ABSTRAK
Biaya perawatan (maintenance cost) aset merupakan unsur biaya operasional dengan porsi
yang besar dalam suatu fasilitas produksi, oleh karena itu perlu dilakukan suatu strategi
perawatan yang efektif/tepat dalam pelaksanaannya. Salah satu metoda untuk menentukan
strategi perawatan yang tepat untuk suatu aset adalah RCM (Reliability Centered
Maintenance). Dalam aplikasinya, program RCM memiliki beberapa kendala, misal kendala
waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal-hal tersebut dikembangkan suatu metoda yang
merupakan modifikasi dari RCM, yaitu dengan mempertimbangkan manajemen resiko
didalamnya, yang dikenal dengan Risk Based Maintenance (RBM) atau streamlined RCM.
RBM terbukti dapat mereduksi kendala-kendala yang ditemukan dalam RCM, dan banyak
diaplikasikan dalam berbagai industri di dunia.
Kata kunci : perawatan (maintenance), RCM, RBM
1. Pendahuluan
Biaya perawatan (maintenance cost) asset merupakan unsur biaya operasional dengan porsi
yang besar dalam suatu fasilitas produksi, oleh karena itu perlu dilakukan suatu strategi
perawatan yang efektif/tepat dalam pelaksanaannya.
Banyak strategi perawatan yang saat ini digunakan oleh fasilitas-fasilitas produksi di dunia
sejak puluhan tahun yang lalu, seperti fixed-based maintenance (preventive maintenance /
PM) dan corrective maintenance (CM). Dengan perkembangan jaman, dimana kompleksitas
peralatan semakin tinggi, pengetahuan akan peralatan semakin tinggi, strategi perawatan
klasik (PM & CM) menjadi tidak cukup atau tidak efektif lagi. Oleh karena itu, akhir-akhir
ini dikembangkan suatu metoda strategi perawatan yang lebih baik, yaitu RCM (Reliability
Centered Maintenance), suatu strategi metoda yang didasarkan pada kehandalan (Reliability)
masing-masing asset / peralatan. Dalam aplikasinya, RCM seringkali sulit tercapai karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan terutama keterbatasan history data masing-masing perlatan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut dikembangkan suatu metoda yang merupakan modifikasi
dari RCM, yaitu dengan mempertimbangkan manajemen resiko didalamnya, yang dikenal
dengan Risk Based Maintenance (RBM) atau streamlined RCM.
Dalam aplikasinya, RCM agak sulit dilakukan karena diperlukan data sejarah asset (history
data) yang cukup untuk analisis kehandalannya, dan pelaksanaanya pun memerlukan waktu
dan tenaga yang cukup banyak. Oleh karena itu, muncul metoda lain sebagai pemecahannya
yang dikenal dengan RBM (Risk Based Maintenance), perawatan berbasis resiko, atau
beberapa menyebutnya sebagai streamlined RCM.
R=P×C …(1)
Dimana :
R : Resiko (risk)
P : probability of the event (likelihood)
C : consequences (severity / impact)
Persamaan (1) memperlihatkan bahwa resiko (risk) sangat tergantung pada peluang suatu
kejadian akan terjadi, artinya seberat apapun konsekuensi suatu jenis kegagalan (failure
mode) akan terjadi jika peluang terjadinya sangat kecil, maka akan diperoleh nilai R yang
rendah. Secara umum, alat yang digunakan untuk menentukan tingkat resiko suatu asset
dinyatakan dengan risk matrix, seperti yang digambarkan pada Gambar 1.
Dalam melakukan program RBM, risk (resiko) sangat memegang peranan penting dalam
menentukan asset mana yang akan diprioritaskan untuk dianalisis dan ditentukan strategi
perawatannya. Prosedur pelaksanaan (diagram alur) RBM dapat dilihat pada Gambar 2.
5. Kesimpulan
RBM (Risk Based Maintenance), perawatan berbasis resiko, merupakan suatu cara
menentukan strategi perawatan asset yang efektif. Dengan mempertimbangkan resiko, kita
dapat membuat skala prioritas penanganan perawatan, dan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan analisis pun dapat diminimumkan (sebagai perbandingan, analisis RCM telah
dilakukan terhadap plant sejenis, dengan jumlah equipments hampir sama, dibutuhkan waktu
selama 2 tahun untuk menyelesaikannya, sedangkan dengan RBM hanya 4 bulan saja)
6. Referensi
(A.2)
MENENTUKAN NILAI PORTOFOLIO MENGGUNAKAN MODEL BINOMIAL
SATU PERIODE
Eti Kurniati
Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Bandung
Jalan Purnawarman N0 63 Bandung 40116
email:eti_kurniati0101@yahoo.com
ABSTRAK
Pendahuluan
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Bagi
suatu perusahaan menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan ketika perusahaan
memutuskan untuk menambah pendanaan. Begitu juga bagi para investor, saham merupakan
instrument investasi yang banyak dipilih karena saham mampu memberikan tingkat
keuntungan yang menarik.
Saham merupakan salah satu sekuritas yang diperjualbelikan di pasar modal. Menurut Suad
Husnan (2005 : 29) sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal
(yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau
kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang
memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin, (2001: 5), Saham dapat didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas
tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi
kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan
tersebut.
Orang yang memiliki saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagaian pendapatan
tetap / deviden dari perusahaan tetapi juga berkewajiban menanggung resiko kerugian yang
diderita perusahaan.
Oleh karena saham merupakan tanda penyertaan kepemilikan suatu perusahaan, maka orang
yang memiliki saham memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan. Hak
tersebut sesuai dengan hak suara yang dimilikinya berdasarkan seberapa besar saham yang
dipunyai. Semakin banyak persentase saham yang dimiliki seseorang maka semakin besar
hak suara yang dimiliki orang tersebut untuk mengontrol operasional perusahaan
Penentuan harga saham di setiap perusahaan tidaklah sama. Saham suatu perusahaan
memiliki harga yang berbeda-beda bergantung kepada beberapa hal. Salah satu faktor yang
berpengaruh adalah nilai perusahaan. Selain itu kemungkinan pertumbuhan keuntungan suatu
perusahaan merupakan faktor lain yang tak kalah berpengaruh terhadap nilai saham suatu
perusahaan, sehingga walaupun keuntungan sekarang tidak begitu besar tetapi prediksi
keuntungan kedepan akan jauh menjadi lebih baik akan menyebabkan nilai saham melonjak.
Oleh karenanya nilai saham dipasar modal sering bergejolak.
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan gejolak harga saham dibagi menjadi dua.
Faktor pertama adalah faktor makro. Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
ekonomi secara keseluruhan, yaitu tingkat suku bunga yang tinggi, inflasi, tingkat
produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya. Hal ini dapat memiliki dampak penting
pada potensi keuntungan perusahaan hingga pada akhirnya juga akan mempengaruhi harga
sahamnya.
Faktor kedua adalah faktor mikro. Faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak secara
langsung pada perusahaan itu sendiri, misalnya perubahan manajemen, harga dan
ketersediaan bahan mentah, produktivitas pekerja dan lain sebagainya yang akan dapat
mempengaruhi kinerja keuntungan perusahaan tersebut secara individual.
Oleh karena nilai saham suatu perusahaan seringkali bergejolak, diperlukan suatu cara
memprediksi nilai saham dan segala kemungkinannya diwaktu mendatang. Sedangkan
obligasi nilainya lebih stabil karena memiliki jangka waktu tertentu.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengaplikasikan model Binomioal satu periode untuk
menentukan nilai portfolio yang terdiri dari sejumlah saham dan obligasi yang memiliki free
arbitrage.
2. Probabilitas
Kata probabilitas sering diartikan sebagai peluang. Berbicara tentang peluang sering
dikaitkan dengan nilai kemungkinan. Misalnya ada dua kemungkinan yang akan terjadi
dalam percobaan jika satu mata uang ditos satu kali yaitu muncul muka atau muncul
belakang. Dua kemungkinan tersebut disebut ruang sampel.
Seperti contoh diatas, ruang sampel dari percobaan tos satu mata uang satu kali adalah
Salah satu cara untuk menentukan ruang sampel dapat digunakan diagram pohon. Misalkan
akan ditentukan ruang sampel dari percobaan satu mata uang di tos dua kali
M
M
B
M
B
B
Dari diagram pohon pada gambar tersebut dapat ditentukan ruang sampel percobaan tos mata
uang dua kali yaitu : . Munculnya dua muka dari tos mata uang dua
kali disebut kejadian.
Definisi 2. Kejadian.
Kejadian adalah kumpulan beberapa atau semua titik dari suatu ruang sampel .
Suatu kejadian mungkin terdiri dari beberapa titik sampel, atau mungkin semua titik sampel ,
atau mungkin tidak mengandung suau titik sampel, yang disebut kejadian kosong. Sebagai
contoh, misalkan adalah muncul paling sedikit satu muka dari percobaan tos mata uang
dua kali, maka . Ruang sampel dapat digunakan untuk menentukan
peluang terjadinya suatu kejadian.
Definisi 3. Peluang.
Jika suatu kejadian terjadi dalam dari cara kemungkinan, dimana kemungkinan
tersebut mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi, maka peluang terjadinya kejadian
dinotasikan dengan , memiliki nilai
Seperti contoh diatas, kejadian adalah kejadian muncul paling sedikit satu muka dari
percobaan tos mata uang dua kali. Kejadian terjadi dalam 3 cara yaitu
dari cara yaitu yang masing-masing memiliki
kesempatan yang sama untuk terjadi. Oleh karena itu peluang terjadinya kejadian yaitu
= .
menentukan nilai saham adalah Binomial Pricing Model. Menurut model ini, nilai saham
akan berubah dari suatu nilai ke satu nilai lain dari dua kemungkinan nilai yang ada.
Misalkan nilai awal suatu saham adalah . Terdapat dua nilai dan dimana
Demikian sehingga untuk periode berikutnya nilai saham yaitu akan berkisar antara
dan . Jelas terdapat dua kemungkinan nilai saham pada periode ke satu. Hal ini
sesuai dengan kemungkinan muncul muka dan belakang dari satu kali tos mata uang.
Apabila satu mata uang ditos satu kali, ruang sampel yang diperoleh adalah .
dan .
Untuk periode kedua, nilai saham , akan mempunyai empat kemungkinan sesuai dengan
kemungkinan apabila satu mata uang di tos dua kali. Apabila satu mata uang ditos dua kali,
ruang sampael yang diperoleh adalah . Seperti pada periode pertama,
nilai saham untuk periode kedua dapat dilihat dari pohon binomial. Misalkan nilai saham
awal . Nilai saham periode kedua dapat dilihat dari Gambar 3.
Berikut,
Dengan cara yang sama dapat ditentukan nilai saham pada periode tertentu.
dan
Konstanta adalah tingkat bunga. Membeli obligasi ekivalen dengan mendepositokan uang
di Bank dengan tingkat bunga . Asset yang lain dari model adalah saham (stock). Suatu
perusahaan apabila akan meningkatkan modalnya seringkali dilakukan dengan mengeluarkan
saham. Seperti obligasi, karena menggunakan model satu periode maka akan terdapat dua
nilai saham yaitu dan . dan , dimana adalah variabel random
dengan distribusi
Diasumsikan bahwa
Misalkan terdapat suatu portfolio yang terdiri dari obligasi dan unit saham.
Nilai dari portfolio adalah :
Suatu model dikatakan arbitrage free jika tidak terdapat arbitrage portfolio.
Proposisi 1. Model Binomial satu periode adalah arbitrage free jika dan hanya jika
Asumsikan bahwa
dimana dan
Proposisi 2. Model Binomial satu periode adalah arbitrage free jika dan hanya jika terdapat
suatu martingale .
Proposisi 3. Misalkan
dan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Chalasani, Prasad & Jha,Somesh (1996). Steven Shreve : Stochastic Calculus and
Finance. Steven Shreve.
2. Van der Weide, Hans (2007). Financial Mathematics.
3. M.S. Joshi, The Concepts of Mathematical Finance
4. Husnan, Suad. (2000). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
5. Elton and Gruber. (1995). Modern Portfolio: Theory and Investment Analysis. New York:
Wiley
(A.3)
PENDEKATAN MULTIFAKTOR UNTUK OPTIMISASI PORTOFOLIO
INVESTASI DI BAWAH VALUE-AT-RISK
ABSTRAK
Dalam paper ini dirumuskan pendekatan multifaktor untuk optimisasi portofolio
investasi di bawah Value at Risk (disingkat VaR). Diasumsikan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan saham adalah indeks ekonomi dan indeks industri. Diasumsikan
pula bahwa tingkat pengembalian indeks pasar dalam premi risiko memiliki volatilitas tak
konstan dimana premi risiko diformulasikan sebagai indeks pasar dikurangi dengan nilai aset
bebas risiko. Volatilitas tak konstan dimodelkan menggunakan model-model GARCH. VaR
sebagai ukuran tingkat risiko investasi, dirumuskan berdasarkan pendekatan multifaktor.
Menggunakan mean dan VaR, selanjutnya persoalan optimisasi dirumuskan. Optimisasi
portofolio dibentuk menggunakan Lagrangean Multiplier, dan penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan teorema Kuhn-Tucker. Hasil penurunan rumus digunakan untuk menganalisis
beberapa saham yang diperdagangkan dalam pasar modal Indonesia.
Kata Kunci: GARCH, Multifaktor, VaR, Kuhn Tucker.
ABSTRACT
In this paper is formulated multifactor approach for the optimization of investment
portfolio under Value at Risk (VaR). Assumed that factors affecting changes in stock is the
economic index and industrial index. Assumed again that the return of market index in risk
premium has non constant volatility where the risk premium is formulated as: market index
minus risk free rate. The non constant volatility is modeled using GARCH models. VaR as a
measure of the level of investment risk, is formulated based on the multifactor approach.
Using mean and VaR, furthermore the portfolio optimization problem is formulated. Portfolio
optimization is formed using the Lagrangean multiplier, and completion is based on the
Kuhn-Tucker theorem. The results of the formulation are used to analyze some stocks traded
at capital markets in Indonesia.
Key Words: GARCH, Multifactor, VaR, Kuhn Tucker.
1. PENDAHULUAN
Dalam dunia bisnis, hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau
risiko. Risiko dapat diartikan kemungkinan terjadinya hasil yang diinginkan atau berlawanan
dengan yang diinginkan. Dalam perdagangan finansial, setiap investor selalu ingin
mendapatkan keuntungan. Namun, investor tidak tahu dengan pasti hasil yang diperolehnya
dari investasi yang lakukan. Hal lain yang dihadapi investor adalah jika ia mengharapkan
keuntungan yang tinggi, maka ia harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Hampir
semua investor pasti tidak menginginkan adanya kerugian pada waktu melakukan investasi.
Oleh karena itu, untuk menghindari adanya kerugian, sebaiknya investor melakukan
perhitungan risiko dengan teliti dan analisis yang cermat untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.
Untuk mengontrol sistem risiko tersebut dapat menggunakan Value at Risk ( disingkat
VaR). Nilai VaR selalu disertai dengan probabilitas yang menunjukkan seberapa mungkin
kerugian yang terjadi akan lebih kecil dari nilai VaR tersebut. Salah satu kelebihan dari VaR
adalah bahwa metode pengukuran ini dapat diaplikasikan ke seluruh produk-produk finansial
yang diperdagangkan. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk menghitung besarnya
nilai VaR tersebut.
Meskipun berbagai metode dapat menghitung besarnya kerugian yang dicapai oleh
investor, dalam paper ini akan dicoba optimisasi portofolio investasi di bawah Value-at-Risk
dengan pendekatan multifaktor yang bertujuan untuk mengetahui komposisi portofolio
optimal dengan menggunakan pendekatan tersebut.
2. PERUMUSAN MASALAH
“Return adalah keuntungan investasi atau pendapatan yang diterima dari selisih lebih
investasi yang dilakukan sedangkan keuntungan yang diharapkan merupakan rata-rata
tertimbang dari pendapatan historis yang tercermin dari rata-rata profitabilitas tingkat
keuntungan”(Husnan, 2000:204).
Return saham dihitung secara harian menggunakan model geometrik yang memberikan
continously compound return dan dihitung sebagai berikut :
(1)
(2)
di mana adalah urutan dari independent and identically distributed ( ) variabel acak
dengan mean 0 dan variansi 1, , dengan untuk dan untuk
(Tsay, 2005:114).
Jika menyatakan return sekuritas ke- pada waktu , menyatakan unique return
sekuritas , menyatakan return indeks , menyatakan derajat kepekaan tingkat return
sekuritas terhadap perubahan return indeks dan menyatakan rata-rata return aktiva
bebas risiko, maka model multifaktor dapat ditulis:
(3)
di mana adalah residual error dari unique return sekuritas ke- . Juga diasumsikan bahwa
tidak berkorelasi dengan untuk .
2.4 Model Mean, Variansi, dan Kovariansi Saham Individual dengan Menggunakan
Model Multifaktor
(4)
Model variansi dan standar deviasi saham individual dengan model multifaktor dalam time
series dapat ditulis
(5)
(6)
Dalam model time series, dapat dituliskan kembali persamaan kovariansi antar saham
berdasarkan model multifaktor, yaitu
(9)
(10)
di mana adalah besar investasi awal, adalah mean return saham , adalah standar
deviasi dari return saham dan adalah persentil dari distribusi normal standar untuk
tingkat konfidensi . Tanda minus pada persamaan diatas menunjukkan bahwa VaR
merupakan estimasi dari kerugian (losses).
P E ( RP ) μT w (11)
Suatu portofolio w * disebut efisien jika tidak ada portofolio w dengan dan
. Untuk mendapatkan suatu portofolio yang efisien, digunakan fungsi obyektif yang
sangat sederhana. Yaitu maksimumkan di mana adalah toleransi
risiko investor. Sehingga, untuk investor dengan toleransi risiko harus menyelesaikan
persoalan optimasi:
Maksimumkan
2 μT w z (w T Σw)1/ 2 μT w (14)
dengan batasan
eTw 1
L z Σw
(2 1)μ e 0
w (w T Σw)1/ 2
L
eT w 1 0 .
Σ -1μ Σ -1e
w Min . (15)
eT Σ -1μ eT Σ -1e
A eT Σ-1e , B (2 1)(μ T Σ -1e) eT Σ -1μ) , dan C (2 1)2 (μT Σ-1μ) z 2 , diperoleh nilai
(2 1) Σ -1μ Σ -1e
w* (16)
(2 1)eT Σ -1μ eT Σ -1e
Jika vektor wMin disubstitusikan ke dalam persamaan (13) dan (15), maka diperoleh
return portofolio minimum dan Value at Risk minimum. Sedangkan, jika vektor w *
disubstitusikan ke dalam persamaan (16), maka akan diperoleh return portofolio yang
optimum.
Data observasi yang digunakan dalam paper ini merupakan harga penutupan saham
selama 1183 hari periode 3 Januari 2005 dan 29 Desember 2009. Untuk data saham yaitu
Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, dan PT Indofood, Tbk. Sedangkan untuk data indeks
yaitu IHSG, kurs USD, kurs Euro, dan kurs Yen. Estimasi model GARCH yang diperoleh
dengan pendekatan time series yaitu untuk return IHSG didapatkan parameter model AR(1)-
GARCH(1,1) sebagai berikut:
Untuk return kurs USD didapatkan parameter model AR(1)-GARCH(2,1) sebagai berikut:
Dari data return saham Bank Mandiri ( ), Bank BRI ( ), Bank BNI( ),
dan PT Indofood ( ) akan diperoleh persamaan regresi linear berganda dengan
pendekatan multifaktor masing-masing return saham sebagai variabel terikat dengan return
indeks IHSG, kurs USD, kurs Euro, dan kurs Yen sebagai variabel-variabel bebas yang dapat
ditulis sebagai dan disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini.
Melalui uji signifikansi linear didapatkan nilai mean dan variansi return saham individual
yang diberikan dalam Tabel 2 berikut ini.
Statistik Saham
Bank Mandiri Bank BRI Bank BNI PT Indofood
Mean 0.000136 0.002713 0.005125 0.006383
Variansi 0.000707 0.000747 0.000887 0.000764
Standar Deviasi 0.026589 0.027331 0.029782 0.027640
Adapun komposisi portofolio efisien memuat rasio expected return dan VaR diberikan dalam
Tabel 3.4 berikut ini.
Bobot
0.41 0.050265 0.230204 0.294581 0.42495 0.004851 0.030389 0.159618
0.42 0.047797 0.229894 0.295439 0.426869 0.004866 0.030402 0.16006
0.43 0.045323 0.229584 0.296301 0.428793 0.004882 0.030415 0.160501
0.44 0.042843 0.229272 0.297164 0.430721 0.004897 0.030429 0.160941
0.45 0.040356 0.228959 0.298029 0.432654 0.004913 0.030442 0.161379
0.46 0.037864 0.228647 0.298897 0.434592 0.004928 0.030457 0.161817
0.48 0.032859 0.228019 0.300638 0.438483 0.00496 0.030486 0.16269
0.5 0.027829 0.227387 0.302389 0.442395 0.004991 0.030517 0.163559
0.52 0.022772 0.226752 0.304149 0.446327 0.005023 0.030549 0.164424
0.54 0.017687 0.226114 0.305919 0.450281 0.005055 0.030583 0.165286
0.56 0.012573 0.225472 0.307698 0.454257 0.005087 0.030618 0.166143
0.58 0.007431 0.224826 0.309488 0.458256 0.005119 0.030655 0.166996
0.6086 2.28E-05 0.223896 0.312066 0.464015 0.005166 0.03071 0.168208
4. KESIMPULAN
Pada paper ini, pemilihan portofolio optimal dapat ditentukan berdasarkan komposisi
portofolio efisien yang menghasilkan mean return dan Value at Risk portofolio dengan rasio
terbesar. Dari perhitungan rasio mean return dan Value at Risk portofolio diperoleh
portofolio optimal yang memberikan mean return optimal sebesar 0.005166 dengan VaR
optimal sebesar 0.03071.
DAFTAR PUSTAKA
Husnan, Suad. 2000. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas Edisi Kedua.
Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Transito Tufte. E. R. 1983. The Visual Display
of Quantitative Information. Cheshire : Graphic Press.
Tsay, Ruey S. 2005. Analysis of Financial Time Series. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.
(A.4)
PENENTUAN CADANGAN DISESUAIKAN MELALUI METODE ILLINOIS PADA
PRODUK ASURANSI DWIGUNA BERPASANGAN
ABSTRAK
Produk Asuransi Dwiguna memberikan dua manfaat bagi pemegang polis yakni proteksi jiwa
selama jangka waktu asuransi dan pengembalian dana asuransi apabila pemegang polis hidup
setelah masa asuransi berakhir. Manfaat produk Asuransi Dwiguna hanya diberikan pada satu
individu saja yang namanya tercantum sebagai pemegang polis asuransi. Penelitian ini
mengembangkan proteksi jiwa untuk dua individu yang bersama-sama namanya dicantumkan
sebagai tertanggung pada polis asuransi sehingga ahli waris akan menerima 100% Uang
Pertanggungan apabila salah satu dari tertanggung meninggal selama masa asuransi dan
jaminan 100% Uang Pertanggungan jika kedua tertanggung masih hidup sampai akhir masa
asuransi. Selanjutnya produk ini dinamakan Asuransi Dwiguna Berpasangan. Perhitungan
besaran-besaran aktuaria dalam penelitian ini selain melibatkan dua individu sebagai
tertanggung, juga memperhitungkan besarnya biaya komisi agen yang dibebankan pada
pemegang polis selama m tahun pertama pembayaran premi. Dengan demikian, besarnya
cadangan asuransi dihitung berdasarkan rumusan cadangan disesuaikan melalui Metode
Illinois.
I. PENDAHULUAN
Dwiguna adalah salah satu produk asuransi berjangka n tahun yang memberikan dua
manfaat yakni (1) proteksi kematian selama masa asuransi dan (2) uang pertanggungan
apabila tertanggung hidup setelah masa asuransi berakhir. Produk Dwiguna yang ditawarkan
selama ini bersifat individu artinya perusahaan asuransi hanya memberikan proteksi kepada
satu orang saja. Produk ini memberikan benefit berupa jaminan 100% Uang Pertanggungan
jika tertanggung hidup sampai akhir masa asuransi. Selain itu, ahli waris akan menerima
100% Uang Pertanggungan apabila tertanggung meninggal dalam masa asuransi.
Bentuk tanggung jawab perusahaan asuransi atas premi yang telah diterima adalah
menyiapkan cadangan asuransi yang sewaktu-waktu harus dikeluarkan untuk membayar
manfaat asuransi ketika terjadi klaim dari pemegang polis. Pada dasarnya cadangan asuransi
dihitung berdasarkan asumsi premi bersih tahunan (tidak melibatkan biaya yang dikeluarkan
tiap tahunnya oleh perusahaan). Biaya yang dilibatkan dalam penelitian ini dikeluarkan untuk
membayar komisi kepada agen asuransi selama tiga tahun pertama pembayaran premi.
Dengan demikian, perhitungan cadangan asuransi untuk produk Dwiguna harus
memperhitungkan biaya dalam penetapan besaran premi tahunan yang harus dibayarkan
pemegang polis. Rumusan ini dinamakan cadangan asuransi disesuaikan (modified reserve).
Besarnya nilai cadangan asuransi disesuaikan dalam penelitian ini akan dihitung
melalui pendekatan metode Illinois. Metode ini membatasi frekuansi biaya yang dibebankan
pada pembayaran premi tahunan paling lama 20 tahun.
NOTASI KETERANGAN
X Variabel acak yang menyatakan usia individu pertama
qx k,y k
Peluang seseorang yang lebih dulu meninggal dari sepasang
tertanggung yang berusia x+k tahun dan y+k tahun dalam 1
tahun kemudian
bk 1
Besarnya benefit yang dibayarkan perusahaan asuransi pada
akhir tahun terjadi risiko
v Nilai tunai (Present value)
A 1
Premi tunggal bersih asuransi jiwa n-year pure endowment
xy :n untuk sepasang tertanggung yang berusia x tahun dan y tahun
I
Premi bersih untuk tahun kedua dan seterusnya sampai ke-m
pada metode Illinois
V il ( Axy:n )
h
Cadangan illinois asuransi jiwa Dwiguna berpasangan
kontinu dengan premi dibayarkan tiap awal tahun setiap
satuan waktu h
*
Fungsi present value total biaya komisi agen
Besarnya premi tunggal bersih yang harus dibayarkan oleh individu pertama yang
berusia x tahun dan individu kedua yang berusia y tahun pada saat pertama kali ikut asuransi
kepada perusahaan asuransi adalah:
b. Jika Kedua Tertanggung Masih Tetap Hidup Hingga Akhir Masa Asuransi
Jika kedua tertanggung masih tetap hidup hingga berakhirnya masa asuransi maka
benefit akan dibayarkan sebesar 100% Uang Pertanggungan sekaligus pada akhir tahun ke-n
atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
Maka besarnya premi tunggal bersih secara keseluruhan untuk produk asuransi
Dwiguna berpasangan merupakan penjumlahan antara Persamaan (2.1) dan (2.2) sebagai
berikut :
n 1
Axy:n (100%UP) v k 1. k pxy. qx k,y k v n . n pxy ... (2.3)
k 0
Pada produk Dwiguna berpasangan, benefit diberikan tepat pada saat salah satu dari
tertanggung meninggal dunia. Oleh karena itu, perlu mengubah asuransi Dwiguna
berpasangan bentuk diskrit menjadi asuransi jiwa Dwiguna berpasangan bentuk kontinu.
Dengan menggunakan asumsi UDD (Uniform Distribution of Death) hubungan asuransi jiwa
dwiguna berpasangan bentuk diskrit dengan asuransi jiwa dwiguna berpasangan bentuk
kontinu adalah sbb:
i
A xy :n A xy :n
... (2.4)
bersih untuk tahun pertama), I (premi bersih untuk k - 1 tahun berikutnya), dan P( Axy:n )
(prmi bersih untuk setelah k tahun). Pada penentuan cadangan dengan mentode ini terdapat
batasan frekuensi biaya yang digunakan dalam perhitungan cadangan yakni maksimal biaya
20 tahun. Perumuman dari pernyataan di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut :
I I axy:k 1
P( Axy:n )axy:k ... (2.6)
Atau dengan kata lain I dapat dinyatakan pada Persamaan di bawah ini :
P ( Axy:n )axy:k
I … (2.8)
axy:k 1
1
V il ( Axy:n )
h V ( Axy:n ) (
h I P( Axy:n ))ax h , y h:k h
… (2.9)
dengan k min(m, 20) serta m adalah periode pembayaran premi dengan biaya.
Besarnya total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar komisi agen,
adalah sebagai berikut:
*
P( Axy:n ) 1 v 2 1 pxy 3 v 2 pxy … (2.10)
dengan 1 , 2 , dan 3 merupakan presentase komisi yang harus dibayarkan oleh perusahaan
kepada agen yang berhasil menjual produk asuransi pada tahun pertama sampai tahun ke tiga
dan besarnya diperoleh berdasarkan tabel komisi. Pada penelitian ini besar k min(3, 20)
yakni k=3, sehingga Persamaan (2.6) dapat dituliskan kembali sebagai berikut :
Dengan kata lain I pada Persamaan (2.7) dapat dinyatakan kembali sebagai berikut :
*
P( Axy:n )axy:3 axy:2
I … (2.12)
axy:2 1
*
P( Axy:n )axy:3
I … (2.11)
axy:2 1
V il ( Axy:n )
h hV ( Axy:n ) ( I P( Axy:n ))ax h , y h:3 h
… (2.12)
dan perhitungan cadangan setelah tahun ke-3 akan menggunakan perumusan cadangan premi
bersih tahunan sbb:
h V Axy:n Ax h , y h:n h
P Axy:n ax h , y h:n h
… (2.13)
Perhitungan premi tunggal bersih produk Dwiguna berpasangan bentuk diskrit untuk
ilustrasi yang telah disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut :
a. Jika salah seorang tertanggung meninggal dalam masa asuransi, maka premi tunggal
bersihnya adalah Rp. 529.744,98.
b. Jika kedua tertanggung masih tetap hidup hingga berakhirnya masa asuransi, maka
premi tunggal bersihnya adalah Rp. 9.775.327,32.
Dengan demikian, premi tunggal bersih asuransi Dwiguna berpasangan bentuk diskrit
adalah penjumlahan kedua premi tunggal bersih di atas yakni Rp. 10.305.071,30.
Pada produk Dwiguna berpasangan benefit diberikan tepat pada saat salah satu dari
tertanggung meninggal dunia. Oleh karena itu, perlu mengubah asuransi Dwiguna
berpasangan bentuk diskrit menjadi asuransi jiwa Dwiguna berpasangan bentuk kontinu.
Dengan menggunakan asumsi UDD, maka besar premi tunggal bersih untuk asuransi
Dwiguna berpasangan bentuk kontinu Rp. 10.661.469,00.
Biasanya tertanggung akan berkeberatan untuk membayar premi satu kali diawal
tahun secara sekaligus, oleh karena itu perlu dihitung besarnya premi tahunan sehingga
tertanggung menjadi lebih ringan dalam pembayaran preminya tetapi tetap akan mendapatkan
benefit yang sama.
9
a30,25:10 v k k p30,25
k 0
A30,25:10
P A30,25:10
a30,25:25
10.661.469
7,4081
1.439.162,525
3.3 Cadangan
Dalam perhitungan cadangan terlebih dahulu akan dihitung besar cadangan Illinois
selama tiga tahun pertama sebagai akibat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
membayar komisi agen. Kemudian untuk tahun selanjutnya perhitungan cadangan akan
menggunakan cadangan premi bersih tahunan karena sudah tidak ada lagi biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk membayar komisi agen.
Total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar komisi agen selama tiga
tahun pertama pembayaran premi adalah:
1 359.791
2 67.015
3 31.205
Total 458.011
Besar premi bersih tanpa biaya dan premi bersih dengan biaya selama tiga tahun
pertama masa asuransi yang dibayarkan di awal tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
0 1.439.163 1.072.260
1
1.530.272
2
Berdasarkan tabel 3.2 di atas diketahui bahwa besar premi bersih tahunan dengan biaya tahun
pertama adalah Rp.1.070.821. Sedangkan besar premi bersih tahunan dengan biaya tahun
kedua dan ketiga adalah Rp.1.531.017. Besar premi bersih tahun pertama lebih kecil dari
premi bersih tahun kedua dan ketiga, hal ini dikarenakan pada tahun pertama diperlukan
biaya besar untuk membayar komisi agen, sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi untuk tahun selanjutnya adalah lebih kecil. Sedangkan premi bersih
tahunan tanpa biaya lebih besar dari premi bersih tahunan dengan biaya untuk tahun pertama
dan lebih kecil dari besar pemi bersih tahunan dengan biaya untuk tahun kedua dan ketiga.
Berdasarkan tabel 3.3 dapat dilihat bahwa besar cadangan Illinois untuk tahun ke-0
bernilai negatif, hal ini dikarenakan perusahaan asuransi belum menerima pembayaran premi
tahunan dari sepasang tertanggung tetapi perusahaan asuransi tersebut harus mengeluarkan
biaya untuk membayar komisi kepada agen yang telah berhasil menjual produk asuransi.
Sedangkan besar cadangan Illinois untuk akhir tahun ke-1 dan ke-2 masing–masing adalah
Rp.1.296.738,- dan Rp.2.962.935,-.
Besar cadangan untuk h = 3 dan seterusnya sampai dengan akhir masa asuransi
yakni 10 tahun dapat dihitung dengan menggunakan cadangan premi bersih tahunan.
Cadangan premi bersih tahunan merupakan perhitungan cadangan tanpa melibatkan faktor
biaya. Dengan demikian besar cadangan produk Dwiguna berpasangan untuk masa asuransi
10 tahun dengan biaya tiga tahun pertama adalah sebagai berikut:
0 0 -254.981
1 1.472.697 1.296.738
2 3.054.044 2.962.935
3 4.752.183 4.752.183
4 6.574.031 6.574.031
5 8.529.246 8.529.246
6 10.628.422 10.628.422
7 12.881.369 12.881.369
8 15.300.816 15.300.816
9 17.899.053 17.899.053
10 20.000.000 20.000.000
Berdasarkan tabel 3.3 di atas diketahui bahwa besar cadangan disesuaikan untuk akhir
tahun ke-0, 1, 2 akan lebih kecil dari cadangan premi tahunan, hal ini dikarenakan pada
perhitungan cadangan Illinois terdapat faktor pengurang yaitu biaya, sedangkan pada
perhitungan cadangan premi bersih tahunan tidak memasukkan faktor biaya. Pada tahun ke-3
sampai dengan akhir masa asuransi tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
sehingga besar cadangan untuk tahun ke-3 sampai dengan akhir masa asuransi akan sama
dengan cadangan premi tahunan pada tahun yang sama. Akhir tahun ke 10, besar cadangan
premi tahunan yang harus dimiliki perusahaan asuransi adalah sebesar uang pertanggungan
yaitu sebesar Rp.20.000.000. Uang tersebut kemudian akan diberikan kepada sepasang
tertanggung apabila keduanya masih tetap hidup sampai akhir masa asuransi, dalam hal ini
adalah 10 tahun.
IV. KESIMPULAN
2. Besar premi bersih tahunan tanpa biaya lebih besar dari besar premi bersih tahunan
dengan biaya untuk tahun pertama dan lebih kecil dari besar premi bersih tahunan dengan
biaya untuk tahun kedua dan ketiga atau dapat dinyatakan dalam hubungan berikut ini:
I P( A30,25:10 ) I
.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers, N.L., Gerber, H.U., Hickman, J.C., Jones, D.A., dan Nesbitt, C.J. 1997. Actuarial
Mathematics, 2nd Ed. The Society of Actuaries.
Futami, Takashi. 1993. Matematika Asuransi Jiwa Bagian I. Oriental Life Insurance Cultural
Development Centre, Inc. Tokyo, Japan.
Futami, Takashi. 1994. Matematika Asuransi Jiwa Bagian II. Oriental Life Insurance
Cultural Development Centre, Inc. Tokyo, Japan.
Larson, Robert E., Gaumnitz, Erwin A. 1962. Life Insurance Mathematics. New York. John
Wiley & Sons, Inc. London.
(A.5)
MENENTUKAN PREMI TUNGGAL NETTO MENGGUNAKAN MODEL RANTAI
MARKOV PADA ASURANSI DWIGUNA MULTIPLE DECREMENT
ABSTRAK
Seiring dengan semakin maraknya perkembangan industri asuransi pada dekade ini,
berbagai inovasi produk asuransi banyak ditawarkan, salah satu diantaranya adalah produk
asuransi jiwa yang tidak hanya menawarkan santunan bilamana peserta asuransi (insured)
meninggal dunia, namun juga memberikan santunan bilamana insured tersebut sakit,
kecelakaan, cacat, ataupun kejadian lainnya. Produk asuransi seperti ini, biasa dikenal dengan
model asuransi multiple decrement.
Perhitungan premi netto secara praktis yang saat ini dilakukan, umumnya secara
deterministik. Sedangkan perhitungan secara probabilistikpun, masih menggunakan
probabilitas multiple decrement yang bersifat mutualy exclusive antara satu decrement
dengan decrement lainnya. Pada hal dalam kenyataannya, terjadinya satu decrement dapat
juga ditentukan oleh terjadinya decrement lain, atau dengan kata lain sangat memungkinkan
terjadi perpindahan antar status/decrement. Perpindahan antar status ini akan mempengaruhi
besar peluang terjadinya suatu decrement, yang pada akhirnya akan menentukan besarnya
premi netto.
Dengan demikian perhitungan premi tunggal netto pada asuransi jiwa multiple decrement,
sangat perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadi perpindahan antar
status/decrement, yang mana status decrement bersifat diskrit dan saat perpindahan bersifat
kontinu dengan laju konstan dipartisi
Key words: Premin Tunggal Netto, Multiple Decrement, Model Rantai Markov
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan semakin maraknya perkembangan industri asuransi pada dekade ini,
berbagai inovasi produk asuransi banyak ditawarkan, salah satu diantaranya adalah produk
asuransi jiwa yang tidak hanya menawarkan santunan bilamana peserta asuransi (insured)
meninggal dunia, namun juga memberikan santunan bilamana insured tersebut sakit,
kecelakaan, cacat, ataupun kejadian lainnya. Produk asuransi seperti ini, biasa dikenal dengan
model asuransi multiple decrement.
Produk tersebut diciptakan untuk menjawab tantangan terhadap dunia asuransi dalam
memberikan pelayanan dengan cakupan penyebab kerugian yang lebih luas, karena sejalan
dengan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang, maka
jumlah tenaga kerja dengan berbagai risikonya akan meningkat. Dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya, mereka berpeluang untuk terjadinya kecelakaan yang bisa
mengakibatkan cacat, baik yang bersifat sementara ataupun permanen. Dengan demikian,
sangat diharapkan bahwa melalui produk asuransi multiple decrement ini dapat memberikan
perlindungan secara ekonomi dikemudian hari.
Kondisi ini, tentu saja bagi perusahaan asuransi jiwa dan kecelakaan merupakan suatu
peluang bisnis yang menjanjikan. Namun, perhitungan premi netto secara praktis yang saat
ini dilakukan, umumnya secara deterministik. Sedangkan perhitungan dengan probabilitas
multiple decrement masih bersifat mutualy exclusive antara satu decrement dengan
decrement lainnya. Pada hal dalam kenyataannya, terjadinya satu decrement dapat juga
ditentukan oleh terjadinya decrement lain. Perpindahan antar status ini akan mempengaruhi
besar peluang terjadinya suatu decrement, yang pada akhirnya akan menentukan besarnya
premi netto.
Dengan pemikiran di atas, dalam makalah ini akan dikaji suatu alternatif perhitungan
premi tunggal netto pada asuransi jiwa multiple decrement, dengan mempertimbangkan
kemungkinan terjadi perpindahan antar status/decrement, yang mana status decrement
bersifat diskrit dan saat perpindahan bersifat kontinu waktu kontinu, serta
mempertimbangkan perpindahan antar status juga asumsi laju konstan dipartisi.
(2.1.1)
(2.1.2)
Fungsi densitas bersama dari Tx dan Jx dapat dituliskan dengan f Tx J x ( t , j ) . Fungsi ini
menyatakan peluang seseorang yang berusia x tahun akan mengalami decrement karena
sebab j di antara tahun t sampai dengan tahun t + dt. Rumusan dari fungsi densitas bersama
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
f TxJx (t , j ) P (t T t dt ) (J j)
(2.1.3)
Sedangkan peluang seseorang yang berusia x tahun mengalami decrement karena
sebab j dalam waktu t tahun yang akan datang dapat dituliskan sebagai berikut :
t
f Tx , Jx ( s , j )ds P (0 T t) (J j) t q x( j ) t 0
0
(2.1.4)
t px( j ) 1 t qx( j )
(2.1.5)
Dalam Multipel decrement semua penyebab terjadinya decrement digunakan simbol
supercript ( ). Maka peluang seseorang yang berusia x tahun mengalami decrement karena
semua sebab dalam jangka waktu t tahun adalah :
t m
( ) ( j)
tq x f Tx ( s )ds q
t x
0 j 1
(2.1.6)
(2.2.1)
Besarnya premi tunggal netto yang harus dibayarkan insured pada saat awal ikut
asuransi dwiguna bentuk kontinu untuk multiple decrement, dapat dihitung menggunakan
rumusan berikut :
w n
Ax:n| E(Z ) B ( j ) vt t px x (t )dt Bv n n pt
j 1 0
(2.2.2)
Rumusan-rumusan premi pada asuransi dwiguna di atas hanya memperhitungkan sifat
mutually exclusive diantara decrement-decrementnya. Sedangkan dalam realitanya, sangat
mungkin sekali bahwa terjadinya satu decrement disebabkan oleh telah terjadinya decrement
lainnya. Sehingga pada kondisi adanya kemungkinkan terjadinya perpindahan antar status,
persamaan di atas tidak lagi tepat untuk menghitung premi tunggal netto pada asuransi
multiple decrement.
(2.3.1)
Peluang transisi satu langkah bahwa Xn+1 berada pada status j jika diketahui Xn berada dalam
status i, dinyatakan dengan Pijn,n+1, yaitu :
n,n 1
Pij P{X n 1 j | Xn i}
(2.3.2)
Apabila peluang transisi satu-langkah independen dari variabel waktu, maka
dikatakan rantai markov mempunyai peluang transisi stasioner, sehingga dalam hal ini :
n,n 1
Pij Pij
Matriks peluang transisi n langkah disimbolkan dengan P(n) = Pij(n). Elemen dari Pij(n)
menyatakan peluang bahwa proses berpindah dari status i ke status j dalam n langkah, ditulis
sebagai
( n)
Pij P{X n m j | Xm i}
(2.3.3)
Teorema : peluang transisi n langkah dari suatu Markov adalah
(n) ( n 1)
Pij Pik Pkj
k 0
(2.3.4)
(2.5.2)
Dikatakan sebagai persamaan Chapman Kolmogorov untuk proses Markov dengan waktu
homogen.
Untuk tingkat transisi dengan selang waktu yang sangat pendek atau ∆t → 0, maka
Pij(∆t) = µij (∆t) + o (∆t) (i≠j)
Pii(∆t) = 1+ µii (∆t) + o (∆t)
Atau dapat ditulis
d Pij (t )
ij Pij (0) lim
dt t 0 t
(2.5.3)
d 1 Pii (t )
ii Pii (0) lim
dt t 0 t
(2.5.4)
Jika diketahui status i ditempati pada waktu t dan status lainnya akan ditempati pada waktu
t+∆t,
maka : ii ij 0
i j
(2.5.5)
11 12 13 ... 1K
21 22 23 ... 2K
(3.2.4)
Menyatakan peluang transisi dari state h ke state i, dengan ahk adalah elemen matriks A dan
cki menyatakan elemen matriks C = A-1.
(3.3.2)
dimana ahk(m) dan cki(m) adalah entri-entri dari matriks A(m) dan matriks Chk(m)
µ12
1. Sehat 2. Sakit A
µ24
µ21
µ21
µ21
µ21
µ14
µ32 µ23
4. Meninggal 3. Sakit B
µ34
Asuransi ini adalah asuransi yang memberikan proteksi bagi insured terhadap
beberapa hal yang penyebab terjadinya decrement dalam jangka waktu tertentu, selain itu
insured pun akan menerima sejumlah benefit diakhir tahun masa proteksi jika ia tidak terjadi
salah satu decrement tersebut. Asumsi force of transition konstan tiap tahun usia yang akan
digunakan untuk menghitung premi tunggal netto untuk satu kali pembayaran agar insured
mendapatkan santunan berupa benefit yang dibayarkan pada saat seseorang mengalami
transisi ke status j antara usia x dan x+t bilamana saat ini dia berusia x berada di status i.
Misalkan µij(u) merupakan force of transition dari status i ke status untuk satu
individu antara usia u dan u+1, yang digunakan untuk membangun matriks Q(u) sehingga
diperoleh A(u), C(u) dan D(u). Sedangkan Pij(u) (y) merupakan fungsi peluang transisi dari
status i ke status j yang diasosiasikan dengan interval usia dari u ke u+1, dan bila mana
manfaat santunan bij satuan yang dibayarkan langsung pada saat terjadi perpindahan dari
state awal i pada usia ke state j lain, maka besarnya premi tunggal netto yang merupakan
present value dari benefit yang akan diterima insured bila terjadi decrement dalam masa t
tahun, dengan discount factor v adalah :
x t
( y x)
Ax ,t | bij e .Pij ( x, y )dy b11 .e t .t p x
x
(u )
x t 1
(u x )
4 4
(u ) (u ) e dk 1
bij e pih ( x, u ) a hn c nj (u )
b11 e t .t p x
u x h 1 n 1 dn
(3.4.1)
Atau dalam bentuk matriks
x t
( y x)
Ax ,t | bij e .Pij ( x, y )dy b11 e t .t p x
x
(u ) (u )
x t 1
(u x ) e d1
(u ) 1 e d4 1
bij e P( x, y ) A diag (u )
,..., (u ) C (u ) b11 e t .t p x
u x d1 d4
(3.4.2)
Merupakan rumusan premi tunggal netto pada asuransi dwiguna yang
mempertimbangkan terjadinya perpindahan antar status.
IV. KESIMPULAN
Berpijak kepada realita bahwa terjadinya suatu decrement dapat juga ditentukan oleh
terjadinya decrement lain, atau dengan kata lain sangat memungkinkan terjadi perpindahan
DAFTAR PUSTAKA
1. Bowers,N.,Gerber,H.,Hickman,J.,Jones,D.,Nesbitt,C.1997.Actuarial Mathematics, 2nd
edition. Shaumberg, IL : Society of Actuaries.
2. Bruce, L.J., Actuarial Calculating Using Markov Model, Transaction of Society of
Actuaries, 1994, vol .46.
3. Cox, D.R, and Miller, H.D, 1965, The Theory of Stochastic Processes, London: Chapman
and Hall.
4. Ross, S., 1996, . 1992. Stochastic Processes, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc.New
York.
(A.6)
PENENTUAN CADANGAN ASURANSI DISESUAIKAN MELALUI METODE OHIO
PADA PRODUK GABUNGAN ASURANSI JIWA DAN PENDIDIKAN
BERPASANGAN
ABSTRAK
Salah satu daya tarik asuransi adalah besarnya manfaat yang akan diterima dan jenis proteksi
yang diberikan sebagai bentuk perlindungan terhadap pemegang polis saat terjadi suatu
peristiwa yang mengandung risiko. Penawaran produk yang menggabungkan asuransi jiwa
dan beasiswa menjadi topik utama dalam penelitian ini sebagai bentuk perlindungan orang
tua terhadap keberlanjutan pendidikan anak baik saat mereka hidup ataupun salah satunya
meninggal dunia. Asuransi jiwa dalam penelitian ini akan memproteksi tertanggung (orang
tua) dan juga penerima manfaat (anak) dari beberapa risiko yang terjadi pada keduanya.
Dengan demikian model asuransi jiwa yang digunakan adalah Multiple Life Function
berdasarkan Multiple Decrement. Selanjutnya, proteksi pendidikan berupa tahapan dana
masuk sekolah (SD, SMP, SMU, dan PT) dan Nilai tunai yang diberikan secara lumpsum
atau anuitas saat masa asuransi berakhir. Berdasarkan lama proteksi produk gabungan
asuransi jiwa dan pendidikan yakni 18 tahun (saat penerima manfaat masuk PT) dan
tambahan biaya pada premi yang dibayarkan tertanggung, maka cadangan asuransi dihitung
melalui metode Ohio. Hasil simulasi, menyimpulkan bahwa tiga tahun pertama pembayaran
premi menghasilkan nilai cadangan tahunan yang lebih kecil daripada cadangan premi bersih
tahunan tanpa biaya.
Kata Kunci: Multiple Life Function, Multiple Decrement , Cadangan disesuaikan, Metode
Ohio.
I. PENDAHULUAN
Asuransi Beasiswa adalah salah satu produk asuransi berjangka n tahun yang
menggabungkan asuransi jiwa dengan asuransi pendidikan. Produk ini memberikan dua
manfaat kepada pemegang polis yakni (1) proteksi kematian selama masa asuransi bagi
tertanggung dan penerima manfaat, serta (2) proteksi pendidikan berupa tahapan dana masuk
sekolah dan nilai tunai pada akhir masa asuransi yang diberikan pada penerima manfaat.
Proteksi kematian akan didasarkan pada Multiple Decrement sebagai berikut (1) jika
tertanggung atau penerima manfaat meninggal bukan karena kecelakaan selama masa
asuransi maka ahli waris akan menerima manfaat asuransi sebesar 100% Uang
Pertanggungan, (2) jika tertanggung meninggal terlebih dulu pada masa asuransi karena
kecelakaan maka ahli waris akan mendapat manfaat sebesar 200% Uang Pertanggungan, serta
(3) jika tertanggung mengalami cacat total karena kecelakaan pada masa asuransi maka ahli
waris akan menerima manfaat 50% Uang Pertanggungan. Pada proses selanjutnya, besaran-
besaran aktuaria untuk proteksi jiwa dihitung dengan Multiple Life Function karena
melibatkan dua orang sekaligus yakni tertanggung (orang tua) dan penerima manfaat (anak).
Proteksi pendidikan diberikan secara berkala dengan tahapan sebagai berikut (1) 10%
Uang Pertanggungan saat anak masuk SD, 20% Uang Pertanggungan saat anak masuk SMP,
30% Uang Pertanggungan saat anak masuk SMA, dan 50% Uang Pertanggungan saat anak
masuk PT. Disamping itu diakhir masa asuransi, penerima manfaat akan mendapatkan
sejumlah nilai tunai yakni 100% Uang Pertanggungan yang dibayarkan secara lumpsum atau
anuitas.
Perhitungan besaran-besaran aktuaria dalam penelitian ini akan memasukkan biaya-
biaya yang telah dan akan dikeluarkan oleh perusahaan seperti komisi agen, biaya pembuatan
polis, dll. Pada awal tahun polis, biaya yang dikeluarkan perusahaan sangat banyak sehingga
nilainya akan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada tahun-tahun
berikutnya.
Biaya yang dilibatkan dalam penelitian ini dikeluarkan untuk membayar komisi
kepada agen asuransi selama tiga tahun pertama pembayaran premi. Dengan demikian,
perhitungan cadangan asuransi Modifikasi untuk produk Beasiswa ini harus
memperhitungkan biaya dalam penetapan besaran premi tahunan yang harus dibayarkan
pemegang polis. Rumusan ini selanjutnya dinamakan cadangan asuransi disesuaikan
(modified reserve). Besarnya nilai cadangan asuransi disesuaikan dalam penelitian ini
dihitung melalui metode Ohio.
Output yang diharapkan dalam penelitian ini adalah besaran-besaran aktuaria yang
menawarkan inovasi pada produk asuransi beasiswa yang memberikan manfaat proteksi
kepada tertanggung dan penerima manfaat dengan memasukkan unsur biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam penentuan premi tahunan.
2
Persentasi komisi agen untuk tahun kedua
3
Persentasi komisi agen untuk tahun ketiga
Besarnya pertanggungan yang dibayarkan perusahaan asuransi pada
bk 1
akhir tahun terjadi risiko
vk 1
Nilai tunai diskrit(Present value) pada saat k+1
0
O Premi bersih dengan biaya untuk tahun pertama berdasarkan cadangan
Ohio
1
O Premi bersih dengan biaya untuk tahun kedua berdasarkan cadangan
Ohio
2
O Premi bersih dengan biaya untuk tahun ketiga berdasarkan cadangan
Ohio
sekaligus
O Premi bersih sekaligus dengan biaya berdasarkan cadangan Ohio
tahunan
O Premi bersih tahunan dengan biaya untuk tiga tahun pertama
berdasarkan cadangan Ohio
UP Uang pertangunggan adalah jumlah uang asuransi yang ditetapkan
pada awal mengikuti asuransi sebagai acuan dalam menghitung
besaran aktuaria yang diinginkan.
Persamaan (2.3) simbol premi tunggal bersihnya diberi angka satu karena merupakan
premi tunggal bersih dengan penyebab kematian yang pertama yaitu meninggal bukan karena
kecelakaan.
2. Jika tertanggung meninggal karena kecelakaan
Jika tertanggung meninggal dunia atau dapat dikatakan urutan meninggal diperhatikan
maka benefit akan dibayarkan sebesar 200% JUA sekaligus pada akhir tahun tertanggung
meninggal dunia, atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
200%JUA , untuk k 0,1, 2,..., n 1
bkxy 1 …(2.4)
0 , untuk k n, n 1,...
fungsi present value benefitnya adalah :
k xy 1
200%JUA.v , untuk k 0,1, 2,..., n 1
Z2 …(2.5)
0 , untuk k n, n 1,...
Persamaan (2.6) simbol premi tunggal bersihnya diberi angka dua karena
merupakan premi tunggal bersih dengan penyebab kematian yang kedua yaitu meninggal
karena kecelakaan.
3. Jika tertanggung mengalami cacat total akibat kecelakaan
Jika tertanggung mengalami cacat total akibat kecelakaan dapat dikatakan urutan
meninggal diperhatikan dalam kasus ini benefit hanya akan diberikan jika tertanggung
meninggal pada saat masa asuransi, atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
50% JUA , untuk k 0,1, 2,..., n 1
bkxy 1 …(2.7)
0 , untuk k n, n 1,...
fungsi present value benefitnya adalah :
k xy 1
50% JUA.v , untuk k 0,1, 2,..., n 1
Z3 …(2.8)
0 , untuk k n, n 1,...
Persamaan (2.9) simbol premi tunggal bersihnya diberi angka tiga karena
merupakan premi tunggal bersih dengan penyebab kematian yang ketiga yaitu meninggal
bukan karena kecelakaan.
Dari Persamaan (2.3), (2.6) dan (2.9) maka dapat dituliskan perumusan premi tunggal
bersih keseluruhan sebagai berikut:
A1 A1 (1)
A1 (2)
A1 (3)
. …(2.10)
xy:n xy:n x y:n x y:n
Persamaan (2.10) tepat digunakan jika benefit diberikan pada akhir tahun meninggal
salah satu antara tertanggung atau penerima manfaat (asuransi diskrit). Pada modifikasi
produk Beasiswa benefit diberikan tepat sesaat setelah salah satu antara tertanggung atau
penerima manfaat meninggal (asuransi kontinu), untuk itu perlu merubah premi tunggal
bersihnya dari bentuk diskrit menjadi bentuk kontinu dengan menggunakan asumsi UDD
(Uniform Distribution of Death). Berdasarkan asumsi UDD maka diperoleh perumusan premi
tunggal bersihnya menjadi :
i
A 1 A 1 …(2.11)
xy :n xy :n
beasiswa disimbolkan bn.2 . Premi tunggal bersih untuk proteksi kelangsungan jenjang
pendidikan dari benefit di atas adalah sebagai berikut :
PTBpendidikan bn 12 v n 12
bn 6 v n 6
bn 3v n 3
bn v n bn.2v n . …(2.13)
Dari perumusan premi tunggal bersih yang diperoleh, dapat dirumuskan pula premi
tahunannya. Dalam menentukan premi tahunan maka perlu diketahui bagaimana ketentuan
cicilan preminya selama masa asuransi agar dapat dihitung anuitasnya. Produk JS. Prestasi
Modifikasi memperhatikan Multiple Life Function sehingga pembayaran premi akan berhenti
jika salah satu diantara tertanggung atau penerima manfaat meninggal pada masa asuransi
dan ketentuan lain adalah saat menerima tahapan maka tidak dikenakan premi (bebas premi).
Dari penjelasan di atas maka dapat diperoleh perhitungan anuitasnya adalah sebagai berikut:
n 1
axy:n v k . k pxy . ...(2.15)
k 0, k n 12,
n 6, n 3, n
Premi dengan biaya juga akan dibuat tetap slama tiga tahun meskipun biaya komisi
agen tiap tahun berbeda. Untuk itu perlu dihitung premi dengan biaya sekaligus untuk tiga
tahun sehingga dapat diperoleh premi tahunan dengan biaya.
m 1
O
sekaligus vh . h
O
h 0 …(2.21)
O
O sekaligus
tahunan
axy:m
O
sekaligus …(2.22)
m 1
hxy
v h pxy
h 0
V ( A1 )
h
…(2.23)
xy:n
V ( A1 )
h A 1 P( A 1 ).ax h , y h:n h
, untuk h m, m 1,..., n
xy:n x h , y h:n h xy:n
3.3 Cadangan
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa perhitungan
melibatkan biaya komisi agen selama tiga tahun pertama maka untuk tiga tahun pertama
perhitungan premi tahunan dan cadangan akan disesuaikan dengan biaya.
Besar komisi agen tiap tahun yang harus dibayarkan oleh perusahaan adalah :
Tabel 3.1 Komisi Agen Produk Beasiswa Berpasangan Modifikasi Berdasarkan Usia
Tertanggung dan Penerima Manfaat 32 Tahun dan 3 Tahun
Besar premi bersih tanpa biaya dan premi bersih dengan biaya selama tiga tahun
pertama masa asuransi yang dibayarkan di awal tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan tabel 3.2 di atas diketahui bahwa besar premi bersih tahunan dengan biaya tahun
pertama adalah Rp.1.070.821, premi bersih tahunan dengan biaya tahun kedua Rp. 1.321.525
dan ketiga adalah Rp.1.278.303. Besar premi bersih dengan biaya pada tahun pertama adalah
yang terbesar jika dibandingkan tahun kedua dan ketiga karena sesuai dengan biaya komisi
agen yang dikeluarkan perusahaan paling besar adalah untuk tahun pertama. Sedangkan
premi bersih tahunan tanpa biaya lebih besar dari premi bersih tahunan dengan biaya untuk
tahun pertama dan lebih kecil dari besar pemi bersih tahunan dengan biaya untuk tahun kedua
dan ketiga. Jika dihitung premi bersih tahunan dengan biaya yang tetap selama tiga tahun
pertama maka nilainya adalah sebesar Rp. 1.437.764,00.
Dengan cara yang sama maka akan diperoleh hasil perhitungan premi untuk usia
penerima manfaat dari 0 sampai 4 tahun seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Premi Bersih Tahunan dengan Biaya
dan Premi Bersih Tahunan Tanpa Biaya
Usia Masa
Premi Bersih Premi Bersih
penerima Asuransi
Tahunan Tanpa Tahunan dengan
Manfaat (n
Biaya (Rp.) Biaya (Rp.)
(y tahun) tahun)
4 14 1.399.186 1.621.509
3 15 1.240.592 1.437.764
2 16 1.110.563 1.311.875
1 17 1.002.750 1.184.580
0 18 925.726 1.116.397
Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa semakin lama masa asuransinya maka harga
preminya akan semakin tinggi. Sedangkan premi bersih tahunan dengan biaya untuk tiga
tahun pertama lebih tinggi jika dibandingkan premi bersih tahunan tanpa biaya. Sedangkan
Tabel 3.4 di atas memberi hasil bahwa besar cadangan Beasiswa Berpasangan Modifikasi
selama tiga tahun pertama dengan menggunakan metode Ohio bernilai negatif. Hasil tersebut
bisa dikatakan bahwa perusahaan masih belum mampu menyiapkan dana sebagai cadangan
sampai akhir tahun kedua sehingga perusahaan baru akan mampu menerima klaim nasabah
setelah masuk tahun ketiga.
IV. KESIMPULAN
3. Masa pembayaran premi produk Beasiswa berpasangan modifikasi adalah kurang dari 20
tahun dan ada unsur biaya yang diperhitungkan yaitu biaya komi agen sehingga
penentuan besarnya cadangan disesuaikan digunakan metode Ohio. Perhitungan ini akan
menghasilkan besaran cadangan yang lebih kecil dibandingkan dengan besarnya
cadangan premi tahunan.
4. Besar premi bersih tahunan dengan biaya untuk tahun pertama adalah terbesar karena
biaya yang dikeluarkan untuk tahun pertama juga yang terbesar. Sedangkan besar premi
tahunan tanpa biaya lebih kecil dari besar premi bersih tahunan dengan biaya tetap selama
tiga tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers, N.L., Gerber, H.U., Hickman, J.C., Jones, D.A., dan Nesbitt, C.J. 1997. Actuarial
nd
Mathematics, 2 Ed. The Society of Actuaries.
Futami, Takashi. 1993. Matematika Asuransi Jiwa Bagian I. Oriental Life Insurance Cultural
Development Centre, Inc. Tokyo, Japan.
Futami, Takashi. 1994. Matematika Asuransi Jiwa Bagian II. Oriental Life Insurance
Cultural Development Centre, Inc. Tokyo, Japan.
Larson, Robert E., Gaumnitz, Erwin A. 1962. Life Insurance Mathematics. New York. John
Wiley & Sons, Inc. London.
(A.7)
OPTIMISASI PORTOFOLIO BERDASARKAN MEAN-VALUE AT RISK DI BAWAH
MODEL INDEKS BERGANDA DENGAN VOLATILITAS TAK KONSTAN
ABSTRAK
Pokok dalam kajian ini membahas tentang optimisasi investasi portofolio berdasarkan
mean dan VaR di bawah model indeks berganda dengan volatilitas tak konstan. Dalam model
indeks berganda diasumsikan bahwa korelasi return masing-masing saham dipengaruhi oleh
respon saham tersebut terhadap perubahan indeks-indeks tertentu. Di sini return indeks
diasumsikan memiliki volatilitas tak konstan sehingga akan diestimasi dengan menggunakan
model GARCH. Risiko diukur menggunakan VaR yang dihitung berdasarkan quantile
distribusi normal standar. Mean return dan VaR akan digunakan dalam formula optimisasi
portofolio dan teknik penyelesaiannya menggunakan teorema Kuhn-Tucker.
Dalam paper ini dianalisis pembentukan portofolio yang tersusun dari beberapa saham
yang diperdagangkan di pasar modal Indonesia. Adapun yang menjadi target yang diinginkan
adalah membentuk komposisi portofolio-portofolio efisien dan menentukan portofolio
optimalnya.
Kata Kunci : VaR, return, model GARCH, model indeks berganda, teorema Kuhn-Tucker
ABSTRACT
The point of this paper is optimization of investment portfolio based on the mean and
the VaR under the multi index model with non constant volatility. In multi index model,
correlation of each stock return assumed it is influenced by that stock response to index
changes. Index return is assumed has non constant volatility so will be estimated by GARCH
models. Risk is measured by VaR that calculated based on quantile standard normal
distribution. Mean return and VaR will be used for formulation of portfolio optimization
problem and solution by using the Kuhn-Tucker theorem. In this paper will be analysed the
formation of portfolio which formed by a few stock that are traded in the Indonesian capital
market. The target of this problem is to obtain efficient portfolios and determine the optimum
portfolio.
Keywords : VaR, return, GARCH model, multi index model, Kuhn-Tucker theorem
2. PERUMUSAN MODEL
2.1 Penghitungan Return Saham Individual dan Return Indeks
Return adalah pendapatan yang akan diterima jika kita menginvestasikan uang pada
suatu aktiva finansial (saham, obligasi) atau aktiva riil (property, tanah) (Ghozali, 2007:55).
Bila harga saham i pada hari ke- t dan ke- t 1 masing-masing adalah sebesar Pit dan Pi (t 1) .
Maka return saham i adalah
Pit
Rit ln
Pi ( t 1)
(1)
Misalkan indeks j pada saat ke- t dan ke- t 1 adalah sebesar H jt dan H j (t 1) . Sama halnya
dengan penghitungan return untuk saham tunggal, maka return indeks j yang diperoleh
adalah:
H jt
I jt ln
H j (t 1)
(2)
m n
2 2 2
jt 0 k at k l jt l (4)
k 1 l 1
di mana t adalah urutan dari independent identically distributed (iid) variabel acak
dengan mean 0 dan variansi 1, 0 0 dengan i 0 untuk i 1, 2,..., p dan j 0 untuk
j 1, 2,..., q .
Persamaan (3) dan (4) merupakan persamaan mean dan volatilitas untuk return indeks.
Sehingga persamaan untuk meramalkan nilai mean dan variansi return indeks dalam
langkah ke depan adalah
p q
i jt 0 k i jt k at a
l t l (5)
k 1 l 1
dan
m n
2 2 2
jt 0 k at k l jt l (6)
k 1 l 1
it i ij Ijt
(8)
j 1
L L
VaRi z1 2
ij
2
Ijt
2
i i ij Ijt
(13)
j 1 j 1
(14)
Jika mean return saham individual adalah i , maka mean return portofolio ( w ) adalah
N N N
2
w wi i . Sedangkan variansi return portofolio ( w ) yaitu 2
w wi ij wj
i 1 i 1 j 1
di mana ij menunjukkan kovariansi antara return saham i dan return saham j untuk i j.
Value at Risk portofolio untuk tingkat signifikansi kerugian sebesar adalah
VaRw z1 w w.
1
VaRw z1 wT Σw 2 μTw (17)
Suatu portofolio dengan bobot w * dikatakan (mean-VaR) efisien jika tidak ada
portofolio w dengan w w* dan VaRw VaRw* (Panjer, 1998:379). Untuk memperoleh
portofolio yang efisen, gunakan fungsi obyektif yaitu dengan memaksimumkan
{2 w VaRw} , 0
di mana menunjukkan toleransi risiko dari investor.
Sehingga dengan toleransi risiko 0 harus diselesaikan persoalan optimasi
1
max 2 μT w z wT Σw 2 μT w (18)
1
dengan pembatas eT w 1 .
Masalah di atas adalah masalah optimisasi dengan fungsi kendala persamaan. Sehingga untuk
mencari vektor bobot optimal dari masalah di atas perlu didefinisikan fungsi Lagrangean,
yaitu
1
L w, 2 1 μT w z1 wT Σw 2 eT w 1 (19)
Karena matriks kovariansi Σ merupakan semi-definite positif, fungsi objektif adalah
quadratic concave (Panjer, 1998:380). Lalu dengan menggunakan teorema Kuhn-Tucker,
syarat optimalitas adalah
L z1 Σw
(2 1)μ 1
e 0
w
wT Σw 2
L
eT w 1 0.
Untuk 0 , diperoleh suatu VaR portofolio minimum dengan vektor bobot w Min .
Berdasarkan perhitungan aljabar dengan mengambil nilai-nilai A eT Σ 1e ,
1
B T
μ Σ 1
e e Σ T 1
μ dan C μ ΣT 1
μ z12 , dapat diperoleh nilai B ( B 2 4 AC ) 2
2A
dengan vektor bobot sebagai berikut:
Σ 1μ Σ 1e (20)
w Min
T 1
e Σ μ eT Σ 1e
Sementara untuk 0 , diperoleh portofolio optimum dengan vektor bobot w * .
Berdasarkan perhitungan aljabar dan mengambil nilai-nilai A eT Σ 1e ,
B (2 1)(μT Σ 1e eT Σ 1μ) dan C (2 1) 2 (μT Σ 1μ) z12 , diperoleh nilai
1
B ( B 2 4 AC ) 2 , dan vektor bobotnya adalah
2A
(2 1) Σ 1μ Σ 1e (21)
w*
T 1
(2 1)e Σ μ eT Σ 1e
Apabila vektor w Min disubstitusikan ke dalam formula mean dan VaR portofolio, maka
dapat diperoleh return portofolio dengan Value at Risk minimum. Dengan cara yang serupa,
apabila vektor w * yang disubstitusikan maka akan diperoleh return portofolio optimum.
3. ANALISIS KASUS
Untuk aplikasi dari metode yang telah diberikan di atas, dianalisis return saham dari
empat perusahaan di Indonesia, yaitu Astra International Tbk, Bank Rakyat Indonesia Tbk,
Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan Bank Mandiri Tbk. Sementara data indeks yang
dianalisis meliputi indeks industri dan indeks ekonomi. Untuk indeks industri data yang
digunakan adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), sedangkan untuk indeks ekonomi
data yang digunakan adalah kurs nilai tukar Rupiah terhadap Euro, US Dollar, dan Yen. Data
harga saham dan data indeks yang digunakan adalah data dalam periode Januari 2005 s.d.
Desember 2009 yang diperoleh melalui akses internet.
Untuk menyelidiki nilai mean dan variansinya, data return indeks dianalisis
menggunakan model time series. Melalui observasi terhadap sejumlah model, akhirnya
berdasarkan uji diagnostik menggunakan Eviews 5 diperoleh hasil bahwa model yang cukup
baik adalah AR(1)-GARCH(1,1) untuk data IHSG, AR(1)-GARCH(1,2) untuk data kurs nilai
tukar Rupiah terhadap Euro, AR(1)-GARCH(2,1) untuk data kurs nilai tukar Rupiah terhadap
US Dollar, dan AR(1)-GARCH(2,1) untuk data kurs nilai tukar Rupiah terhadap Yen. Untuk
return IHSG diperoleh parameter model AR(1)-GARCH(1,1) yaitu:
rt 0.111341rt 1 at
2
t 0.00000866 0.137021at2 1 0.834528 2
t 1 t
Untuk return kurs nilai tukar Rupiah terhadap Euro, diperoleh parameter model AR(1)-
GARCH(1,2) yaitu:
rt 0.070772rt 1 at
2
t 0.000000853 0.140811at2 1 0.300641 2
t 1 0.563666 2
t 2 t
Untuk return kurs nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, diperoleh parameter model AR(1)-
GARCH(2,1) yaitu:
rt 0.078681rt 1 at
2
t 0.00000837 0.386912at2 1 0.478577at2 2 0.372516 2
t 1 t
Sementara untuk return kurs nilai tukar Rupiah terhadap Yen, juga diperoleh parameter
model AR(1)-GARCH(2,1) yaitu:
rt 0.094107 rt 1 at
2
t 0.000000467 0.280911at2 1 0.234836at2 2 0.951865 2
t 1 t
Adapun hasil forecasting 1 langkah ke depan dari model mean dan variansi return indeks
disajikan dalam Tabel 1 berikut ini
Tabel 1 Peramalan Mean dan Variansi pada Return Keempat Indeks
Indeks Mean Variansi
IHSG 0,000677 0,000172
Kurs Rupiah terhadap Euro -0,0000608 0,0000238
Kurs Rupiah terhadap USD -0,000262 0,0000223
Kurs Rupiah terhadap Yen 0,000578 0,0000639
Data return pada keempat saham diregresikan terhadap return indeks untuk
mengetahui nilai koefisien beta yang merupakan tingkat sensitivitas perubahan return saham
terhadap return indeks. Hasilnya diberikan pada Tabel 2 berikut ini
Tabel 2 Model Regresi pada Data Return Keempat Saham
p-
Saham Model Regresi R2 F
value
RAt 0, 000091 1,34 I It 0,361I Et 0, 400 IUt 0, 0507 IYt At 50,7 304,
Astra 0,000
(0,887) (0, 000) (0, 000) (0, 002) (0, 601) % 8
RBt 0,000165 1, 28I It 0,0988I Et 0,033IUt 0,104 IYt Bt 49,8 294,
BRI 0,000
(0,797) (0,000) (0, 284) (0,796) (0, 282) % 6
Telko RLt 0, 000279 0,936 I It 0, 200 I Et 0,149 IUt 0, 0260 IYt Lt 45,8 250,
0,000
m (0,575) (0, 000) (0, 005) (0,135) (0, 729) % 9
Mandi RMt 0, 000352 1,38I It 0,180 I Et 0, 075IUt 0,101IYt Mt 54,9 361,
0,000
ri (0,564) (0, 000) (0, 040) (0,541) (0, 276) % 5
Adapun nilai yang berada di bawah penduga pada persamaan regresi linier berganda
merupakan nilai probabilitas tobservasi sebagai ukuran tingkat ketelitian untuk pengujian
hipotesis. Untuk menguji signifikansi model regresi dan parameternya, digunakan uji F dan
uji t.
Dari hasil forecasting 1 langkah ke depan untuk nilai mean return indeks, maka
selanjutnya dapat diperoleh mean return setiap saham dengan menggunakan formula it .
Hasilnya penaksirannya diberikan ke dalam bentuk vektor
μ T
0, 000825 0, 000864 0, 000634 0, 000947 . Berdasarkan hasil penaksiran variansi return
indeks dan koefisien beta, selanjutnya diestimasi nilai variansi return saham dan kovariansi
return antar saham dengan menggunakan formula it2 dan ijt . Hasilnya diberikan dalam
bentuk matriks kovariansi, dan invers dari matriks kovariansi adalah sebagai berikut:
Bobot w VaRw w
VaRw
17,00 0,16688 0,22928 0,32422 0,27962 0,00080978 0,03020969 0,0268053
17,50 0,16740 0,23084 0,31822 0,28354 0,00081140 0,03026540 0,0268093
18,00 0,16793 0,23241 0,31217 0,28749 0,00081302 0,03032304 0,0268119
18,65 0,16862 0,23447 0,30426 0,29265 0,00081514 0,03040093 0,0268132*
19,00 0,16899 0,23559 0,29997 0,29545 0,00081630 0,03044428 0,0268128
19,50 0,16953 0,23719 0,29382 0,29946 0,00081795 0,03050793 0,0268111
20,00 0,17006 0,23880 0,28763 0,30351 0,00081961 0,03057365 0,0268078
Dengan demikian didapatkan hasil bahwa portofolio optimal ialah portofolio yang
memberikan expected return 0,0008151 dengan tingkat VaR sebesar 0,030401.
4. KESIMPULAN
Return keempat saham yang telah dianalisis memberikan respon terhadap perubahan
return indeks. Model time series untuk memodelkan mean dan volatilitas return indeks
adalah AR(1)-GARCH(1,1) untuk IHSG, model AR(1)-GARCH(1,2) untuk return kurs nilai
tukar Rupiah terhadap Euro, model AR(1)-GARCH(2,1) untuk return kurs nilai tukar Rupiah
terhadap US Dollar dan model AR(1)-GARCH(2,1) untuk return kurs nilai tukar Rupiah
terhadap Yen.
Hasil optimisasi portofolio berdasarkan mean-Value at Risk menunjukkan bahwa
setiap peningkatan toleransi risiko menyebabkan kenaikan nilai expected return portofolio
yang juga disertai dengan kenaikan tingkat Value at Risk portofolio. Berdasarkan komposisi
portofolio efisien yang menghasilkan mean return dan Value at Risk portofolio dengan rasio
terbesar, diperoleh portofolio optimal yaitu portofolio yang memberikan expected return
senilai 0,0008151 dengan tingkat Value at Risk sebesar 0,030401.
5. DAFTAR PUSTAKA
Fabozzi Frank J. 2000. Manajemen Investasi Edisi Pertama. Jakarta : Salemba.
Ghozali, I. 2007. Manajemen Risiko Perbankan. Semarang.
Halim, A. 2005. Analisis Investasi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat (PT Salemba Empat
Patria).
Panjer, H.H., Boyle, D.D., Cox, S.H., Dufresene, D., Gerber, H.U., Mueller, H.H., Pedersen,
H.W., & Pliska, S.R. 1998. Financial Economics. With Application to Investments,
Insurance and Pensions, the Actuarial Foundation, Schaumberg, Illinois.
Redhead, Keith. 1997. Financial Derivatives: An Introduction to Future, Forwards, Options
and Swaps. Prentice Hall Europe.
Yuliati, Sri Handaru, Prasetyo, Handoyo & Tjiptono Fandy. 1996. Manajemen Portofolio dan
Analisis Investasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
(A.8)
BESARAN-BESARAN AKTUARIA DENGAN PENDEKATAN SIMULASI FUNGSI
KONTINGENSI KEHIDUPAN
II. MULTIVARIAT
(M.1)
SEDIMENTASI DAN DEBIT OPTIMAL DAS KONTO HULU
1
Sri Harini, 2Purhadi, 3Muhammad Mashuri, 4Sony Sunaryo
1
Mahasiswa S-3 Statistika FMIPA ITS, Surabaya
1
Jurusan Matematika, FSAINTEK, Universitas Islam Negeri Malang
2,3,4
Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111
ABSTRACT
Model linier spatial multivariat merupakan pengembangan dari model linier spatial
univariat yang menghasilkan penaksir parameter dengan pembobot geografis yang bersifat
lokal untuk setiap lokasi dimana data tersebut dikumpulkan. Faktor letak geografis
merupakan faktor pembobot yang sangat diperhatikan, dimana faktor ini memiliki nilai yang
berbeda untuk setiap wilayah dan menunjukkan sifat lokal dari model tersebut.
Pada penelitian ini penaksir parameter dari model linier spatial multivariat akan
diaplikasikan pada bidang hidrologi dengan variabel terikat (y) adalah laju erosi, sedimentasi
dan debit DAS konto hulu dan variabel bebas (x) adalah : luas DAS (x 1), panjang sungai (x2),
rerata kemiringan lahan (x3), faktor panjang lereng (x4) dan curah hujan (x5) dengan
pembobot geografis fungsi kernel gauss (Gaussian Distance Function). Sehingga didapatkan
penaksir parameter dari matrik parameter untuk tiap-tiap lokasi yang memenuhi sifat tak bias,
efisien dan konsisten. Untuk mendapatkan model terbaik ini dilakukan dengan cara mencari
nilai bandwidth yang optimum dengan metode Cross Validation berdasarkan fungsi
pembobotan kernel gauss.
Kata Kunci : Gaussian Distance Function, bandwidth, Cross Validation , DAS, laju erosi,
sedimentasi, debit debit dan morfometri.
1. Latar Belakang
Metode regresi yaitu metode yang menghubungkan variabel respon dengan variabel
prediktor untuk membentuk suatu model tertentu (Draper dan Smith, 1992). Model regresi
klasik mengasumsikan bahwa lokasi geografis (berdasarkan longitude dan latitude bumi)
tidak mempengaruhi respon model. Model regresi klasik penaksir parameter dapat didekati
dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), karena asumsi error identik
independen dan berdistribusi normal akan terpenuhi.
Masalah akan muncul jika metode OLS ini diterapkan untuk penaksir parameter pada
metode regresi spasial, karena penaksir parameter untuk semua data dari model regresi
dengan asumsi error identik independen dan berdistribusi normal tidak akan terpenuhi. Jika
metode OLS dipaksakan, maka akan bisa menyebabkan kesimpulan yang salah,
menghasilkan error autokorelasi spatial dan menyebabkan ketidaksesuaian model pada data
spatial.
Data spatial merupakan data hasil pengukuran yang memuat suatu informasi lokasi,
dimana antara satu pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan lain di lokasi
yang berdekatan (neighboring). Cressie (1991) menyatakan bahwa data spatial merupakan
salah satu jenis data dependen yang menunjukkan adanya ketergantungan antara data dengan
lokasi. Akibatnya, apabila dibentuk suatu model regresi linier dengan OLS (Ordinary Least
Square) pada data spatial akan menghasilkan model yang tidak tepat dalam penarikan
kesimpulannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan metode statistik yang
tepat, salah satunya dengan menggunakan analisis spatial (Anselin, 2003).
Beberapa model regresi spatial univariat maupun multivariat telah dikembangkan oleh
banyak peneliti. Diantaranya LeSage (1999) mencari penaksir model spatial linier lokal
dengan menggunakan OLS dan dilanjutkan pada tahun 2004 dengan mencari penaksir model
regresi spatial dengan MLE. Anselin (2003) juga meneliti tentang model regresi spatial yang
mengandung lag (regresi spatial lag), error (regresi spatial error ) dan campuran antara regresi
spatial lag dengan regresi spatial error. Leung (2000) mengembangkan GWR untuk
mengekplorasi data yang bersifat non stationer dari model regresi spatial dengan
memperhatikan pengaruh dari setiap lokasi (space). Zhang dan Gove (2005) membandingkan
beberapa teknik pemodelan yaitu OLS, Linear Mixed Model (LMM), Generalized Additive
Model (GAM) dan GWR pada pemodelan hutan yang memperhitungkan faktor spasial
pertumbuhan tanaman dan lahan. Atkinson dkk (2003) mencari bentuk hubungan antara erosi
yang terjadi disepanjang sungai dengan variabel goemorfologi menggunakan model GWLR.
Brown dkk (1994) yang mengembangkan dan mengaplikasikan model spatial multivariat
untuk mendeteksi polusi udara di wilayah selatan Ontario. Teori yang dipakai pada penelitian
ini menggunakan pendekatan Bayesian untuk penaksiran parameter. Haas (1996)
mengaplikasikan metode cokriging untuk mencari penduga multivariat dari beberapa proses
spatial sehingga didapatkan nilai cross-covariance terbaik dan penaksir kesalahan baku
terkecil. Royle dan Berliner (1999) menggunakan pendekatan algoritma EM (expectation-
maximixation algorithm) untuk mencari penaksir dan membuat model spatial multivariat.
Christensen dan Amemiya (2002) mengkaji modeling dan penaksir dari data spatial
multivariat dengan menggunakan analisis faktor yang diaplikasikan pada bidang pertanian.
Dalam penelitian ini akan dicari penaksir parameter dari model linier spatial multivariat
yang diaplikasikan pada bidang hidrologi dengan variabel terikat (y) adalah laju erosi,
sedimentasi dan debit DAS konto hulu dan variabel bebas (x) adalah : luas DAS (x1), panjang
sungai (x2), rerata kemiringan lahan (x3), faktor panjang lereng (x4) dan curah hujan (x5)
dengan pembobot geografis fungsi kernel gauss (Gaussian Distance Function).
Model linier spatial multivariat untuk observasi (pengamatan) ke-j dapat ditulis sebagai
T
Y1 j , Y2 j , ..., Yqj , j 1, 2,..., n atau juga dapat dinyatakan dengan Yh Yh1 Yh 2 ... Yhn , maka
model linier untuk Yh pada lokasi ke ui , vi adalah : Yh X h ui , vi h (1)
dimana :
T T
h ui , vi 0h ui , vi 1h ui , vi 2h ui , vi ... ph ui , vi εh h1 , h2 , , hn
Y XB u, v Ε (2)
T
B ui , vi ( qx ( p 1)) xq
β1 ui , vi , β2 ui , vi , , βq ui , vi (3)
Jika pada model terdapat n lokasi sampel, maka penaksir ini merupakan penaksir setiap
baris dari matrik lokal parameter seluruh lokasi penelitian yang dinyatakan dengan :
ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v )
01 i i 11 i i 21 i i p1 i i
ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) (4)
Bˆ ui , vi 02 i i 12 i i 22 i i p2 i i
ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v ) ˆ (u , v )
0q i i 1q i i 2q i i pq i i
E Vec Ε 0
11 12 1q
simetris 22 2q
Σ (6)
Cov Vec Ε Σ In
dengan dij adalah jarak antara lokasi ui , vi ke lokasi (uj,vj) dan h adalah parameter
penghalus (bandwidth). Pemilihan bandwidth ini sangat penting karena bandwidth
merupakan pengontrol keseimbangan antara kesesuaian kurva terhadap data dan kemulusan
data. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih bandwidth optimum, salah satu
diantaranya adalah metode Cross Validation (CV). CV dinyatakan dengan :
q n
2
CV (h) yhi yˆ i (h) (8)
h 1 i 1
dimana :
yˆ i ( h) : nilai penaksir yi (fitting value) dimana pengamatan di lokasi (ui, vi) dihilang-kan
dari proses penaksiran.
yˆi ( h) : nilai penaksir yi (fitting value) dimana pengamatan di lokasi (ui, vi) dimasukan dalam
proses penaksiran.
n : jumlah sampel
Dalam mencari nilai penaksir dari Vec B ui , vi dapat dilakukan dengan melihat
parameter Vec B ui , vi dari setiap lokasi. Penaksiran parameter dengan pembobot
geografis Vec B ui , vi didapat dengan memberi pembobot untuk setiap lokasi dimana data
tersebut dikumpulkan. Misalkan pembobot untuk lokasi ke-i adalah W(ui , vi ) , dimana :
dan
Εnxq ε1 ε2 ... εq
jika pembobot W(ui , vi ) yang digunakan untuk menaksir parameter setiap barisnya adalah
fungsi kernel gauss, maka bentuk matriknya pembobotnya adalah :
2 2 2
d i1 di 2 d in
W(ui , vi ) diag exp , exp ,..., exp (9)
h h h
Vec Bˆ ui , vi
1
Iq XT W(ui , vi )X Iq XT W(ui , vi ) Vec Y (10)
4. Pembahasan
Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota
besar di Jawa Timur seperti Batu, Malang, Blitar, Tulung Agung, Kota Kediri, Kabupaten
Kediri, Mojokerto, Sidoarjo dan Surabaya. Sungai Brantas mempunyai panjang ± 320 km 2,
dengan luas aliran sungainya ± 12.000 km2 (25% wilayah Jawa Timur), mata airnya berasal
dari bagian barat daya kaki Pegunungan Arjuno. Secara hidrologis wilayah DAS Brantas ini
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : DAS Brantas Bagian Hulu, DAS Brantas Bagian Tengah,
dan DAS Brantas Bagian Hilir. Anak sungai utama adalah Kali Lesti, Kali Ngrowo, Kali
Konto dan Kali Widas yang masing-masing mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas
625 Km2, 1600 Km2, 687 Km2, dan 1538 km2. Kondisi klimatologi didominasi oleh iklim
tropis dengan rata-rata hujan tahunan 2000 mm, diantaranya 80% jatuh pada musim hujan
(Asdak, C. 2002).
Sejak tahun 1990, bangunan – bangunan air berupa chek dam yang terdapat disepanjang
Sungai Konto sudah tidak berfungsi secara optimal sehingga tidak mampu lagi menahan
material – material sedimen yang terbawa arus sungai. Hal ini disebabkan karena kapasitas
tampungannya terhadap material sedimen pada sungai telah berkurang sehingga material
sedimennya terus mengalir ke hilir sungai menuju Waduk Selorejo. Selain itu disepanjang
sungai Konto juga mendapatkan tambahan inflow debit dan sedimentasi dari beberapa
sumber air yang muncul di daerah sekitarnya karena terletak di sekitar perbukitan dan
pegunungan.
Dalam mencari penaksir parameter model linier spatial multivariat ini langkah pertama
adalah dengan memasukkan pembobot spasial dalam perhitungannya. Jika pembobot yang
digunakan adalah fungsi Gauss maka pemilihan bandwidth ini sangatlah penting, karena
bandwidth merupakan pengontrol keseimbangan antara kesesuaian kurva terhadap data dan
kemulusan data. Nilai bandwidth yang sangat kecil akan memberikan bentuk fungsi
penyelesaian yang sangat kasar (under smoothing) sehingga variannya cukup besar.
Sebaliknya nilai bandwidth yang besar memberikan bentuk fungsi penyelesaian yang sangat
mulus (over smoothing).
Tabel 1. Bandwidth
Y1 Y2 Y3
dimana banyaknya iterasi yang diperlukan untuk memperoleh bandwidth optimum dalam
proses penaksiran parameter disetiap lokasi tidak sama.
Setelah nilai bandwidth didapatkan maka langkah selanjutnya adalahh mencari matrik
pembobot di semua lokasi penelitian. Sebagai contoh lokasi (u1,v1) pembobotnya adalah
W(u1,v1). Matrik pembobot ini nantinya digunakan untuk menaksir parameter di semua
lokasi. Secara matematis dapat dinyatakan dengan :
Misalkan Vec Bˆ u1 , v1 adalah penaksir parameter dilokasi (u1,v1), maka nilai penaksir
ini diperolah dengan menggunakan persamaan (10) dan matrik pembobot W(u1,v1), sebagai
berikut :
Vec Bˆ u1 , v1
1
Iq XT W(u1 , v1 )X I q XT W(u1 , v1 ) Vec Y
Penyelesaian persamaan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan program Matlab 7.0
sehingga didapatkan nilai taksiran parameter disemua lokasi (ui,vi), i=1,2, ... , 62 (lampiran
B).
Untuk melihat model mana yang paling cocok diterapkan pada kasus data ini ada
beberapa cara. Salah satunya dengan melihat nilai koefisien determinasi model (R2) serta
Mean square error (MSE). Suatu model dikatakan lebih baik dari model lain jika nilai
koefisien derminasi yang dihasilkan cukup besar dan MSE kecil.
Model Global
Y1 0.356 738.14
Y2 0.317 49427
Y3 0.454 484.23
Model Spatial
Y1 0.9999999999999999965 1.9665e-026
Y2 0.9999999999999999773 4.0672e-025
Y3 0.9999999999999999972 8.0116e-027
Jika dibandingkan dengan model global maka model spatial merupakan model yang lebih
baik digunakan dalam kasus ini. Model ini mampu menjelaskan keragaman laju erosi sebesar
99%, sedimentasi sebesar 99% dan debit sebesar 99%. Sifat lokal parameter yang dihasilkan
dari model ini juga mampu menurunkan nilai MSE dari model global menjadi lokal.
Berdasarkan uji kesesuaian model ternyata terdapat ada pengaruh spasial yang signifikan dari
pada model global. Hal ini dapat ditunjukkan dari plot grafik antara data model global dan
model lokal di bawah ini :
150
100
50
-50
0 10 20 30 40 50 60 70
Hasil plot laju erosi pada model global terlihat bahwa pengaruh variabel morfometri DAS
tidak bisa menjelaskan dengan baik estimasi parameternya terhadap model laju erosi
sesunguhnya. Hal ini berbeda jauh dengan plot laju erosi dari model lokal dimana pengaruh
variabel morfometri DAS disetiap lokasi mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya
terhadap model sesungguhnya.
Global: Sedimen
450
model
data
400
350
300
250
200
150
100
0 10 20 30 40 50 60 70
Hasil plot sedimentasi pada model global terlihat bahwa pengaruh variabel morfometri DAS
tidak bisa menjelaskan dengan baik estimasi parameternya terhadap model sedimentasi
sesunguhnya. Hal ini berbeda jauh dengan plot sedimentasi dari model lokal dimana
pengaruh morfometri DAS setiap lokasi mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya
terhadap model sesungguhnya.
Global: debit
120
model
data
100
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Hasil plot debit pada model global terlihat bahwa pengaruh variabel morfometri DAS tidak
bisa menjelaskan dengan baik estimasi parameternya terhadap model debit sesunguhnya. Hal
ini berbeda jauh dengan plot debit dari model lokal dimana pengaruh dari variabel
morfometri DAS setiap lokasi mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap model
sesungguhnya.
5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1. model linier spatial multivariat dapat digunakan untuk mengatasi data spasial yang
tidak stasioner dalam parameter. Parameter yang dihasilkan bersifat lokal disetiap titik
atau lokasi dimana data tersebut diamati.
2. Faktor-faktor morfometri DAS Konto Hulu secara spatial masing-masing mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya erosi, sedimentasi dan peningkatkan debit
DAS pada setiap lokasi penelitian. Dibanding model global, ternyata model spatial
merupakan model yang terbaik. Model ini mampu menerangkan keragaman variabel
respon sebesar 99%.
7. Daftar Pustaka
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Atkinson, P.M., German, S.E., Sear, D.A. dan M.J. Clark. 2003. Exploring the Rela-tions
Between Riverbank Erosion and Geomorphological Controls Using Geo-graphically
Weighted Logistic Regres-sion. Geographical Analysis, Vol. 35, No. 1. The Ohio State
University.
Brown, P.J., Nhu D. Le dan Zidek, J.V. 1994. Multivariate Spatial Interpolation and
Exposure to Air Pollutants. The Cana-dian Journal of Statistics. vol. 22, no. 4, pp. 489-
509
Christensen, R. 1991. Linier Model For Multivariate, Time Series and Spatial Data,
Springer-Verlag, New York.
_______ dan Amemiya, Y. 2002. Modelling and Prediction for Multivariate Spatial Factor
Analysis. Journal of Statistical planning and inference. No.115, pp. 543-564.
Cressie, N.A.C. 1991. Statistics for Spatial Data. Revised ed. John Wiley and Sons, New
York.
Haas, C.T. 1996. Multivariate Spatial Predic-tion in the Presence of Non-Linier trend and
Covariance Non-Stationerity.
Journal Environmetrics, Vol. 7, pp. 145-165.
LeSage, J.P. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Departemen of
Economics, University of Toledo.
Leung, Y. 2000. Statistical Tests for Spatial Non-Stationarity Based on the Geogra-phically
Weighted Regression Model, Journal, The Chinese University of Hong Kong, Hong
Kong.
Royle, J.A dan Berliner, L.M. 1999. A Hierarchical Approach to Multivariate Spatial
Modeling and prediction. Journal of Agricultural, Biological, and Enviro-mental
Statistics, vol. 4, no.1, pp. 29-56.
Zhang, L. dan Gove, J.H. (2005). Spatial Assessment of Model Errors from Four Regression
Techniques. Forest Science, Vol. 51, No. 4, hal. 334-346.
sub x1 x2 x3 x4 x5 y1 y2 y3
Tabel B2. Penaksir Parameter beta Spatial dari Laju Erosi (Y1)
0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5
(M.2)
ANALISIS BIPLOT UNTUK MENGETAHUI KARAKTERISTIK PUTUS SEKOLAH
PENDIDIKAN DASAR PADA MASYARAKAT MISKIN ANTAR WILAYAH
KECAMATAN DI KABUPATEN OGAN ILIR
dian_cahyawati@yahoo.com
ABSTRAK
Masalah putus sekolah pendidikan dasar masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan,
terutama pada masyarakat miskin. Demikian juga di Wilayah Kabupaten Ogan Ilir yang
masih memiliki jumlah penduduk miskin relatif cukup besar. Wilayah ini terdiri dari 16
Kecamatan dengan beberapa diantaranya adalah hasil pemekaran. Karakteristik wilayah antar
kecamatan hasil pemekaran yang saling berbeda, merupakan faktor yang dapat menyebabkan
karakteristik putus sekolah pendidikan dasar antar kecamatan berbeda-beda, sehingga perlu
dianalisis untuk mendapatkan pemetaan masalah putus sekolah antar kecamatan terhadap
faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik putus sekolah pendidikan dasar. Pemetaan
ini diperoleh dengan menggunkan Analisis Biplot. Objek yang diamati dalam penelitian ini
adalah seluruh kecamatan yang berada di Kabupaten Ogan Ilir, sedangkan yang menjadi
karakteristik peubahnya adalah Angka Putus Sekolah, Angka Partisipasi Murni, Persentase
Anak yang Bekerja, Tingkat Motivasi Anak, Tingkat Motivasi Orang Tua, Persentase Tingkat
Pendidikan Kepala Keluarga yang Tidak Tamat SD, dan Jumlah Anak. Hasil Analisis Biplot
diperlihatkan bahwa Kecamatan Payaraman dan Kandis mempunyai kemiripan dalam hal
karakteristik Jumlah Anak, Persentase Pendidikan Kepala Keluarga yang Tidak Tamat SD
dan Angka Putus Sekolah yang relatif tinggi, serta Angka Partisipasi Murni yang relatif
rendah. Peubah Angka Putus Sekolah mempunyai korelasi yang kuat dengan peubah Angka
Partisipasi Murni, Persentase Anak yang Bekerja, Persentase Pendidikan Kepala Keluarga
yang Tidak Tamat SD, dan Jumlah Anak. Kecamatan Muara Kuang mempunyai karakteristik
Angka Putus Sekolah yang sangat tinggi dan Angka Partisipasi Murni yang sangat rendah.
Berdasarkan hasil ini, diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Ogan Ilir agar lebih mengutamakan kebijakan-kebijakan yang diterapkan untuk
menangani masalah putus sekolah dengan karakteristik wilayah masing-masing kecamatan.
Kata kunci: Angka Putus Sekolah Pendidikan Dasar, Masalah Kemiskinan, Metode Biplot.
A. PENDAHULUAN
Kemiskinan sebagai salah satu penyebab putus sekolah (Supriadi dalam Cahyawati
2007) dapat merupakan faktor penyebab masalah rendahnya partisipasi sekolah pendidikan
dasar.
Berdasarkan hal di atas, terlihat bahwa tingkat partisipasi sekolah, yang terkait dengan
masalah putus sekolah, masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan terutama pada
masyarakat miskin di Kabupaten Ogan Ilir untuk masing-masing kecamatan hasil pemekaran.
Selain itu, karakteristik wilayah antar kecamatan hasil pemekaran yang saling berbeda,
merupakan faktor yang menyebabkan karakteristik putus sekolah pendidikan dasar antar
kecamatan berbeda-beda. Sehingga perbedaan karakteristik wilayah ini perlu dianalisis untuk
mendapatkan pemetaan karakteristik putus sekolah pendidikan dasar masyarakat miskin antar
wilayah Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan pemetaan tersebut
adalah Analisis Biplot. Metode ini menganalisis peubah-peubah yang berkaitan dengan objek
pengamatan, menampilkannya dalam grafik pada suatu bidang datar. Sehingga diperoleh
pemetaan dalam bentuk grafik yang lebih menarik dan mudah diinterpretasikan.
Dengan demikian, melalui pemetaan karakteristik antar kecamatan berdasarkan
faktor-faktor yang berkaitan dengan putus sekolah, diharapkan dapat memberikan informasi
untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berisiko pada putus
B. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi:
Jika A adalah sebuah matriks yang berukuran nxn, maka sebuah vektor taknol x pada
n
R disebut vektor eigen dari A, jika Ax adalah kelipatan skalar dari x, yakni:
Ax = λx
untuk skalar sembarang λ. Skalar λ disebut nilai eigen dari A dan x disebut vektor eigen dari
A yang terkait dengan λ. Persamaan Ax = λx dapat ditulis sebagai (A-λI)x=0.
'
n Xp n Ur Lr A p (B.1)
1 1 1
xa1 , x a 2 ,..., xa r adalah matriks berukuran nxr, merupakan himpunan vektor
1 2 r
L adalah matriks diagonal berukuran rxr dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat
dari nilai eigen matriks X ' X atau XX ' dengan 1 1 … r >0. Unsur-unsur
diagonal matriks L ini disebut nilai singular matriks X.
1 0 0 ... 0
0 2 0 ... 0
L= 0 0 3 ... 0
0 0 0 ... r
(Sharma, 1996)
Analisis Biplot merupakan teknik statistik deskriptif dimensi ganda yang dapat
disajikan secara visual dengan menyajikannya secara simultan segugus objek pengamatan
dan peubah dalam suatu grafik pada suatu bidang datar sehingga ciri-ciri peubah dan objek
pengamatan serta posisi relatif antara objek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis. Jadi
dengan biplot dapat ditunjukan hubungan antara peubah, kemiripan relatif antar objek
pengamatan, serta posisi relatif antar objek pengamatan dengan peubah (jollife, 1986 &
Rawlings, 1988, dalam Sartono, dkk, 2003).
Jika didefinisikan bahwa G = ULα dan H ' =L1-αA ' , maka persamaan (B.1) dapat
dituliskan menjadi:
X GH' (B.2)
C. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Survei dilakukan secara
langsung dengan menyebarkan kuesioner terhadap rumah tangga miskin setiap kecamatan
yang ada di wilayah Kabupaten Ogan Ilir. Kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan karakteristik Putus Sekolah Pendidikan Dasar dan Kondisi Sosial Ekonomi
Keluarga.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel acak
klaster (cluster random sampling). Dimana terdapat 16 kecamatan di Kabupaten OI, dari
setiap kecamatan diambil dua desa secara acak sehingga diperoleh 32 desa, dari setiap desa
diambil dua Rukun Tangga (RT) secara acak sehingga diperoleh 64 RT sebagai wilayah
penelitian. Artinya, seluruh kepala keluarga yang memiliki anak usia sekolah pendidikan
dasar (7-15 tahun) dan merupakan keluarga miskin yang ada di 64 RT tersebut merupakan
responden.
1 Indralaya 1. Indralaya
2. Indralaya Utara
3. Indralaya Selatan
2 Pemulutan 1. Pemulutan
2. Pemulutan Barat
3. Pemulutan Selatan
3 Tanjung Batu 1. Tanjung Batu
2. Payaraman
4 Tanjung Raja 1. Tanjung Raja
2. Sungai Pinang
3. Rantau Panjang
5 Muara Kuang 1. Muara Kuang
2. Rambang Kuang
3. Lubuk Keliat
2. Kandis
1. Membuat tabel data karakteristik putus sekolah pendidikan dasar untuk masing-
masing kecamatan dalam bentuk baris dan kolom.
2. Mencari akar ciri dan vektor ciri x dari matriks R.
3. Mencari matriks G dengan 1 dan matriks H dengan 0 , dimana
'
G UL UL dan H L1 A ' L1 A '
4. Memplotkan matriks G dan H dalam satu grafik berdimensi dua (biplot), sehingga
menghasilkan pemetaan antar wilayah Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
berdasarkan karakteristik putus sekolah pendidikan dasar.
5. Menginterpretasikan hasil biplot yang menggambarkan kemiripan masing-masing
kecamatan berdasarkan peubah atau karakteristik yang diamati.
6. Menbuat kesimpulan hasil penelitian
Tabel 4.11. Data Karakteristik Putus Sekolah Pendidikan Dasar Masyarakat Miskin
untuk Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
Keterangan:
Berdasarkan matriks data 16 X 7 tersebut, dapat dihitung matriks korelasi R antar peubah
karakteristik putus sekolah pendidikan dasar, kemudian nilai-nilai akar ciri dari matriks
korelasi R dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Akar Ciri
Kumulatif
Komponen Keragaman
Total (%)
(%)
Berdasarkan Tabel 4.13, diperoleh informasi bahwa nilai akar ciri pada komponen
utama pertama (KU I) sebesar 3,61 dengan keragaman yang dapat dijelaskan oleh satu KU
tersebut sebesar 51,60% . Nilai akar ciri untuk komponen utama kedua (KU II) sebesar 1,96
dengan keragaman yang bisa dijelaskan sebesar 27,98%. Maka, jika digunakan dua nilai akar
ciri terbesar pertama, berarti ada dua komponen utama (KU) yang digunakan sebagi peubah
baru, sehingga kedua KU ini menerangkan data asal sebesar 79,58%. Dua peubah baru disini
adalah peubah komponen utama pertama (KU I) dan komponen utama kedua (KU II) yang
ditata berdasarkan keragamannya yang terbesar sampai yang terkecil.
Nilai-nilai vektor ciri dari matriks korelasi R dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut.
Vektor Ciri
Peubah
I II
X1 0,256 0,001
X2 -0,253 -0,054
X3 0,233 -0,154
X4 -0,050 0,474
X5 0,042 0,495
X6 0,191 -0,010
X7 0,229 0,118
Nilai-nilai Tabel 4.15, merupakan elemen matriks dua vektor ciri 7A2 dengan tujuh
peubah asal karakteristik putus sekolah dan dua peubah baru KU.
Peubah baru yang dihasilkan memiliki korelasi dengan peubah asal. Nilai masing-
masing koefisien korelasi peubah asal terhadap peubah baru dapat dilihat pada Tabel 4.14
X1 0,926 0,001
X2 -0,912 -0,107
X3 0,841 -0,302
X4 -0,181 0,928
X5 0,151 0,970
X6 0,690 -0,019
X7 0,828 0,231
Dalam Analisis Biplot digunakan penggabungan dua buah matriks, yaitu matriks G
dan matriks H. Matriks G dan H masing-masing diplot berdasarkan koordinat masing-
masing unsur dari matriks G dan H. Hasil pemetaan Biplot dapat dilihat pada Gambar 4.3
RE
GR
fact
4.00000 or
sco
re
2
for
ana
lysi
s1
RE
GR
fact
Indralaya or
sco
2.00000 re
1
KU II 27,98%
for
ana
lysi
Tanjung Raja X4 X5 Kandis s1
VA
R0
Indralaya Selatan Tanjung Batu 000
Payaraman 2
X7 RE
Pemulutan Rantau Alai Muara Kuang GR
X2 Lubuk Keliat X6 fact
0.00000 or
Sungai Pinang X1 sco
Rantau Panjang re
Pemulutan Selatan X3 1
for
ana
Rambang Kuang lysi
s1
Pemulutan Barat
Indralaya Utara
-2.00000
-4.00000
Biplot pada gambar 4.3. mampu menjelaskan keragaman data sebesar 79,58% dari
keseluruhan informasi pada data asal, mengenai karakteristik putus sekolah pendidikan dasar
untuk masing-masing Kecamatan di Wilayah Kabupaten Ogan Ilir. Selanjutnya hasil Analisis
Biplot dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Kecamatan Tanjung Raja, Indralaya Selatan, Tanjung Batu, rantau Alai, Lubuk
Keliat, Sungai Pinang, Rantau Panjang, dan pemulutan memiliki karakteristik hampir
mirip.
Kecamatan Pemulutan Selatan, Rambang Kuang, dan Pemulutan Barat mempunyai
kemiripan.
Kecamatan Payaraman dan Kecamatan Kandis memiliki kemiripan.
Kecamatan Muara Kuang, Indralaya dan Indralaya Utara, masing-masing membentuk
kelompok sendiri-sendiri.
2. Berdasarkan Keragaman Peubah-peubah Karakteristik Putus Sekolah Pendidikan Dasar
Berdasarkan panjang vektor yang lebih kecil, Peubah Motivasi Anak dan Motivasi
Orang Tua mempunyai keragaman yang relatif lebih kecil, artinya motivasi anak
maupun orang tua untuk masing-masing kecamatan relatif sama.
Berdasarkan panjang vektor yang lebih panjang, peubah Angka Partisipasi Murni
mempunyai keragaman yang lebih besar, artinya Angka Partisipasi Murni untuk
masing-masing Kecamatan lebih beragam.
3. Berdasarkan Hubungan/Korelasi antar Peubah-peubah Karakteristik Putus Sekolah
Pendidikan Dasar
Sudut yang dibentuk antar dua peubah menunjukan kuat tidaknya korelasi antar
peubah, baik korelasi positif maupun korelasi negatif.
Vektor X1 berhimpit dengan vektor X6. Hal ini menunjukan bahwa kedua peubah ini
mempunyai korelasi positif yang sangat kuat, artinya semakin tinggi Persentase
Tingkat Pendidikan KK yang tidak tamat SD (X6) maka Angka Putus Sekolah
pendidikan dasar (X1) semakin tinggi .
Vektor X1 hampir berhimpit dengan vektor X3. Hal ini menunjukan bahwa kedua
peubah ini mempunyai korelasi positif yang sangat kuat, artinya, semakin tinggi
Persentase Anak usia pendidikan dasar yang bekerja (X3). maka semakin tinggi
Angka Putus Sekolah pendidikan dasar (X1).
Vektor X1 juga hampir berhimpit dengan vektor X7. Hal ini menunjukan semakin
tinggi Jumlah Anak (X7), maka semakin tinggi Angka Putus Sekolah pendidikan dasar
(X1).
Vektor dari peubah Motivasi Anak (X4) hampir berhimpit dengan vektor dari peubah
Motivasi Orang Tua (X5). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi motivasi orang
tua maka semakin tinggi tingkat motivasi anak terhadap sekolah.
Vektor APM pendidikan dasar (X2) berlawanan arah dengan vektor Angka Putus
Sekolah pendidikan dasar (X1). Hal ini menunjukan bahwa kedua peubah ini
mempunyai korelasi negatif, artinya semakin kecil APM maka semakin besar Angka
Putus Sekolah.
4. Berdasarkan Nilai Peubah pada Suatu Objek
Hal ini menunjukan karakteristik putus sekolah pendidikan dasar untuk masing-
masing Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir.
Vektor X4 lebih mengarah pada Kecamatan Indralaya, hal ini menunjukan Kecamatan
Indralaya cenderung memiliki karakteristik yang lebih baik dalam hal motivasi anak
(X4) yang lebih tinggi. Karena motivasi orang tua (X5) berkorelasi positif terhadap
motivasi anak (X4), maka motivasi orang tua di Kecamatan Indralaya juga tinggi
Vektor X1, X3, dan X6 lebih mengarah pada Kecamatan Muara Kuang, hal ini
menunjukan tingkat Angka Putus Sekolah (X1), Persentase anak yang bekerja (X4),
dan Persentase tingkat pendidikan KK yang tidak tamat SD (X6) pada Kecamatan
Muara Kuang paling besar. Sedangkan vektor APM (X2) arahnya berlawanan dengan
kecamatan Muara Kuang hal ini menunjukan bahwa Kecamatan Muara Kuang
memiliki APM yang lebih rendah.
Vektor X2 lebih mengarah pada kecamatan Pemulutan, sedangkan vektor X1 dan X6
justru berlawanan. Hal ini menunjukan bahwa Kecamatan Pemulutan cenderung
memiliki APM pendidikan dasar yang lebih tinggi, sedangkan Angka Putus Sekolah
dan Persentase Tingkat Pendidikan KK yang tidak tamat SD lebih rendah.
Arah vektor X4 berlawanan arah dengan Kecamatan Rambang Kuang dan Pemulutan
Barat, vektor X5 berlawanan arah dengan Kecamtan Indralaya Utara. Hal ini
menunjukan bahwa ketiga kecamatan ini mempunyai motivasi terhadap sekolah yang
rendah (baik orang tua maupun anak).
E.1. Kesimpulan
1. Kecamatan Tanjung Raja, Indralaya Selatan, Tanjung Batu, rantau Alai, Lubuk
Keliat, Sungai Pinang, Rantau Panjang, dan pemulutan memiliki karakteristik hampir
mirip berdasarkan Angka Partisipasi Murni yang relatif tinggi, sedangkan Angka
Putus Sekolah, Persentase Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga yang tidak tamat SD,
Jumlah Anak dalam keluarga dan Persentase Anak yang bekerja relatif lebih rendah.
2. Kecamatan Pemulutan Selatan, Rambang Kuang dan Pemulutan Barat mempunyai
kemiripan dalam hal motivasi terhadap sekolah relatif lebih rendah (baik orang tua
maupun anak).
3. Kecamatan Payaraman dan Kecamatan Kandis memiliki kemiripan dalam hal
karakteristik jumlah anak yang lebih tinggi, persentase anak yang bekerja dan angka
putus sekolah yang relatif tinggi, serta karakteristik Angka Partisipasi Murni yang
relatif rendah.
4. Kecamatan Indralaya mempunyai tingkat motivasi terhadap sekolah yang sangat
tinggi, baik Orang Tua maupun Anak
5. Kecamatan Muara Kuang mempunyai karakteristik tingkat Angka Putus Sekolah,
Persentase Pendidikan Kepala Keluarga yang tidak tamat SD, dan Persentase Anak
yang bekerja sangat tinggi.
6. Kecamatan Indralaya Utara mempunyai tingkat Motivasi Orang Tua terhadap sekolah
yang sangat rendah.
E.2. Saran
F. DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. & C. Rorres. 2002. Aljabar Linier Elementer, Edisi Kedelapan Jilid 1. Erlangga,
Jakarta.
Sartono, B., F.M. Affandi, U.D. Syafitri, I.M. Sumertajaya & Y. Agraeni. 2003. Analisis
Peubah Ganda. Jurusan Statistika FMIPA IPB, Bogor.
Sharma, S. 1996. Applied Multivariate Techniques. John Wiley & Sons, Inc. New York.
(M.3)
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN
RISIKO ANAK PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR
(Kasus : Wilayah Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan)
Oleh:
Dian Cahyawati S.
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sriwijaya
e-mail: dian_cahyawati@yahoo.com
ABSTRAK
Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (2007) menunjukkan bahwa angka
partisipasi sekolah pendidikan dasar di Kabupaten Ogan Ilir (OI) sudah diatas capaian
Provinsi Sumatera Selatan, tetapi masih dibawah capaian Nasional dan jauh dari target
capaian Pembangunan Milenium untuk Tahun 2015. Salah satu masalah yang mempengaruhi
angka partisipasi sekolah adalah masalah putus sekolah. Beberapa telaah yang mengamati
masalah putus sekolah, menunjukkan bahwa penyebab utama masalah putus sekolah adalah
faktor sosial ekonomi keluarga yaitu kemiskinan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
struktur hubungan faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko anak putus sekolah pendidikan
dasar di Kabupaten OI, khususnya pada anak yang berasal dari kalangan keluarga yang
tergolong miskin atau mendekati miskin. Salah satu metode yang dapat menghasilkan
struktur hubungan dan keterkaitan antar faktor adalah metode CHAID. Selain mengamati
beberapa faktor sosial ekonomi keluarga, penelitian ini mengamati juga faktor motivasi
sekolah sebagai variabel bebas, untuk dianalisis struktur hubungannya dengan risiko putus
sekolah pendidikan dasar. Analisis dilakukan terhadap data hasil survei Tahun 2010, yaitu
sebanyak 592 sampel anak usia sekolah pendidikan dasar. Hasil metode CHAID
menunjukkan bahwa ada tujuh dari sebelas variabel bebas yang diamati, memiliki hubungan
yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap risiko putus sekolah
anak. Struktur hubungan dan keterkaitan antar variabel yang digambarkan dengan
dendogram, menunjukkan bahwa variabel yang paling erat hubungannya dengan penyebab
putus sekolah adalah Motivasi Anak. Diikuti variabel-variabel lain yang hubungannya
dengan penyebab putus sekolah semakin lemah, yaitu Jenis Kelamin Anak, Jenis Pekerjaan
Ibu, Jenis Pekerjaan Ayah, Motivasi Orang Tua, Status Bantuan Pendidikan, dan Jumlah
Anak dalam Keluarga. Sedangkan Asal Daerah Ayah, Tingkat Pendidikan Ayah, Tingkat
Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendapatan, tidak memberikan hubungan yang signifikan.
PENDAHULUAN
Namun demikian, kesamaan hak dalam bidang pendidikan ini, belum dapat tuntas
diperoleh bagi semua lapisan. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya anak yang putus
sekolah pada setiap tahunnya. Diperkirakan terdapat satu juta anak yang putus sekolah setiap
tahunnya (Republika, 5 Februari 2002 dalam Cahyawati, 2007a). Selain dari angka putus
sekolah, tuntas pendidikan bagi semua, dapat dilihat juga dari angka partisipasi sekolah pada
setiap jenjang pendidikan.
Partisipasi sekolah dasar di Kabupaten Ogan Ilir (OI), berdasarkan Badan Perencanaan
dan Pembangunan Daerah OI dalam Bappenas (2007) menunjukkan persentase partisipasi
sekolah dasar di Kabupaten OI sebesar 90,44%. Meskipun angka ini sudah diatas Provinsi
Sumatera Selatan (83,31%) tetapi masih dibawah Nasional (98%) dan dibawah target capaian
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) yaitu capaian
untuk Tahun 2015 bahwa 100% anak sudah menuntaskan pendidikan dasar. Demikian juga
untuk partisipasi sekolah tingkat SMP, baru mencapai 71,2% masih dibawah Provinsi
(83,58%) dan Nasional (71,81%) serta jauh dibawah MDGs (100%).
Salah satu yang mempengaruhi angka partisipasi sekolah adalah masalah putus sekolah.
Berbagai telaah yang mengamati masalah pendidikan mengungkapkan bahwa penyebab
utama masalah putus sekolah adalah kemiskinan (Supriadi, 1994). Demikian juga menurut
data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2003, tingginya angka putus sekolah lebih
banyak bersumber pada persoalan ekonomi yang berasal dari keluarga miskin.
Ketidakmampuan finansial orang tua untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak,
mengakibatkan anak menjadi putus sekolah. Dalam hal ini, tidak saja mereka miskin dalam
kondisi ekonomi, tetapi menjadi miskin juga dalam pendidikan. Hal ini menjadikan keluarga
miskin sulit untuk memperbaiki kualitas hidup dan keluar dari kemiskinan. Sehingga, untuk
menangani masalah putus sekolah ini, perlu menjadi perhatian penting adalah memperhatikan
masalah pendidikan pada kelompok masyarakat miskin.
METODE PENELITIAN
Metode dan Teknik Sampling
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei, yang dilakukan di Wilayah
Kabupaten OI mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2010. Wilayah Kabupaten
OI mencakup 16 kecamatan. Masing-masing kecamatan terdiri dari beberapa desa dengan
jumlah yang hampir sama. Desa yang menjadi objek pengambilan sampel ditentukan dua
desa untuk setiap kecamatan, dipilih secara random. Selanjutnya, setiap desa diambil
responden (Kepala Keluarga) sebanyak 10 – 15 sampel, secara purposive terseleksi. Kepala
Keluarga (KK) yang diambil sebagai sampel adalah KK yang terindikasi sebagai KK yang
miskin atau mendekati miskin berdasarkan indikator kemiskinan dari BPS. Selanjutnya, KK
ini diseleksi sebagai KK yang memiliki anak usia 7 – 15 tahun baik yang masih sekolah
maupun yang putus sekolah.
Variabel Penelitian
Variabel terikat (dependent) yang diamati adalah status sekolah anak (Y = 1, putus
sekolah atau Y = 0, masih sekolah). Sedangkan variabel-variabel bebas yang diamati dapat
dilihat pada Lampiran.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang telah diuji coba validitas dan
reliabilitasnya dalam mengukur variabel Motivasi. Pengolahan data secara statistik deskripsi,
dan dilanjutkan analisis menggunakan Metode CHAID untuk mendapatkan struktur
hubungan antar variabel yang diamati. Metode CHAID diterapkan melalui program makro
TREEDISC yang ditulis pada paket program SAS versi 9.1 for Windows.
Data primer yang diolah dan dianalisis sebanyak 345 Kepala Keluarga (KK) yang
terindikasi termasuk katagori miskin atau mendekati miskin, dan memiliki anak usia
pendidikan dasar (7 – 15 tahun). Dari 345 KK ini diperoleh 1205 sampel anak, dan
sebanyak 592 diantaranya merupakan anak usia sekolah pendidikan dasar. Berdasarkan
karakteristik anak usia pendidikan dasar berkaitan dengan variabel yang diamati.
Tabel 1. Karakteristik Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar di Kabupaten Ogan Ilir
SPL : PUTUS
VAL : 0 1
COU : 508 84
PVA : 0.0001 0.0001
SPL : JK SPL : JK SPL : PKRJIB SPL : PKRJIB SPL : PKRJIB SPL : MOTORT SPL : MOTORT
VAL : 1 VAL : 0 VAL : 3 VAL : 2 1 VAL : 0 5 4 VAL : 1 2 VAL : 3
COU : 6 23 COU : 14 8 COU : 1 2 COU : 106 28 COU : 91 2 COU : 66 16 COU : 224 5
PVA : 0.1163 0.2595 PVA : 0.0022 0.0132 PVA : 0.0833 0.0833 PVA : 0.0083 0.1742 PVA : 0.2968 0.3731 PVA : 0.0069 0.0339 PVA : 0.2231 0.5378
1) Variabel pertama yang paling kuat hubungannya dengan risiko putus sekolah seorang
anak adalah Motivasi Anak. Variabel ini tidak mengalami pengkatagorian ulang,
melainkan tetap tiga katagori, yaitu katagori motivasi anak rendah, sedang dan tinggi.
2) Katagori Motivasi Anak yang Rendah, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
putus sekolah dibandingkan dengan anak yang memiliki Motivasi Sedang. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai rasio odds kedua katagori ini yaitu sebesar 9,59. Artinya, anak
yang memiliki Motivasi Rendah memiliki risiko 9,6 kali lebih besar untuk putus sekolah
dibandingkan dengan anak yang memiliki Motivasi Sedang. Untuk katagori Motivasi
Anak yang Sedang, memiliki risiko lebih tinggi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan
anak yang memiliki Motivasi Tinggi. Berdasarkan variabel ini, diperoleh informasi
bahwa makin tinggi motivasi seorang anak untuk mengikuti sekolah, maka makin kecil
risiko untuk terjadi putus sekolah.
3) Variabel Motivasi Anak yang Rendah berhubungan dengan variabel Jenis Kelamin dalam
kaitannya dengan risiko putus sekolah. Dimana, anak laki-laki yang bermotivasi rendah
memiliki risiko putus sekolah sebesar 2,19 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan
anak perempuan pada katagori motivasi yang sama.
4) Variabel Jenis Kelamin Anak, yang memiliki Motivasi Rendah terhadap sekolah,
berhubungan dengan variabel berikutnya yaitu Jenis Pekerjaan Ayah dan Jumlah Anak
dalam Keluarga yang hubungannya paling lemah dengan risiko putus sekolah anak di
Kabupaten OI. Demikian untuk variabel-variabel lain hasil Metode CHAID, dijelaskan
secara terstruktur menurut dendogram.
5) Jenis Pekerjaan Ibu, berhubungan dengan Motivasi Anak yang Sedang, artinya anak yang
memiliki motivasi sedang terhadap pendidikan, dipengaruhi oleh jenis pekerjaan ibu.
Dalam hal ini, anak yang berasal dari ibu yang bekerja di swasta memiliki risiko paling
besar dibandingkan dengan ibu yang bekerja pada katagori jenis pekerjaan lainnya.
6) Untuk anak yang memiliki Motivasi Tinggi, dipengaruhi oleh motivasi orang tua.
Diperoleh informasi bahwa untuk anak yang hanya memiliki katagori motivasi rendah
atau sedang, cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk putus sekolah
dibandingkan dengan anak yang memiliki motivasi tinggi dari anak yang orang tuanya
juga memiliki motivasi tinggi terhadap pendidikan dasar.
Kesimpulan
1. Struktur hubungan antar faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko putus sekolah anak
dimulai dari yang paling kuat hubungannya hingga yang paling lemah adalah Motivasi
Anak, Jenis Kelamin Anak, Jenis Pekerjaan Ibu, Motivasi Orang Tua, Jenis Pekerjaan
Ayah, Status Menerima Bantuan dan Jumlah Anak dalam Keluarga.
2. Semakin tinggi tingkat motivasi anak terhadap pendidikan, maka risiko putus
sekolahnya semakin kecil.
Saran
Karena variabel Motivasi Anak merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan
risiko putus sekolah, maka pemerintah dapat merencanakan program-program penyuluhan atau
pengarahan terhadap anak-anak usia sekolah pendidikan dasar untuk merangsang motivasinya
terhadap sekolah. Penyuluhan dapat diberikan juga kepada ibu-ibu rumah tangga yang memiliki
pekerjaan, terutama bekerja si swasta, karena memberikan risiko yang lebih besar terhadap anak
putus sekolah dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A., 2002, “Categorical Data Analysis”, John Wiley & Sons, New York.
Bappenas, 2006, Pro-Poor Planning & Budgeting, http//p3b.bappenas.go.id/OI_
Score_Card.pdf, diakses 4 Februari 2010
Cahyawati, D., 2007a, Karakteristik Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar (Kasus: Analsis Data
Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan), Jurnal Penelitian Sains, Fakultas
MIPA Universitas Sriwijaya, Palembang.
Cahyawati, D., 2007b, Pemodelan Masalah Risiko Putus Sekolah Pendidikan Dasar (Kasus:
Analisis Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan), Jurnal Ilmiah MIPA,
Fakultas MIPA Universitas Lampung, Lampung.
Ditjen Dikti, 2009, Panduan Pelaksanaan Hibah Penelitian Potensi Pendidikan Kabupaten/Kota
Tahun Anggaran 2009, Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Gaduh, A.B., 2000, “Pendidikan di Indonesia Sebelum dan Semasa Krisis”, Analisis CSIS No. 3,
September 2000.
Hosmer, D.W. & Lemeshow. S., 2000, “Applied Logistic Regression”, John Wiley & Sons Inc,
New York.
Siswadi, 2009, Analisis Regresi Logistik Biner Bivariat pada Partisipasi Anak dalam Kegiatan
Ekonomi dan Sekolah di Jawa Timur, http//digilib.its.ac.id, diakses 1 Maret 2010
Supriadi, D., 1994, Masalah Pendidikan untuk Anak Miskin, Prisma No. 5, Mei 1994
Suyatno, 2009, Pangan dan Gizi sebagai Indikator Kemiskinan, FKM Universitas Diponegoro,
Semarang.
(M.4)
MENGHITUNG FUNGSI RESIKO DAN KEGAGALAN PADA MODEL LINEAR
Mulyana
Jurusan Statistika FMIPA Unpad
Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor – Sumedang
e_mail : mulyanakanaan@yahoo.co.id
Abstrak
Model linear adalah model yang sering digunakan dalam persoalan peramalan. Karena
proses analisisnya cukup sederhana. Pada model linear Y X , dengan Y : nx1 vektor respon
; X : nxm , m < n , matriks prediktor ; , mx1 , vektor parameter ; dan , nx1 vektor kekeliruan
2
dengan asumsi E( ) = 0 dan E( ‟) = σ I , I , nxn matriks identitas. Jika rank X penuh, maka
penaksir sama dengan = (X‟X)-1X‟ Y . Sehingga taksiran faktual dari Y , sama dengan Y = X
Abstract
Linear models is models often use in forecasting problem. Because simple in analysisis.
In models , Y X with Y : nx1 respon vektor ; X : nxm , m < n , predictor matrix ; : mx1
parameter vektor and : nx1 error vektor of , with assumption E( ) = 0 , E( ) = σ2 I ,
I identity matrix. If X rank full, then estimation is = (X‟X)-1X‟ Y . Then factual estimation of
Pendahuluan
Dalam model linier dengan asumsi kekeliruannya berdistribusi identik independen dengan
rata-rata 0 dan varians konstan sama dengan 2, menggabungkan antara penaksir aktual (nilai
ramalan) dengan nilai rata-rata merupakan segi (aspect) penting dalam analisis regresi terapan.
Misalkan sebuah pabrik farmasi membuat obat dengan formulasi baru dan ingin menelaah daya
sembuhnya jika dibandingkan dengan formulasi lama, yang tingkat (lama) kesembuhannya
dipengaruhi oleh beberapa variabel pada pasien. Dalam hal ini biasanya yang ditelaah pihak
produsen adalah rata-rata tingkat kesembuhan, sedangkan pasien nilai aktualnya, sehingga
persoalannya bagaimana menggabungkan kedua telaahan itu secara statistika ?
Teori
2
e , vektor kekeliruan model berukuran nx1, dengan asumsi E e 0 , dan E ee I, I
1
XX XY (2)
yang merupakan statistik tak-bias dan bervarians minimum, sehingga penaksir aktual untuk Y
adalah Y X .
Karena E Y X , maka berdasarkan sifat kelinieran, penaksir untuk rata-rata Y , E Y
adalah E Y X , sehingga dari paparan tersebut tersurat bahwa X memiliki peran dua
penaksir, yaitu sebagai penaksir nilai aktual dan nilai rata-rata untuk Y . Persoalannya
bagaimana menyajikan statistik X jika diinginkan perannya lebih dominan sebagai penaksir
nilai aktual dari pada sebagai nilai rata-rata atau sebaliknya? Berdasarkan teori Statistika-
Matematis, untuk keperluan tersebut diperlukan formulasi dari jumlah kuadrat kekeliruan model,
agar bisa dibangun fungsi target beserta fungsi kegagalan (loss function) dan fungsi resikonya
(risk function).
ee Y X Y X
(3)
yang jika dijabarkan akan diperoleh persamaan
ee Y X Y X X X X X
(4)
Pada Persamaan (4) tersurat, fungsi kegagalan untuk X jika digunakan sebagai penaksir X
dibangun atas kombinasi linier yang diboboti dengan persamaan
f X ,X c Y X Y X 1 c X X X X
(5)
c : skalar nonstokastik, 0 < c < 1
Karena suku pertama pada Persamaan (4) merupakan jumlah kuadrat penaksir nilai aktual
Y dan suku keduanya jumlah kuadrat residu E Y , sehingga fungsi target untuk Y dapat
dibangun berdasarkan persamaan
T 1 Y EY
(6)
: skalar nonstokastik, 0 < < 1
Dapat ditunjukan bahwa
T 1 Y EY X
dan
ET X
yang berarti
ET X ,
sehingga T identik dengan Y . Fungsi kegagalan untuk T jika digunakan sebagai penaksir T
sama dengan
f T, T T X T X
2 2
1 Y X Y X X X X X
2 1 Y X X X
(7)
Pada Persamaan (7) tersurat, dua suku pertamanya identik dengan Persamaan (5) dan suku
ketiganya merupakan kovarian yang diboboti antara residu nilai aktual dengan residu rata-rata
hitung Y . Sehingga Persamaan (7) merupakan pengembangan sederhana (simple extention) dari
Persamaan (5), yang berarti Persamaan (7) merupakan fungsi kegagalan untuk X (jika
digunakan sebagai penaksir X ) yang sebaiknya digunakan, dengan fungsi resiko sama dengan
E f T, T (1 )2 E Y X Y X 2
E X X X X
2 (1 )E Y X Y X
yang sama dengan total dari penaksir rata-rata jumlah kuadrat kekeliruan (total predictive mean
square error).
Dari paparan ini disimpulkan bahwa formulasi untuk menggabungkan antara penaksir nilai
aktual dengan rata-rata hitungnya harus mengikuti Persamaan (6).
Shalabh (1999) mengemukakan, menggunakan fungsi resiko di bawah fungsi kegagalan
dengan Persamaan (7) dapat digunakan dua bentuk penaksir untuk , yaitu penaksir kuadrat
terkecil seperti pada Persamaan (2), dan penaksir berdasarkan aturan Stein (Stein-rule estimator),
yang persamaannya
a Y HC Y
S
1
n m 2 Y HY
(8)
a : a > 0, skalar karakaterisasi penaksir
1
H X X X X , H C I H , I matriks identitas
Dapat ditunjukan S
bukan penaksir takbias, dan akan merupakan penaksir takbias jika
Y H C Y 0 , yaitu jika Y Y (model regresi sangat cocok sebagai model ramalan), sehingga
dalam penggunaannya harus dikombinasi linierkan dengan penaksir kuadrat terkecil, dengan
persamaan
b (1 w ) w S
(9)
0<w<1, skalar nonstokastik
Jadi dalam hal ini penaksir untuk X , bisa digunakan
1
p X X XX XY HY
(10)
atau
a Y HC Y a Y HC Y
pS X S
X 1 HY HY
n m 2 Y HY n m 2 Y HY
(11)
atau kombinasi liniernya
P (1 w )p w pS
a YH C Y
(1 w )H Y w HY HY
n m 2 YH Y
a YH C Y
HY w HY
n m 2 YH Y
(12)
yang formulasinya setara dengan Persamaan (11).
Jika p dan P digunakan sebagai penaksir untuk fungsi target T , maka
E T p E (1 )Y E Y H Y (1 )E Y E {E( Y )} HE Y
(1 )E Y E( Y ) X( X X ) 1 X X EY X X X 0
(13)
dan
a Y HC Y
ET P E (1 )Y EY HY w HY
n m 2 Y HY
a Y HC Y
E (1 )Y EY HY Ew HY
n m 2 Y HY
a Y HC Y a Y HC Y
w HE Y w X
n m 2 Y HY n m 2 Y HY
(14)
karena
a YH C Y
0 w 1,
n m 2 YH Y
maka
ET p ET P
Fungsi resiko jika p dan P digunakan sebagai penaksir untuk fungsi target T , masing-masing
sama dengan
2 2
R (p) ET p T p 1 n 1 2 m
(15)
2 2
RP ET P T P 1 n 1 2 m
n m 1 4
wa E 2 m 2 wa
n m 2 Y HY
(16)
Dari Persamaan (13), (14), (15) dan (16) dapat disimpulkan
1. jika 0 , maka
T Y, R p n m 2,
2 n m 1
RP n m w 2a 2 E 4
,
n m 2 Y HY
sehingga R p RP.
Hal ini berarti p superior dari P jika p digunakan sebagai penaksir nilai aktual Y , dan
karena p X , maka jika X digunakan sebagai penaksir nilai aktual Y maka nilai
2 2
resikonya sama dengan n m ,
varians residu
2 m 2
2. jika 0 1 , dan jika wa 2 m 2 atau a ,m 2 maka
w
n m 1
wa E 2 m 2 wa 0
n m 2 Y HY
sehingga R p RP.
Hal ini berarti P superior dari p jika P digunakan sebagai penaksir rata-rata Y , yang
berarti X tidak sepenuhnya dapat dijadikan penaksir aktual Y karena terkombinasi dengan
sebagai penaksir rata-rata
Dari paparan tersebut, disimpulkan jika X digunakan sebagai penaksir nilai aktual Y ,
2 2
maka resikonya n m , varians residu, dan nilai ini akan cukup kecil jika model
regresi cocok digunakan sebagai model ramalan, dan untuk penaksir rata-rata Y , E( Y ),
sebaiknya digunakan statistik
a YH C Y
P X w X
n m 2 YH Y
2
2 m 2
karena nilai resikonya lebih kecil dari n m , jika a ,m 2.
w
Terapan
Untuk menggunakan teori ini diperlukan dua kelompok sampel yang identik, dengan
sampel kedua merupakan sampel lanjutan dari sampel pertama, misalnya untuk kasus pabrik
farmasi seperti yang dikemukan pada pendahuluan, sampel pertama adalah tingkat penyembuhan
obat dengan formulasi lama, dan yang kedua dengan formulasi baru.
Jika model linier sampel pertama disajikan seperti pada Persamaan (1), maka untuk
sampel kedua oleh
Yf Xf ef
(17)
dengan Y t vektor berukuran kx1, Xf matriks berukuran kxm dengan rank penuh, m k n .
Sudah dikemukakan pada teori, pada sampel pertama penaksir untuk X adalah
1
p X XX XY
atau
a Y HC Y
P (1 w )p w p
n m 2 YHY
dengan
2 m 2
a ,m 2,
w
1
H X X X X , H C I H , I matriks identitas berukuran mxm
dan fungsi targetnya
T (1 )Y EY Y Y EY
sehingga pada sampel kedua penaksir untuk X f dapat digunakan
1 C
a Yf Hf Yf
pf Xf Xf Xf X f Y f atau P f (1 w )p f w p
k m 2 Yf Hf Yf f
dengan
2 m 2
a ,m 2,
w
1
Hf Xf Xf Xf Xf , Hf C If H f , If matriks identitas berukuran kxk.
dan fungsi targetnya
Tf (1 )Y f E Yf Yf Yf E Yf
Pada sampel pertama, jika p sebagai penaksir T (atau X sebagai nilai ramalan Y ,
2 2
Y X ) maka nilai resikonya sama dengan n m , varians residu sampel pertama.
Dan jika P sebagai penaksir T (atau P sebagai penaksir rata-rata Y , E Y P ) maka nilai
2
resikonya lebih kecil dari n m .
Analog untuk sampel kedua, jika p f sebagai penaksir T f (atau X f sebagai nilai ramalan Y f ,
2
2
Y f X f ) maka nilai resikonya sama dengan k m f , f varians residu model sampel
kedua.
Dan jika P f sebagai penaksir T f (atau P f sebagai penaksir rata-rata Y f , E Y f P f ) maka
2
nilai resikonya lebih kecil dari k m f .
Sehingga jika hasil penaksiran pada sampel pertama dan kedua digabungkan, maka penaksir nilai
aktual respon sama dengan
(1 )p f p ,
dan penaksir rata-ratanya sama dengan
(1 )P f P.
Kepustakaan
Searle, S. R. , 1971 , Linear Models , John Wiley & Sons , New York.
Drafer, N. & Smith, H. , 1981 , Applied Regression Analysis, second edition , John Wiley &
Sons , New York.
Shalabh , 1999 , Improving The Prediction in Linear Regression Models , Journal of Statistical
Research , Vol. 3 No. 1 pp 33 – 39 , Bangladesh.
Graybill, F. A. , 1961 , An Introduction to Linear Statistical Models , McGraw-Hill Book Co.
Inc. , New York
Berger, J. O. , 1985 , Statistical Decision Theory and Bayesian Analysis , second edition ,
Springer-Verlag , New York.
Ohtani, K. , 1998 , The Excact Risk of Weighted Average Estimator of OLS and Stein-rule
Estimator in Regression under Balanced Loss , Statistics & Decisions , Vol. 16 , pp 35 – 45.
Hogg, R. V. & Craig, A. T. , 1978 , Introduction to Mathematical Statistics, fourth edition ,
Macmillan Pub. Co. Inc. , New York.
(M.5)
PEMBENTUKAN FAST ALGORITHM FUZZY C-MEANS CLUSTER DENGAN
INDEKS VALIDITAS XIE DAN BENI (XB) DAN PROPORSI EIGEN VALUE DARI
MATRIKS SIMILIARITY
ABSTRAK
Dalam analisis pengelompokkan (cluster), banyak kelompok menjadi suatu
masalah yang berarti. Beberapa peneliti memilih banyak kelompok sesuai dengan
kebutuhan dalam penelitiannya. Beberapa penelitian dalam analisis cluster lebih
menitikberatkan pada struktur dan metode pengelompokkan yang terus berkembang
dari waktu ke waktu. Metode terakhir yang sedang diminati adalah Fuzzy C-means
Cluster. Fuzzy C-means Cluster melakukan pengelompokkan dengan prinsip
meminimumkan fungsi objektif pengelompokkannya dimana salah satu parameternya
adalah fungsi keanggotaan dalam fuzzy (sebagai pembobot) yang disebut juga dengan
fuzzier (Klawonn dan Höppner, 2001). Makalah ini selain mengkaji metode
pengelompokkan dengan Fuzzy C-means Cluster juga akan memilih banyak
kelompok ideal dengan menggunakan indeks XB (Xie dan Beni). Untuk jumlah objek
yang besar, indeks XB akan dihitung sebanyak objek yang dikelompokkan, maka hal
ini tidaklah efektif. Untuk itu dicoba untuk membatasi banyak kelompok dengan
menggunakan proporsi eigen value dari matriks kemiripan (similarity). Dengan
membatasi banyak kelompok, perhitungan untuk mendapatkan kelompok ideal akan
semakin cepat. Hal ini akan sangat berguna untuk efisiensi algoritma perhitungan
indeks XB.
Kata kunci : analisis pengelompokkan, cluster, fuzzy c-means, indeks XB, proporsi,
eigen value, matriks kemiripan, similarity.
1. Pendahuluan
Analisis Cluster adalah salah satu analisis data eksploratori yang bertujuan untuk
menentukan kelompok atau grup dari sekelompok data. Awal mulanya metode ini dikembangkan
1
Staf Pengajar Jurusan Statistika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Bandung
Secara umum teknik dari fuzzy cluster adalah meminimumkan fungsi objektif dimana
parameter utamanya adalah fungsi keanggotaan dalam fuzzy (membership function) yang disebut
juga dengan fuzzier (awonn dan Höppner, 2001). Klawonn secara khusus mendalami fuzzy
clustering sebagai metode yang baik untuk digunakan dalam pengelompokkan data spasial dan
image analysis (Laboratorium of Data analysis and Pattern Recognition). Oleh karena itu
sebagian besar referensi dari tulisan ini didapatkan dari jurnal penelitian Klawonn bersama
peneliti lainnya.
Fuzzy C-means cluster pertama kali dikemukakan oleh Dunn (1973) dan kemudian
dikembangkan oleh Bezdek (1981) yang banyak digunakan dalam pattern recognition. Metode
ini merupakan pengembangan dari metode non hierarki K-means Cluster, karena pada awalnya
ditentukan dulu jumlah kelompok atau cluster yang akan dibentuk. Kemudian dilakukan iterasi
sampai mendapatkan keanggotaan kelompok tersebut. Metode ini adalah metode yang paling
digemari karena merupakan metode yang paling robust (( Klawonn dan Höppner, 2001) dan
(Klawonn, 2000)) dan memberikan hasil yang smooth (halus) dengan toleransi relatif (Shihab,
2000).
Prinsip utama pengelompokkan dengan fuzzy c-means cluster adalah meminimumkan
fungsi objektif
c N
J FCM P, U, X , c , m (uik ) m d ik2 x k , p i (1)
i 1 k 1
Keterangan: P dan U adalah variabel yang kondisi optimalnya diharapkan, untuk matriks U
kondisi optimalnya berarti konvergensi keanggotaan kelompok dalam FCM. X, c, m adalah
parameter input dari JFCM, dimana:
c adalah jumlah cluster yang memenuhi X (jumlah cluster yang diinginkan, 2 c N )
m 1 adalah tingkat ke-fuzzy-an dari hasil pengelompokkan. Parameter ini disebut dengan
fuzzier, nilai dari m yang sering dipakai dan dianggap yang paling halus adalah m=2
(Klawonn dan Höppner, 2001)
uik adalah tingkat keanggotaan yang merupakan elemen dari matriks U.
N jumlah observasi.
d ik2 adalah jarak observasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
2 T
d ik2 x k , p i xk pi A
xk pi A xk pi (3)
5. Bandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U, jika || U(k+1) - U(k)||< maka sudah
konvergen dan iterasi dihentikan. Jika tidak maka kembali ke langkah 3.
Penentuan banyak kelompok dalam Fuzzy C-Means Cluster didasarkan pada dua hal.
Yang pertama adalah dengan membatasi banyak kelompok yang terbentuk melalui proporsi
eigen value matriks korelasi dari objek yang akan dikelompokkan. Yang kedua adalah
melakukan kontrol dengan indeks XB. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah benar banyak
kelompok terbaik bisa didapatkan diantara banyak cluster yang dibatasi oleh proporsi eigen
value matriks korelasi. Berikut ini adalah ulasan mengenai proporsi eigen value matriks korelasi
dan Indeks XB.
Pada kasus pengelompokkan dalam analisis cluster, matriks yang digunakan adalah
matriks kemiripan dari objek yang akan dikelompokkan. Prinsipnya adalah semakin nilai
kemiripan antara objek satu dengan yang lain mendekati 1, maka nilai pengamatan antar objek
tersebut memiliki banyak kesamaan (berarti memungkinkan untuk menjadi satu kelompok).
Proporsi eigen value untuk ilustrasi ini berarti memberikan informasi besarnya tingkat kesamaan
antar objek. Proporsi eigen value 100 persen diberikan oleh semua eigen yang terbentuk yang
banyaknya sama dengan banyak objek yang dikelompokkan.
c N
(uik ) m d ik2 x k , p i
i 1 k 1
XB c 2
(6)
N min i , j p i , p j
Dengan c menyatakan banyak cluster, uik adalah tingkat keanggotaan, d ik2 adalah jarak
observasi dengan pusat cluster, pi adalah pusat cluster, N merupakan banyak objek yang akan
2
dikelompokkan, min i , j p i , p j menyatakan jarak minimum antara pusat cluster pi dan pj.
Kriteria banyak cluster optimum diberikan oleh indeks XB yang minimum.
juga biasa disebut sebagai notasi Landau (Landau notation), Bachman-Landau notation, dan
notasi asimptotik (Asimptotik notation).
Notasi Big-O mempunyai aplikasi pada dua buah bidang. Pada bidang matematika,
notasi tersebut biasanya digunakan untuk menjelaskan tahap sisa dari deret tak terhingga,
khususnya pada deret asimptotik. Pada bidang ilmu komputer, notasi ini sangat berguna dalam
analisis dari kompleksitas algoritma.
Dengan: N: banyak objek; k: banyak variable; M: banyak nilai eigen yang jumlahan
proporsinya 100%; h: banyak iterasi dalam pembentukan kelompok.
Simulasi dilakukan untuk melihat apakah benar bahwa nilai XB minimum dapat
diperoleh dengan pembatasan perulangan program menggunakan banyaknya nilai eigen dari
matriks similarity yang proporsinya 100%, dan apakah algoritma baru yang terbentuk cukup
efisien. Beberapa jenis data simulasi dibangkitkan dan dicari banyak pengelompokan optimum
menggunakan algoritma lama dan baru. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 2.
Manajemen Risiko di Bidang Perbankan dan Asuransi |149
Prosiding
Seminar Nasional Statistika
Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
6. Kesimpulan
Penentuan jumlah cluster yang ideal dapat dilakukan dengan perhitungan indeks XB.
Namun untuk jumlah data yang besar, maka perhitungan indeks XB akan dilakukan sampai
jumlah pengelompokkan maksimum, yaitu sebanyak jumlah objek itu sendiri. Hal ini kurang
efisien, maka direkomendasikan untuk menentukan banyaknya cluster yang mungkin terbentuk
dengan memperhatikan proporsi kumulatif eigen value matriks similarity dari objek dalam
pengelompokkan.
Referensi :
Bezdek, James., 1981. Pattern Recognition with Fuzzy Objective Function Algorith, Plenum
Press, New York.
Calinski and Harabasz, (1974), “A Dendrite Method for Cluster Analysis”. Communication in
Statistics 3, 1-27.
Dunn, J.C., (1973), “A Fuzzy Relative of the ISODATA Process and Its Use in Detecting
Compact well-Separated Cluster”, Journal of Cybernetic 3, 32-57.
Fayyad, U, M., Piatetsky-Saphiro, G., Smith., (1996). Advance and Knowledge discovery and
data mining, Part 2.33, http://AAIPress.com/AdvanceKnowledgedisc-Fayyadetal//
Johnson, Wichern, (2002), Applied Multivariate Statistical Analysis, Prentice Hall, New Jersey.
Klawonn, Frank., (2000), “Fuzzy Clustering: Insight and a New Approach”, Science Journal,
http://public.rz.fh-wolfenbuettel.de/klawonn.
Klawonn dand Höppner, (2001), “What is Fuzzy about Fuzzy Clustering? Understanding and
Improving the Concept of the Fuzzier”. Science Journal, http://public.rz.fh-
wolfenbuettel.de/klawonn.
Klawonn dan Keller, (1997), “Fuzzy Clustering and Fuzzy Rules”, Science Journal,
http://public.rz.fh-wolfenbuettel.de/klawonn.
Klawonn dan Klementida, (1997), “Matematical Analysis of Fuzzy Clasifiers”, Science Journal,
http://public.rz.fh-wolfenbuettel.de/klawonn.
Klawonn dan Kruse, (1995), “Clustering Method in Fuzzy Control”, Science Journal,
http://public.rz.fh-wolfenbuettel.de/klawonn.
Sharma, S, (1996), Applied Multivariate Techniques, John Wiley and Sons, Inc, New York.
Shihab, A.I., (2000) “Fuzzy Clustering Algorithm and Their Application to Medical Image
Analysis”. Dissertation, University of London, London.
Pickert, Klawonn, dan Wingender., (1997), “Fuzzy Cluster Analysis for Identification of Gene
Regulation Region”. Science Journal, http://public.rz.fh-wolfenbuettel.de/klawonn.
Zadeh, Lotfi. A., (1965), Fuzzy Sets. Information Control, vol 8, 338-353.
(M.6)
FUZZY K-MEANS CLUSTERING UNTUK MENGKLASIFIKASIKAN PERUSAHAAN
EKSPORTIR FURNITURE ROTAN DI KABUPATEN CIREBON
Hadi Rachmat2
Anindya Apriliyanti Pravitasari3
Sri Mulyani Sanroi2
hdee_rach56@yahoo.com
ABSTRAK
Analisis klaster merupakan suatu teknik multivariat dengan tujuan utama mengelompokkan
objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Ada beberapa teknik dalam
memformulasikan masalah dalam analisis klaster, diantaranya yaitu hard clustering dan fuzzy
clustering. Dalam hard clustering, data dialokasikan ulang secara tegas ke klaster yang
mempunyai centroid terdekat dengan data tersebut, sedangkan dalam Fuzzy clustering,
mengalokasikan kembali data ke dalam masing-masing klaster dengan memanfaatkan teori Fuzzy
yang merupakan salah satu algoritma clustering alternatif dengan hasil yang lebih baik.
Algoritma fuzzy clustering yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Fuzzy K-Means Clustering
yang merupakan pengembangan dari Hard K-Means Clustering. Fuzzy K-Means Clustering ini
dilakukan pada 117 perusahaan eksportir furniture rotan di Kabupaten Cirebon. Melalui indeks
Xie dan Benie sebagai validasi, dapat dibentuk sebanyak tujuh klaster perusahaan eksportir
dengan karakteristik berbeda tiap klaster. Hasil pengklasteran perusahaan eksportir ini dapat
digunakan untuk mempermudah pemerintah dalam hal ini pihak DISPERINDAG Kabupaten
Cirebon untuk menentukan skala prioritas pemberian bantuan atau pembinaan dalam usaha
peningkatan produksi furniture rotan di Kabupaten Cirebon berdasarkan karakteristiknya.
Kata kunci : Analisis klaster, Fuzzy k-means clustering, Teori fuzzy, Indeks XB, Furniture
rotan.
1. Pendahuluan
Analisis klaster merupakan suatu teknik multivariat dengan tujuan utama
mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Sekarang ini analisis
klaster telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang yang ditulis dalam berbagai penelitian
dan jurnal. Metode ini sangat berguna dalam membantu para pengambil keputusan dalam
2
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung
3
Dosen Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung
mengevaluasi kelompok-kelompok yang terbentuk. Salah satu teknik pengklasteran yang banyak
digunakan dalam analisis klaster ialah metode non-hierarki. Dalam metode non-hierarki ada
beberapa teknik dalam memformulasikan masalah, diantaranya hard clustering dan fuzzy
clustering. Dalam hard clustering, data dialokasikan ulang secara tegas ke klaster yang
mempunyai centroid terdekat dengan data tersebut. Hard clustering dapat mengelompokkan data
yang terpisah jauh, tetapi untuk data yang berdekatan pengelompokkan akan menjadi kurang
tepat karena informasi kesimilaritasan data terhadap klaster-klaster yang terbentuk akan sulit
dibedakan.
Perkembangan terakhir dari analisis klaster dengan metode non-hierarki yang sudah
banyak ditulis dalam berbagai jurnal dan penelitian adalah fuzzy clustering. Metode clustering ini
dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat keanggotaan yang mencakup himpunan fuzzy
sebagai dasar pembobotan terhadap pengelompokkannya (Bezdek 1981). Metode ini merupakan
pengembangan dari hard clustering dan merupakan salah satu algoritma clustering alternatif
dengan hasil yang lebih halus (smooth) karena pembobotan yang dilakukan dengan
memanfaatkan teori fuzzy (Shihab 2000).
Algoritma yang paling terkenal dari fuzzy clustering adalah fuzzy k-means clustering.
Dalam beberapa jurnal dari Klawonn dan Hoppner menyebutkan bahwa metode ini merupakan
metode yang paling kokoh (robust), karena pusat klaster dan hasil pengelompokkan tidak
berubah jika ada data baru yang ekstrim. Penelitian ini akan membahas mengenai model fuzzy k-
means clustering untuk mengelompokkan industri furniture rotan di Kabupaten Cirebon sebagai
upaya untuk meningkatkan kembali produksi furniture rotan di wilayah ini dengan cara
mengevaluasi kelompok kelompok yang terbentuk.
Dimana:
n
(uij ) m 0 j = 1,2,...,k
j 1
k
(uij ) m 1 i = 1,2,...,n
i 1
2 T
dij2 x j , pi x j pi x j pi Σ-1 x j pi (2)
dimana Σ memiliki kemungkinan:
a. Σ adalah matriks Identitas, maka d ij2 adalah jarak euclidean
xj = vektor pengamatan
pi = pusat klaster
n k
(k )
Kondisi minimum fungsi objektif J FKM X, P, U, (uij ) m dij2 (x j , pi ) diberikan melalui
j 1 i 1
optimasi parameter uij dan pi. Dimana uij dan pi diperoleh dengan persamaan (3) dan (4).
n
uijm x j
j 1
pi n (3)
m
u ij
j 1
1
uij 1/ m 1
(4)
k dij2
l 1 dlj2
k
dij ( x j , pi ) (x jl pil )2 (5)
i 1
perubahan maka artinya konvergen dan keanggotaannya sudah. maksimal. Batas iterasi
adalah jika nilai U( k 1)
Uk sudah terpenuhi, jika belum maka kembali ke Langkah 7.
4. Validasi Klaster
Validasi klaster dilakukan untuk menentukan ketepatan banyak klaster yang dibuat.
Validitas dalam fuzzy k-means clustering dapat ditentukan melalui perhitungan indeks validitas
Xie dan Benie dengan Persamaan (6).
n k
(uij ) m dij2
j 1 i 1 (6)
XB 2
N min i , j pi , p j
5. Penerapan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan furniture rotan yang
melakukan kegiatan ekspor di Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 yaitu sebanyak 117
perusahaan.
Banyak klaster yang dapat dibentuk melalui perhitungan indeks Xie dan Benie (XB)
adalah tujuh klaster dengan keanggotaan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Keanggotaan Klaster
Klaster Anggota Klaster Klaster Anggota Klaster
BODESARI RATTAN, PT BELANICO, CV
CANTIK RATTAN, CV 6 BELLADONNA PRIMARAYA, PT
CASSINI COLLECTION, CV NIAGARA RATTAN, CV
DIAS RATTAN, CV ADI SURYA ABADI, CV
DILMONI CITRA M, PT ANGIE ROTAN. CV
DIMITRI INTERIOR, PT ANUGRAH PRATAMA, CV
ELBA, CV ANUGRAH SAPUTRO, CV
HUSEIN RATINDO, CV ARIZONA, CV
JOHN SAM, PT AVININDO, CV
1 LANGGENG JAYA, CV BERKAT SUKSES SELALU. PT
MUKI JAYA, CV BERLIANA JAYA, CV
MUSTIKA MANDIRI, CV BINES RAYA, PT
MUTIARA RATTAN, CV BUANA RATTAN SUKSES, CV
NOVA SOLO F, CV BUDI GUNA RATTAN, CV
PESONA RATTAN N, CV CAKRA BUANA JAYA, CV
PUTRA HARAPAN, CV CANARY FURNITURE, CV
RATTANLAND, PT CITRA PESONA TROPICA, CV
SALSA FURINDO, CV DANAR PRATAMA, CV
TROPICA (PLUMBON), CV DELIMA INTI RAYA, CV
ARCHIPELAGO EXP, CV DWI MULYA ABADI, CV
7
BAAS INDAH, CV GEMILANG RATTAN, CV
BENDERA RATTAN, PT GLOBAL KARYA ARTHA, CV
CHERBON SAE, CV GLOBALINDO , CV
DIAN ARTHA, CV GRAGE SURYA MANDIRI, CV
ERLANGGA BNH, PT HABATA CIREBON M, CV
FELLADIFA, CV HSHD FURNICRAFT, CV
INTI BINTANG, PT IDEBI, CV
2
KOTSKA ADHI SENTOSA, CV INDO GRAND, CV
LUCKMAN FURNITURE, PT INDO ROTAN, CV
MEKAR ASIH, CV INDOTEAK, CV
PRIMA MANDIRI, CV JAVA MAESTRO, CV
RATTAN CANTIQ IND, PT JAVANICA, CV
RIZALDI ROTAN FINISH, PT LARISSA, CV
SALSA RATTAN, CV LATANSA RATTAN, CV
WICKER CANE IND, CV LUXINDO ALAM JAYA, CV
ANGGUN RATTAN, CV MAKMUR ABADI
3
AURORA, CV MERPATI RATTAN. CV
6. Interpretasi Klaster
Gambaran karakteristik klaster dapat dilihat dari pusat klaster (centroid) sebagai berikut
:
Tabel 2.
Pusat Klaster (Centroid) Kelompok Perusahaan
Tenaga Nilai Kapasitas Nilai
Klaster
Kerja Investasi Produksi Ekspor
1 1.8528 1.9039 1.514 2.699
2 -0.31107 -0.35532 -0.43607 0.17877
3 5.4533 4.8653 4.0316 2.5663
4 -0.35858 -0.50327 -0.54386 -0.61745
5 0.19816 0.1331 1.563 -0.18994
6 0.13019 0.055449 0.21026 1.5699
7 0.073232 0.67683 0.079972 -0.03163
7. Kesimpulan
Banyak klaster optimal yang dapat dibentuk dari data ialah tujuh klaster dengan
anggota klaster satu sebanyak 19 perusahaan, klaster dua sebanyak 16 perusahaan, klaster tiga
sebanyak 11 perusahaan, klaster empat sebanyak 10 perusahaan, klaster lima sebanyak 3
perusahaan, klaster enam sebanyak 3 perusahaan dan klaster tujuh sebanyak 55 perusahaan.
Hasil pengelompokkan pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mempermudah dalam hal ini pihak DISPERINDAG Kabupaten Cirebon untuk menentukan skala
prioritas pemberian bantuan atau pembinaan dalam usaha peningkatan produksi furniture rotan
di Kabupaten Cirebon berdasarkan karakteristiknya.
8. Referensi
Duo, C., Xue, L., Du-Wu, C., (2007), “An Adaptive Cluster Validity Index for the Fuzzy
C-means”, International Journal of Computer Science and Network Security 7
No.2, 146-156
(M.7)
PENGELOMPOKAN PASIEN PENYAKIT DEMAM TYPHOID DENGAN
MENGGUNAKAN ANALISIS KLASTER KELAS LATEN
1
Nurdianto Zaenurdin, 2Achmad Bachrudin, 3Anna Chadidjah,
1
Alumnus Jurusan Statistika Universitas Padjajaran
2,3
Dosen Jurusan Statistika Universitas Padjajaran
Alamat: Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45363 - Indonesia
Abstract
For an effort in early diagnosis at typhoid fever, need to be known heterogeneity of typhoid fever.
Therefor, grouping of typhoid fever patient must be done based on clinical symptom and laboratory
result. Grouping method done in this research is latent class cluster analysis which is the number of class
is treated as latent category variable. The method has some of speciality than the other, one of them is
able to involve variable with different measurement scale.
Object allocation into classes is done based on probability of posterior grouping which is the largest
posterior probability show that the object included into relevant class.
Base on BIC (Bayesian Information Criterion) statistic, the nmber of parameter and error classification,
getting the best model that is model with 3 clases where 40% of object is in the first class, 39% of object
is in the second class and 21% of object is in the third class which has error classification at 0.0320.
LATAR BELAKANG
Demam typhoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, bersifat endemis dan
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jawa Barat, termasuk di Rumah Sakit “X”.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Rekam Medis Rumah Sakit “X”, jumlah penderita
demam typhoid di Rumah Sakit “X” per triwulan pada tahun 2008 diperlihatkan pada tabel berikut.
Dari data tersebut angka kejadian penyakit demam typhoid di Rumah Sakit “X” masih tinggi,
maka sebagai bentuk peningkatan pelayanan medis, diagnosis dini penyakit demam typhoid perlu segera
ditegakkan. Namun gambaran klinis penyakit demam typhoid sangat bervariasi serta serupa dengan
infeksi akut pada umumnya. Hal ini mungkin menyebabkan seorang ahli pun dapat mengalami kesulitan
dalam menegakkan diagnosis demam typhoid apabila hanya berdasarkan gambaran klinis, sehingga dalam
pendiagnosisan demam typhoid perlu menghubungkan gejala klinik dengan uji laboratorium (Sylvia &
Julius)
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk,
2005). Penyakit demam typhoid disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh
melalui makanan dan air.
Sehubungan dengan demam typhoid tersebut, untuk diagnosisnya maka dilakukan uji widal.
Uji widal adalah uji aglutinasi yang menggunakan suspensi bakteri salmonella typhi sebagai
antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap salmonella typhi dalam serum pasien
Nilai diagnostik dari uji widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna
dalam darah terhadap antigen salmonella typhi pada dua kali pengambilan spesimen dengan interval
waktu 7-10 hari. Hasil uji widal diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Nilai yang tinggi atau peningkatan dari titer O 160 menunjukan terjadinya infeksi aktif.
2. Nilai yang tinggi dari titer H 160 menunjukan infeksi lama (Brooks, Butel & Morse).
Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah bagaimana membuat pengelompokan pasein demam typhoid berdasarkan gejala klinis dan uji
laboratatorium.
Maksud dari penelitian ini adalah menerapkan analisis klaster kelas laten pada
pengelompokan pasien demam typhoid. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan kelompok-kelompok pasien demam typhoid dengan masing-masing
karakteristiknya berdasarkan gejala klinis dan uji laboratatorium.
TINJAUAN PUSTAKA
Agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, maka diperlukan sebuah analisis yang dapat
mengelompokan objek-objek ke dalam kelas-kelas tertentu. Secara umum untuk tujuan pengelompokan,
analisis yang digunakan adalah analisis klasifikasi dan analisis klaster. Pengetahuan mengenai predefine
class membedakan analisis klasifikasi dari analisis klaster (Rencher, 2002)
Dalam penelitian ini tidak ada informasi mengenai jumlah kelas dan struktur kelasnya, maka
analisis yang akan digunakan adalah analisis klaster (Kaufman dan Rousseeuw,1999).
Analisis Klaster
Analisis klaster adalah pengklasifikasian objek-objek yang memiliki kesamaan ke dalam
kelompok-kelompok dimana jumlah kelompok serta strukturnya belum diketahui (Kaufman dan
Rousseeuw, 1990; Rencher 2002).
Dua pendekatan yang umum digunakan dalam analisis klaster adalah hierarchical clustering dan
partitioning (Rencher, 2002; Abonyi 2008). Dalam hierarchical clustering dikenal dua metode yaitu
metode aglomerative dan divisive.
Pada metode agglomerative, analisis dimulai dengan n buah klaster dengan item tunggal,
kemudian dilakukan penyatuan (merging) sampai pada akhirnya diperoleh klaster tunggal
dengan n observasi, sebaliknya pada metode divisive, analisis dimulai dari klaster tunggal dengan
n item, kemudian dilakukan pemisahan (splitting) sampai pada akhirnya diperoleh n buah klaster
dengan item tunggal (Rencher, 2002; Abonyi, 2008).
Pada hierarchical clustering hasil pengklasteran dapat berbeda tergantung pada penentuan
starting point-nya (Hair dkk, 1998), kemudian tidak ada aturan baku mengenai penentuan jumlah
klaster (Latin, 2003), kedua hal inilah yang menjadi kelemaham metode hierarki.
Pada metode partitioning, observasi dipisahkan ke dalam g buah klaster tanpa
menggunakan pendakatan hierarki. Salah satu analisis yang termasuk dalam partitioning adalah
klaster k means (Rencher, 2002; Abonyi, 2008).
Vermunt dan Magidson dalam jurnalnya “Latent Class Models for Clustering: A Comparison
with K-Means” menyimpulkan bahwa klaster kelas laten lebih baik dari klaster K-means. Hal ini
ditunjukan dengan nilai misclassification rate klaster kelas laten sebesar 1.3% lebih kecil dari
misclassification rate klaster K-means sebesar 8%.
Dari uraian diatas, berdasarkan tujuan dan struktur data yang ada, metode yang tepat
digunakan dalam penelitian ini adalah metode klaster kelas laten dengan alasan sebagai berikut:
1. Tidak ada pengetahuan mengenai predefine class.
2. Melibatkan variabel laten.
3. Melibatkan variabel dengan skala yang berbeda (diskrit dan kontinu).
4. Memberikan berbagai kriteria seperti statistik BIC, yang dapat digunakan dalam penentuan
jumlah klaster.
5. Dapat memasukkan variabel demografi atau variabel eksogen (kovariat). Hal ini
dimungkinkan karena analisis klaster kelas laten melakukan analisis klaster dan klasifikasi
secara simultan (Vermunt dan Magidson, 2002).
ANALISIS STATISTIK
Variabel indikator
1. y1 : Suhu tubuh (0C); diukur pada hari pertama saat pasien menjalani rawat inap.
2. y 2 : peningkatan titer antibodi H; merupakan peningkatan nilai hasil uji widal terhadap
antibodi H antar dua kali uji.
3. y3 : peningkatan titer antibodi O; merupakan peningkatan nilai hasil uji widal terhadap
antibodi H antar dua kali uji.
4. y 4 : Jumlah leukosit (sel/ l ); diukur pada hari pertama saat pasien menjalani rawat inap
5. y5 : Jumlah trombosit (sel/ l ); diukur pada hari pertama saat pasien menjalani rawat
inap
6. y6 : Sakit kepala
7. y7 : Gangguan fungsi usus
Dimana:
J : Banyaknya variabel indikator
hk : Proporsi objek yang masuk ke dalam kelas leten ke-k.
K : Banyaknya kelas laten
f k yij q jk : Fungsi densitas untuk tiap indikator.
Pada model kelas laten dapat dimasukan beberapa kovariat untuk memprediksi
keanggotaan objek (Vermunt dan Magidson, 2002), artinya ke dalam kelas mana sebuah objek
harus dimasukkan. Dengan melibatkan kovariat, maka model pada persamaan (3.1) akan menjadi
K J
f yi zi , q hk z i f k yij z i , q jk …(3.3)
k 1 j 1
hk zi f k yij z i , q jk
P k yi , zi
j
…(3.4)
hk zi f k yij z i , q jk
k j
Dalam model klaster kelas laten dengan variabel indikator campuran harus ditetapkan
fungsi distribusi univariat yang sesuai untuk tiap elemen y i . Adapun fungsi distribusi untuk y i
adalah (Moustaki dan papageorgiou, 2004):
a. Variabel Kategori (biner)
Untuk variabel biner dengan mengambil nilai 0 dan 1 distribusi yang digunakan adalah
distribusi Bernoulli yang dinyatakan sebagai berikut
1 yi
f yi k pikyi 1 pik …(3.5)
Dimana pij adalah peluang sebuah objek yang menjadi anggota kelas j akan dijelaskan oleh
variabel i pij P yi 1k
b. Variabel Kontinu
Untuk variabel kontinu diasumsikan bahwa y berasal dari distribusi normal, sehingga
masing-masing kelas laten memiliki rata-rata mij dan varians si2 (Vermunt & Magidson,
2005).
1 1 1 2
f yi mik , si2 2p 2
s 2
exp yi mik …(3.6)
2si2
Dimana mik adalah parameter dari variabel kontinu yi dalam kelas k dan si2 adalah varians dari
variabel ke i yang konstan antar kelas.
Estimasi Parameter
Parameter-parameter dalam anaisis klaster kelas laten diestimasi dengan metode maksimum
likelihood yang dinyatakan sebagai berikut (Moustaki dan Papageorgiou, 2004):
n
L log f y i z i , q
i 1
n K J
L log hk z i f k yij z i , q jk …(3.7)
i 1 k 1 j 1
Taksiram maksimum likelihood yang diperoleh dari turunan parsial dari log likelihood
pada persamaan (3.6) adalah sebagai berikut (Moustaki dan papageorgiou, 2004):
n
hˆk Pˆ k y i , z i n …(3.8)
h 1
n
pˆ ik xih Pˆ k y i , z i nhˆk …(3.9)
h 1
n
mˆ ik xih Pˆ k y i , z i nhˆk …(3.10)
h 1
n K n K
Pˆ k y i , z i Pˆ k y i , z i
2
sˆi2 yih mˆ ik …(3.11)
h 1 j 1 h 1 k 1
Dalam model klaster kelas laten dapat dibuat linier prediktor sebagai berikut (Vermunt &
Magidson, 2005):
Prediktor linier untuk variabel kontinu
R
lqt , zi b0t bqt 0 brt zir …(3.12)
r 1
Dimana b0t adalah intersep, bqt 0 adalah efek klaster terhadap yit , dan brt merupakan efek
langsung kovariat r terhadap indikator yang bersangkutan.
H0 : C ' J 0 (Variabel indikator tidak mempunyai daya pembeda terhadap kelas laten yang
terbentuk)
H1 : C ' J 0 (Variabel indikator mempunyai daya pembeda terhadap kelas laten yang
terbentuk)
Dimana nilai peluang posterior yang paling tinggi pada suatu klaster menunjukan bahwa objek
yang bersangkutan menjadi bagian dari klaster tersebut.
Untuk menilai kualitas model klasifikasi diukur nilai classification error sebagai berikut
(Vermunt & Magidson, 2005):
t
wi 1 max P k y i , z i
E i 1
…(3.17)
N
Setelah diperoleh sejumlah klaster, tahap terakhir adalah member profil terhadap masing-masing klaster.
HASIL ANALISIS
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari unit rekam medis Rumah Sakit “X”. Data dalam analisis ini terdiri dari lima
variabel metrik dan dua variabel kategori yang masing-masing diasumsikan berdistribusi normal dan
Bernoulli.
Analisis dikerjakan dengan menggunakan software Laten Gold 4.0 karena dapat memfasilitasi
hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya.
Identifikasi Model
Berdasarkan kriteria BIC diperoleh model optimal dengan 3 klaster, dengan nilai BIC terkecil,
yaitu 1183.69 dan error klasifikasi terkecil sebesar 0.0320. Oleh karena itu pada analisis ini akan
digunakan 3 buah klaster. Sedangkan error classification diperoleh sebesar 0.0859 dengan jumlah
klasifikasi yang benar pada klaster laten 1 sebanyak 34 pengamatan, klaster laten 2 sebanyak 33
pengamatan dan klaster laten 3 sebanyak 23 pengamatan.
Dilihat dari efek langsung kovariat terhadap klaster diperoleh bahwa usia dan jenis kelamin tidak
memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembentukan klaster (p-value > 0.05). Hanya inadequate
intake saja yang berpengarh signifikans (p-value < 0.05).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Model pengelompokan pasien demam typhoid berdasarkan variabel indikator gejala klinis dan uji
laboratorium adalah model dengan tiga klaster.
2. Karakteristik setiap klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut:
a. Kelompok penyakit demam typhoid tipe I adalah kelompok dengan rata-rata suhu 370C, rata-rata
peningkatan titer antibodi H dan O sebanyak satu kali, tidak terdapat sakit kepala dan gangguan
fungsi usus serta tidak terjadi inadequate intake.
b. Kelompok penyakit demam typhoid tipe II adalah kelompok dengan dengan rata-rata suhu 370C,
rata-rata peningkatan titer antibodi H sebanyak 2 kali dan rata-rata peningkatan titer antibodi O
sebanyak 3 kali, terdapat sakit kepala dan gangguan fungsi usus serta terjadi inadequate intake.
c. Kelompok penyakit demam typhoid tipe III adalah kelompok dengan rata-rata suhu 370C, rata-
rata peningkatan titer antibodi H sebanyak 3 kali dan rata-rata peningkatan titer antibodi O
sebanyak 1 kali dan terdapat sakit kepala namun tanpa gangguan fungsi usus serta terjadi
inadequate intake.
3. Dari model klaster yang terbentuk, diperoleh kesalahan klasifikasi sebesar 0.0320, artinya model
klaster kelas laten sangat baik digunakan dalam hal pengklasteran.
REFERENSI
1. Abonyi, Janos dan Feil, Balazs. 2007. Cluster analysis for data mining and system Identification.
Birkhaser. Berlin
2. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A. 2004. Medical Microbiology. Edisi 23. Mc
GrawHill.
3. Dean, Nema., dan Raftery, Adriane., Latent Class Analysis Variable Selection, 2008. Departement of
Statistics, University of Washington. Seatle.
4. Hair, Josep F., Jr., William C. Black, Barry J. Babin, Rolf E. Anderson, dan Ronald L. Tatham.
1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall: New Jersey.
5. Johnson, R. A., dan. Wichern. D. W. 1992. “Applied Multivariate Statistical Analysis” Prentice Hall,
Englewood Cliffis, New Jersey.
6. Juwono, Rahmat. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Hal 435-442. Persatuan
Ilmu penyakit Dalam Indonesia.
7. Kapita Selekta Kedokteran. 1999. Media Aeskulapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Moustaki, I., Papageorgiou, I., 2004. Latent Class Models for Mixed Variables with Applications in
Archaeometry. Elsevier.
9. Muliawan Sylvia Y., Surjawidjaja Julius E., Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal Sebagai alat
diagnostic Penyakit Demam Typhoid di Rumah Sakit. Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti. Jakarta.
10. Nylund, Karen. L., Asparouhov, Tihomir dan Muthen Bengt O., 2007. Deciding on the Number
Classes in Latent Class Analysis and Growth Mixture Model: A Monte Carlo Simulation Study.
Lawrance Erlbaum Associate, Inc. Los Angeles.
11. Rencher C. Alvin., 2002. Method of Multivariate Analysis 2nd Edition. Wiley Series in Probability.
12. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2000. Latent GOLD’s User’s Guide. Statistical Innovation Inc.,
Boston.
13. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2002. Latent Class Clster Analysis. Tilburg University Statistical
Innovation Inc., Boston.
14. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2002. Latent Class Model for Clustering: A Comparison with K
Means. Canadian Journal of Marketing Research, Volume 20, hal. 37-44.
15. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2005. Technical Guide for Latent GOLD 4.0: Basic and Advance.
Statistical Innovation Inc.
16. Yang Miin Shen., Y Nan Yi., 2003. Estimation of Parameter in Latent Class Models sing Fuzzy
Clstering Algorithm. Elsevier
(M.8)
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI MANFAAT DAN
PERSEPSI KEMUDAHAN PENGGUNAAN PETA BER-GEOREFERENCE PADA
PELAKSANAAN SENSUS PENDUDUK 2010 DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SEM BAYESIAN
Lukitoningtyas 1*, Nur Iriawan 2
Abstrak
Pada tahun 2008 BPS melakukan pembaharuan peta dalam rangka pelaksanaan Sensus
Penduduk 2010, sebagai tindak lanjut dari proses tersebut diperlukan adanya alat ukur
untuk mengetahui manfaat dan tingkat kemudahan teknologi yang baru diterapkan
dalam bidang pemetaan. Diketahui bahwa persepsi manfaat (perceived usefulness/PU)
dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use/PEU) dipercaya
menentukan sikap dan derajat penggunaan suatu Teknologi Informasi (TI). Selain PU
dan PEU, intervensi variabel eksternal secara tidak langsung juga memiliki pengaruh.
Selanjutnya hubungan sebab akibat antara PEU, PU dan variabel eksternal dimodelkan
dengan menggunakan pendekatan SEM Bayesian. Kelebihan pendekatan bayesian
untuk SEM adalah: berfokus pada data individu; mengurangi ketergantungan pada
teori asimtotik normal; lebih mudah diaplikasikan untuk kasus yang komplek; dapat
digunakan untuk model dengan hubungan tidak linier; dapat digunakan untuk jenis
data dikotomus dan data kategori; dan tetap reliable untuk ukuran data kecil.
1. Pendahuluan
Manfaat peta dalam sensus adalah untuk mengidentifikasi letak atau alamat dari
responden yang dicacah (United Nations, 2000). Selain itu, peta juga sangat strategis untuk
menghindari kesalahan cakupan yang dapat berupa lewat cacah (omission) atau ganda cacah
(double counting) (BPS, 2008). Setelah proses pencacahan selesai, peta digunakan untuk
visualisasi hasil sensus, mendukung demografi kewilayahan dan indikator sosial dari suatu
wilayah (United Nations, 2000).
Selama ini Peta yang digunakan BPS masih berupa sketsa peta yang belum ber-
georeference. Peta belum menggunakan skala yang sesuai dengan letak daerah tersebut pada
permukaan bumi (BPS, 2008). Pada tahun 2008 BPS melakukan pembaharuan peta dalam rangka
pelaksanaan Sensus Penduduk 2010, sebagai tindak lanjut dari proses tersebut diperlukan adanya
alat ukur untuk mengetahui manfaat dan tingkat kemudahan teknologi yang baru diterapkan
dalam bidang pemetaan. Menurut Davis (1989) persepsi manfaat (perceived usefulness/PU) dan
persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use/PEU) dipercaya menentukan sikap dan
derajat penggunaan suatu Teknologi Informasi (TI).
Dishaw dan Strong (1998) menunjukkan bahwa intervensi variabel eksternal secara
tidak langsung mempengaruhi PEU dan PU. Variabel eksternal dipilih sesuai dengan technology
features, keadaan penelitian, dan tujuan riset. Hubungan sebab akibat antara PEU, PU dan
variabel eksternal dimodelkan dengan suatu metode. Para peneliti menggunakan berbagai
metode untuk uji asumsi dan pembentukan model, misalnya Davis (1989) mengadopsi analisis
faktor, Stan dan Saporta membandingkan Structural Equation Modeling (SEM) dengan Partial
Least Squares (PLS) dan Linear Structural Relationship (LISREL), Green, Hevner dan Collin
(2005) menggunakan model PLS, Handy, Whiddett dan Hunter (2001) menggunakan analisis
regresi. Dan adopsi SEM untuk pembentukan model dilakukan oleh Kim, Park dan Lee (2007).
Dalam makalah ini, untuk memodelkan hubungan antara PEU, PU dan variabel
eksternal menggunakan pendekatan SEM Bayesian. Menurut Lee (2007) kelebihan pendekatan
bayesian untuk SEM adalah: berfokus pada data individu; mengurangi ketergantungan pada teori
asimtotik normal; lebih mudah diaplikasikan untuk kasus yang komplek; dapat digunakan untuk
model dengan hubungan tidak linier; dapat digunakan untuk jenis data dikotomus dan data
kategori; dan tetap reliable untuk ukuran data kecil.
dukungan organisasi diwujudkan dalam sumber daya dan bantuan yang diberikan organisasi
dalam proses penerimaan suatu teknologi informasi.
Kualitas
TI
Perceived
Kemampuan Usefulness (PU)
Sistem
Dukungan
Organisasi
Perceived
Ease of Use (PEU)
Kompleksitas
Teknologi
Berdasarkan pada uraian diatas, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1. Kualitas Teknologi mempengaruhi Perceived Usefulness (PU)
Hipotesis 2. Kemampuan sistem mempengaruhi Perceived Usefulness (PU) dan Perceived
Ease of Use (PEU)
Hipotesis 3. Dukungan organisasi berpengaruh langsung pada Perceived Usefulness (PU) dan
Perceived Ease of Use (PEU)
Hipotesis 4. Kompleksitas teknologi berpengaruh langsung pada Perceived Ease of Use
(PEU)
Hipotesis 5. Perceived Ease of Use (PEU) berpengaruh langsung pada Perceived Usefulness
(PU)
(2)
(3)
Pendekatan SEM Bayesian untuk data kategori diskrit adalah dengan menganggapnya
sebagai observasi yang berasal dari distribusi kontinyu normal yang tersembunyi dengan
mengaplikasikan suatu nilai threshold . Pendekatan threshold untuk analisisnya
adalah dengan memperlakukan data kategori sebagai manifestasi dalam variabel normal x,
karena x tidak tersedia, maka x akan berhubungan dengan data kategori . Selanjutnya dihitung:
(4)
dengan, adalah fungsi indikator dari y (sama dengan 1 jika dan 0 untuk lainnya) dan
adalah suatu densitas normal standar.
Terakhir menghitung distribusi posterior bersama dengan menggunakan
simulasi Gibbs Sampler yang merupakan jenis dari simulasi markov chain (Gelman, Carlin,
Stern dan Rubin, 2004). Dimulai dari suatu inisial nilai , selanjutnya untuk
iterasi ke- akan sama dengan:
4. Metode Penelitian
Berdasarkan model penelitian pada Gambar 1 dan hipotesis penelitian yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka untuk memperoleh model persepsi kemudahan dan
persepsi kemanfaatan dari peta ber-georeference yang digunakan pada pelaksanaan SP2010
adalah dengan melakukan survei pada 23 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
jumlah sampel sebanyak 304 responden. Dari jumlah tersebut, data yang lengkap dan dapat
digunakan dalam analisis ini adalah sebanyak 202 responden. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk semua variabel eksternal, PU dan PEU semua
memiliki nilai alpha cronbach lebih besar dari 0,7. menurut George dan Mallery (2003) dalam
tulisan Gliem dan Gliem (2003) nilai dari dapat disimpulkan sebagai berikut: jika
berarti baik dan untuk dianggap dapat diterima. Sedangkan untuk korelasi antara setiap
komponen dengan total komponen seluruhnya bernilai positif, artinya ketepatan dan kecermatan
pertanyaan dalam melakukan fungsi ukurnya cukup baik, sehingga data yang diperoleh dapat
mencapai tujuan penelitian.
9 0 2
KT1 0,8094 0,779 0,741 5.2. S
KS2 ( ) PU2 ( ) EM
( ) 0 2
KT2 0,7835 0,678 Bayes
0,726
KS3 ( ) PU3 ( ) ian
( ) 0 7
dari
KT3 0,8514 0,670 0,894 Mode
KS4 ( ) PU4 ( )
( ) 5 4 l
Penelitian
Untuk data kategori, yang diperlukan dalam analisis dan estimasi Bayesian adalah
frekuensi dan proporsi untuk setiap kategori yang diperlukan untuk menentukan threshold ( ).
Tabel 3 menunjukkan frekuensi untuk setiap kategori pada masing-masing pertanyaan untuk
membentuk threshold yang berdistribusi N[0,1]. Jumlah kategori untuk setiap pertanyaan pada
penelitian adalah antara 3 dan 5.
Untuk estimasi parameter model dengan pendekatan SEM Bayesian, harus ditentukan
nilai hiperparameter yang akan digunakan untuk membentuk distribusi prior. Nilai
hiperparameter diasumsikan diketahui berdasarkan informasi dari studi-studi sebelumnya atau
dari sumber lain yang mendukung. Pada penelitian ini kami menggunakan prior sebagai berikut:
dan
Berdasarkan hasil pada tabel diatas, maka model hubungan antara PEU, PU dan variabel
Ekternal untuk penggunaan peta ber-georeference dalam pelaksanaan SP 2010 di BPS
Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan adalah seperti pada Gambar 2.
δ1 δ2 δ3 δ4 δ5
x1 x2 x3 x4 x5
Selanjutnya kemampuan sistem pemetaan ( ) memiliki hubungan positif paling kuat dengan PU
( ) dan PEU ( ) yang ditunjukkan oleh nilai dan . Pengaruh positif
yang kuat pada PU juga ditunjukkan oleh kualitas teknologi pemetaan ( ) dengan .
Dua variabel eksternal lainnya, yaitu dukungan organisasi ( ) dan kompleksitas teknologi ( )
juga memiliki hubungan positif dengan PU dan PEU, walaupun hubungannya tidak kuat
( ). Terakhir, PEU memiliki hubungan yang kuat dengan PU,
dengan nilai sebesar 0,63.
6. Kesimpulan
Berdasarkan dari informasi pada bagian hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa faktor yang sangat berpengaruh pada persepsi manfaat dan persepsi kemudahan
penggunaan peta ber-georeference dalam pelaksanaan SP 2010 di BPS Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan adalah kualitas dan kemampuan dari teknologi pemetaan. Persepsi
pengguna yang berhubungan dengan kualitas peta adalah: kesesuaian peta dengan daerah aslinya,
kelengkapan peta, kualitas peta yang lebih baik, tingkat kehandalan, dan efektifitas dan efisiensi
dalam penyimpanan. Selanjutnya pengguna mengharapkan peta yang mampu meningkatkan
kualitas hasil sensus, jelas dan tidak saling tumpang tindih, peta yang dapat memberikan
informasi bagi organisasi, dan meminimalkan lewat cacah dan ganda cacah.
Persepsi langsung pengguna tentang manfaat peta adalah bahwa dengan peta
dimungkinkan pencacahan akan lebih cepat selesai, peta dapat digunakan sebagai bahan dalam
pengambilan keputusan, peta dapat meningkatkan pengawasan, dan mendukung aspek penting
dalam pekerjaan. Persepsi pengguna tentang tingkat kemudahan penggunaan peta terbukti
memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi manfaat. Ukuran yang digunakan adalah bahwa
peta lebih mudah digunakan, jelas dan mudah dipahami, dan peta dapat memenuhi keinginan
pengguna.
Dari hasil penelitian ini, faktor-faktor yang tersebut di atas diduga menentukan sikap
dan derajat penggunaan peta ber-georeference pada pelaksanaan SP2010 di BPS Kabupaten/Kota
di Provinsi Sulawesi Selatan.
7. Penghargaan
Penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada BPS yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk memperluas wawasan dalam bidang keilmuan statistika,
kepada BPS Provinsi Sulawesi Selatan yang telah berpartisipasi dalam pengisian kuesioner untuk
penelitian ini dan kepada Prof.Drs. Nur Iriawan, M.Ikom, Ph.D yang telah bersedia membimbing
hingga terselesaikannya penelitian ini.
8. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2008), Pemetaan SP2010: Pedoman Instruktur Nasional/ Instruktur
Daerah, BPS, Jakarta.
Basaglia, S., Caporarello, L., Magni, M., Pennarola, F., (2010), “IT knowledge integration
capability and team performance: The role of team climate”, International Journal of
Information Management, Italy.
Chang, I.C., Li, Y.C., Hung, W. F., dan Hwang, H.G. (2005).“An empirical study on the impact
of quality antecedents on tax payers‟ acceptance of Internet tax-filing systems”,
(M.9)
PEMODELAN MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA STUDI DENGAN
PENDEKATAN MODEL BINER BIVARIAT
1
Vita Ratnasari , 2Purhadi, 2Ismaini, 2Suhartono
1
Mahasiswa S3 Jurusan Statistika FMIPA-ITS Surabaya
1
e-mail : vita_ratna@statistika.its.ac.id
2
Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA-ITS Surabaya
Dalam penelitian, seringkali variabel respon menggunakan data kategorikal. Ada kalanya,
jumlah variabel respon yang dipengaruhi oleh variabel-variabel prediktor, tidak hanya berjumlah
sebuah variabel respon saja, melainkan lebih dari satu. Salah satu model yang mengatasi
permasalahan tersebut adalah model probit. Pada paper ini akan mengkaji suatu kasus dengan
mempertimbangkan jumlah variabel respon kategorikal. Metode estimasi yang digunakan adalah
metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan metode iterasinya adalah Newton Raphson.
Sedangkan uji signifikansinya menggunakan metode Maximum Likelihood Ratio Test (MLRT).
Kasus yang digunakan pada paper ini tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human
Development Index (HDI). IPM adalah pengukuran terhadap tiga indeks, yaitu indeks kesehatan,
indeks pendidikan dan indeks daya beli masyarakat. Dari hasil estimasi dan uji signifikansi akan
diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi IPM pendidikan, dimana IPM pendidikan
mempunyai dua indikator, yaitu melek huruf dan rata-rata lama studi. Variabel prediktor yang
diduga mempengaruhi adalah Persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, Persentase
penduduk yang berpendidikan diatas SLTP, Rata-rata pendapatan perkapita, Rasio
ketergantungan penduduk, Persentase peranan masyarakat di sektor industri dalam PDRB dan
Persentase penduduk miskin.
Kata kunci: Bivariat, Maximum Likelihood Estimation, Newton Raphson, Maximum Likelihood
Ratio Test, Indeks Pembangunan Manusia,
PENDAHULUAN
Salah satu model yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel
respon kategorikal (diskrit) dengan variabel prediktor kontinu, diskrit atau campuran diantara
keduanya adalah model probit. Probit pertama kali dikembangkan oleh Bliss (1934). Bliss
(1934) menjelaskan bahwa istilah “probit” adalah singkatan dari “probability unit”.
Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji pemodelan probit antara lain oleh
Aitchison dan Silvey (1957), McKelvey dan Zavoina (1975), Snapinn dan Small (1986),
Ronning dan Kukuk (1996), O‟Donnell dan Connor (1996) dan Kockelman dan Kweon (2002).
Beberapa peneliti tersebut menerapkan model probit dengan menggunakan satu variabel respon.
Seringkali kondisi lapangan menunjukkan bahwa beberapa variabel prediktor tidak hanya
mempengaruhi sebuah variabel respon saja. Misalnya pada kasus Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), IPM terdiri dari tiga dimensi yaitu kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat.
Sehingga variabel respon untuk kasus tersebut adalah tiga variabel. Menurut Diana (2009), IPM
dipengaruhi oleh Persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, Persentase penduduk
yang berpendidikan diatas SLTP, Rata-rata pendapatan perkapita, Rasio ketergantungan
penduduk, Persentase peranan masyarakat di sektor industri dalam PDRB dan Persentase
penduduk miskin.
Estimasi yang digunakan untuk pemodelan probit adalah metode maximum likelihood
estimator (MLE) dan statistik ujinya dengan menggunakan metode maximum likelihood ratio
test (MLRT).
Var ε1 x1 , x2 Var ε2 x1 , x2 1
Cov ε1 , ε2 x1 , x2
Estimasi yang digunakan pada model probit bivariat adalah maksimum likelihood. Model probit
biner bivariat mempertimbangkan dua variabel dependen ( y1 dan y 2 ), dan mengasumsikan dua
variabel random error 1 dan 2 saling berkorelasi . Probabilitas distribusi bivariat adalah:
z2 z1
P( Z1 z1 , Z 2 z2 ) ( z1 , z2 , ) d z1 d z2 ( z1 , z2 ) ( z1 ) (3)
dimana ( ) adalah fungsi densitas dan ( ) adalah fungsi distribusi kumulatif normal bivariat.
Fungsi densitasnya adalah:
1 1 1
( z1 , z2 , ) exp z12 2 z1 z2 z22 (4)
2 2 1 2
2 1
Tabel 1 menunjukkan struktur data biner bivariat, yang mana kejadian pada setiap res-ponden
akan berdistribusi Multinomial Y11 , Y10 , Y01 ~ M 1; P11 , P10 , P01 . Y00 dan P00 secara berturut adalah
Y00 1 Y11 Y10 Y01dan P00 1 P11 P10 P01 serta nilai y11 , y10 , y01 , y00 adalah 0 atau 1. Bentuk
distribusi peluangnya adalah:
f ( y11 , y10 , y01 , P11 , P10 , P01 ) P11y11 P10y10 P01y01 P00y00
ln L n
P01i P1i (7)
( a y11i b y10i c y01i d y00i ) (b y10i d y00i )
β T
1 i 1 β1T β1T
Misal:
1 1 1 1
a ,b c , dan d
P2i P01i P1i P2i P01i P01i 1 P1i P01i
Karena diperoleh hasil taksiran yang tidak close form, maka salah satu pendekatan numerik yang
dapat digunakan adalah metode Newton-Raphson. Melalui proses iterasi Newton-Raphson dapat
m
diperoleh penaksir maksimum likelihood bagi , dimana adalah penaksiran parameter
pada iterasi ke m. Algoritma proses iterasi Newton-Raphson untuk mencari suatu penaksir bagi β
, terlebih dahulu menentukan vektor g , yang merupakan turunan pertama dari fungsi likelihood
terhadap parameternya. Kemudian menentukan matriks H , yang elemen-elemennya merupakan
turunan kedua terhadap parameternya. Komponen vektor g yang berukuran (2 1) adalah:
ln L(β)
β1T
g (β) (9)
ln L(β)
βT2 [2( p 1) 1]
Kemudian membentuk matrik Hessian atau matrik H(β) , matrik ini diperoleh dari turunan
parsial kedua ln L( ) terhadap β . Sehingga, didapatkan matrik simetris Hessian adalah sebagai
berikut:
2 2
ln L(β) ln L(β)
β1 β1T β1 βT2
H(β) (10)
2
ln L(β)
β 2 βT2 [2( p 1) 2( p 1)]
parameter model dilakukan baik secara overall (serentak) maupun parsial. Metode yang
digunakan adalah MLRT.
Hipotesa untuk menguji secara serentak, apakah variabel x1 , x2 ,..., x p mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel respon y1 dan y 2 , adalah:
H0 : 11 12 1p 21 22 2p 0
H 1 : paling sedikit ada satu rs 0
dengan r 1, 2 dan s 1, 2,..., p (11)
Statistik uji yang digunakan adalah G 2 .
L( ˆ )
G2 2 ln 2 ln 2 ln L( ˆ ) 2 ln L( ˆ ) (12)
L( ˆ )
SE ( ˆrs ) Var ( ˆrs ) , dimana Var ( ˆrs ) adalah elemen diagonal dari matrik Informasi,
I E ( H 1 ) . Keputusan untuk menolak H0 jika thitung t(1; ) .
dalam PDRB (x5) dan Persentase penduduk miskin (x6). Secara lengkap data dapat dilihat pada
Tabel 2.
Rata-rata persentase penduduk Jawa yang tinggal di perkotaan relatif kurang dari 50 %,
yaitu 46.70 %. Hal ini menunjukkan bahwa 53.3 % penduduk Jawa tinggal di luar perkotaan.
Masyarakat di Jawa berpendidikan diatas SLTP relatif sedikit yaitu sebesar 38.44 %. Sedangkan
peranan masyarakat di sektor industri dalam PDRB hanya 21.4 %. Jika dilihat lebih jauh,
peranan masyarakat di sektor industri Jawa Barat (29.24 %) mempunyai prosentase lebih besar
dibanding di Jawa Timur (15.99 %). Dilihat dari persentase penduduk miskin, Jawa Barat
mempunyai persentase paling kecil dibanding Jawa Timur dan Jawa Tengah, yaitu sebesar 12.84
%, Jawa Timur dan Jawa Tengah secara berturut adalah 19.64 % dan 19.31 %.
Hubungan antara penduduk yang melek huruf dengan berpendidikan diatas SLTP sebesar
0.783. dengan adanya korelasi yang kuat diantara dua variabel respon, maka model yang
dibentuk adalah model bivariat. Persamaan pertama pada model probit bivariat tersebut adalah:
z1 9.0428 0.00588 x1 0.1666 x 2 0.00416 x3 6.60444 x4 0.00596 x5 0.0635 x6
Dengan nilai peluang bahwa sebuah kota/kabupaten termasuk kategori nilai IPM melek huruf
dibawah rata-rata adalah P01 ( z1 ) , sedangkan diatas rata-rata adalah P11 1 ( z1 ) .
Sedangkan persamaan kedua adalah:
P10 2 15 0 5
L
P01 1 3 0 10
P00 0 5 0 18
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A. (2002), Categorical Data Analysis, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Aitchison, J. & Silvey, S.D. (1957). The Generalization of Probit Analysis to the Case of
Multiple Responses. Biometrika: Vol. 44: No. 2: 131-140.
Bliss, C.I. (1934). The Method of Probits. American Association for the Advancement of Science:
Science, New Series, Vol.79 (2037): 38–39.
Greene, W.H. (2008), Econometrics Analysis, Fourth Edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs,
New Jersey.
Gujarati, D.N. (2003). Basic Econometric. Fourth Edition. Mc Graw Hill, New York.
McKelvey, R.D. & Zavoina, W. (1975). A Statistical Model for the Analysis of Ordinal Level
Dependent Variables. Journal of Mathematical Sociology, Vol. 4: 103-120.
Ronning, G. & Kukuk, M. (1996). Efficient Estimation of Ordered Probit Models. Journal of the
American Statistical Association: Vol. 91, No. 435, pp. 1120-1129.
Snapinn, S.M. & Small, R.D. (1986). Test of Significance Using Regression Models for Ordered
Categorical Data. Biometrics: Vol. 42: 583-592.
(S.1)
EFEK PERUBAHAN POLA CUACA PADA DEBIT AIR MASUK DI WADUK
SAGULING
1
Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran
Email : yurian.yudanto@yahoo.com
2
Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran
Email : nenks_stat@yahoo.com
3
Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran
Email : gumstat@yahoo.com
ABSTRAK
Keadaan iklim merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi pembangkit energi yang
memanfaatkan tenaga alam sebagai sumber energi seperti PT Indonesia Power UBP Saguling,
setiap perubahan kecil pada iklim terutama pola hujan yang mempengaruhi debit air masuk
waduk tentu saja berimbas terhadap kapasitas produksi listrik, kenaikan curah hujan yang
diprediksi terjadi pada tahun 2010-2039 dapat menaikan potensi pembangkit energi dengan
tenaga air. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan kedepan mengenai pola iklim di wilayah
waduk yang diwakili oleh peramalan terhadap volume debit air masuk guna menggambarkan
potensi dari pembangkit energi dengan tenaga air di waktu mendatang. Dari hasil analisis dengan
motode exponential smoothing diketahui bahwa hasil peramalan volume debit air masuk untuk
bulan juli dan agustus 2010 menunjukan kenaikan apabila dibandingkan dengan volume debit air
masuk pada waktu yang sama di tahun 2009.
Kata kunci : perubahan iklim, potensi pembangkit listrik energi air, volume debit air masuk,
pembangkit listrik tenaga air, peramalan, exponential smoothing, holt-winter.
1. Pendahuluan
Disadari atau tidak, pola iklim yang telah dikenal selama ini dan diyakini akan bertahan
untuk waktu yang lama saat ini telah mengalami perubahan, Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan) dalam webnya* mengatakan bahwa diprediksi akan terjadi
peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia pada tahun 2010 – 2039, hal yang demikian bisa
menjadi angin segar bagi dunia pembangkitan energi tenaga air karena menjanjikan peningkatan
bahan baku produksi dalam industri energi ramah lingkungan ini.
Dalam penelitian mengenai perubahan iklim ini, penulis menggunakan data debit air
masuk harian pada Waduk Saguling untuk mendapatkan gambaran perubahan volume debit air
antara tahun 2009 dan 2010 yang diperkuat dengan data ramalan sebanyak 60 hari kedepan
dimulai dari bulan juni 2010.
2. Metode Analisis
Sebelum analisis dimulai perlu dilakukan proses paling penting dalam peramalan, yakni
uji autokorelasi. Autokorelasi didefinisikan sebagai adanya hubungan antara data pengamatan
waktu ke t dengan data pengamatan pada waktu ke t-x di masa lampau dalam variabel yang
sama, sehingga menjamin bahwa data dapat dianalisis menggunakan metode-metode peramalan,
jika data tidak mengandung autokorelasi maka pendekatan peramalannya dapat dilakukan
menggunakan regresi deret data atas waktu.
Pengujian autokorelasi ini menggunakan Diagram Fungsi Autokorelasi (ACF), jika
diagram ACF membentuk pola yang menurun secara eksponensial (bertahap) maka disimpulkan
bahwa data tersebut memiliki autokorelasi didalamnya, berikut adalah diagram ACF untuk data
penelitian ini
Gambar 1.1 Diagram ACF Debet Air Masuk Harian bulan Januari 2009 hingga Juni 2010
Berdasarkan karakteristik data Debit Air Masuk Harian yang berautokorelasi dan hanya
terdiri dari satu variabel (univariat) maka proses peramalannya dapat menggunakan
menggunakan metode exponential smoothing. Metode yang berdasarkan konsep pemulusan
sederhana ini merupakan hasil modifikasi model dasar sehingga dapat diterapkan pada data yang
memiliki komponen trend dan musiman.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam kesederhanaan proses analisis karena tidak
memerlukan pengujian asumsi secara berlapis sehingga tidak akan memunculkan hambatan
tertentu apabila digunakan oleh individu yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam
bidang ilmu Statistika.
Metode exponential smoothing yang diterapkan pada penelitian kali ini menggunakan
model Winter yang dapat mengatasi data dengan komponen tren dan musiman, berikut adalah
persamaan yang dipakai dalam metode ini :
Level : lt yt st (1 )(lt 1 bt 1 ) …(1.1)
Trend : bt (lt lt 1 ) (1 )bt 1 …(1.2)
Musiman : st yt lt (1 ) st s …(1.3)
Ramalan : yt lt bt st …(1.4)
Dimana :
lt : Pemulusan pada tahap level
bt : Pemulusan tren
3. Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah debit air masuk harian di Waduk Saguling
tanggal 1 januari 2009 hingga 30 juni 2010 yang dicatat pukul 00.00 setiap harinya, berikut
adalah plot datanya (data asli terlampir) :
Gambar 1.2 Plot Data Debit Air Masuk Harian di Waduk Saguling Bulan Januari 2009 hingga
Bulan Juni 2010 (Sumber : PT Indonesia Power UBP Saguling)
Dari pengamatan diatas dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan volume debit air masuk
pada Waduk Saguling khususnya pada tengah musim hujan yakni bulan maret, untuk
memperjelas peningkatan tersebut berikut disajikan gambar perbandingan antara tahun 2009 dan
2010.
Gambar 1.3 Perbandingan Debit Air Masuk Harian di Waduk Saguling bulan Januari hingga
Mei di tahun 2009 dan 2010 (Sumber : PT Indonesia Power UBP Saguling)
Peningkatan volume debit air masuk harian yang terjadi pada musim hujan di awal tahun
2010 menimbulkan pertanyaan “akankah peningkatan debit air masuk ini akan terus berlanjut
pada musim-musim hujan berikutnya?” demi menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukanlah
proses peramalan.
Penentuan besar koefisien pemulusan yang dipakai dalam penelitian ini dibantu
menggunakan software zaitun time series, software ini akan menganalisa semua kemungkinan
besar koefisien pemulusan dan mengurutkan kombinasinya berdasarkan nilai error terkecil.
Berikut adalah hasilnya
Tabel 1.1 Kombinasi koefisien pemulusan terbaik
Note : gamma diatas merupakan koefisien pemulusan untuk tren, dan beta untuk musiman,
berkebalikan dengan prinsip umum exponential smooting dimana beta untuk trend dan gamma
untuk musiman.
Dari Tabel 1.1 didapat bahwa kombinasi terbaik untuk koefisien pemulusan adalah =
0.9, =0.1, dan = 0.2. untuk selanjutnya koefisien tersebut dipakai dalam analisis exponential
smoothing menggunakan software Minitab 14.
4. Hasil Analisis
Analisis peramalan dengan menggunakan metode exponential smoothing dengan
koefisien pemulusan sebesar = 0.9, =0.1, dan = 0.2 yang diterapkan pada data debit air
masuk harian di Waduk Saguling, memberikan hasil peramalan untuk 60 hari kedepan (2 bulan)
adalah sebagai berikut (dalam plot data, data hasil peramalan terlampir) :
Gambar 1.4 Plot Data Debit Air Masuk Harian di Waduk Saguling Bulan Januari 2009 hingga
Bulan Juni 2010 dan nilai ramalan 60 hari mulai tanggal 1 juli 2010
Plot peramalan pada Gambar 1.4 memperlihatkan bahwa pola volume debit air masuk
pada bulan juli-agustus 2010 telah bertambah apabila dibandingkan dengan bulan yang sama
pada tahun 2009.
Saran
1. dilakukan penelitian jangka panjang mengenai perubahan pola cuaca dan pengaruhnya
terhadap peningkatan atau pengurangan potensi sistem produksi energi.
2. Peningkatan debit air masuk harian yang terjadi pada musim hujan di awal tahun 2010
diharapkan dapat menjadi acuan penyesuaian bagi pihak-pihak terkait khususnya
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang energi.
Referensi
1. http://iklim.dirgantara-
lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Itemid=78 (diakses
tanggal 8 November 2010)
2. Kalekar, Prajakta S. 2004. Time Series Forecasting using Holt-Winters Exponential
Smoothing. Bombay : Kanwal Rekhi School of Information Technology.
3. www.zaitunsoftware.com
Lampiran
1. Data Debit Air Masuk Harian di Waduk Saguling
42.38 Jan-09 69.88 Jan-09 122.21 Jan-09 100.46 Feb-09
55.25 Jan-09 128.33 Jan-09 83.42 Jan-09 93.25 Feb-09
40.25 Jan-09 82.58 Jan-09 73.08 Jan-09 102.54 Feb-09
36.17 Jan-09 85.08 Jan-09 134.79 Jan-09 97.08 Feb-09
29.79 Jan-09 104.08 Jan-09 104.33 Jan-09 85.46 Feb-09
26.00 Jan-09 69.83 Jan-09 97.17 Feb-09 106.71 Feb-09
26.00 Jan-09 86.50 Jan-09 141.75 Feb-09 66.31 Feb-09
26.92 Jan-09 109.58 Jan-09 145.67 Feb-09 69.55 Feb-09
81.50 Jan-09 76.29 Jan-09 234.92 Feb-09 97.00 Feb-09
72.25 Jan-09 58.42 Jan-09 192.50 Feb-09 88.35 Feb-09
59.63 Jan-09 58.83 Jan-09 151.08 Feb-09 77.00 Feb-09
63.04 Jan-09 151.75 Jan-09 145.50 Feb-09 94.63 Feb-09
74.42 Jan-09 162.13 Jan-09 111.42 Feb-09 192.42 Feb-09
(S.2)
KRIPTOGRAFI METODA MODULAR MULTIPLICATON-BASED BLOCK
CIPHER PADA FILE TEXT
Taufiqulhadi
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran
taufiq_nad@yahoo.co.id
ABSTRAK
Kriptografi adalah suatu ilmu yang digunakan dalam mengamankan data-data.
Kriptografi mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kebutuhan atau
kesadaran terhadap pengamanan data. Kriptografi metode Modular Multiplicaton-Based
block cipher (MMB) menggunakan plaintext 128 bit dan algoritma iteratif yang terdiri
dari langkah-langkah linier serta aplikasi paralel dari empat substitusi non linier besar
yang dapat dibalik. Substitusi ini ditentukan oleh sebuah operasi perkalian modulo 232 –
1 dengan faktor konstan, dengan tingkat sekuritas yang tinggi. MMB menggunakan 32
bit subblock text (x0, x1, x2, x3) dan 32 bit subblock kunci (k0, k1, k2, k3). Hal ini
membuat algoritma tersebut sangat cocok diimplementasikan pada prosesor 32 bit.
Hasil akhir yang dicapai adalah adanya suatu perangkat lunak yang dapat
mensimulasikan proses enkripsi dan dekripsi data berupa text secara bertahap dan jelas.
Perangkat lunak juga dilengkapi dengan pengaturan kecepatan proses enkripsi dan
dekripsi guna proses edukasi.
Kata kunci : Kriptografi, block cipher, enkripsi, dekripsi.
I. Pendahuluan
keilmuan dalam penyandian informasi atau pesan dengan tujuan menjaga keamanannya.
Walaupun telah berkembang sejak zaman dahulu kala, teknik kriptografi yang
dibutuhkan masa kini harus menyesuaikan dirinya terhadap meluasnya penggunaan
komputer digital pada masa kini. Penggunaan komputer digital mendorong
berkembangnya kriptografi modern yang beroperasi dalam mode bit (satuan terkecil
dalam dunia digital) dari pada dalam mode karakter yang biasa digunakan dalam
kriptografi klasik.
Salah satu algoritma kriptigrafi yang sering digunakan adalah Cipher block.
Cipher blok merupakan algoritma kriptografi yang beroperasi dalam bentuk blok bit.
Proses enkripsi dilakukan terhadap blok bit plainteks dengan mengguanakan kunci yang
berukuran sama dengan ukuran blok plainteks. Algoritma ini akan menghasilkan
cipherteks yang sama panjang dengan blok plainteks. Proses dekripsi terhadap
cipherteks berlangsung dengan cara serupa seperti enkripsi. Hanya saja pada proses
dekripsi, operasi berjalan kebalikan dari proses enkripsi.
Pembentukan Kunci.
Metode MMB menggunakan kunci sepanjang 128 bit. Proses pembentukan
kunci pada metode MMB ini sangat sederhana. Kunci yang di-input hanya dibagi
menjadi 4 buah subblock kunci dengan panjang masing-masing 32 bit. Proses
pembentukan kunci pada metode MMB ini dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
k0 k1 k2 … k127
k0 k1 … k31 k32 k33 … k63 k64 k65 … k95 k96 k97 … k127
1. Plaintext atau Cipher text dibagi menjadi 4 subblock yang sama besar (x0, x1, x2, x3).
2. Kemudian Plaintext di XOR kan dengan Kunci untuk menghasilkan ciphertext untuk
proses enkripsi.
3. Ciphertext di XOR kan dengan Kunci untuk menghasilkan Plaintext untuk proses
dekripsi.
Sedangkan konstanta yang digunakan pada proses enkripsi dan dekripsi dapat dirincikan
sebagai berikut :
– C = (2AAAAAAA)16
– c0 = (025F1CDB)16
– c1 = 2 * c0
– c2 = 23 * c0
– c3 = 27 * c0
Operasi XOR
A B A B
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Proses Enkripsi
Proses enkripsi dari metode MMB ini memiliki input data plaintext 128 bit yang
identik dengan 32 digit heksadesimal atau 16 karakter.
Proses enkripsi dari metode MMB dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Misalkan diketahui plaintext = „UNPAD-ILMUKOMPTR‟ dengan menggunakan kunci
yang dihasilkan di atas, maka proses enkripsinya adalah sebagai berikut :
Plaintext = UNPAD-ILMUKOMPTR
Konversi ke biner :
0101010101001110010100000100000101000100001011010100100101001100010011
0101010101010010110100111101001101010100000101010001010010
Plaintext yang sudah dirubah ke bentuk biner dipecah menjadi 4 subblock:
X(0) = 01010101010011100101000001000001
X(1) = 01000100001011010100100101001100
X(2) = 01001101010101010100101101001111
X(3) = 01001101010100000101010001010010
Setelah didapat 4 subblock dari plaintext, maka dilakukan proses seperti dibawah ini:
1 XOR
0100000101010000010010000101100
1
X(3) = X(3) XOR K(3)
=
0100110101010000010101000101001
0 XOR
0010000001001101010011010100001
0
hasil diatas di kalikan dengan konstanta C(i) dan modulo 232 – 1 seperti dibawah ini:
Perkalian subblock text dengan C(i) mod 232 – 1
Kemudian hasil dari perkalian pada table 3.2 akan dikalikan dengan konstanta C,
dengan catatan sebagai berikut:
Selanjutnya text (Yi) akan di XOR kan ke masing-masing hasil text yang lain
dengan cara Yi = Yi-1 XOR Yi XOR Yi+1, ini dapat dilihat pada table 3.3 dibawah ini:
Plaintext
Xi XOR Ki Ciphertext
Xi XOR Ki+1
Xi XOR Ki+2
Proses Dekripsi
Proses dekripsi ini merupakan proses kebalikan dari proses enkripsi. Sebagai
contoh, misalkan ingin didekripsikan kembali hasil enkripsi yang telah didapatkan di
atas, maka proses dekripsinya adalah sebagai berikut :
CipherText = ¶(F3vÜSå-ìC)
Konversi ke biner :
1011011000011101000101110010100001000110001100110000001001110110000011
0111011100010100111110010110101101111011000100001100101001
Ciphertext yang sudah dirubah ke bentuk biner dipecah menjadi 4 subblock:
X(0) = 10110110000111010001011100101000
X(1) = 01000110001100110000001001110110
X(2) = 00001101110111000101001111100101
X(3) = 10101101111011000100001100101001
Ciphertext
Xi XOR Ki
Plaintext
Plaintext = UNPAD-ILMUKOMPTR
Perangkat Lunaka Bantu Kriptografi MMB
Perangkat lunak bantu pemahaman ini menggunakan animasi dalam tahapan
proses pembentukan kunci, enkripsi, dekripsi dan fungsi f. Perangkat lunak bantu
pemahaman ini dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual
Basic 6.0 dan menggunakan MDI Form (Multiple Document Interface Form) sebagai
form induk (main form) dan fasilitas menu editor untuk membuat dan mengatur
tampilan menu pull down.
Perangkat lunak bantu pemahaman ini dirancang dengan menggunakan beberapa
form, antara lain :
1. Form „Main‟, yang dirancang dengan menggunakan MDI Form dan berfungsi
sebagai form induk untuk menggabungkan semua form yang ada.
2. Form „Teori‟.
3. Form „Proses Pembentukan Kunci‟, merupakan child form dari form „Main‟.
4. Form „Proses Enkripsi‟, merupakan child form dari form „Main‟.
5. Form „Proses Dekripsi‟, merupakan child form dari form „Main‟.
6. Form „Kecepatan Animasi‟.
Form Main
Sub menu ‘Exit’ Sub menu ‘Proses Pembentukan Kunci’ Sub menu ‘Proses Enkripsi’
IV. Kesimpulan
Kriptografi metode MMB menggunakan plaintext 128 bit dan algoritma iteratif
yang terdiri dari langkah-langkah linier (seperti XOR dan aplikasi kunci) serta aplikasi
paralel dari empat substitusi non linier besar yang dapat dibalik. Substitusi ini
ditentukan oleh sebuah operasi perkalian modulo 232 – 1 dengan faktor konstan, yang
memiliki tingkat sekuritas lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode IDEA yang
hanya menggunakan operasi perkalian modulo 216 + 1.
Perangkat lunak ini dapat mendukung hasil operasi perkalian yang lebih dari 32
bit dengan menggunakan fungsi-fungsi yang dideklarasi secara manual, dimana Visual
Basic tidak dapat mendukung operasi tersebut. Dengan menggunakan perangkat lunak
bantu pemahaman ini, maka user dapat menghemat waktu, dimana hasil eksekusi yang
pernah diproses sebelumnya dapat disimpan ke dalam bentuk text file, sehingga dapat
dibuka dan dipergunakan kembali apabila diperlukan.
Daftar Pustaka
1. Ariyus, Dony, Pengantar ilmu Kriptografi, Andi, Yogyakarta, 2008.
2. Djoko Pramono, Mudah menguasai Visual Basic 6, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2002.
3. Munir, Rinaldi., Kriptografi, Informatika Bandung., Bandung, 2006.
4. Sadeli, Muhammad, Visual Basic 2005 untuk orang awam, Maxikom,
Palembang, 2008.
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kriptografi (Tanggal akses 9 November 2010)
(S.3)
EVALUASI INTEGRAL MONTE CARLO DENGAN METODE CONTROL
VARIATES
1
Zulhanif, 2Yadi Suprijadi
1
Jurusan Statistika, FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia
2
Jurusan Statistika, FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia
e-mail: 1dzulhanif@yahoo.com, 2yadi@bdg.centrin.net.id
1. Pendahuluan
E( X ) xf ( x)dx.
(1)
Dalam banyak kasus terdapat kesukaran dalam menghitung nilai harapan secara analitis
dari suatu variabel acak X . Oleh karena akan diambil sampel acak berukuran n , x1 , x 2 ,
, x n dari distribusi X , dan menggunakan sampel ini untuk memperkirakan nilai rata-
rata dari X :
n
1
E( X ) xi
n i 1
(2)
Argumen ini dengan mudah dapat generalisasi. Misalkan untuk menghitung nilai
harapan dari beberapa fungsi dari X , katakanlah ( ) . Kemudian
( x) f ( x)dx
(3)
n
ˆ 1
n ( xi )
n i 1
(4)
ˆ merupakan taksiran takbias untuk . Proses ini persis sama dengan menghitung nilai
n
metoda ini memiliki sisi negatifnya, yaitu, nilai varians yang besar dari estimator ˆ .
n
Pada makalah ini akan dikemukakan metoda pengurangan varians dalam simulasi yang
dikenal sebagai metoda Control Variates untuk mereduksi varians dari estimator ˆn .
Andaikan dalam nilai E(Y ) dimana Y h(Y ) dan merupakan output dari
suatu experimen simulasi. Andaikan juga terdapat variabel Z yang juga merupakan
output dari suatu experimen simulasi dan diasumsikan nilai E(Z ) dapat diperoleh
dengan mudah dan penaksir tak bias untuk adalah :
1. ˆ Y
2. ˆ Y c( Z E ( Z ))
c
dimana c merupakan sebuah bilangan real sehingga E ( ˆc ) dan memiliki nilai varians
Var ( ˆc ) adalah :
Cov(Y , Z )
c
Var ( Z )
(6)
Cov(Y , Z ) 2
Var ( ˆc ) Var (Y )
Var ( Z )
(7)
Dari persamaan 3 dapat dilihat bahwa nilai Var ( ˆc ) akan tereduksi jika nilai
Cov(Y , Z ) 0 dalam hal ini variabel Z adalah control variate Y . Modifikasi algoritma
simulasi yang akan dilakukan adalah dengan memasukan variabel Z dalam persamaan
sbb:
n
(Yi c (Z i E ( Z ))
ˆ i 1
(8)
c
n
p
(Y j Y p )(Z j E ( Z ))
j 1
Cov(Y , Z ) (9)
p 1
p
(Z j E ( Z j ))2
j 1
Var ( Z ) (10)
p 1
Sehingga didapat
Cov(Y , Z )
cˆ
Var ( Z )
3. Desain Simulasi
1. Bangkitkan 1000 sampel IID U(0,1) untuk masing-masing nilai U 1 ,..., U n dan
W1 ,..., Wn
2. Hitung nilai fungsi
Wn ) 2 Wn ) 2
Y1 e (U1 ,..., Yn e (U n dan Z1 (U1 W1 ) 2 ,..., Z n (U n Wn )2
Cov(Y , Z )
3. Hitung nilai cˆ
Var ( Z )
W )2
Tabel 1 Nilai Taksiran E (e (U )
Integral Monte Carlo dengan metode Control Variates merupakan salah satu
alternatif yang dapat dipilih untuk mencari nilai hampiran dari integral tentu. Ada
beberapa keuntungan dari metoda ini:
Daftar Pustaka
(S.4)
PENDEKATAN METODE ALGORITMA GENETIK UNTUK IDENTIFIKASI
MODEL ARIMA
Jimmy Ludin
Mahasiswa Program Magister Jurusan Statistika Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010
ABSTRAK
Identifikasi model merupakan tahapan yang sangat penting dalam membangun
model ARIMA karena kesalahan pada identifikasi model akan menyebabkan kesalahan
pada tahap berikutnya yang mengakibatkan tingkat akurasi dari model yang dihasilkan
sangat rendah. Metode yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi model ARIMA
yaitu metode correlogram yang mempunyai kelemahan yaitu plot-nya kadang tidak bisa
menghasilkan lag yang jelas untuk diidentifikasi sehingga keputusan yang diambil
biasanya bersifat subjektif. Untuk itu digunakan pendekatan metode Algoritma Genetika
untuk mengidentifikasi model ARIMA secara efektif dan efisien. Dari penggunaan
metode algoritma genetika tersebut, akan dilihat tingkat akurasinya dengan
membandingkan terhadap metode correlogram. Hasil dari penelitian ini sangat
bermanfaat untuk mengidentifikasi model ARIMA dan penerapannya.
1. Pendahuluan
Pemodelan dari suatu data yang bersifat deret waktu sering digunakan pada
berbagai bidang yang tujuannya antara lain untuk peramalan. ARIMA (Autoregressive
Integrated Moving Average) merupakan metode yang diperkenalkan oleh Box–Jenkins
untuk menganalisa dan memodelkan data deret waktu. Ada tiga tahap untuk
membangun model ARIMA : (1) identifikasi model, (2) estimasi model dan (3) validasi
model. Identifikasi model merupakan tahap yang paling penting dalam membangun
model ARIMA, karena kesalahan pada identifikasi model akan menyebabkan kesalahan
pada tahap estimasi model dan selanjutnya yang mengakibatkan tingkat akurasi dari
model yang dihasilkan sangat rendah (Chatfield, C, 2000).
Salah satu metode yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi model
ARIMA yaitu menggunakan plot fungsi autokorelasi partial (PACF) dan fungsi
autokorelasi (ACF) atau disebut sebagai metode correlogram. Metode ini diperkenalkan
oleh Box dan Jenkins yang digunakan untuk mengidentifikasi autoregressive (AR) dan
moving average (MA) dari model ARIMA.
Metode correlogram mempunyai beberapa kelemahan yaitu plot-nya kadang
tidak bisa menghasilkan lag yang jelas untuk diidentifikasi sehingga keputusan yang
diambil biasanya bersifat subjektif yang akan membuat hasilnya tidak stabil (Chatfield,
C, 2000), sehingga harus mencoba beberapa model ARMA untuk menghasilkan model
terbaik. Cara ini sangat tidak efektif dan tidak efisien.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, beberapa metode dapat digunakan untuk
mendapatkan hasil identifikasi model ARIMA yang lebih efektif dan efisien. Salah satu
metode yang bisa digunakan yaitu metode Algoritma Genetika yang telah banyak
digunakan untuk membangun model ARIMA. Chen, dkk (2002) menggunakan metode
algoritma genetika untuk mengestimasi maximum likelihood parameter dari model F-
ARIMA. Kemudian Ong, dkk (2005) menggunakan metode algoritma genetika untuk
mengidentifikasi model ARIMA.
Pada makalah ini digunakan metode algoritma genetika untuk mengidentifikasi
model ARIMA. Disamping itu, model hasil identifikasi menggunakan metode algoritma
genetika akan dilihat tingkat akurasinya dengan membandingkannya dengan metode
correlogram dengan menggunakan data jumlah penumpang angkutan udara yang datang
dari luar negeri di bandara Soekarno Hatta Jakarta.
2. Data Deret Waktu
Data deret waktu adalah sekumpulan data observasi yang variabelnya diukur
dalam urutan periode waktu, misalnya bulanan, triwulanan, tahunan, dan sebagainya.
Tujuan dari pengukuran data deret waktu adalah untuk menemukan pola data secara
historis dan menerapkan pola tersebut untuk peramalan. Peramalan deret waktu
didasarkan pada nilai variabel yang telah lalu. Pada makalah ini yang digunakan adalah
deret waktu diskrit dimana observasinya tersusun berdasarkan periode bulanan.
2.1. Stasioner
Menurut Box, Jenkins, dan Reissel (1994), untuk menggunakan model
ARIMA, maka syarat utama yang harus dipenuhi adalah stasioneritas, baik dalam rata-
rata maupun varians. Data deret waktu dikatakan stasioner dalam varians jika
variansnya tidak dipengaruhi oleh deret waktu atau variansnya konstan. Stastioner
dalam rata-rata yaitu jika nilai rata-ratanya konstan dan tidak dipengaruhi oleh deret
waktu (Makridakis dkk.,1999).
Untuk mengatasi data yang tidak stasioner dalam varians, dapat dilakukan
transformasi pada data. Transformasi yang biasa digunakan adalah transformasi Box-
Cox. Untuk mengatasi ketidakstasioneran data dalam rata-rata, maka dapat dilakukan
proses differencing (Box, Jenkins, dan Reissel., 1994)
2.2. Model ARIMA
Model ARIMA merupakan penggabungan antara model AR(p) dan MA(q)
serta proses differencing orde d pada data deret waktu. Bentuk umum dari model
ARIMA(p,d,q) adalah sebagai berikut :
d
p B 1 B Zt θq B at (1)
dimana :
p B 1 1 B ... p B p
q B 1 1 B ... p Bq
(1 B ) d merupakan operator untuk differencing orde d.
Jika pada data deret waktu terdapat komponen musim (s), maka model ARIMA
akan menjadi Seasonal ARIMA atau biasa disingkat menjadi SARIMA dengan ordo
( P, D, Q ) s . Bentuk umum dari model SARIMA adalah sebagai berikut :
s s D s
P ( B )(1 B ) Z t Q ( B ) at (2)
dimana :
P = parameter seasonal autoregressive
White noise dilakukan untuk melihat apakah error yang dihasilkan memiliki
varians konstan (identik) dan tidak ada autocorrelation. Hipotesisnya adalah sebagai
berikut :
H0 : ρ1 ρ2 ... ρk 0
H1 : minimal ada satu m yang tidak sama dengan nol untuk m 1,2,...,k .
3. Algoritma Genetika
Kromosom 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0
1
Kromosom 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0
2
Populasi
Kromosom 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1
3
Kromosom 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0
4
Untuk membangun model ARIMA, maka didekati dengan model ARMA terlebih
dahulu. Ada empat bagian dalam setiap kromosom yang harus dibentuk untuk
menghasilkan bentuk AR, MA, seasonal AR dan seasonal MA. Misalnya, jika
kromosom yang dihasilkan adalah (10110; 01010; 10001; 01110), maka model nya
adalah SARMA (p,q)(P,Q)s yaitu SARMA ([1, 3, 4], [2, 4])([1, 5], [2, 3, 4])s.
3.3. Seleksi
Seleksi adalah proses memilih dua kromosom induk dari populasi yang akan
digunakan dalam proses berikutnya yaitu crossover. Proses seleksi yang akan digunakan
pada penelitian ini yaitu seleksi Boltzmann.
Pada seleksi Boltzmann kemungkinan kromosom terpilih berdasarkan nilai
fitness tiap kromosom dalam suatu populasi, makin besar nilai fitness, maka makin
besar kemungkinan terpilih. Rumusnya adalah sebagai berikut :
P( xi ) exp[ ( f max f ( xi )) / T ] (6)
dimana :
f ( xi ) adalah nilai fitness kromosom ke-i ; i = 1,2, … , G
f max adalah nilai maksimum dari f ( xi )
T = T0 (1 )k
k (1 100g / G)
g = current generation number
G = nilai maksimum dari g
bernilai antara 0 dan 1
T0 bernilai antara 5 dan 100
3.4. Crossover
Crossover mengkombinasikan dua induk hasil seleksi untuk mendapatkan
keturunan. Tujuannya yaitu untuk memilih bagian terbaik dari kromosom sebelumnya.
Salah satu proses crossover yaitu multi point crossover dimana ditentukan
beberapa titik potong. Kemudian kromosom induk hasil seleksi dipotong. Kromosom
baru dibentuk dari kromosom dari induk A sebelum titik potong dan dari induk B
setelah titik potong dan sebaliknya. Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Induk A 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1
Induk B 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0
Keturunan A 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0
Keturunan B 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1
3.5. Mutasi
Mutasi adalah proses menukar satu atau lebih gen dengan gen yang lain pada
populasi untuk menghasilkan populasi baru. Banyaknya gen yang akan dimutasi
tergantung besarnya persentase mutasi (Pm) dari jumlah gen dalam populasi. Mutasi
dilakukan untuk mencegah terjebak pada solusi lokal optimum. Mutasi biasanya
dilakukan dengan nilai Pm yang kecil.
Kromosom 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0
1
Kromosom 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0
2
Populasi
Kromosom 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1
3
Kromosom 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0
4
dilakukan mutasi menjadi
Kromosom 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0
1
Kromosom 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0
2
Populasi
Kromosom 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
3
Kromosom 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
4
4. Metodologi
Pertama yaitu melihat stasioneritas terhadap varians yang dapat dilihat pada gambar
berikut :
300000
40000
250000
37500
35000 Limit
200000
-5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 Jan Jul Jan Jul Jan Jul Jan Jul Jan Jul Jan
Lambda Month
(a) (b)
Gambar 5.1.(a). Melihat Stasioneritas terhadap Varians. (b). Melihat Stasioneritas
terhadap Rata-rata.
Pada gambar 5.1.(a) diatas terlihat bahwa nilai Lambda terletak antara -2,03 dan 1,14
yang berarti bahwa data tersebut sudah statsioner terhadap varians. Sehingga tidak
perlu dilakukan transformasi terhadap data. Kemudian yang berikutnya yaitu melihat
stasioneritas terhadap rata-rata dengan melihat plot data deret waktu pada gambar
5.1.(b).
Pada gambar tersebut terlihat bahwa data tersebut tidak stasioner terhadap rata-rata,
sehingga perlu dilakukan proses differencing 1 dan 12 terhadap data.
Plot ACF dan plot PACF data deret waktu setelah dilakukan proses differencing
yaitu sebagai berikut :
1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Partial Autocorrelation
0.4 0.4
Autocorrelation
0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Lag Lag
(a) (b)
Gambar 5.2.(a). Plot Partial Autocorrelation Function. (b). Plot Autocorrelation
Function.
Berdasarkan plot ACF dan plot PACF diatas, maka model yang terbaik dengan
metode Correlogram adalah model ARIMA (2,1,0)(1,1,1)12, sedangkan jika
menggunakan metode Algoritma Genetika, maka model terbaiknya setelah dilakukan
12 generasi adalah SARIMA(0,1,1)(1,1,[3,4])12. Setelah menghitung kriteria
pemilihan model terbaik, maka perbandingannya adalah sebagai berikut:
ARIMA(2,1,0)(2,1,1)12 505875660
ARIMA(2,1,0)(2,1,0)12 576576870
ARIMA(2,1,0)(1,1,1)12 470685810
ARIMA(2,1,1)(1,1,1)12 526676055
ARIMA(0,1,1)(1,1,[3,4])12 458875974
ARIMA(1,1,0)(0,1,[1,3,4,5])12 502443463
ARIMA(0,1,[1,3,5])(0,1,0)12 467770803
ARIMA(0,1,3)(0,1,0)12 459528628
Kemudian hasil dari uji white noise menunjukkan bahwa asumsi tidak ada
autokorelasi pada error di semua lag bisa dipenuhi, sehingga model identifikasi
menggunakan Algoritma Genetika sesuai untuk data tersebut. Hasil uji asumsi error
dengan uji white noise adalah sebagai berikut:
Lag 12 24 36 48
Chi-Square 4.5 16.5 24.2 57.8
DF 8 20 32 44
P-Value 0.811 0.685 0.835 0.079
Terlihat diatas bahwa nilai P-value semuanya diatas 0,05 yang menunjukkan bahwa
asumsi tidak ada korelasi antar error sudah terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Box, G.E.P., Jenkins, G.M., dan Reissel, G.C., 1994. Time Series Analysis Forecasting
and Control, edisi ketiga. Englewood Cliffs : Prentice Hall.
Badan Pusat Statistik, 2004 – 2010, Indikator Ekonomi, Buletin Statistik Bulanan,
Jakarta
Chan, W.S, 1999, A comparison of some of pattern identification methods for order
determination of mixed ARMA models, Statistics & Probability Letters 42 (1)
69–79.
Chatfield, C, 2000, Time-Series Forecasting, Chapman &C Hall/CRC
Chen, B.S., Lee, B.K., Peng, S.C., 2002, Maximum Likelihood Parameter Estimation of
F-ARIMA Processes Using the Genetic Algorithm in the Frequency Domain,
IEEE Transaction on Signal Processing, vol. 50
Gen, M., dan Cheng, R., 2000. Genetic Algorithms and Engineering Optimization, John
Wiley & Son Inc, Canada.
Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan McGee, V.E., 1999. Metode dan Aplikasi
Peramalan, Jilid 1 Edisi Kedua, Terjemahan Ir. Hari Suminto, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Ong, C.S., Huang, J.J., dan Tzeng G.H., 2005. Model identification of ARIMA family
using genetic algorithms, Journal Applied Mathematics and Computation, 164,
885-912
Palit, A.K., Popovic, D., 2005, Computational Intelligence in Time Series Forecasting,
Theory and Engineering Applications, Springer, Berlin Heidelberg New York
Sivanandam, S.N., Deepa, S.N., 2008, Introduction to Genetic Algorithms, With 193
Figures and 13 Tables, Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Wei, W.W.S., 1990. Time Series Univariate and Multivariate Methods, Addison
Wesley Publishing Company Inc, Canada.
Wu, B., Chang, C.L., 2002, Using Genetic Algorithms to Parameter (d, r) Estimation
for Threshold Autoregressive Models, Journal Computational Statistics and Data
Analysis, 38, 315 – 330.
(S.5)
SIMULASI PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA DENGAN ASUMSI TFR
NAIK DAN TURUN
Yayat Karyana
ABSTRAK
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk dari tahun 1961 sampai dengan tahun 2005, jumlah
penduduk bertamah terus dan berdasarkan hasil SUPAS 2005 penduduk Indonesia
mencapai 219,20 juta orang, namun angka pertumbuhan penduduk mengalami
penurunan dari 2,34 % pada periode 1961-1971 menjadi 1,30 % per tahun pada periode
1990-2000. Turunya angka pertumbuhan tersebut salah satunya disebakan ada
penurunan TFR (Total Fertility Rate). TFR turun dari 5,6 pada tahun 1970 menjadi
2,26 pada tahun 2005 (BPS, 2006b). Namun sekarang perhatian berbagai pihak terhadap
program BKKBN sudah mulai memudar. Sehingga memungkinkan TFR naik lagi.
Karena itu dalam makalah ini akan dibuat simulasi proyeksi penduduk Indonesia
dengan asumsi TFR naik 5 % dan turun 5 % setiap periode proyeksi. Proyeksi
penduduk Indonesia ini akan dibuat sampai tahun 2060 menggunakan Metode
Komponen.
Kata Kunci : TFR, Proyeksi Penduduk, Metode Komponen.
1.Pendahuluan
Pada tanggal 29 Juni 1970, saat program Keluarga Berencana (KB) dicanangkan
sebagai Program Nasional, Program KB Nasional mempunyai 2 tujuan, yaitu
menurunkan Total Fertility Rate (TFR) dan melembagakan/membudayakan Norma
Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). TFR pada tahun 1970 sebesar
5,6, diharapkan pada tahun 2000 turun 50 % menjadi sebnesar 2,8 yang artinya pada
tahun 2000 setiap wanita usia subur rata-rata melahirkan antara 2 sampai 3 orang bayi.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP 2000) ternyata tujuan pertama telah
tercapai bahkan dapat melampauinya, dan berdasarkan hasil SUPAS 2005 TFR turun
menjadi 2,26 (BPS, 2006 b). Penurunan TFR ini berdampak pada laju pertumbuhan
penduduk (LPP). LPP Indonesia periode tahun 1971-1980 sebesar 3,2 % pertahun
turun menjadi 1,97 % pertahun pada periode 1980-1990 dan menjadi 1,5 % pertahun
pada periode 1990-2000. Meskipun LPP Indonesia terus turun namun jumlah penduduk
Indonesia masih terus bertambah. Berdasarkan SP 1980, SP 1990, SP 2000, dan
SUPAS 2005 penduduk Indonesia berturut-turut adalah 146,77 juta, 179,25 juta,
206,26juta dan 219,20 juta ( BPS, 2006 a).
pemerintah . Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di akhir
Januari 2007 dalam pidato tahunan.
Dengan berbagai kendala seperti diutarakan diatas, mungkin TFR akan naik lagi, yang
disusul juga dengan kenaikan LPP Indonesia, yang makin meningkatkan juga
pertambahan jumlah penduduk Indonesia dan makin memberatkan tugas-tugas
pemerintah untuk membiayai pembangunan. Karena itu apabila TFR terus naik, perlu
dicari konsekuensinya yaitu berapakah proyeksi jumlah penduduk Indonesia di masa
depan. Namun demikian masih adanya perhatian terhadap perkembangan TFR dan
apabila berhasil bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk Indonesia.
Karena beberapa hal tersebut maka akan dicoba sesuah simulasi proyeksi penduduk
menggunakan metode komponen dengan asumsi TFR naik dan turun.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Salah satu metode proyeksi penduduk adalah Metode Komponen. Pada metode tersebut
diperlukan asumsi-asumsi pertilitas, mortalitas dan mobilitas. Asumsi fertilitas yang
digunakan adalah ASFR (Age Specific Fertility Rate )dan TFR Total Fertility Rate),
sedangkan untuk mortalitas adalah Rasio Masih Hidup (RMH) sesuai tingkat kematian,
dan untuk mobilitas adalah ASNMR (Age Specific Migra-Production Rate) semua
asumsi tersebut biasanya berbeda untuk setiap periode proyeksi.
Dx=P(x,a) Sx
(2)
NM(x)= ASOMR(x) – ASIMR(x) P(x,a)
(3)
ASOMR(x) adalah Age Specific Out-Migration Rate per orang
ASIMR(x) adalah Age Specific In-Migration Rate per orang
n =5 , untuk proyeksi penduduk dalam kelompok umur
Sx diambil dari Table Kematian (Sinha, 1972)
x = umur
Khusus untuk x = 0 tahun, proyeksi penduduk berumur 0 tahun yaitu P(0) didapat dari
banyaknya kelahiran selama periode proyeksi, yang didapat dari
P(0) =( ASFRx Pf x) S0 (4)
dengan :
ASFRx adalah Age Specific Fertility Rate atau Angka Kelahiran per
wanita umur 15-49 tahun
Pfx adalah banyak penduduk yang berumur 15 – 49 tahun
S0 adalah rasio masih hidup bayi yang baru lahir, yang didapat dari
asumsi tingkat kematian yang menggunakan level tabel kematian
Jika dipisahkan proyeksi bayi laki-laki dan perempuan, maka untuk bayi perempuan :
Pf(0) = P(0) 100/(100+SR) (5)
dan untuk bayi laki-laki adalah :
Pm(0) = P(90) SR/(100+SR) (6)
SR adalah sex ratio at birth
Untuk Metoda Komponen diperlukan :
1) Data penduduk pada tahun dasar menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Data
penduduk pada tahun dasar biasanya digunakan hasil Sensus Penduduk (SP) atau
hasil Survey Antar Sensus (SUPAS), dan data tersebut sudah dilakukan prorating
2) Tingkat kematian atau level of mortality (level tabel kematian)
3) Asumsi pola fertilitas yaitu ASFR (Age Specific Fertility Rate)
4) Rasio Jenis Kelamin saat lahir (sex ratio at birth)
5) Asumsi pola migrasi, dan di sini diperlukan ASOMR dan ASIMR
Dengan asumsi TFR turunpun, penduduk Indonesia masih bertambah. Apalagi jika
TFR tiap tahun mengalami kenaikan, maka pertambahan penduduknya akan makin
pesat. Pada makalah ini akan dibuat simulasi proyeksi penduduk di mana fertilitas atau
TFR tiap tahun mengalami kenaikan dan penurunan.
Pada simulasi proyeksi penduduk ini akan menggunakan Metoda Komponen. Hal ini
dilakukan karena salah satu asumsi yang digunakan yaitu fertilitas diasumsikan naik
dan turun, sedangkan asumsi moralitas diasumsikan mengikuti trend sebelum periode
proyeksi.
3.1 Bahan
Bahan dalam penelitian ini yang diperlukan untuk proyeksi tersebut adalah :
1. Jumlah penduduk Indonesia tahun 1985 samapi tahun 2005,
2. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2005
3. Level Mortalitas Penduduk Indonesia tahun 1985-2005
4. TFR penduduk Indonesia tahun 1985-2005
3.2 Metode
Untuk memdapatkan proyeksi penduduk Indonesia sampai tahun 2060 diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1). Cari model trend level mortalitas tahun 1985 samapi tahun 2005, dan hitung
angka pertumbuhannya.
2). Buat proyeksi level mortalitas tahun 2010-2060 menggunakan hasil 1) dan buat
asumsinya.
3). Cari model trend level fertilitas tahun 1985 sampai tahun 2005, dan hitung angka
pertumbuhannya.
4). Buat prroyeksi level fertilitas tahun 2010-2060 dengan memperhatikan hasil 3)
dan dengan asumsi fertilitas naik, dan asumsi fertilitas turun.
5). Buat proyeksi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dengan
Metoda Komponen mengunakan rumus Persamaan (6) sampai Persamaan (11)
tahun 2010-2060
Dengan asumsi :1) Level mortalitas sesuai trend yang terjadi hasil pada 2)
2) Fertilitas naik atau TFR naik 5 % setiap periode hasil pada 4)
3) Fertilitas turun atau TFR turun 5 % setiap periode.
1) Hitung jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2015, 2015-2020, 2020-2025,
2025-2030, 2030-2035, 2035-2040, 2040-2045, dan 2055-2060,
2) Hitung Laju pertumbuhan penduduk (LPP) dari tahun 2010-2015, 2015-2020,
2020-2025, 2025-2030, 2030-2035, 2035-2040, 2040-2045, dan 2055-2060
berdasarkan hasil pada 5)
Pada simulasi proyeksi ini asumsi TFR sama seperti pada tahun 2005, hasilnya adalah
jumlah penduduk terus bertambah dan pada tahun 2060 terdapat 320 juta orang atau
bertambah 50 % dari tahun 2005, sedangkan jumlah bayi sebanyak 23,5 juta orang atau
bertambah 20 % dari tahun 2005. Proyeksi ini sangat mungkin tidak terjadi karena pada
kenyataannya TFR masih berubah, seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA
THN 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060 PBD
PDK 213 227 240 253 265 276 284 293 300 307 314 320 1,5
BAYI 19,1 20,4 21,0 21,7 21,7 21,6 21,7 22,2 22,6 22,9 23,2 23,5 1,2
TFR 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 1,0
TKP 17,1 18,1 19,2 20,3 21,2 22,0 22,7 23,4 24,0 24,5 25,1 25,6 8%
Tabel 4.2
PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA
DENGAN ASUMSI TFR NAIK 5 % TIAP PERIODE
THN 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060 PBD
PDK 213 228 243 260 277 293 310 330 353 378 410 447 2,1
BAYI 19,1 21,5 23,2 25,1 26,4 27,9 30,2 33,7 37,7 42,3 47,6 54,3 2,8
TFR 2,3 2,3 2,5 2,6 2,8 2,9 3,0 3,2 3,3 3,5 3,7 3,9 1,7
TKP 17,1 18,2 19,5 20,8 22,1 23,4 24,8 26,4 28,2 30,3 32,8 35,8 8 %
Pada simulasi proyeksi ini asumsi TFR turun 5 % setiap periode proyeksi, hasilnya
adalah jumlah penduduk masih terus bertambah dan pada tahun 2060 terdapat 246 juta
orang atau hanya bertambah 20 % dari tahun 2005, sedangkan jumlah bayi sebanyak
9,9 juta orang atau turun 50 % dari tahun 2005, seperti pada Tabel 4.3
Tabel 4.3
PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA
THN 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060 PBD
PDK 213 226 237 247 255 260 262 263 262 258 253 246 1,2
BAYI 19,1 19,4 19,0 18,6 17,6 16,5 15,3 14,3 13,3 12,1 11,0 9,9 0,5
TFR 2,3 2,3 2,0 1,9 1,8 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,4 1,3 0,6
TKP 17,1 18,1 19,0 19,8 20,4 20,8 21,0 21,1 20,9 20,6 20,2 19,6 8 %
5.1 Kesimpulan
Dengan asumsi fertilitas naik 5 % setiap periode proyeksi atau setiap 5 tahun, maka
penduduk Indonesia pada tahun 2060 naik menjadi 2 kali lipat penduduk tahun 2005,
atau sebanyak 447 juta orang, sedangkan apabila fertilitas turun 5 % setiap periode
proyeksi maka penduduk Indonesia naik menjadi 1,2 kali lipat atau sebanyak 246 juta
orang.
5.2 Saran
Agar supaya proyeksi penduduk terjadi sesuai yang diharapkan, maka disarankan
untuk menata ulang kebijakan tentang BKKBN sekarang , termasuk penataan ulang
program dan pengagaran, dan semua pihak diharapkan dapat membantu program
pemerintah pusat dan daerah sehingga penduduk dapat tumbuh seimbang dan dapat
dipenuhi segala kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
___. 2002. Proyeksi Penduduk Indonesia per Propinsi menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin 2000-2010.
Kalla, Yusuf. 2007. BKKBN Tidak Bisa Menempatkan Kebijakan Yang Sama. Suara
Pembaharuan, edisi 7 Pebruari 2007.
Sinha U.P., Complite Life Table Based on Coale and Demeny Model (West) Life
Table, Bombay, 1972
United Nations. 1952. Methods for Population Projection by Sex and Age. Manual III,
Population Studies No : 25 U.N., Departement of Economic and Social Affairs,
New York.
(S.6)
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS DENGAN
SKAFFOLDING
(Sebuah Kaus di Kelas Akselerasi SMPN 3 Malang)
Turmudi
Dosen Matematika di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang sedang mengikuti
Program Pendidikan Doktor Falsafah Matematik di Universitas Pendidikan Sultan Idris
Malaysia Angkatan Tahun 2009.
ABSTRAK
Salah satu cara di mana peran guru telah dikonseptualisasikan adalah melalui
penggunaan metafora scaffolding yang pertama kali istilah itu digunakan oleh Wood
dkk (1976) untuk mengeksplorasi sifat interaksi orang dewasa dalam belajar anak-anak,
khususnya dukungan bahwa orang dewasa menyediakan membantu anak untuk belajar
bagaimana melakukan tugas yang tidak dapat dikuasai sendiri.
Kajian ini merupakan studi kasus yang membahas penerapan scaffolding untuk
peningkatan Pembelajaran matematika di kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Studi kasus ini mengambil subjek Guru Matematika di suatu SMP negeri di Malang
yang menyelenggarakan program akselerasi.
Menurut teori yang diajukan Vygotsky bahwa proses belajar terjadi ketika anak
masih berada pada jangkauan ZPD mereka. Dalam tingkat ZPD, anak mempunyai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya
yang lebih mampu (Sheffer, 1996). Bantuan siswa dalam belajar itu dikenalkan oleh
Vygotsky (1978) sebagai scaffolding, yang berarti memberikan kepada seorang anak
sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mampu mengerjakan
sendiri. Pengertian itu juga sejalan dengan yang dikemukakan Wood dkk., bahwa
„scaffolding‟ merefleksikan cara orang dewasa membantu siswa ketika dia belajar dan
pada akhirnya melepasnya ketika dia sudah bisa mandiri (Wood, Bruner, & Ross, 1976).
Para pakar dan praktisi pendidikan telah aktif terlibat dalam penelitian tentang
pendidikan matematika. Temuannya telah banyak diadops dan digunakan dalam
menentukan kebijakan yang membantu pengajaran matematika yang efektif.
Diharapkan bahwa para siswa akan terlibat dalam pembelajaran lebih bermakna dan
berbagai keterampilan berfikir siswa.
dan menerapkannya pada jangkauan terbatas dari situasi buku teks dan tes, tetapi ketika
dihadapkan dengan masalah baru, menunjukkan bahwa mereka jauh dari sudah
mengerti konsep-konsep yang relevan dan hubungan konseptual.
simbol matematika yang diset dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-
hari (TIMMS,203). Ini berarti bahwa siswa Indonesia kelas delapan dianggap kurang
atau tidak memiliki pemahaman matematika, kompetensi strategis, dan keterampilan
penalaran yang memadai untuk matematika.
Agar guru bisa mengajar di lingkungan sekolah yang terus berubah, tentunya
mereka harus mampu menyesuaikan pengetahuan dan keterampilan pada situasi kelas
tertentu dan untuk anak tertentu. Ini berarti bahwa guru harus mampu merenungkan dan
memikirkan praktik mengajar mereka secara kritis dan kreatif. Selanjutnya guru dapat
menyesuaikan peran mereka, yang tidak lagi pemegang penuh otoritas kelas seperti
yang terjadi pada kelas tradisional tetapi lebih berperan sebagai pembimbing belajar dan
pemantau kemajuan pencapaian siswa.
Salah satu cara di mana peran guru telah dikonseptualisasikan adalah melalui
penggunaan metafora scaffolding yang pertama kali digunakan oleh Wood dkk (1976)
untuk mengeksplorasi sifat interaksi orang dewasa dalam belajar anak-anak, khususnya
dukungan bahwa orang dewasa menyediakan dalam membantu anak untuk belajar
bagaimana melakukan tugas yang tidak dapat dikuasai sendiri.
Piaget menduga bahwa skema manusia beroperasi sejak mereka dilahirkan, yang
disebut refleks, yang mengendalikan perilaku kebanyakan binatang sepanjang hidup
mereka. Berbeda dengan binatang, manusia sebaliknya, mereka beradaptasi dengan
lingkungan mereka dengan mengganti refleks mereka dengan skema yang dibangun
melalui dunia dengan kedua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
adalah suatu proses dimana pengetahuan dibangun dan diuji secara kontinu.
Pengetahuan mereka harus diuji kebenarannya oleh dunia luar individu atau grup sosial
untuk selajutnya diterima sebagai pengetahuan mereka bersama. Hal ini sejalan dengan
yang disampaikan Ernest (1991) bahwa konstruktivisme merupakan proses sosial antar
pribadi yang diperlukan untuk mengubah pengetahuan matematika subyektif individual
menjadi pengetahuan matematika objektif. Dan objektivitas itu sendiri dipahami sebagai
sosial artinya menjadi pengetahuan yang objektif jika sudah ada pengujian dan
penerimaan secara sosial (social accepted).
Ada dua point penting yang dapat di ambil dari teori Vygostsky, yaitu : (1) fungsi
dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai dari proses pencandraan
terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan. (2)
tentang Zona of Proximal Development (ZPD). Guru sebagai mediator memiliki peran
mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian dan kompetensi. (Dixon-Kraus, 1996:8). Dengan demikian dalam pandangan
Vygotsky bahwa pembelajaran merupakan aspek sosiokultural, yaitu proses yang
menekankan pada aspek interkasi sosial masing-masing individu dalam budaya mereka.
Disamping itu menurut Vygostky bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum diperlajari namun tugas tugas itu masih dalam
jangkauan kemampuannya atau disebut bahwa tugas-tugas itu berada dalam Zona of
Proximal Development mereka. Zona of Proximal Development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial, yaitu
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya
yang lebih mampu (Sheffer, 1996).
Teori Vygotsky pada prinsipnya berbeda karakteristik dengan teori Piaget. Jika
teori Piaget lebih bersifat internal individual, secara jelas bahwa teori Vygotsky bersifat
eksternal, karena Vygotsky lebih menekankan pada faktor luar dalam proses
pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa pengetahuan dibangun siswa dalam konteks
budaya dan atas interaksinya dengan teman teman sebaya. Menurut dia bahwa
pengetahuan tidak bisa dibangun tanpa interaksi sosial.
Bantuan siswa dalam belajar itu dikenalkan oleh Vygotsky sebagai scaffolding,
yang berarti memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah mampu mengerjakan sendiri (Vygotsky, 1978:5). Pengertian itu juga sejalan
dengan yang dikemukakan Wood dkk., bahwa „scaffolding‟ merefleksikan cara orang
dewasa membantu siswa ketika dia belajar dan pada akhirnya melepasnya ketika dia
sudah bisa mandiri (Wood, Bruner, & Ross, 1976). Demikian juga Tharpe dan
Gallimore (1988) menggunakan istilah „assited learning‟ (belajar berbantuan) untuk
mengembangkan pengelompokan interaksi orang dewasa.
Hal ini konsisten dengan gagasan Vygotsky (1978) tentang Zona Proksimal
Development (ZPD) yang menunjukkan hubungan terbalik antara dukungan guru dan
kemandirian siswa. Siswa yang lebih tergantung pada dukungan guru mungkin
diharapkan akan bekerja di marjin (batas) ZPD mereka, membutuhkan guru untuk
model, prompt, mendemonstrasikan, atau melatih, untuk memperoleh pemahaman dan
wawasan baru. Sedangkan siswa yang kurang tergantung pada dukungan guru mungkin
diharapkan akan berjalan dengan baik di dalam ZPD mereka, yang memerlukan sedikit
atau tidak ada intervensi dari guru, dan mengakses berbagai strategi metakognitif yang
tepat untuk memonitor belajar mereka sendiri. Dalam hal ini, serangkaian tindakan guru
yang berbeda mungkin akan diperlukan, untuk contoh, refleksi, mengenalkan, menarik
dan mendengarkan.
Pada masa lampau ketika pembelajaran lebih terfokus pada guru, proses
pengajaran matematika dipandang sebagai prosedur yang standar dengan berlatih dan
berhitung. Beberapa pengajaran hanya menggunakan alat bantu yang minim, seperti
buku buku latihan yang sengaja dibuat dan dinilai hanya dengan penjelasan guru. Ketika
metafor pembelajaran mengarah pada kontruktivistik peran guru lebih meningkat dalam
upaya meningkatkan pembelajaran yang lebih bermakna , dengan mengoptimalkan
bantuan siswa dalam belajar mereka. Scaffolding tidak dimaknai dalam konteks yang
sempit seperti alat bantu mengajar yang digunakan guru, tetapi lebih dari itu. Segala
aspek yang mempengaruhi interaksi siswa di dalam lingkungan belajarnya dapat
dimanfaatkan sebagai scaffolding untuk mecapai pemahaman yang lebih valid tentang
matematika.
Dalam kajian ini digunakan level-level scaffolding yang diajukan oleh Angghileri
(2006), yang membedakan tiga level dukungan guru. Level 1 scaffolding cenderung
untuk merujuk kepada petunjuk (promt) dan rangsangan yang ada di lingkungan, baik
sebagai hasil dari perencanaan yang sadar atau secara tidak sengaja (default), yang
melayani untuk mendukung belajar siswa dalam matematika. Ini mungkin mengambil
bentuk generalisasi poster rekaman atau pengamatan kunci dari pelajaran masa lalu,
pilihan hati-hati, permainan mengoreksi diri, melibatkan tugas atau teka-teki, bahan /
manipulatif, dan / atau alat matematis. Dalam hal ini, keterlibatan langsung guru
mungkin rendah tetapi tingkat dukungan yang bisa digambarkan sebagai tinggi
tergantung pada pemikiran dan usaha dikeluarkan oleh guru dalam menentukan yang
menampilkan, tugas, dan materi akan tersedia.
Level 2 scaffolding melibatkan interaksi langsung antara guru dan siswa secara
khusus difokuskan pada tugas di tangan. Strategi tersebut bervariasi dari instruksi
langsung - menunjukkan dan memberitahu - untuk membuat makna yang lebih
kolaboratif ". Scaffold pada tingkat ini, menurut Anghileri, termasuk jenis pola interaksi
umum ditemukan di pendekatan 'tradisional', yaitu, dimana guru tetap mempertahankan
kontrol, struktur percakapan, menguraikan, dan menjelaskan. Namun, mereka juga
mencakup dua kategori praktek yang melibatkan siswa secara langsung di kegiatan
awal, yaitu, meninjau dan restrukturisasi.
Hal ini secara tidak langsung didukung oleh Turner et al., (1998) yang
membandingkan keterlibatan tinggi dan rendah oleh para guru, dan melaporkan bahwa
tekanan lebih tinggi untuk pemahaman - ditandai dengan penentuan guru untuk tetap
bekerja dengan siswa sampai mereka menghargai koneksi yang relevan, aplikasi,
generalisasi dan perluasan - dikaitkan dengan keterlibatan yang lebih besar dari siswa di
kelas matematika.
LEVEL 1
Environmental Provisions
Artefacts Classroom
LEVEL 3
Strategi
Peer Guru pada Pembelajaran denganand
squencing Scaffolding di Kelas.structured
collaboration pacing
Menurut Anghileri (2006), dukungan tasks
guru tampaknya dikonseptualisasikan
dengan cara yang berbeda baik dalam pendekatan pengajaran maupun literatur kognisi,
terletak pada pengakuan peserta didik ke dalam praktik sosial-budaya tertentu. Praktik
dijelaskan dalam Level 2 dan 3 dari kerangka Anghileri cenderung lebih terfokus secara
emotif feetback self correcting
khusus pada pola interaksi yang berbeda secara kualitatif. Hal ini mungkin tidak
mengherankan mengingat keragaman praktek tasksyang dianut oleh matematika sekolah, tapi
menawarkan lain, mungkin lebih berguna, cara berbicara tentang sifat peran guru dalam
membentuk komunikasi kelas dan budaya.
Wood (1994,1996) telah menulis secara luas tentang funnelling dan focussing
pada 'pola interaksi' yang diamati di Tahun 2 kelas matematika. Dia membuat titik
bahwa pola interaksi alternatif untuk interaksi IRF tradisional. Keduanya beroperasi
untuk meningkatkan bukan kendala belajar siswa dan "melayani niat sentral guru
berusaha untuk menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa untuk
membangun makna matematika untuk diri mereka sendiri" (Wood, 1994, p.159).
Pola funnel secara umum dapat digambarkan sebagai interaksi di mana guru
menciptakan serangkaian pertanyaan yang bertindak untuk terus mempersempit
kemungkinan siswa sampai mereka tiba pada jawaban yang benar. Dalam situasi ini,
guru mengakui bahwa siswa tidak mampu merespons dengan tepat dengan jawaban
yang benar, dan karena itu mencoba untuk menawarkan pedoman pertanyaan untuk
tujuan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah. Bentuk pertukaran selalu
berakhir dengan sebuah solusi untuk masalah yang dihadapi.
Pola focus juga dapat digambarkan sebagai suatu situasi di mana aspek-aspek
penting untuk memecahkan masalah dibawa kedepan. Selain itu, pola interaksi ini dapat
digambarkan sebagai salah satu yang pertanyaan guru bertindak untuk menunjukkan
kepada anak fitur penting dari masalah yang belum dipahami. Dalam interaksi tertentu,
siswa selalu memiliki beberapa aspek masalah masih harus diselesaikan. (Wood, 1994,
hal. 159-160).
Dengan penekanan pada interaksi kelas, dalam kajian ini, gagasan tentang
pendekatan pembelajaran merujuk pada tindakan komunikatif guru dalam upaya
mereka menscaffolding belajar siswa belajar di kelas matematika.
1. Penyediaan lingkungan
2. Discussing, Reviewing, dan excavating (penggalian)
3. Tunjukkan pada saya / meyakinkan saya / bertanya/ Focussing
DAFTAR PUSTAKA
Brown, J., Collins, A., & Duguid, P.1989. Situated Cognition and the Culture of
Learning. Educational Researcher, 18, 32-42.
Slavin, R.E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn &
Bacon.
Stone, A. (1998). the metaphor of scaffolding: its utility for the field of learning
disabilities. Journal of Learning Disabilities, Vol 3, No 4.
Tharpe, R. & Gallimore, R. (1988). Rousing minds to life: Teaching, learning , and
schooling in social context. Cambridge: Cambridge University Press.
Turner, J., Meyer, D. Cox, K. diCintio, & Thomas, C. (1998). Creating contexts for
involvement in mathematics. Journal of Educational Psychology, 90, 730-745.
Wood, T., Bruner, J. & Ross,G. (1976). The role of tutoring in problem solving. Journal
of Child Psychology and Psychiatry. 17, 89-100.
(S.7)
SOP METODE PENGAWASAN INTERNAL BANK DATA ZNT/NIR SPPT
BUKU IV DAN V
Drs.Yuyun Hidayat, MSIE
Ketua Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Statistka Terapan Unpad.
ABSTRAK
Penelitian ini focus pada pengembangan Standard Operating Procedure [SOP
]pengawasan internal bank data ZNT/NIR SPPT buku IV dan V Pajak bumi dan
Bangunan.Pemicu dari pengembangan ini adalah pendaerahan Pajak Bumi dan
Bangunan pada awal tahun 2014 dan fakta bahwa dari 196 SOP yang dioperasikan KPP
Pratama tidak ditemukan SOP tentang Pengawasan berbasis kasus spesifik Bank Data
ZNT/SPPT Buku IV dan V aktivitas pemungutan PBB.Kajain diarahkan pada 23 SOP
yang sangat correlated dengan aktivitas PBB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23
SOP PBB di KPP Pratama Kota Bandung mengandung 5 kesalahan Procedural yaitu
kesalahan unknown, Ambiguous, Incomplete, Loop holes, dan Inconsistent. Peneliti
telah merokemendasikan perbaikan pada 8 SOP.Telah dikembangkan SOP pengawasan
Bank Data ZNT/NIR SPPT Buku IV dan V PBB, SOP Pengawasan yang
dikembangkan melibatkan 22 kali pengawasan pertahun dengan level inspeksi General
Ispection Levels III, SOP Pengawasan yang dikembangkan terbukti feasible secara
analitik pada kondisi tertentu dengan BCR minimal 1.2 dan ROI maksimal 6 tahun ,
SOP Pengawasan yang dikembangkan memili kelemahan yaitu tidak melakukan quality
control terhadap pengawas, dengan kata lain tidak ada pengawasan untuk pengawas.Ada
4 kasus lain yang berhasil diidentifikasi pada Field Analysis tetapi belum ditangani.
KEY WRODS: SOP,ZNT/NIR SPPT buku IV dan V, BCR, ROI, Sampling
Inspection Procedure, Sampling Procedure Military Standard 105D General level
Inspection III, Procedural Analysis, Conformity Analysis, Sensitivity Analysis.
I. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
a. Hal paling baru dari UU No. 28 Tahun 2009 adalah beralihnya Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan [BPHTB] dan Pajak Bumi dan
Bangunan [PBB] menjadi pajak daerah
b. Dispenda Kota Bandung perlu menyiapkan berbagai aspek diantaranya Basis
Data Objek dan Subjek PBB, Peta Blok ZNT dan Aplikasi SISMIOP.
c. Dispenda Kota Bandung harus memahami aspek legal dan Standard
Operating Procedure [SOP] pemungutan PBB yang diterapkan di Direktorat
Jenderal Pajak [DJP].
d. Dari 196 SOP, tidak ditemukan SOP tentang Pengawasan aktivitas
pemungutan PBB.
e. Perlu dibuat SOP Pengawasan aktivitas pemungutan PBB.
2. TUJUAN
a. Mengidentifikasi fakta ilmiah yang komprehensif mengenai daftar kesenjangan
dalam pengelolaan PBB dengan fokus sistem pengawasan internal terhadap
aktivitas pemungutan PBB.
II.FIELD ANALYSIS
Kerangka kerja dari Field Analysis adalah sebagai berikut:
Output dari delapan langkah di atas adalah kasus hipotetis sebagaimana disajikan pada
table di bawah ini:
Kasus hipotetis
No Kasus Kode Seksi
SOP
1 Pelaksana Seksi Pelayanan tidak menatausahakan STTS buku KPP30- Pelayanan
I,II,III dan atau tidak menyerahkan STTS buku IV dan V kepada 0014
Account Representative
2 Kepala Seksi Pelayanan tidak menyerahkan SPPT tepat waktu KPP30-
kepada kepala kantor 0014
3 Account Representative menyerahkan STTS tidak secara KPP30-
langsung kepada WP 0014
4 Kepala Seksi Ekstensifikasi tidak memberikan disposisi pada KPP60- Ekstensifikasi
waktunya kepada Pelaksana untuk menyusun konsep surat tugas 0009
kepada Pejabat Fungsional
5 Pelaksana Seksi Ekstensifikasi tidak menyerahkan konsep surat KPP60-
tugas Pembentukan/Penyempurnaan ZNT/NIR kepada Kepala 0009
Seksi Ekstensifikasi pada waktunya
6 Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan disposisi pada KPP60-
waktunya kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi untuk membuat 0008
konsep surat tugas untuk mengumpulkan harga upah, harga
bahan bangunan dan sewa alat dalam rangka penyusunan DBKB
7 Kepala Seksi Ekstensifikasi tidak memberikan disposisi pada KPP60-
waktunya kepada Pelaksana untuk menyusun konsep surat tugas 0008
kepada Pejabat Fungsional
8 Kepala Seksi Ekstensifikasi tidak memberikan disposisi kepada KPP60-
Pelaksana Seksi Ekstensifikasi untuk menyusun konsep Laporan 0008
Harga Upah, Harga Bahan Bangunan dan Sewa Alat pada
waktunya
Mutu kegiatan Field Analysis mempunyai signifikansi dalam menjaga agar SOP
pengawasan internal PBB yang dihasilkan tidak terjebak pada SOP pengawasan yang
dirancang berdasarkan kasus yang diperoleh secara hipotesis logis semata-mata.
Mengapa? Jika ternyata kasus tersebut tidak pernah terjadi!Atau pernah terjadi tetapi
sangat jarang dan dampak terhadap satuan moneter yang diderita organisasi sangat kecil
sehingga layak diabaikan.Organisasi akan mengeluarkan resources secara sia-sia.Untuk
keperluan tersebut diperlukan langkah berikutnya yaitu Pilot Survey.
B. Pilot Survey
Pilot survey dilaksanakan dalam format scenario wawancara terbuka customer lens.[
pertanyaan terbuka : apakah kasus-kasus besar yang memerlukan pengawasan
ketat?terjadi pada proses apa di bagian mana? Pertanyaan „bodohnya‟ adalah prosedur
mana yang sering dilanggar dan merugikan penerimaan PBB bagi Negara? ] Jika terjadi
vacuum, maka terpaksa membuka kemungkinan dengan memancing kasus sebagaimana
diproduksi oleh langkah 8 yang dikompilasi dalam table Kasus hipotetis.
III. SYNTHESIS
2. TEKNIK PEMERIKSAAN
• Memilih secara acak nomor SPPT sebanyak 5,5 % dari jumlah SPPT.
• Membandingkan Kode ZNT yang terdapat pada Bank Data dengan “Kode ZNT
seharusnya”.
• “Kode ZNT yang seharusnya” ditentukan berdasarkan sertifikat tanah objek
pajak atau berdasarkan hasil pemeriksaan fisik objek pajak.
• Melakukan pemeriksaan fisik jika sertifikat tanah tidak ada atau alamat pada
sertifikat tanah tidak sesuai dengan alamat pada Bank Data.
SKEMA PENGAWASAN
D. PEMBUATAN SOP
Berdasarkan hasil perancangan di atas kemudian dibuatlah SOP Pedngawasanya
dengan hasil sebagai berikut:
Deskripsi:
SOP ini menjelaskan penentuan waktu pengawasan, pembentukan sampel objek
yang diawasi, dan penugasan pengawas.
a. Dasar Hukum:
1. Peraturan Walikota Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran,
Pendataan, Dan Penilaian Objekdan Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan
Adalam Rangka Pembentukan Dan Atau Pemutakhiran Basis Data
Sistem Manjemen Informasi Objek Pajak.
2. Surat Edaran Walikota Tentang Tata Cara Pembentukan
/Penyempurnaan ZNT/NIR
b. Dokumen yang Digunakan:
1.Disposisi Penentuan Sampel SPPT dan Penentuan Pengawas Untuk
Pengawasan
Bank Data ZNT / NIR SPPT BUKU IV DAN V (P001-D001)
2.Daftar SPPT Buku IV dan V yang harus diperiksa (P001-D002S)
3.Daftar pengawas pemeriksa SPPT yang terdapat pada P001-D002S (P001-
D002P)
4.Surat tugas pengawasan Bank Data ZNT / NIR SPPT Buku IV dan V (P001-
D003)
5.Informasi SPPT yang terdapat pada P001-D002S (P001-D004)
c. Pihak Terkait:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
2. Kepala Seksi Pengawasan
3. Pelaksana Seksi Pengawasan
4. Tim Pengawas Pemeriksa SPPT
5. Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT
6. Kepala Seksi PDI
f. Prosedur:
1.Pada setiap hari Jum‟at Kepala Seksi Pengawasan menentukan apakah minggu
depan harus melakukan pengawasan atau tidak. Untuk menentukannya, Kepala
Seksi Pengawasan menggunakan SOP RANDOMISASI PENGAWASAN
BANK DATA ZNT / NIR SPPT BUKU IV DAN V BASIS MINGGUAN (SOP
P003). Jika tidak harus melakukan pengawasan maka proses selesai. Kepala
Seksi Pengawasan harus sudah menentukan perlu tidaknya melakukan
pengawasan selambat-lambatnya pukul 09.30 pada hari Jum‟at terakhir minggu
ini.
9.Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa isi konsep surat P001-D003. Jika
setuju dengan isi konsep surat tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menandatanganinya kemudian menyerahkannya kembali kepada Kepala Seksi
Pengawasan. Jika tidak setuju dengan isi konsep surat tersebut, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak menyerahkannya kembali kepada Kepala Seksi Pengawasan
untuk memperbaikinya. Proses kembali ke langkah 7. Paling lambat satu jam
setelah menerima konsep surat P001-D003, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
harus sudah menandatangani konsep surat tersebut.
10.Kepala Seksi Pengawasan menyerahkan surat tugas P001-D003 yang sudah
ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada Pelaksana Seksi
Pelayanan.
11.Pelaksana Seksi Pengawasan membuat salinan surat tugas P001-D003
dengan cara memfotokopinya. Pelaksana Seksi Pengawasan menyimpan surat
tugas P001-D003 asli sebagai arsip. Pelaksana Seksi Pengawasan menyerahkan
salinan surat tugas tersebut kepada setiap ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT.
12.Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT atau salah satu dari anggota Tim
Pengawas Pemeriksa SPPT mengunci Bank Data ZNT/NIR SPPT Buku IV dan
V
13.Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT yang terdapat pada dokumen P001-
D002S mencetak daftar informasi SPPT (P001-D004) dengan disaksikan oleh
Kepala Seksi PDI. Dokumen P001-D004 berisi informasi mengenai SPPT-SPPT
yang terdapat pada dokumen P001-D002S. Informasi yang dimaksud meliputi
Nomor SPPT, NPWP, Nama Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nama Objek
Pajak, Alamat Objek Pajak, dan Kode ZNT. Kepala Seksi PDI menandatangani
dokumen P001-D004. Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT memfotokopi
dokumen P001-D004 yang telah ditandatangani oleh Kepala Seksi PDI
kemudian membagikannya kepada anggota Tim Pengawas Pemeriksa SPPT
14.Tim Pengawas Pemeriksa SPPT memeriksa kebenaran informasi SPPT yang
tercantum pada dokumen P001-D004 menggunakan SOP PELAKSANAAN
PNGAWASAN BANK DATA ZNT / NIR SPPT BUKU IV DAN V (SOP
P002).
15.Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT atau salah satu dari anggota Tim
Pengawas Pemeriksa SPPT membuka kunci Bank Data ZNT/NIR SPPT Buku
IV dan V
16.Proses Selesai
d. Pihak Terkait:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
2. Tim Pengawas Pemeriksa SPPT
3. Ketua Tim Pengawas Pemeriksa SPPT
E. FEASIBILITY STUDY
Bs = ( Lo – Aql ) * P * R
Lo = ekspektasi prosentase kesalahan per tahun jika tidak dilakukan
inspeksi =10%
Aql = ekspektasi prosentase kesalahan per tahun jika dilakukan
inspeksi =5%
P = ukuran populasi [dalam kajian ini adalah total SPPT buku IV dan
V/tahun/KPP]=5768 SPPT
R = ekspektasi besar kerugian per satu kesalahan [ per SPPT/meter
persegi]
=Rp. 1814.
Berdasarkan penjelasan di atas benefit merupakan besarnya pengurangan
kerugian. Terjadi apabila system dapat menekan kerugian [kesalahan ]
sampai tingkatan AQL.
Bs / Cs > BCRs
Bs = Benefit per tahun masa stabil
Cs = Cost per tahun masa stabil
Tr = Nr / Ns
Menghitung Nr
Nr = ( Lo – Aql ) / Dlpi
Cr = Nr * ( Cpi + Cfir )
Cfpdr = Fr * Cfpd
Cfir = Ekspektasi biaya untuk menindaklanjuti hasil satu kali inspeksi masa
transisi
Cfpdr = ekspektasi biaya untuk menindaklanjuti satu kesalahan masa transisi
(Berapa kali follow up cost dari masa stabil)
Fr = Ekspektasi Rasio biaya penindaklanjutan pada masa transisi terhadap
biaya penindaklanjutan pada masa stabil.
Berdasarkan hal-hal di atas ROI dapat diperoleh seprti dilaporkan di bawah
ini:
5. Sensitivity Analysis
Sensitivity Analysis dilakukan untuk melihat apa yang terjadi jika nilai-
nilai parameter tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sensitivity
Analysis merupakan kegiatan untuk memeriksa bagaimana kalau terjadi
kesalahan pada nilai-nilai parameter Factual dan parameter
lainnya.Artinya Sensitivity Analysis berupaya untuk mengetahui keadaan
terburuk yang akan terjadi sehingga kita dapat mengantisipasinya,
dengan kata lain kita harus mempersiapkan worst case scenario.Hal ini
muncul dari kesadaran bahwa Model inspeksi yang dikembangkan
memuat error, karena model is always less complex than reality.
Bagaimana jika untuk setting parameter pada kajian Feasibility nilai m
dirubah dengan nilai m=1 ? ini merupakan kondisi ekstrim, atau kondisi
terburuk yang tidak diharapkan , tetapi kita harus mengantisipasinya,
expect the unexpected. Hasilnya adalah NS turun menjadi 11 kali
inspeksi dan ROI menjadi 10 tahun , melampaui batas kelayakan .Apa
yang harus dilakukan?Jika NS turun artinya kita harus bisa efektif
dengan jumlah inspeksi yang lebih kecil.Artinya persiapan inspeksi harus
lebih serius dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini memiliki
konsekuensi untuk meningkatkan biaya follow-up masa transisi atau Fr,
Maka Fr harus dinaikan. Di samping itu penurunan NS berarti ada
penyelamatan sebanyak 19 inspeksi dari 30 inspeksi, hal ini akan diikuti
oleh peningkatan BCR.Akan tetapi kita sudah yakin dengan BCR sebesar
1.2, maka yang harus dilakukan adalah menurunkan BCR dan Fr secara
serempak sampai batas-batas BCR dan ROI yang tolerable.Artinya jika
BCR diset sebesar satu itu tidak mungkin karena malah jadi
rugi.Ternyata berdasarkan trial and error pada model perumusan, angka
BCR yang tolerable adalah BCR=1.039 dengan maksimum Fr, biaya
follow up masa transisi maksimum sebesar 6 kali biaya follow up masa
stabil.
Kajian sensitivity analysis secara kompak disajikan pada table di bawah
ini.
Tabel .Sensitivity Analysis
Agar metoda pengawasan ini feasible, maka nilai y harus lebih besar
sama dengan 1 sehingga diperoleh pertidaksamaan
y>=1, atau
-5.945+ 6.2268 L0 -6.023 M +0.002R >1
=1814, maka jumlah SPPT yang tidak bersertifikat jangan lebih dari 48%
dari total SPPT.Artinya sebesar-besarnya M harus 48%.
V. KESIMPULAN
1. 23 SOP PBB di KPP Pratama Kota Bandung mengandung 5 kesalahan
yaitu kesalahan unknown, Ambiguous, Incomplete, Loop holes, dan
Inconsistent. 8 SOP telah diperbaiki.
2. Telah dikembangkan SOP pengawasan Bank Data ZNT/NIR SPPT Buku
IV dan V PBB.
3. SOP Pengawasan yang dikembangkan melibatkan 22 kali pengawasan
pertahun dengan level inspeksi General Ispection Levels III
4. SOP Pengawasan yang dikembangkan terbukti feasible secara analitik
pada kondisi tertentu dengan BCR minimal 1.2 dan ROI maksimal 6
tahun
5. SOP Pengawasan yang dikembangkan memili kelemahan yaitu tidak
melakukan quality control terhadap pengawas, dengan kata lain tidak ada
pengawasan untuk pengawas.
6. Ada 4 kasus lain yang berhasil diidentifikasi pada Field Analysis tetapi
belum ditangani
DAFTAR PUSTAKA
(S.8)
ANALISIS MUTU PROSES PRODUKSI PRODUK ANTASIDA DOEN DI
PT.KIMIA FARMA (PERSERO) TBK BANDUNG
Titi Purwandari
Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA UNPAD
ABSTRAK
Menilai status kendali dan kapabilitas proses produksi kadar aluminium hidroksida pada
produk Antasida Doen yang dihasilkan PT Kimia Farma (Persero) Tbk Bandung
berkaitan dengan komitmen PT Kimia Farma (Persero)Tbk dalam menjaga dan
meningkatkan mutu kadar aluminium hidroksida. Membuat batas spesifikasi baru
dengan rentang lebih ketat merupakan upaya yang hendak dilakukan untuk
meningkatkan mutu kadar aluminium hidroksida. Menggunakan data hasil pemeriksaan
Laboratorium di PT Kimia Farma (Persero)Tbk Plant Bandung mengenai kadar
aluminium hidroksida pada produk Antasida Doen,dilakukan analisis kapabilitas proses,
analisis stabilitas proses menggunakan diagram I-MR, iterasi dalam menentukan batas
spesifikasi baru, hasilnya adalah status kendali kadar aluminium hidroksida dinyatakan
terkendali secara statistis, proses yang ada telah mampu memenuhi batas spesifikasi
dengan indeks kapabilitas proses Cpk=3,05 , dan pada Cpk=1,33 dihasilkan batas
spesifikasi 185mg-215mg.
Kata Kunci : Kapabilitas Proses,Stabilitas Proses,Diagram Kendali I-MR.
1.Pendahuluan
Dalam mengendalikan mutu kadar aluminium hidroksida pada produk Antasida
Doen yang berguna untuk menetralisir asam lambung , PT.Kimia Farma (Persero) Tbk
mengacu pada syarat yang telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia yaitu antara
180,0 – 220,0 mg/tablet. Komitmen PT.Kimia Farma (Persero) Tbk untuk menjaga dan
meningkatkan mutu produk-produk yang dihasilkan mendorong peneliti untuk
mengidentifikasi bagaimana menilai status kendali dan mengukur kapabilitas proses
produksi kadar aluminium hidroksida pada produk Antasida Doen. Selain itu peneliti
juga menilai kelayakan revisi batas spesifikasi kadar aluminium hidroksida yang
lebih sempit pada produk Antasida Doen .
Melalui penelititan ini peneliti dapat memberikan rekomendasi kepada PT.Kimia Farma
(Persero) Tbk mengenai :
1. Strategi perbaikan mutu proses produksi Antasida Doen
2. Kendali mutu statistika yang tepat untuk memonitor proses produksi antasida
doen
3. Langkah strategis dalam revisi batasan spesifikasi baru kadar aluminium
hidroksida pada produk Antasida Doen dalam upaya meningkatkan mutu kadar
aluminium hidroksida pada produk Antasida Doen.
2.Tinjauan Pustaka
Keith M.Bower,M.S. menyatakan bahwa terdapat dua asumsi yang harus
diperhatikan ketika melakukan analisis kapabilitas proses, yaitu proses berdistribusi
normal dan proses berada dalam statistical control.
(1)
Tolak H0 jika AD > CV atau p-value < significance level yang digunakan
0, 752
dengan CV (critical value) =
0, 75 2, 25
1
n n2
b. Proses Berada dalam Statistical Control
Kapabilitas proses merupakan suatu prediksi sejauh mana proses dapat
memenuhi spesifikasi. Suatu proses dapat diprediksi jika kondisinya stabil (Mehernosh
Kapadia) sedangkan, suatu proses dikatakan stabil jika berada dalam statistical control.
Sesuai aturan pada buku Farmakope Indonesia dimana untuk pengujian kadar zat aktif
hanya dilakukan satu kali pada setiap batch obat. Tingkat produksi dari Antasida Doen
juga terlalu lamban sehingga kurang memungkinkan untuk terlebih dahulu
mengumpulkan sampel hingga lebih dari satu sebelum dilakukan analisis, maka jenis
diagram kendali yang digunakan pada penelitian ini yaitu diagram kendali individual
moving range. Ketika ukuran sampel pada subgroup adalah satu, maka tidak mungkin
untuk menghitung standar deviasi sampel atau range sampel. Oleh karena itu,
simpangan baku ditaksir menggunakan moving range dari dua observasi berurutan .
Nilai moving range diperoleh dengan menggunakan rumus :
MRi xi xi 1 (2)
2. Nilai rasio kapabilitas proses (Cp) akan menurun jika besar rentang spesifikasi
dipersempit atau standar deviasi proses diperbesar. Semakin kecil nilai Cp maka
semakin banyak jumlah cacat yang dihasilkan
3.Data Pengamatan
Data yang digunakan merupakan hasil pemeriksaan Laboratorium di PT Kimia
Farma (Persero)Tbk Plant Bandung mengenai kadar aluminium hidroksida pada produk
Antasida Doen.
Dari grafik di atas terlihat bahwa semua titik data berada dalam batas kendali. Hal ini
berarti bahwa proses tersebut berada dalam kondisi statistical control.
Kesimpulan
1. Status kendali proses produksi kadar aluminium hidroksida pada produk
Antasida Doen yang dihasilkan PT.Kimia Farma (Persero)Tbk dinyatakan
terkendali secara statistis dan dinyatakan stabil dalam level proses rata – rata
193,71 mg.
2. Dari hasil analisis kapabilitas proses terhadap batas spesifikasi yang ada saat ini
yaitu antara 180 mg – 220 mg ternyata proses yang ada telah mampu dalam
memenuhi batas spesifikasi tersebut.Indeks kapabiliti proses saat ini adalah
sebesar Cp =3,05.
3. Telah diperoleh batas spesifikasi yang menghasilkan nilai Cpk = 1,33 yaitu batas
spesifikasi antara 185 mg – 215 mg dengan peluang terjadinya produksi
yang keluar dari batas spesifikasi bawah (lebih kecil dari 185 mg) yaitu sebesar
33,71 produksi dalam satu juta produksi dan tidak terdapat peluang terjadinya
produksi yang keluar dari batas spesifikasi atas (lebih besar dari 215 mg).
DAFTAR PUSTAKA
Atika Nur Kusumaningtyas .2009. Penerapan Konsep Kapabilitas Proses Dalam
Perbaikan Batas Spesifikasi Kadar Alumunium Hidroksida Pada Produk Antasida
Doen,
Bower, K.M, M.S. Process Capability Using MINITAB.
Czarski,A. 2008. Estimation of Process Capability Indices in Case of Distribution
Unlike The Normal One. World Academy of Materials and Manufacturing
Engineering. International Scientific Journal.
Kapadia, M. Measuring Your Process Capability. Symphony Technologies.
Montgomery, D.C. 2002. Introduction to Statistical Quality Control. New York :
John Wiley&Sons,Inc.
Montgomery.D.C.2009.Statistical Quality Control,a modern Introduction
Arizona:John Wiley &Sons.Inc.
Romeu,J.L. Anderson Darling : A Goodness of Fit Test for Small Samples
Assumptions, Volume 10, Number 5. Selected Topics in Assurance Related
Technologies.
(D.1)
MEMBENTUK PRODUK BERKUALITAS MELALUI RANCANGAN
FRACTIONAL FACTORIAL SPLIT-PLOT TAGUCHI
ABSTRAK
Produk berkualitas merupakan produk yang memenuhi standar minimal dari kebutuhan
atau keinginan konsumen. Pada dasarnya konsumen menginginkan dan mengharapkan
produk yang secara konsisten memiliki performansi tinggi dan variasi minimal, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Proses meminimalisasi penyimpangan
suatu produk dari nilai targetnya akan meningkatkan kualitas produk tersebut. Metode
taguchi dalam rancangan Fractional Factorial Split-Plot (FFSP) mampu meningkatkan
kualitas produk dengan cara meminimumkan pengaruh faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan (noise factors) dan menentukan taraf optimal dari faktor-faktor yang dapat
dikendalikan (control factors).
A. PENDAHULUAN
untuk mencari taraf dari faktor C yang memberikan ragam minimum yang ditimbulkan
oleh faktor N (Ross 1989; Nair 1992).
RPD dengan jumlah faktor yang relatif sedikit, memungkinkan untuk melakukan
RPD dengan rancangan faktorial lengkap meskipun dengan konsekuensi penggunaan
biaya dan waktu yang relatif besar. Jika terdapat banyak faktor yang terlibat dalam
percobaan sehingga terbentur besarnya biaya dan waktu, maka RPD dapat dilakukan
dengan rancangan Fractional Factorial (FF) menjadi Fractional Factorial Robust
Parameter Design (FF RPD) (Bingham & Sitter 2003). Penggunaan rancangan FF
dalam RPD mampu mereduksi banyaknya unit percobaan yang digunakan.
Pelaksanaan percobaan di lapang, kadangkala menemui kendala teknis untuk
melakukan pengacakan lengkap jika terdapat faktor yang sulit untuk diubah taraf
kondisinya pada setiap unit percobaan yang digunakan. Rancangan Fractional Factorial
Split-Plot (FFSP) digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rancangan tipe ini
tepat digunakan untuk banyak situasi. Contohnya dalam percobaan yang pengaruh
kondisi lingkungannya (seperti suhu, kelembaban, atau tekanan udara) berpengaruh
pada respon yang diamati, hal ini sangat mahal untuk menyesuaikan faktor-faktor
tersebut dalam pabrik dan terhalang butuhnya waktu untuk merubah pengaturan
tarafnya berulang kali (Bingham & Sitter 2001).
Pada rancangan FFSP terdapat faktor-faktor yang menjadi petak utama dan
faktor-faktor yang menjadi anak petak. Masing-masing petak utama dan anak petak
dirancangan dengan rancangan FF. Seperti pada rancangan FF, tidak semua rancangan
FFSP sama, beberapa lebih baik dari yang lain. Struktur rancangan FFSP ini dapat
ditentukan dengan menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Huang et. al (1998),
selain itu dapat pula digunakan algoritma yang diperkenalkan oleh Bingham&Sitter
1999 dengan mempertimbangkan minimum-aberration dan isomorphism.
Rancangan FFSP yang berkaitan dengan faktor C dan faktor N menggunakan
rancangan RPD dalam pembentukan strukturnya, menjadi rancangan FFSP RPD. Ada
dua cara yang digunakan untuk membentuk struktur rancangan ini, yaitu cross array
dan single array. Dua kasus yang dikaji dalam rancangan FFSP RPD adalah (1) faktor
C sebagai petak utama, dan (2) faktor N sebagai petak utama. Pembentukan rancangan
FFSP RPD akan berdasarkan pada dua kasus tersebut.
Sebuah contoh kasus rancangan RPD FFSP diberikan oleh Schimidt & Launsby
(1990). Percobaan tersebut dilakukan untuk meminimalkan resiko cacat dari proses
pensolderan. Ingin diketahui setting faktor yang optimal untuk mendapatkan respon
yang robust. Faktor C yang dicobakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tabel Control Factor pada Percobaan Schimidt & Launsby (1990)
Taraf
Faktor Keterangan
rendah (-1) tinggi (1) satuan
X1 Solder temperature 480 510 °F
X2 Conveyor speed 7.2 10 feet/minute
X3 Flux density 0.9 1.0
Preheat
X4 temperature 150 200 °F
X5 Wave height 0.5 0.6 Inches
Tabel 2. Tabel Noise Factor pada Percobaan Schimidt & Launsby (1990)
Taraf
Faktor Keterangan
rendah (-1) tinggi (1) Satuan
Solder temperature
Z1 tolerance 5 -5 °F
Z3 Assembly type 1 2
Data hasil percobaan diberikan dalam bentuk cross array sebagai berikut :
Percobaan di atas merupakan percobaan RPD FFSP dengan faktor C dijadikan sebagai
faktor petak utama dan faktor N sebagai anak petak.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
D. KERANGKA KONSEPTUAL
Outer noise, yaitu noise factor penyebab keragaman yang berasal dari luar
produk, seperti suhu dan kelembaban lingkungan sekitar.
Inner noise, yaitu noise factor penyebab keragaman yang berasal dari dalam
produk, seperti faktor penyusutan.
Product noise, yaitu noise factor yang muncul dari keragaman bagian-
perbagian dalam produk (part-to-part variation).
Produk yang dihasilkan bisa jadi memiliki sensitifitas terhadap ketiga bentuk noise
tersebut secara simultan. Kualitas dari rancangan ditunjukkan oleh pengaruh
keragaman yang kecil dari outer atau inner noise, sedangkan kualitas produksi
ditunjukkan oleh keragaman yang kecil dari product noise dan menghasilkan nilai
produk yang dekat dengan nilai target.
Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk robust terhadap noise, karena
itu sering disebut sebagai Robust Design. Definisi kualitas menurut Taguchi adalah
kerugian yang diterima oleh masyarakat akibat penyimpangan nilai produk dari nilai
targetnya. Filosofi Taguchi terhadap kualitas terdiri dari tiga buah konsep, yaitu:
Shina (2003) dan Ross (1989) menyebutkan dua strategi yang digunakan untuk
mereduksi keragaman produksi, yaitu :
L( y ) k[ S y2 ( y m) 2 ]
dengan k adalah konstanta, S y2 merupakan ragam yang akan direduksi pada tahap off-
line control dan y merupakan nilai tengah dari variabel respon yang dikendalikan pada
tahap on-line control. Nilai m adalah nilai target yang ditentukan pada tahap off-line
control. Madhav Phadke dalam Nair (1992) menurunkan fungsi ini untuk mendapatkan
fungsi signal-to-noise ratio yang digunakan untuk menentukan taraf faktor C yang
menghasilkan produk yang tidak sensitif terhadap perubahan faktor N.
Shin Taguchi dalam Nair (1992) menjelaskan bahwa tujuan dari robust design ini
adalah untuk mencapai fungsi robust pada engineering system, baik pada produk
ataupun pada proses, pada biaya terendah. Robust yang dimaksud adalah bahwa system
membentuk fungsi yang tidak mempedulikan pengaruh faktor N. Tujuan ini sangat
berbeda dengan pure scientific study yang berusaha untuk mengetahui hubungan sebab
akibat dan untuk memahami seluk beluk mekanis bagaimana sesuatu terjadi. Biaya dan
waktu adalah hal penting dalam engineering.
-1, 1 1,1
-1, -1 1,-1
Jika Inner array berukuran m dan outer array berukuran n, maka cross array akan
berukuran m n .
Jumlah kombinasi perlakuan yang dihasilkan dengan cross array dapat direduksi
dengan menggunakan rancangan FF pada inner dan atau outer array. Sebagai contoh,
percobaan yang menggunakan 4 faktor C dan 2 faktor N menghasilkan 2 4 2 2 64
kombinasi perlakuan dengan cross array faktorial penuh. Misalkan inner array
dibentuk FF 2 4 1 dan outer array tetap dengan 2 2 , maka jumlah kombinasi perlakuan
yang dihasilkan hanya sebesar 2 4 1 2 2 32 .
Pengaruh petak utama yang ber-aliases dengan pengaruh anak petak akan
merubah pembanding galat yang digunakan untuk pengujian. Ada dua galat yang
dihasilkan dalam rancangan FFSP, yaitu galat petak utama dan galat anak petak. Ada
beberapa aturan untuk pengujian pengaruh faktor pada rancangan FFSP (Bingham &
Sitter 2001):
2. Pengaruh anak petak dan interaksi yang ber-aliases dengan pengaruh petak
utama atau ber-aliases dengan interaksi antara faktor-faktor petak utama
dibandingkan dengan galat petak utama.
3. Pengaruh anak petak dan interaksi yang melibatkan paling tidak satu faktor anak
petak yang tidak ber-aliases dengan pengaruh petak utama atau tidak ber-aliases
dengan interaksi antara faktor-faktor petak utama dibandingkan dengan galat
anak petak.
Galat petak utama lebih besar daripada galat anak petak, dengan begitu titik berat
pengujian lebih kepada anak petak. Pembentukan generator perlu lebih diperhatikan
agar pengujian yang dilakukan dapat lebih tepat.
Perbedaan galat petak utama dan anak petak memunculkan dua aspek yang
menarik dalam pemilihan rancangan FFSP yang akan digunakan. Dua aspek tersebut
adalah identifiability dan precision. Identifiability adalah kemampuan untuk menduga
sebanyak mungkin pengaruh utama dan pengaruh interaksi dua faktor. Precision
merupakan kemampuan untuk mendeteksi pengaruh signifikan dengan power sebesar
mungkin (Bingham & Sitter 2001).
Pada percobaan yang melibatkan faktor N dan dan faktor C, dengan faktor N
ditempatkan sebagai faktor petak utama bertujuan untuk menduga pengaruh-pengaruh
berikut (Kowalski 2002):
Model linear yang digunakan pada kasus satu (Faktor C sebagai petak utama dan
faktor N sebagai anak petak) adalah sebagai berikut :
......................... (1)
Dimana :
µ = Rataan Umum
Pengaruh Ci terdiri dari pengaruh utama faktor C itu sendiri dan pengaruh interaksi
tingkat rendah antara faktor C dengan faktor C. Pengaruh Nj terdiri dari pengaruh utama
faktor N itu sendiri dan pengaruh interaksi antara faktor N dengan faktor N. Sedangkan
pengaruh interaksi CNij merupakan interaksi faktor C dan faktor N yang tidak ber-alises
dengan interaksi faktor C, jika ber-alises dengan interaksi faktor C maka masuk dalam
pengaruh Ci. Jika percobaan yang dilakukan tidak memiliki ulangan maka pengaruh
ulangan dapat dihilangkan dari model.
Model linear yang digunakan pada kasus dua (Faktor N sebagai petak utama dan
Faktor C sebagai anak petak) adalah sebagai berikut :
......................... (2)
Dimana :
µ = Rataan Umum
Dalam hal ini pengaruh NCij merupakan pengaruh interaksi faktor N dan faktor C yang
tidak ber-alises dengan pengaruh interaksi faktor N, jika beralises dengan interaksi
faktor N maka masuk dalam pengaruh faktor Ni.
E. METODOLOGI
Analisis ragam yang digunakan dalam RPD FFSP didasarkan pada kasus yang
digunakan. Apakah faktor C sebagai petak utama ataukah faktor N yang sebagai petak
utama. Komponen ragam yang diuji pada analisis ragam ini sesuai dengan komponen
ragam yang ada pada model linear.
Pada percobaan RPD FFSP yang tidak memiliki ulangan, komponen pengaruh
kelompok tidak muncul karena tidak ada ulangan yang dilakukan. Komponen-
komponen keragaman yang diuji pada analisis ragam ini adalah sebagai berikut :
n
1
SNRS log10 yi2
n i 1
Dengan menggunakan SNR akan didapatkan setting faktor yang menghasilkan respon
dengan nilai yang mendekati target dan memiliki keragaman minimum (robust).
Jumlah Kuadrat
Total 31 1853.835
Dari hasil analisis ragam di atas didapatkan bahwa faktor C yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap solder defects adalah faktor X1, X3 dan X5 ( solder
temperature, flux density, wave heiht). Tidak ada pengaruh dari faktor N, hal ini
menunjukkan bahwa solder defects tidak dipengaruhi oleh faktor Z1, Z2 dan Z3 (solder
temperature tolerance, conveyor speed tolerance, dan assembly type).
Tujuan utama dari percobaan ini adalah mendapatkan setting taraf faktor C yang
menghasilkan solder defects dengan target sekecil mungkin, sehingga analisis SNR
yang digunaka adalah SNRs. Hasil analisis SNR yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Run faktor
C Rata-rata SNRs
1 214.75 - 4675
2 135.00 - 42.61
3 243.50 - 47.61
4 85.25 - 39.51
5 252.00 - 48.15
6 195.25 - 45.97
7 305.75 - 45.76
8 145.50 - 43.59
Nilai SRSs yang paling besar adalah pada run ke-4 yang juga memiliki nilai rata-rata
paling kecil. Dari hasil analisis ragam didapatkan bahwa faktor C yang berpengaruh
adalah X1, X3 dan X5. Dengan demikian setting faktor C yang menghasilkan solder
defects sesuai target adalah pada solder temperature suhu 510°F, flux density taraf 0.9
dan wave heighttaraf 0.5 inches. Faktor C yang lain dapat disetting dengan taraf yang
ekonomis karena tidak berpengaruh terhadap solder defects. Conveyor speed dengan
taraf 7.2 feet/minute dan preheat temperature pada taraf 150°F. Kondisi ini adalah
kondisi yang paling robust dan bersifat insensitif terhadap faktor N. Dengan hasil respon
yang robust, dalam hal ini solder defects yang sesuai target yaitu yang seminimal
mungkin dan robust terhadap gangguan faktor N maka akan meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan.
G. KESIMPULAN
H. DAFTAR PUSTAKA
Bingham D, Sitter RR. 1999. Minimum aberration two-level fractional factorial split-
plot design. Technometrics 41: 62-70.
Kowalski SM. 2002. 24 Run split-plot experiments for robust parameter design.
www.asq.org.
Nair VN. 1992. Taguchi‟s parameter design: a panel discussion. Technometrics 34: 127-
61.
Ross PJ. 1989. Taguchi Technics for Quality Engeenering. New York: McGraw-Hill
Book Co
Shina SG. 2003. Six Sigma for Electronics Design and Manufacturing. New York:
McGraw-Hill Book Company.
(D.2)
OPTIMASI KOMPOSISI PERLAKUAN DENGAN MENGGUNAKAN
METODE RESPONSE SURFACE
1
Andry Ritonga
2
H. Sudartianto
3
Sri Winarni
1
Mahasiswa Program Strata 1 Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
2,3
Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Pada beberapa ekperimen yang digunakan pada banyak penelitian seringkali bertujuan
untuk melakukan optimasi perlakuan yang dicobakan. Proses optimasi tersebut
bertujuan untuk mendapatkan setting taraf faktor yang mampu menghasilkan respon
yang terbaik. Salah satu alternatif analisis yang dapat digunakan adalah metode
response surface. Metode response surface merupakan suatu pengembangan metode
polinomial ortogonal. Dengan metode response surface akan didapatkan suatu
persamaan regresi yang dapat berbentuk linear maupun non linear. Komposisi
perlakuan yang optimal dapat dilihat melalui contour plot dan surface plot. Pada
contoh yang digunakan (optimasi kuat tekan paving block), didapatkan hasil bahwa
komposisi perlakuan yang menghasilkan kuat tekan paving block terbaik adalah
komposisi dengan kadar air 23%, tingkat kehalusan pasir 4,5 mm dan jumlah pasir
yang terkandung dalam campuran bahan pengisi sebanyak 25 gram.
1. PENDAHULUAN
Menurut Gill dkk (1993), metode optimasi dalam hubungan matematik biasanya
menyangkut pengertian memaksimalkan atau meminimalkan. Sedangkan menurut
Bronson (1983), dalam suatu problem optimasi diusahakan untuk memaksimalkan atau
meminimalkan suatu besaran spesifik sebagai “tujuan” (objective) yang tergantung dari
input sebuah variabel keputusan.
Optimasi merupakan suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai
efektif yang dapat dicapai). Dalam disiplin matematika, optimasi merujuk pada studi
permasalahan yang mencoba mencari solusi optimal, yaitu penyelesaian yang tidak
melanggar batasan-batasan yang ada yang mempunyai nilai tujuan paling terbesar atau
terkecil, tergantung fungsi tujuannya yaitu maksimal atau minimal (Lieberman and
Hillier,1995).
2. TUJUAN
3. LANDASAN TEORI
Pada setiap eksperimen yang dilakukan baik yang bertujuan untuk proses optimasi
ataupun yang bukan optimasi, perlu ditentukan terlebih dahulu desain dasar dari
eksperimen tersebut. Desain dasar yang digunakan dan dicobakan pada suatu
eksperimen yang melibatkan dua faktor atau lebih adalah desain faktorial. Perlakuan
pada desain faktorial merupakan komposisi taraf dari faktor – faktor yang digunakan.
Ketika eksperimen yang dilakukan bertujuan untuk proses optimasi, maka eksperimen
tersebut dipastikan memiliki faktor yang bersifat kuantitatif. Proses optimasi dapat
Dengan mengujian polinom faktor ini, maka dapat diketahui tingkat orde dari suatu
faktor yang memberikan pengaruh terhadap suatu variabel respon. Untuk menguji
polinom faktor tersebut digunakan uji ANAVA.
Dalam menentukan polinom faktor, terlebih dahulu dilakukan pengujian tingkat orde
faktor. Untuk mencari Jumlah Kuadrat (JK) orde faktor, digunakan perumusan seperti di
bawah ini :
2
Yij i
JK (polinom) 2
i
........ (3.2)
Sedangkan untuk nilai Fhitung dapat diperoleh dengan membagi Kuadrat Terkecil (KT)
dari polinom faktor terhadap KT dari kekeliruan atau dapat dituliskan sebagai berikut:
KT(polinom faktor)
F=
KT(E)
........ (3.3)
Pengujian dilakukan dengan melihat apakah efek penyimpangan dari model persamaan
regresi yang ada masih berlaku atau tidak, apabila efek penyimpangan dari model
persamaan regresi tertentu signifikan, maka diperlukan persamaan regresi dengan
tingkat orde yang lebih tinggi lagi. Untuk pengujian keberlakuan persamaan regresi
dimulai dari orde yang paling rendah hingga orde yang paling tinggi yang dapat
dibentuk dalam penelitian.
Pada umumnya, persamaan regresi dengan tingkat orde 2 (kuadratik) sudah cukup baik
untuk digunakan. Namun pada situasi tertentu, diperlukan juga untuk menggunakan
persamaan regresi dengan tingkat orde yang lebih tinggi (Raymond H. Myers, dkk;
2009).
Y x x x
0 1 1 2 2 3 3 ......... (3.4)
....... (3.6)
di mana:
....... (3.8)
....... (3.9)
....... (3.10)
Maka, penaksir untuk β yang didapatkan dengan metode kuadrat terkecil adalah
....... (3.11)
c. Menggambarkan Kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama dari suatu bidang acuan tertentu. Untuk menggambarkan konturnya,
digunakan software tertentu.
Hasil dari kontur sendiri ada yang berdimensi dua (contour plot) dan ada yang
berdimensi tiga (surface plot). Dengan menggunakan kontur tersebut, dapat terlihat
komposisi taraf dari faktor – faktor yang optimal dalam memberikan pengaruh terhadap
suatu variabel respon.
4. CONTOH KASUS
Dalam pembuatan paving block, faktor – faktor yang mempengaruhi kuat tekan paving
block adalah tingkat kehalusan pasir, kadar air, dan banyaknya jumlah pasir yang
terkandung dalam campuran bahan pengisi. Setiap faktor – faktor yang ada terdiri atas
beberapa taraf. Dalam contoh kasus ini, ingin diketahui komposisi taraf-taraf faktor
yang bagaimanakah yang akan menghasilkan kuat tekan paving block yang terbaik.
B
C 21,25 23,75 26,25 28,75
1,2 4,3 7,4 1,2 4,3 7,4 1,2 4,3 7,4 1,2 4,3 7,4
155,8 210,9 169,9 170,7 245,7 182,5 155,1 201,9 160,3 117,0 120,5 101,7
25
161,2 215,0 171,0 182,3 259,0 179,5 159,2 199,5 159,8 90,6 99,8 99,5
160,2 221,0 170,6 166,8 240,2 180,2 148,0 185,1 152,2 89,0 110,2 100,3
156,1 209,5 165,2 160,8 222,1 175,1 139,5 185,5 143,7 95,1 160,1 99,5
A 50 150,2 210,0 151,8 157,0 215,4 169,9 142,2 179,1 150,2 87,4 155,1 89,1
149,0 206,1 155,5 151,1 218,0 170,5 140,2 170,0 143,0 75,4 149,4 77,0
145,0 170,5 150,6 150,5 172,3 163,8 120,9 160,4 130,3 67,3 91,2 88,0
75 139,3 169,0 147,1 144,1 169,5 150,2 119,0 151,5 141,3 79,1 89,9 73,5
132,0 169,1 139,9 140,0 188,1 149,5 131,0 144,0 148,0 60,2 80,1 69,4
100 125,1 150,1 132,7 120,9 160,4 130,3 115,0 152,3 119,1 59,2 85,2 65,9
120,9 148,2 130,2 119,0 151,5 141,3 111,2 140,1 120,3 55,1 77,0 67,1
119,5 130,3 126,0 131,0 144,0 148,0 120,1 131,5 120,5 49,0 69,1 59,5
115,9 125,5 110,5 107,5 130,5 115,9 89,9 105,1 99,5 39,5 60,3 55,0
125 111,0 119,1 121,3 110,1 125,0 125,0 95,1 110,7 101,4 51,0 59,1 49,3
102,0 121,0 109,1 101,0 122,4 122,0 88,2 109,1 95,0 40,0 55,2 44,6
Keterangan:
A = Banyaknya jumlah pasir yang terkandung dalam campuran bahan pengisi (gram).
B = Kadar air (%)
C = Tingkat kehalusan pasir (mm)
Dalam contoh kasus ini, data yang digunakan telah memenuhi asumsi berdistribusi
normal dan juga homogenitas varians. Oleh karena itu, pengujian selanjutnya dapat
dilaksanakan.
Tabel 5.1
Tabel ANAVA
Perlakuan:
Setelah dilakukan uji signifikansi terhadap faktor – faktor yang ada, selanjutnya
dilakukan pengujian untuk menentukan polinom faktornya. Setelah dilakukan
pengujian, maka didapatkan bahwa tingkat persamaan regresi yang berlaku adalah
persamaan regresi hingga tingkat orde keempat. Dengan menggunakan persamaan (3.2),
maka didapatkan JK (polinom) untuk setiap faktor yang ada. Sedangkan untuk
mendapatkan nilai Fhitung, maka digunakan persamaan (3.3). Nilai JK (polinom) dan juga
Fhitung yang telah didapatkan tersebut dituliskan ke dalam tabel ANAVa seperti di bawah
ini
Tabel 5.2
Dengan α = 0,05; maka didapat Ftabel = 3, 92. Berdasarkan tabel ANAVA di atas dapat
dilihat bahwa faktor – faktor yang memberikan efek adalah:
-1845,459
45,466
165,243
28,317
-0,180
-3,563
-44,919
0,002
-7,546 10-6
-4,447
0,166
-0,002
-3,239 10-7
9,447 10-8
b 0,102
-1,126 10-4
7,297 10-7
5,055
-0,188
0,002
-0,02
1,866 10-5
5,749 10-4
-1,919 10-5
3,516 10-6
6,512 10-9
-4,032 10-8
5,432 10-10
Dengan menggunakan software tertentu didapatlah contour plot dan surface plot dengan
hasil sebagai berikut:
Contour Plot
121,592 - 133,319
133,319 - 145,047
5 145,047 - 156,775
156,775 - 168,502
168,502 - 180,230
180,230 - 191,957
4
191,957 - 203,685
203,685 - 215,412
> 215,412
3
Hold Values
Pasir 25
22 23 24 25 26 27 28
Kadar air
Surface Plot
200
8
100 6
4
22 T ingkat kehalusan pasir
24 2
26 28
Kadar air
Berdasarkan contour plot dan surface plot di atas dapat dilihat bahwa kuat tekan paving
block mengalami peningkatan mulai dari kadar air 21,25 % hingga kadar air sebanyak
23 %, namun pada saat kadar air lebih besar daripada 23 %, maka kuat tekan paving
block terus mengalami penurunan.
Sedangkan pada faktor tingkat kehalusan pasir sendiri, kuat tekan paving block
mengalami kenaikkan mulai dari tingkat kehalusan pasir 1,2 mm hingga tingkat
kehalusan pasir sebesar 4,5 mm. Namun pada saat tingkat kehalusan pasir lebih besar
daripada 4,5 mm, maka kuat tekan paving block terus mengalami penurunan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komposisi taraf yang menghasilkan kuat
tekan paving block terbaik adalah pada komposisi kadar air sebanyak 23 %, tingkat
kehalusan pasir sebesar 4,5 mm dan jumlah pasir yang terkandung dalam campuran
bahan pengisi sebanyak 25 gram. Dengan kuat tekan paving block yang dihasilkan di
atas 215, 412 kg/cm2.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Box, G.E.P., Hunter, W.G. and Hunter, J.S. 1978. Statistics for Experimenters, An
Introduction to Design, Data Analysis and Model Buildin., New York: John
Wiley and Sons, Inc.
Sudjana. 1005. Desain dan Analisis Eksperimen, edisi keempat . Bandung: Tarsito.
LAMPIRAN
Xj P1 P2 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P4
1 -1 1 -3 1 -1 -2 2 -1 1
2 0 -2 -1 -1 3 -1 -1 2 -4
3 1 1 1 -1 -3 0 -2 0 6
4 3 1 1 1 -1 -2 -4
5 2 2 1 1
2 2 6 20 4 20 10 14 10 70
i
(D.3)
DESAIN RESOLASI V DENGAN REPLIKASI FRAKSIONAL UNTUK
MENENTUKAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WET SPOT PADA
PRODUK KARET MENTAH
ABSTRAK
Untuk meneliti terjadinya Wet Spot pada bahan karet mentah atau SBR
(Styrena Butadiena Rubber) diduga disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yaitu :
konsentrasi pH pada saat pencucian, temperatur ketika dilakukannya pengeringan I,
temperatur ketika dilakukannya pengeringan II dan ukuran Ampere Squizer pada saat
pemerasan produk, yang masing-masing faktor terdiri dari dua taraf, sehingga dalam
penelitian ini melibatkan lima faktor sebagai perlakuan dan dalam eksperimennya
terbentuk 25 kombinasi perlakuan, dengan melakuan replikasi sebanyak r maka
eksperimen yang harus dilakukan sebanyak r25 begitu juga pengujian terhadap efek
faktor maupun efek interaksi antara faktor-faktor yang harus dilakuan analisisnya
sebanyak 25-1. Dengan desain resolusi V eksperimen yang harus dilakukan hanya
sebanyak 25-1 , begitu juga untuk pengujian hipotesis yang dilakukan bisa lebih
sedikit berdasarkan pada nilai-nilai efek faktor yang memperlihatkan efek yang
cukup besar, tanpa harus kehilangan informasi yang ingin diperoleh karena
menggunakan sifat-sifat dari alias, yaitu efek faktor atau efek interaksi antara faktor-
faktor dengan aliasnya tidak bisa dibedakan.
Kata Kunci : Desain Resolusi-V, Replikasi Fraksional, Alias.
1. Pendahuluan.
Salah satu tujuan dari desain eksperimen adalah untuk mengumpulkan
informasi yang sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna untuk penelitian
yang dilakukan guna memperoleh pemecahan dari permasalahan yang diteliti,
sehinga untuk memperoleh informasi tersebut harus dipilih desain yang tepat dan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Tetapi ketika dalam penelitian tersebut
melibatkan banyak faktor dan faktor-faktor tersebut terdiri dari beberapa taraf faktor
sehingga kombinasi perlakuan yang harus dilakukan dalam eksperimen akan banyak
sekali, apalagi ketika harus dilakukan reflikasi atau pengulangan maka eksperimen
yang harus dilakukan akan semakin banyak lagi dan ketika eksperimen yang
dilakukan tidak murah maka eksperimen tersebut akan membutuhkan biaya yang
banyak, maka sebagai alternatifnya harus dipilih desain yang sesuai dengan
permasalahan tetapi efisien dan efektif. Di PT. X yang memproduksi bahan karet
mentah atau SBR (Styrena Butadiena Rubber) dalam tahapan akhir proses produksi
yaitu tahapan pengeringan, hasil produksinya masing dijumpai Wet Spot pada
produk akhir-nya yaitu adanya spot pada permukaan bahan mentah karet. Spot
adalah suatu noda pada bahan karet mentah dengan warna lain dari warna dasar
karet mentah tersebut yaitu kuning, coklat, abu-abu atau warna lainnya yang
disebabkan terjadinya kontaminasi dengan bahan lain, jika hal ini terjadi tentu saja
menjadi masalah karena akan mengurangi nilai mutu dari produk tersebut.
Terjadinya Wet Spot diduga disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yaitu :
konsentrasi pH pada saat pencucian, temperatur ketika dilakukannya pengeringan I,
temperatur ketika dilakukannya pengeringan II, ukuran Ampere Squizer pada saat
pemerasan produk dan ukuran ketebalan dari produk itu sendiri. Sehingga untuk
melihat apakah terjadinya Wet Spot tersebut sebagai pengaruh dari kelima faktor
tersebut maka harus dilakukan eksperimen dengan menggunakan eksperimen
faktorial yang melibatkan 5 faktor tersebut dan jika masing-masing faktor terdiri
dari dua taraf maka ada sebanyak 25 kombinasi perlakuan untuk eksperimen
tersebut, jika dilakukan pengulangan sebanyak r kali maka eksperimen tersebut
harus dilakukan sebanyak rx22. Dan sebagai alternatif untuk alasan efisiensi bisa
digunakan Desain resolusi-V yang bisa mengurangi jumlah eksperimen yang harus
dilakukan tanpa harus mengurangi informasi yang seharusnya diperoleh.
2.2.1. Alias
Alias adalah efek diantara dua faktor atau interaksi antara faktor yang berbeda
bisa dikatakan bahwa diantara keduanya tidak dapat membuat adanya perbedaan
(Montgomery 2005).
Cara menentukan alias.
Beberapa tahapan dalam menentukan alias :
1. Tentukan kontras penentu.
2. Kalikan faktor (atau faktor-faktor) dengan kontras penentu.
3. Bekerja dengan aljabar modulo 2 terhadap bilangan pangkat
Dalam permasalahan yang dikaji melibatkan 5 faktor sehingga ada ada 32
kombinasi perlakuan, dalam hal ini hanya akan digunakan setengah replikasi saja
yaitu 16 kombinasi perlakuan. Dengan mencari alias untuk masing-masing faktor
ataupun interaksi diantara faktor-faktor seperti berikut :
1. Kontras penentunya I=ABCDE.
2. Sehingga diperoleh :
Alias untuk A adalah A(ABCDE) = A2BCDE = BCDE
I AD ABCDE BCE
A AE BCDE ACD
B BC ACDE ADE
C BD ABDE ACE
D BE ABCE ACD
E CD ABCD ABE
AB CE CDE ABD
AC DE BDE ABC
dalam pelaksanaannya cukup memilih salah satu blok saja untuk dianalisis, misal
Blok I yang dipilih, karena sebaiknya yang dipilih yang mengandung faktor
utamanya ( Montgomery 2005 ). Ketika memilih blok I maka dalam analisis
varians hanya menguji efek faktor dan interaksi antar faktor yang ada di Blok I
saja tetapi informasi untuk Blok II tetap diperoleh karena faktor dan interaksi pada
Blok II semuanya merupakan alias dari faktor dan interaksi yang ada di Blok I,
dengan Desain Resolusi-V pengujian yang dilakukan bisa disederhanakan lagi
yaitu dengan memilih faktor atau interaksi dengan nilai efek yang cukup besar dan
diduga akan memberikan hasil pengujian yang signifikan, sedangkan faktor atau
interaksi dengan nilai efek yang cukup kecil tidak dilakukan pengujiannya karena
diduga akan memberikan hasil pengujian yang non signifikan, kemudian
menggabungkan efek faktor atau interaksi yang nilainya cukup kecil terhadap
kekeliruan eksperimennya (Montgomery 2005).
Statistik ujinya dapat ditentukan berdasarkan Ekspektasi Kuadrat Tengah
(EKT). Karena model yang digunakan model tetap, maka statistik ujinya adalah F
dengan perbandingan masing-masing Kuadrat Tengah dari Sumber Variasi yang
akan di uji terhadap Kuadrat Tengah Error atau kekeliruan eksperimen.
beberapa faktor dan hasil perhitungan berdasarlan rumusan (2.3) sedangkan untuk
menentukan Jumlah Kuadrat bisa diperoleh berdasarkan bentuk kontrasnya
seperti pada rumus (2.4) dan untuk mempermudah perhitungan kontras dapat
dibuat tabel untuk tanda koefisien efek faktor dan interaksi beberapa faktor
dengan data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
DE 0,500 4,000
Hasil perhitungan untuk Estimasi Efek dan Jumlah Kuadratnya dapat dilihat
pada Tabel 3.2. Estimasi efek yang nilainya cukup besar dapat menentukan model
regresi dari daerah eksperimental, sehingga dalam analisis variansnya yang
dilakukan pengujian hipotesis hanya terhadap faktor atau interaksi antar faktor
dengan estimasi untuk nilai efek faktor yang cukup besar dibandingkan dengan
yang lainnya dan hasil perhitungan bisa dilihat pada Tabel 5.3. Statistik ujinya
dapat ditentukan berdasarkan Ekspektasi Kuadrat Tengah (EKT). Karena model
yang digunakan model tetap, maka statistik ujinya adalah F dengan perbandingan
masing-masing Kuadrat Tengah dari Sumber Variasi yang akan di uji terhadap
Kuadrat Tengah Error atau kekeliruan eksperimen.
Sumber Variasi df JK KT F
A 1 72,250 72,250
C 120,417
D 1 20,250 20,250
AD 33,750
BC 1 6,250 6,250
DE 10,417
Error 1 4,000 4,000
Total 6,667
1 6,250 5,250
10,417
1 4,000 4,000
6,667
9 5,376 0,597
15 118,376
4.1. Kesimpulan
5. Daftar Pustaka
1. Box, G. P., Hunter, W. G., and Hunter J. S., (1978) Statistical for
Experimenters, New York, John Wiley.
7. Mood, A., Graybill F. A. & Boes, D.C. (1974) Introduction to The Theori
of Statistic, New York , Mc Graw Hill.
(D.4)
DESAIN PARAMETER UNTUK DATA DISKRIT PADA ROBUST DESIGN
Oleh
Budhi Handoko1), Sri Winarni2)
1,2)
Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA, Unpad Bandung
Email1) : budhihandoko@unpad.ac.id
Email2) : sri.winarni@unpad.ac.id
ABSTRAK
Salah satu tahap dalam desain produk pada robust design yaitu desain parameter.
Desain parameter dalam robust design terdiri atas diskrit dan kontinu. Penelitian ini
akan memfokuskan pada desain parameter untuk data diskrit terutama dua kelas. Jenis
desain taguchi yang akan dipakai adalah orthogonal array L9. Kasus eksperimen yang
akan dikaji mengenai proses produksi pembuatan komponen semikonduktor di sebuah
pabrik dan bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses produksi. Setelah
dilakukan analisis kondisi optimum eksperimen adalah pada kombinasi perlakuan
A2B1C1D1. Pada kondisi optimum ini banyaknya produk yang baik meningkat dari
94,6% menjadi 97,1%.
I. PENDAHULUAN
Desain eksperimen dalam perkembangannya mengalami penyempurnaan-
penyempurnaan sesuai dengan bidang eksperimen yang dihadapi. Demikian halnya pada
bidang industri, pada saat desain eksperimen konvensional, seperti desain faktorial dan
desain faktorial fraktional memiliki keterbatasan. Beberapa keterbatasan dari desain
konvensional yaitu tidak mampu menangani faktor noise serta tidak mampu
memodelkan rata-rata dan dispersi secara simultan. Sehingga untuk mengatasi hal ini,
digunakan Robust Design. Robust Design yang ditemukan oleh Taguchi, yang
menambahkan dimensi baru dalam desain eksperimen konvensional. Aspek baru yang
terdapat dalam robust design diantaranya yaitu menentukan sekumpulan kondisi untuk
variabel desain yang robust terhadap noise; memperoleh variasi terkecil pada fungsi
produk terhadap nilai target; meminimumkan jumlah percobaan menggunakan
orthogonal arrays dan melakukan pengujian untuk konfirmasi.
Secara praktis, robust design merupakan suatu metodologi dalam bidang teknik
pengendalian kualitas yang bertujuan untuk mengoptimalkan kondisi produk dan proses
produksi yang memiliki sensitivitas yang rendah terhadap berbagai sebab variasi yang
muncul. Salah satu alat yang penting dalam robust design adalah desain parameter yang
diusulkan oleh Taguchi (1986).
Desain parameter merupakan salah satu tahapan dari desain produk dan proses, selain
dari desain sistem dan desain toleransi (Park, 1996) . Dalam konteks desain produk,
desain parameter bertujuan mendesain variabel atau faktor kontrol yang mempengaruhi
karakteristik fungsional suatu produk. Pada tahap ini, level-level dari variabel desain
(faktor kontrol) yang meminimumkan efek dari faktor noise pada kualitas produk,
meminimumkan biaya produksi, dan kualitas dari produk terhadap target yang telah
ditetapkan. Sedangkan dalam konteks desain proses, desain parameter bertujuan untuk
menentukan kondisi operasi yang optimum serta mereduksi variasi kualitas (untuk
meningkatkan kapabilitas proses) dengan meminimumkan pengaruh noise.
Desain parameter yang dikenal berdasarkan jenis datanya ada dua yaitu kontinu dan
diskrit. Penelitian ini akan lebih menekankan pada desain parameter untuk data diskrit
dua kelas.
1. Memperoleh kondisi optimum dari desain parameter data diskrit dua kelas.
2. Mendapatkan taksiran SN Rasio pada kondisi awal dan optimum.
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai teknik analisis
desain eksperimen yang diaplikasikan pada dunia industri yaitu robust design dalam
menentukan kondisi optimum suatu produk/proses dengan meminimumkan faktor noise
untuk data yang bersifat diskrit.
1 0 0 0 0 A0B0C0D0 y1
2 0 1 1 1 A0B1C1D1 y2
3 0 2 2 2 A0B2C2D2 y3
4 1 0 1 2 A1B0C1D2 y4
5 1 1 2 0 A1B1C2D0 y5
6 1 2 0 1 A1B2C0D1 y6
7 2 0 2 1 A2B0C2D1 y7
8 2 1 0 2 A2B1C0D2 y8
9 2 2 1 0 A2B2C1D0 y9
Faktor A B C D
2. Analisis SN Ratio
Misalkan terhadap n buah item produk yang diperiksa, dan hasilnya adalah 0/1
dengan
0, jika produk rusak
yi
1, jika produk baik
Jika dari hasil eksperimen diperoleh data y1, y2, …, yn, maka fraksi produk baik
adalah
y1 y2 ... yn
p
n
Dan variasi dari rata-rata umumnya adalah
( y1 y2 ... yn ) 2
Sm
n
1
(np) 2
n
np 2
Manajemen Risiko di Bidang Perbankan dan Asuransi | 325
Prosiding
Seminar Nasional Statistika
Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
Faktor ke-
Level
1 2 … k
Taksiran SN Ratio pada kondisi awal dan kondisi optimum adalah sebagai
berikut :
k
ˆ ( X 1;level _ opt X 2;level _ opt ... X k ;level _ opt ) X i ;level _ opt (k 1)T (2)
i 1
Jumlah
Faktor komponen
Nomor SN = -10 log
yang baik (dari
Eksperimen ((1/p) - 1)
200
A B C D komponen)
1 0 0 0 0 167 7.042
2 0 1 1 1 194 15.097
3 0 2 2 2 160 6.021
4 1 0 1 2 158 5.754
5 1 1 2 0 190 12.788
6 1 2 0 1 160 6.021
7 2 0 2 1 183 10.320
8 2 1 0 2 186 11.234
9 2 2 1 0 168 7.202
Dengan p merupakan proporsi produk yang baik dari 200 komponen yang diperiksa.
Hasil eksperimen tersebut diperoleh menggunakan kondisi operasi awal eksperimen
yaitu A1B1C1D0.
Berdasarkan Nilai SN Ratio yang telah dihitung pada Tabel 3, maka dapat disusun
jumlah dan rata-rata dari nilai SN Ratio untuk setiap factor dan level factor eksperimen
untuk mengetahui kondisi optimum dari kombinasi level faktornya. Jumlah dan rata-rata
nilai SN Ratio dapat dilihat pada Tabel 4.
Faktor
Level SN
A B C D
Setelah dilakukan perhitungan SN Ratio seperti pada tabel diatas, maka diperoleh
kombinasi level-level factor yang menyebabkan hasil produk dapat mencapai optimum
atau jumlah komponen yang baik semaksimal mungkin dan meminimumkan komponen
yang cacat.
Total 4 85.85
Berdasarkan analisis varians pada Tabel 5, maka dapat disimpulkan factor yang
signifikan adalah B dan D dan optimal pada saat B1D1. Untuk factor yang
nonsignifikan yaitu A dan C tetap disertakan pada proses produksi berikutnya karena
alasan ekonomi dan teknis, salah satunya karena merupakan satu rangkaian dari proses
pembuatan komponen semikonduktor. Level optimal dari factor A dan C berdasarkan
Tabel 4 adalah A2C1. Sehingga kombinasi level factor yang mengoptimalkan respon
adalah A2B1C1D1.
ˆ ( A1 B1C1 D0 ) A1 B1 C1 D0 3T
8.188 13.040 9.351 9.011 3x9.053
12.431
ˆ ( A2 B1C1 D1 ) A2 B1 C1 D1 3T
9.585 13.040 9.351 10.479 3 x9.053
15.296
Dengan kondisi optimum ini SN Ratio meningkat sebesar 15,296 – 12,431 = 2,865,
yang menunjukan ukuran besarnya peningkatan kualitas komponen. Apabila
peningkatan kualitas ini dihitung dalam proporsi komponen yang baik, yaitu :
1
SN kondisi awal 10log 1 12, 431 , sehingga p = 0,946 = 94,6%
p
1
SN kondisi optimum 10log 1 15, 296 , sehingga p = 0,971 = 97,1%
p
Hal ini berarti proporsi komponen yang baik meningkat dari 94,6% menjadi 97,1%.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada Bagian 3, dapat disimpulkan
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
2. Pada kondisi optimum yaitu A2B1C1D1 persentase komponen yang baik akan
meningkat dari 94,6% menjadi 97,1% dari kondisi awal eksperimen yaitu
A1B1C1D0.
Box, G.E.P., Hunter, J.S., & Hunter, W.G.2005. Statistics for experimenters: Design
innovation,and discovery, 2 ed. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.
Montgomery, D.C. 2005. Design and Analysis of Experiments. New York ; John
Wiley and Sons, Inc.
Park, S.H. 1996. Robust Design and Analysis for Quality Engineering. Great Britain
: Chapman and Hall.
Wu, C.F.J., & Hamada, M. .2000. Experiments: Planning, analysis and parameter
design optimization. New York: John Wiley & Sons.
(D.5)
ANALISIS VARIANS UNTUK MENGUJI KEKUATAN LEKAT SEMEN
ADHESIF PADA PERMUKAAN LOGAM KARENA EMPAT MACAM
PERLAKUAN
(Studi Eksperimen pada Bidang Ortodonti Kedokteran Gigi)
Oleh :
H. BERNIK MASKUN
ABSTRAK
Pengujian hipotesis yang melibatkan beberapa rata-rata, tanpa memperhitungkan
urutan rata-rata dalam pendekatan parametrik dapat dikerjakan melalaui analisis
varians (ANAVA). Dalam ANAVA urutan mengenai hipotesis dapat diketahui
setelah hasil pengujian memperlihatkan hasil signifikan kemudian diikuti oleh
pengujian setelah ANAVA seperti uji Newman-Keuls atau Scheffe. Pada penelitian
ini akan dikemukakan aplikasi menguji kesamaan beberapa rata-rata yang diberikan
oleh perlakuan yang berbeda melalui pendekatan parametrik. Aplikasinya adalah
untuk mengetahui perlakuan yang memberikan efek yang paling baikberdasarkan
kekuatan daya rekat dan persentase sisa resin yang melekat pada permukaan logam
yang biasa digunakan dokter gigi dalam bidang prostodonsia.
I. PENDAHULUAN
Penelitian yang dilakukan dokter gigi dalam bidang prostodonsia, telah banyak
dilakukan eksperimen untuk mengetahui kekuatan semen pada pembuatan jembatan
adhesif sebagai suatu restorasi untuk menggantikan kehilangan gigi dimana dalam
restorasi jembatan adhesif pengambilan jaringan gigi lebih sedikit dibandingkan dengan
restorasi jembatan konvesional.
Pada praktek sehari-hari yang dilakukan oleh para doktergigi, sering dijumpai
kegagalan-kegagalan yang terjadi, antara lain terlepasnya ikatan antara semen resin
dengan permukaan gigi atau terlepasanya ikatan antara semen resin dengan permukaan
logam. Menurut Greugers (1985). Kegagalan terjadi pada jembatan Rochettte, karena
semen resin hanya melekat disekitar lubang-lubang dan tidak menyeluruh pada
permukaan logam.
HO : HO : 1 2 ... k
vs
Dengan digunakan statistik uji yang sesuai untuk menguji hipotesis beberapa
rata-rata akan memberikan solusi yang lebih baik.
II . TINJAUAN PUSTAKA
Jika dalam suatu penelitian ingin diketahui apakah dua perlakuan yang berbeda
yang diberikan kepada satu kelompok percobaan yang bersifat homogen memberikan
efek yang berbeda dapat diturunkan hipotesis statistik sebagai berikut
Ho : 1 2
melawan
H1 : 1 2
2
Jika data hasil penelitian berskala rasio atau interval dan (varians) diketahui
maka Statistik ujinya dapat digunakan statistik z berbentuk
x1 x2
z ... (2-1)
1 n1 1
n2
2
Apabila tidak diketahui maka statistik ujinya menggunakan staistik t dengan bentuk
x1 x2
t ... (2-2)
s 1 n1 1
n2
Kedua statistik di atas dapat digunakan jika data hasil penelitian berdistribusi Normal.
Bisa saja dalam suatu penelitian, pengukuran terhadap variabel penelitian tidak
dapat dilakukan sehubungan dengan tidak adanya instrumen penelitian yang dapat
digunakan untuk mengukurnya, akibatnya peneliti hanya memberi skor dengan skala
nominal atau ordinal terhadap hasil penelitiannya. Berdasarkan data tersebut, ingin
diuji kesamaan dua rata-rata sehubungan dengan perlakuan yang berbeda, tentukan alat
ujinya tidak dapat menggunakan statistik z atau t tetapi perlu dicari statistik lain yang
bebas dari distribusi data. Untuk itu statistik uji yang bebas dari distribusi data atau
statistik uji non-parametrik dapat digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis
tersebut, antara lain statistik Uji Mann-Whitney dengan rumus sebagai berikut :
n1 (n1 1)
U n1n2 R1 ... (2-3)
2
Jika dalam suatu penelitian ingin diketahui efek dari beberapa perlakuan yang
berbeda terhadap sekelompok percobaan yang bersifat homogen, maka hipotesis
statistik yang dapat diturunkan dari masalah tersebut berbentuk :
HO : HO : 1 2 ... k
vs
H1 : Salah satu tanda sama dengan tidak berlaku.
Untuk menguji hipotesis di atas, tentunya tidak akan menggunakan statistik uji untuk
menguji hipotesis kesamaan dua rata-rata tetapi perlu dicari statistik uji yang sesuai.
ANAVA atau disebut juga Analisis Varians adalah alat uji untuk menguji hipotesis
kesamaan beberapa rata-rata.
Seperti halnya dalam menguji kesamaan dua rata-rata yang alat ujinya bergantung
kepada skala pengukuran data, demikian pula ANAVA.
Sebuah alternatif dari ANAVA untuk data hasil eksperimen berupa skor dengan
skala ordinal, pendekatan yang ada berupa Analisis Statistik Non-Parametrik dengan
Uji Analisis Varian Ranking Satu Arah Kruskal-Wallis (Gibbons, 1971) berbentuk :
12 k R 2j
H 3(n 1)
n(n 1) j 1 nj
dengan :
k = banyak kelompok sampel
Rj = rank pada sample ke j
n = ∑nj = banyak kasus dalam semua sampel
nj = banyak kasus dalam sampel ke j
Jika hasil pengujian signifikan, tentunya perlu dilakukan uji–uji lainnya untuk
mengetahui perbedaan perlakuan dengan cara berpasangan.
i efek perlakuan ke i
Berdasarkan model eksperimen seperti pada persamaan (3-1) dapat diturunkan hipotesis
sebagai berikut :
HO : 1 2 ... k
vs
H1 : Salah satu tanda sama dengan tidak berlaku.
Perlakuan
1 2 i K
1 Y11 Y21 ... Yk1
2 Y12 Y22 ... Yk2
… ... ... ... ...
J Y1j Y2j Yij Ykj
… ... ... ... ...
… ... ... ... ...
nj Y1n1 Y2n2 Yknj
Banyak n1 N2 ... nk k
n ni
Pengamatan i 1
Jumlah J1 J2 … Jk k
J Ji
i 1
Rata-rata y1 y2 yj yk
k
n ni
i 1
Berdasarkan data dalam Tabel 1, selanjutnya dapat dihitung berbagai statistik antara
lain
k nj
Y2 Yij2
i 1 j 1
k
Py ( J i2 / ni ) Ry
i 1
k ni
Ey (Yij Yi )2
i 1 j 1
Ey Y2 Ry Py
ANAVA
Rata-rata 1 Ry Ry /1
Antar k-1 Py Py /(k-1)= Py' / E y' F((k-1); (n-k-2))
Kelompok Py‟
Dalam n-k-2 Ey E y /(n-k-2)=
Kelompok Ey‟
Jumlah n Y2 - - -
Hipotesis :
Hipotesis kerja yang dapat diturunkan dari masalah di atas adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan efek dari pemberian perlakuan dalam bentuk
anyaman, etsa elektolisa, Pitted dan Sandblast ?
2. Perlakuan mana yang memberikan efek kekuatan daya lekat maupun persentase
luas permukaan resin yang masih melakat yang terbaik ?
Hipotesis kerja di atas akan diubah menjadi hipotesis statistik sebagai berikut :
Tabel 4 :
Nilai Rata-rata Kekuatan Daya Tarik
Keempat permukaan Rangka Logam
Oleh Empat Perlakuan
(Dlm Mpa)
Perlakuan
Sampel Anyaman Etsa Pitted Sandblast
1 32,70 19,84 13,52 6,12
2 26,82 17,81 9,87 6,06
3 20,02 18,23 8,37 4,01
4 19,07 17,23 14,52 3,94
Sedangkan prosentase luas permukaan resin yang masih melekat pada permukaan logam
diperlihatkan dalam table sebagai berikut :
Tabel 5 :
Luas Permukaan resin yang masih Merekat pada Permukaan Logam
Selanjutnya dari data dalam Tabel 4, dihitung statistiknya sehingga diperoleh hasil
seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 6 :
Statistik yang dihitung dari Data Pengamatan
Nilai Rata-rata Kekuatan Daya Tarik dari Keempat
Permukaan Rangka Logam
(Tiap Perlakuan berisi 4 pengamatan)
Tabel 7 :
ANAVA Untuk Pengujian Nilai Rata-rata Kekuatan
Daya Tarik dari Keempat Permukaan Rangka Logam
Jumlah 16 4.559,97 - - -
Dari tabel ANAVA di atas diperoleh F hitung = 22,05 dan F table untuk taraf
kepercayaan 99% = 5,74. Hasil pengujian menunjukkan sangat bermakna (**), untuk
itu perlu dilakukan uji setelah ANAVA dengan Uji Newman Keuls
Dari Tabel 5, dihitung statistiknya seperti terlihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 8 :
Statistik yang dihitung dari Data Pengamatan
Prosentase Luas Permukaan Resin yang Masih
Merekat Pada Permukaan Rangka Logam
(Tiap Perlakuan berisi 4 pengamatan)
Tabel 9 :
ANAVA Untuk Pengujian Prosentase Luas
Permukaan Resin yang Masih Merekat Pada
Permukaan Rangka Logam
Jumlah 16 55.781,16 - - -
Dari tabel ANAVA di atas diperoleh F hitung = 83,00 dan F table untuk taraf
kepercayaan 99% = 5,74. Hasil pengujian menunjukkan sangat bermakna (**), untuk
itu perlu dilakukan uji setelah ANAVA dengan Uji Newman Keuls
Hasil pengujian memperlihatkan urutan prosentase luas permuakaan resin yang masih
melekat pada logam sebagai berikut :
x1 Rata-rata prosentase Luas Permukaaan resin yang melekat pada permukaan logam
dengan bentuk anyaman = 87,45 %
x2 Rata-rata prosentase Luas Permukaaan resin yang melekat pada permukaan logam
dengan Etsa Elektolisa = 70,79 %
x3 Rata-rata prosentase Luas Permukaaan resin yang melekat pada permukaan logam
t dengan Pitted = 30,67 %
x4 Rata-rata prosentase Luas Permukaaan resin yang melekat pada permukaan logam
dengan Sandblast = 13,23 %
V. KESIMPULAN
Untuk mengetahui perlakukan mana diantara keempat perlakukan memberikan
efek yang paling baik, perhatikan kembali rata-rata kekuatan rekat pada permukaan
logam dan persentase luas permukaan resin yang melekat pada permukaan logam. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa lempeng logam yang diberi perlakuan anyaman
memberikan kekuatan daya lekat paling besar yaitu sebesar 24,65 Mpa yang berarti
lempeng logam akan terlepas dari lempeng logam lawan setelah diberi kekuatan tarik
sebesar 24,65MPa dengan luas permukaan resin yang masih melekat pada permukaan
logam sebesar 87,45 %.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buonocore. M. G. ,1955, A Simple Method of Increasing The adhesion of acrillic
Filling material to Enamel Surface., J. Den.Res 34(1) : 849-852.
2. Creugers. NHJ. Et.al , 1985, Prelimenary Report of Clinical Evalution of Three
Types of Resin Bonded Bridge., Journal . Dent. Res.Vol 64.. Hal. 760
3. Edy Machmud, 1983, Uji Beda Kekuatan Rekat Semen Resin Adhesif pada
Permukaan Logam yang Diberi Empat Macam Perlakuan, Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia, FKG -Universitas Padjadjaran
4. Mc. Laughlin G , 1986, Direct Bonded Retainer, Philadelphia, J.B. Lipincott Co.,
Hal. 1-89, 117-164, 185-229.
7. Prajitno, 1994, Ilmu Geligi Tiruan Jembatan, Pengetahuan dasar dan Rancangan
Pembuartan, Cetakan ke II, Jakarta EGC., Hal 148-153
10. Montgomery, C,D, 2001, Design and Analysis of Experiments, 5 th Edition, John
Wiley & Sons, Inc, New York.
11. Sidney Siegel,1985, Statistik NonParametrik, Gramedia, Jakarta, Hal 145- 159,
230-241
12. Sudjana, 2002, Desain dan Analisis Eksperimen, Edisi IV, Tarsito, Bandung, Hal
30-40.
13. Thomson, Et. Al, 1983, Resin Bonded Retainers Part 1 : Resin Bond to
Electrolically Etcher Bond Precious Alloy, Journal of Prost. Dent, Vol 85 No
6 Hal 771
(D.6)
PENAKSIRAN DATA HILANG PADA DESAIN FAKTORIAL FRAKSIONAL
DUA LEVEL TANPA RAPLIKASI DENGAN CARA MEMINIMUMKAN
JUMLAH KUADRAT RESIDU
1
Martinnus Oetama, 2Budhi Handoko, 3Sri Winarni
1
Mahasiswa Jurusan Statistika Universitas Padjajaran
Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45363 - Indonesia
2,3
Dosen Jurusan Statistika Universitas Padjajaran
Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45363 - Indonesia
Abstrak. Desain faktorial merupakan solusi paling efisien pada saat meneliti pengaruh dari dua
atau lebih faktor. Namun pada desain faktorial apabila jumlah kombinasi perlakuan yang besar,
eksperimen menjadi tidak efisien untuk dilakukan, karena bertambahnya biaya, waktu dan
tenaga yang dibutuhkan. Maka untuk menghindari masalah di atas akan diselesaikan dengan
menggunakan desain faktorial fraksional. Dalam prakteknya, sering kali data yang diperoleh
dari hasil eksperimen tidak lengkap. Melakukan eksperimen kembali guna memperoleh data
yang hilang kurang efisien mengingat besarnya biaya, tenaga, terutama karena kondisi
eksperimen telah mengalami perubahan mengingat keterbatasan waktu dalam melakukan
penelitian. Oleh karena itu akan lebih efisien mengestimasi nilai-nilai yang hilang tersebut.
Dalam skripsi ini membahas tentang estimasi data yang tidak lengkap tersebut dengan cara
meminimumkankan dari jumlah kuadrat residu. Untuk melihat secara grafis apakah data hasil
estimasi sudah cukup baik atau belum dapat digunakan half-normal plot. Data mengenai
permainan golf yang diambil dari Dodgson, J.H. 2003. “A Graphical Method for Assessing
Mean Square in Saturated Fractional Designs”. Journal of Quality Technology, 35, No. 2, pp.
206 – 212 akan digunakan dalam skripsi ini untuk menjelaskan prosedur-prosedur yang
berkaitan dengan pemecahan masalah di atas. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang sangat signifikan mempengaruhi jarak yang ditempuh bola golf pada
permainan golf dengan respon jarak tempuh dalam yard adalah Ability (kemampuan), Ground
(Lapangan) dan Teeing (Tongkat).
A. PENDAHULUAN
Sejak tahun 1980an, analisis dari desain faktorial dua level dan desain faktorial
fraksional tanpa replikasi sudah banyak dikaji. Dalam eksperimen faktorial tanpa replikasi, n-1
efek (tidak termasuk rata-rata keseluruhan) diestimasi menggunakan kontrasnya, namun sumber
variasi kekeliruan eksperimen tidak dapat diperoleh. Sehingga perhitungan rasio nilai F
diperoleh dengan membagi RJK efek dengan RJK efek interaksi tertinggi. Terdapat beberapa
kelebihan yang dimiliki desain faktorial bila dibandingkan dengan desain-desain yang lainnya,
yaitu lebih efisien dibanding dengan metode analisis satu faktor, mampu menunjukkan efek
interaksi antar faktor, dapat memberikan perkiraan efek dari suatu faktor pada kondisi level
yang berbeda-beda dari suatu faktor lain.
Namun pada desain faktorial apabila jumlah faktornya besar dan diikuti oleh jumlah
kombinasi perlakuan yang besar, eksperimen menjadi tidak efisien untuk dilakukan, karena
bertambahnya biaya, waktu dan tenaga yang dibutuhkan. Maka untuk menghindari masalah di
atas akan diselesaikan dengan menggunakan desain faktorial fraksional.
Namun dalam prakteknya, sering kali data yang diperoleh dari hasil eksperimen tidak
lengkap. Karena data hilang ini akan menimbulkan masalah dalam analisis yang mengakibatkan
perlakuan dan kelompok menjadi tidak orthogonal, maka untuk memperoleh data hilang guna
mempertahankan sifat ortogonal data tersebut, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melakukan
eksperimen kembali atau dengan menaksir data yang hilang dari pengamatan yang ada.
Melakukan eksperimen kembali guna memperoleh data yang hilang kurang efisien mengingat
besarnya biaya, tenaga, terutama karena kondisi eksperimen telah mengalami perubahan
mengingat keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu akan lebih efisien
menaksir nilai-nilai yang hilang tersebut.
Maka untuk mengestimasi data yang tidak lengkap tersebut, dalam makalah ini adalah
dengan menggunakan cara yang dijelaskan oleh Cochran dan Cox (1957) yaitu menggunakan
cara meminimalkan dari jumlah kuadrat residu dengan cara menentukan efek yang dihilangkan
lalu disamakan dengan nol. Dan untuk melihat secara grafis apakah data hasil estimasi sudah
cukup baik atau belum dapat digunakan half-normal plot seperti yang jelaskan Daniel (1959).
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana cara menaksir data hilang pada pengamatan eksperimen faktorial
fraksional?
2. Bagaimana melakukan analisis desain faktorial fraksional jika terdapat data
hilang?
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mendapat gambaran mengenai aplikasi ilmu statistika dalam real problem
solving.
2. Memberikan informasi cara mengestimasi data hilang pada eksperimen
faktorial fraksional.
E. KERANGKA KONSEPUAL
1. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah suatu desain yang menggunakan seluruh kombinasi
perlakuan dari k faktor atau variabel input, yang dimana setiap tingkat masing-masing faktor
dipasangkan atau disilangkan dengan tiap tingkat setiap faktor lainnya. Desain faktorial
memungkinkan kita untuk menentukan apakah ada interaksi antara variabel bebas atau faktor
yang dipertimbangkan. Interaksi menyiratkan bahwa perbedaan dalam salah satu faktor
perbedaan tergantung pada faktor lain.
terlebih dahulu akan ditentukan kontras untuk masing-masing faktor, baik faktor utama
maupun faktor interaksinya.
Kontras A = CA = (a - b - c + abc)
Kontras B = CB = (-a + b - c + abc)
6. Half-Normal Plot
Half-normal plot adalah salah satu alat analisis statistik yang berfungsi untuk
menentukan faktor mana yang penting atau berpengaruh dalam suatu eksperimen. Selain dari
itu, menurut Daniel (1959) half-normal plot juga berfungsi untuk mengecek apakah data
hasil estimasi sudah susuai dengan data aslinya atau tidak.
F. METODOLOGI
1. Estimasi Data Hilang
Misalkan dalam desain faktorial 2 level atau desain faktorial fraksional
dengan n pengamatan dilakukan, diperoleh y ' = (y1, y1, ... , yn) adalah vektor
pengamatan. Jika tidak ada pengamatan yang hilang, efek rata-rata dapat diestimasi
oleh y = e’y dan untuk (n-1) efek lainnya dapat diestimasi dengan menggunakan
fungsi :
'
1 i y, i = 1, 2, ... , (n-1) Box dan Hunter, [1961 a,b]
Jika 1'i 1j = 1'i e = 0, (i ≠ j), jumlah kuadrat total y‟y dapat dipecah menjadi n bagian
orthogonal, maka nilai y‟y = (SS(e’y) + SS ( 1'i y)).
'
1y 4
Karena SS(e’y) = n y 2, SS( 1'i y) = i' , dan 1'i1i = , maka :
1i1i n
y ' y = ( SS(e’y) + SS ( 1'i y))
n n -1 ' 2
=ny2+ (1i y) (2.1)
4 i 1
Jika terdapat m pengamatan yang hilang, maka banyaknya efek yang dapat
diestimasi (n-m) buah, sehingga harus dipilih (n-m) efek dari (n-1) efek yang ada,
selain dari efek rata-rata. Hal ini dapat dimisalkan seperti penjumlahan kuadrat
residu, sehingga dihasilkan persamaan jumlah kuadrat residu nya yaitu :
n n-1 ' 2
s= (1i y) (2.2)
4 i=n-m
Dengan menurunkan persamaan (2.2) terhadap (1'i y ) , diperoleh persamaan :
n-1
a (1'i y) 0 (j = 1, 2, ..., m) (2.3)
ij
i=n-m
Nilai a dalam persamaan (2.3) merupakan koefisien pengamatan ke-j yang
ij
hilang dalam (1'i y) , dan dapat dibuat matriks A, dengan A = { a }. Apabila matriks
ij
A non singular, maka persamaan (2.3) direduksi menjadi :
'
1i y = 0 i = (n-m), ..., (n-1) (2.4)
Dengan menggunakan persamaan (2.4) ini, maka nilai hilang yang ada dalam
pengamatan tersebut dapat diestimasi.
2. Analisis Data
Hubungan antara efek-efek dan kombinasi perlakuan dapat ditulis sebagai :
Kontras = 2k-1 * (efek atau interaksi)
Untuk ANAVA, perlu dihitung Y 2 , jumlah kuadrat semua nilai
pengamatan, sedangkan jumlah kuadrat kuadrat tiap efek atau kombinasi perlakuan
dihitung dengan :
(kontras)2
JK (efek )
r.2k
G. HASIL ANALISIS
1. Data Yang Digunakan
Data yang digunakan untuk melakukan estimasi data hilang dan melakukan
analisis desain faktorial fraksional adalah data mengenai percobaan permainan golf.
Data ini disusun dalam desain faktorial fraksional 25−1 desain resolusi V dengan
generator E = ABCD dan Defining Contrast I = ABCDE. Faktor-faktor yang
mempengaruhi jarak yang ditempuh bola golf pada permainan golf dengan respon
jarak tempuh dalam yard adalah Ability (Kemampuan), Ball (Bola), Club, Ground
(Lapangan), dan Teeing (Tongkat).
B: B B: B
Half-Normal % Probability
C: C C: C
D: D D: D
95
E: E E: E 95
Positive Effects Positive Effects
Negative Effects 90 Negative Effects 90
80
80
70
70
50
50
30
20 30
10 20
0 10
0
|Standardized Effect|
|Standardized Effect|
Gambar 4.1 ( plot pada saat X = 127 ) Gambar 4.2 ( Plot data aslinya )
C: C
D: D D
E: E 95
Positive Effects
Negative Effects 90
E
80 A
70
C
50
B
30
20
10
0
0.00 5.30 10.60 15.90 21.20 26.50 31.80 37.10 42.40 47.70 53.00
|Standardized Effect|
Dari bentuk Half-Normal Plot di atas dapat dijelaskan bahwa ada tiga efek yang
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, yaitu efek A, D dan E. Ini dapat diketahui dari
letak ketiga titik efek tersebut yang letaknya jauh dibandingkan dengan titik-titik lainnya.
Hal ini diperjelas dengan nilai p value yang diperoleh dalam table Anavanya. Dari table
Anava tersebut diketahui nilai p value untuk ketiga efek tersebut jauh lebih kecil dari 0.05.
Karena efek A, D dan E memiliki nilai p value < 0.05, maka H0 ditolak sedangkan
untuk efek B dan C karena memiliki nilai p value > 0.05 maka H0 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hanya efek A, D dan E mempunyai pengaruh terhadap model.
Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi jarak yang ditempuh bola golf pada
permainan golf dengan respon jarak tempuh dalam yard adalah Ability (Kemampuan),
Ground (Lapangan), dan Teeing (Tongkat).
Sebagai catatan dalam tabel Anava, sumber variasi residual merupakan gabungan
dari efek-efek interaksi dua faktor.
Half-Normal % Probability
C: C C: C
D: D D: D
E: E 95 E: E 95
Positive Effects Positive Effects
Negative Effects 90 Negative Effects 90
80 80
70 70
50 50
30 30
20 20
10 10
0 0
0.00 45.00 90.00 135.00 180.00 225.00 0.00 43.00 86.00 129.00 172.00 215.00 258.00
C: C
D: D E
E: E 95
Positive Effects
Negative Effects 90
D
80 A
70
C
50
30
20 B
10
0
| Standardized Effect|
H. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian teori dan contoh penggunaan kasus yang disajikan dalam bab-
bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Faktor-faktor yang sangat signifikan mempengaruhi jarak yang ditempuh bola golf
pada permainan golf dengan respon jarak tempuh dalam yard adalah Ability
(kemampuan), Ground (Lapangan) dan Teeing (Tongkat).
2. Dalam desain faktorial fraksional tanpa replikasi, untuk mengestimasi data hilangnya
dapat ditentukan dengan menggunakan kontrasnya dan untuk menentukan hasil
estimasi terbaik digunakan half-normal plot dari hasil estimasi efek kombinasi
perlakuan dengan dibandingkan half-normal plot dari hasil estimasi efek kombinasi
perlakuan dari data aslinya.
3. Jika analisis dilakukan dengan perhitungan biasa, nilai F value dalam table Anava
tersebut tidak muncul disebabkan oleh tidak adanya pengulangan atau replikasi untuk
tiap kombinasi perlakuan sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan, jumlah kuadrat
total mempunyai 15 derajat bebas, 5 diantaranya untuk faktor utama dan 10 lainnya
untuk interaksi dua faktor, sehingga derajat bebas untuk error adalah 0. Sehingga
dalam desain faktorial fraksional tanpa replikasi, perhitungan rasio nilai F dilakukan
dengan membagi RJK efek dengan RJK efek interaksi tertinggi.
4. Dalam desain faktorial fraksional, selain digunakan untuk menguji pengaruh efek
utama, dapat juga digunakan untuk menguji pengaruh efek interaksinya.
I. DAFTAR PUSTAKA
Box, G. E. P. and Hunter, J. S. (1961a). The 2k-p fractional factorial designs. Part I.
Technometrics 3, 311-51.
Box, G. E. P. dan Meyer, R. D. (1986). An Analysis for Unreplicated Fractional
Factorials. Technometrics. 28. 1 pp. 11-18
Cochran, W. G. and Cox, G. M. (1957). Experimental Designs. John Wiley and
Sons, New York.
Daniel, C. (1959). Use of half-normal plots in interpreting factorial two level experiments.
Technometrics 1, 311-41.
Finney, D.Y. (1964). Statistical Method to Biological Assay, Charles Griffin & Co, Ltd.
London
Gomez, K.A. and Gomez, A.A. (1984). Statistical Procedures for Agricultural Research
2nd. John Willey & Sons Inc, Singapore.
Hastoto, E. (1989). Penaksiran Data Hilang Dalam Desain Blok Acak Dan Desain Bujur
Sangkar Latin Melalui Modifikasi Rata-Rata Pengamatan. Jurusan Statistika FMIPA
Unpad, Bandung.
Montgomery, D. C. (2005). Supplemental Text Material For Each Chapter of The 6th
Edition of Design and Analysis of Experiments. Http://www.wiley.com/ col-
lege/montgomery.
Norman, R. D. and David, M. S. (1964). Estimating Missing Values In Unreplicated Two-
Level Facorial And Fractional Factorial Design. University of Wisconsin, Madison,
Wisconsin, U. S. A.
Sauddin, A. (2006). Identifikasi Faktor Signifikan Rancangan Faktorial Fraksional Tanpa
Pengulangan Dengan Metode Bissel, Lenth, dan Fang. Jurusan Statistika FMIPA
Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Sudjana. (1995). Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.
Syafyatiningsih. (1989). Taksiran Data Hilang Dalam Desain Blok Acak. Jurusan Statistika
FMIPA Unpad, Bandung.
Turnip, M. J. (1999) Analisis Rata-Rata Data Hilang Dalam Desain Blok Acak Lengkap.
Jurusan Statistika FMIPA Unpad, Bandung.
Voelkel, G. J. and Rochester, C.R.I.T. (2004). The Efficiencies of Fractional Factorial
Designs, Technical Report 2004-1. Http://www.rit.edu/ ∼636www/about/TR2004-
1.pdf.
V. ANALISIS REGRESI
(R.1)
PEMODELAN INFLASI DENGAN METODE SELF ORGANIZING MAPS
GENERAL REGRESSION NEURAL NETWORK (SOM GRNN)
1
Hendra Wijaya, 2Brojol Sutijo Suprih Ulama
1
Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya
2
Dosen Pascasarjana Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya
e-mail : 1 henwij@gmail.com, 2 sutijo_su@statistika.its.ac.id
Abstrak
Inflasi merupakan salah satu indikator makro penting yang dapat memberikan
informasi tentang gejolak perekonomian suatu bangsa. Usaha-usaha untuk
meramalkan inflasi merupakan salah satu input yang cukup penting bagi proses
pengambilan keputusan secara moneter. Dalam penelitian ini digunakan metode SOM
GRNN untuk memodelkan inflasi dengan menggunakan data yang bersumber dari
Publikasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indoensia Tahun 2004 s.d. Tahun 2009 dan
Laporan Bulanan Statistik Keuangan Bank Indonesia Tahun 2004 s.d. Tahun 2009
sebanyak 72 bulan. Variabel yang digunakan sebagai variabel respon adalah inflasi
dan variabel prediktornya adalah: suku bunga bank (BI Rate), jumlah uang beredar
(M2) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar (Kurs Tengah). Untuk keperluan
pembandingan model, data dibagi menjadi dua. Data pertama adalah data in sample
(training), data inflasi bulan januari 2004 sampai bulan desember 2008 yang
digunakan untuk membentuk model runtun waktu. Sedangkan data kedua adalah data
out of sample (testing), data inflasi bulan Januari s.d. Desember 2009 yang digunakan
untuk menguji akurasi model yang terbentuk. Pembandingan dilakukan dengan
melihat Mean Square Error (MSE) dan Root Mean Square Error (RMSE) dari data
(training) dan out sample data (testing) data in sample dan juga dilihat data in sample
(testing). Plot antara data testing dengan taksiraan testing (Yhat-test) sudah mendekati
dengan data asli
1. Pendahuluan
Perekonomian menjadi salah satu pondasi utama kekuatan suatu negara.
Namun, stabilitas ekonomi tidak selalu berjalan dengan mulus karena perekonomian
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu faktor eksternal maupun faktor internal. Salah
satu indikator utama yang digunakan untuk melihat perkembangan perekonomian suatu
negara adalah tingkat laju inflasi. Angka inflasi yang mempunyai fluktuasi tinggi dari
waktu ke waktu menandakan perekonomian suatu negara tidak atau kurang stabil.
Indonesia pernah mengalami tingkat inflasi yang sangat tinggi yaitu pada tahun 1966
dan 1997-1998, yang mengakibatkan berbagai segi kehidupan masyarakat mengalami
krisis, banyak perusahaan yang gulung tikar dan pengangguran dimana-mana (Statistik
50 Tahun Indonesia Merdeka, 1995).
GRNN adalah salah satu model deret waktu nonlinier yang juga telah banyak
dikembangkan untuk berbagai masalah statistika baik untuk output univariat maupun
multivariat. Diantaranya adalah Warsito dkk (2008) telah menerapkan GRNN untuk
prediksi tingkat pencemaran udara ambien di kota Semarang, Cigizoglu, et. al (2008)
melakukan perbandingan model FFNN (Feed Forward Neural Network), RBFNN
(Radial Basic Feed Forward Neural Network). Kaitannya pemodelan GRNN untuk data
finansial Leung, et.al (2000) yang melakukan prediksi nilai tukar beberapa mata uang
internasional dan membandingkannya dengan model Multilayer Feedforward Neural
Network dengan beberapa fungsi transfer (aktifasi). Untuk semua mata uang termasuk
dalam penelitian empiris dilihat dari MAE dan RMSE untuk peramalan Model GRNN
yang lebih signifilkan dibanding model.
Tujuan dari makalah ini adalah mendapatkan model untuk data inflasi
Indonesia. Hal ini dilakukan dengan membandingkan data testing dan data asli dengan
metode permodelan GRNN. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan
oleh Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di dalam
memodelkan data inflasi sebagai salah satu input yang cukup penting bagi proses
pengambilan keputusan secara moneter.
2. Landasan teori
2.1 Inflasi
Jaringan Kohonen SOM (Self Organizing Map) merupakan salah satu model
jaringan syaraf yang menggunakan metode pembelajaran unsupervised . Kelebihan
Jaringan Syaraf Tiruan dengan algoritma SOM terletak pada kemampuan belajar
mandiri yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut pengguna tidak perlu
merumuskan kaidah atau fungsinya. Dengan demikian SOM mampu digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang rumit dan atau fungsi yang tidak diketahui.
Masalah yang terdapat kaidah atau fungsi yang tidak diketahui. Jaringan
Kohonen SOM terdiri dari dua layer yaitu input layer dan output layer. Setiap neuron
dalam input layer terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output. Setiap neuron
dalam lapisan output merepresentasikan kelas dari input yang diberikan
Artificial Neural Network (ANN) dibuat pertama kali pada tahun 1943 oleh
neurophysiologist Waren McCulloch dan logician Walter Pits, namun teknologi yang
tersedia pada saat itu belum memungkinkan mereka berbuat lebih jauh. Artificial Neural
Network adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang terinspirasi oleh sistem sel
syaraf biologi yaitu sama seperti otak yang memproses suatu informasi. Elemen
mendasar dari paradigma tersebut adalah struktur yang baru dari sistim pemrosesan
informasi. Artificial Neural Network, seperti manusia, belajar dari suatu contoh.
Artificial Neural Network dibentuk untuk memecahkan suatu masalah tertentu seperti
pengenalan pola atau klasifikasi karena proses pembelajaran.
Output Layer
Gambar 1. Arsitektur pada Artificial Neural Network
a. Proses Pembelajaran
Umumnya, jika menggunakan Artificial Neural Network, hubungan antara
input dan output harus diketahui secara pasti untuk dapat dibuat suatu model. Hal lain
yang penting adalah proses pembelajaran hubungan input/output. Ada dua tipe
pembelajaran yang dikenal yaitu : pembelajaran terawasi (supervised) dan pembelajaran
tak terawasi (unsupervised).
Pembelajaran terawasi (supervised) digunakan jika output yang diharapkan
telah diketahui sebelumnya dan biasanya pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
data yang telah ada.
Pada metode pembelajaran yang tidak terawasi (unsupervised), tidak
memerlukan target output. Pada metode ini tidak dapat ditentukan hasil seperti apa yang
diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot
disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan
pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area
tertentu. Pembelajaran seperti ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokkan
(klasifikasi) pola.
yf( x, y)dy
-
E( y | x) (1)
f( x, y )dy
-
dimana x = (x1,x2,…,xp) adalah vektor input, y output yang diprediksi, E[y| x] nilai
harapan dari output y jika diberikan vektor input x, dan f(x ,y) merupakan fungsi
densitas probabilitas bersama dari x dan y. Dengan fungsi aktifasi GRNN yang telah
ditetapkan :
2
ζi e ( x-xi ) (x-x i ) / 2 (2)
dengan xi adalah vektor training yang direpresentasikan oleh neuron pola i, σ meru
pakan parameter smoothing, dan ζ i adalah suatu fungsi Gaussian. Berdasarkan nilai
sampel x dan y dari variabel acak X dan Y, didapat fungsi
n
1 1
f (x, y ) ( p 1) / 2 p 1
exp di2 / 2 2
exp (y - y i ) / 2 2
(3)
2 n i 1
di2 (x - xi ) (x - xi ) (4)
Dengan mensubstitusi estimasi probabilitas bersama (3) kedalam mean bersyarat (4)
diperoleh estimator kernel Nadaraya-Watson sebagai berikut :
n
w ij exp d i2 / 2 2
ˆ ( x)
Y i 1
(5)
n
2 2
exp d /2i
i 1
Berdasarkan persamaan (5), GRNN yang dikembangkan oleh Specht (1991) memiliki
formulasi sebagai berikut :
n
wij ζi
i 1
Yj n
(6)
ζi
i 1
n n
wij ζi =Numerator ζi = Denominator
i 1 i 1
3. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berasal dari data inflasi Indonesia yang dirilis setiap bulan oleh Badan Pusat Statistik
dan data Statistik Ekonomi dan Kebijakan Moneter (SEKI) yang juga dirilis setiap bulan
oleh Bank Indoensia. Data observasi yang digunakan sebanyak 72 bulan, dimulai dari
januari 2004 sampai dengan desember 2009. Untuk keperluan pembandingan model
data dibagi menjadi dua. Data pertama adalah data in-sample (training), data ini
digunakan untuk membentuk model time series dari bulan Januari 2004 s.d. Desember
2008. Sedangkan data kedua adalah data out of sample (testing) dari bulan Januari 2009
s.d. Desember 2009, data ini digunakan untuk menguji akurasi dari model yang
terbentuk.
4. Metodologi penelitian
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mendapatkan model yang baik untuk
data inflasi Indonesia. Hal ini dilakukan dengan metode SOM-GRNN dengan cara
membandingkan dari data asli dan perkiraan dari data testing (out sample).
Pada penelitian ini, data yang digunakan merupakan data inflasi Indonesia yang
dirilis setiap bulan oleh BPS dan data jumlah uang beredar, suku bunga dan kurs rupiah
terhadap dollar yang dirilis Bank Indonesia. Data ini terdiri dari 72 observasi, yang
dibagi menjadi 60 observasi untuk in-sample dan 12 observasi untuk out-of-sample.
Untuk melihat lag yang optimum dalam model, adalah dengan melihat nilai
Information Criterion for Autoregressive Model (ICAM) seperti pada Tabel 1.
Terlihat lag yg optimum adalah lag 1 yang memiliki nilai ICAM terkecil dan
dengan mengunakan cross correlation didapatkan hasil yang menyatakan bahwa hanya
lag 1 yang signifikan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai MSE dan RMSE training lebih kecil dari
MSE dan RMSE testing. Tetapi ini masih layak digunakan karena perbedaannya yang
tidak terlalu jauh antara training dan testing dilihat dari banyaknya jumlah observasi
training dan testing.
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil empiris dari metode SOM-GRNN untuk
melihat validasi model terbaik untuk data inflasi bulanan Indonesia. Hasil dengan
menggunakan kriteria MSE dan RMSE untuk membandingkan data testing (Ytest/data
asli) dengan data taksiran testing (Yhat-test) pada gambar.2 terlihat bahwa dengan
metode SOM-GRNN terlihat bahwa data plot taksiran (Yhat-test) cenderung mendekati
plot data testing (Ytest).
1.0
Data
0.5
0.0
-0.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Index
6. Kesimpulan
7. Daftar Pustaka
Barai, S.V., Dikshit, A.A., Sharma, S., (2006), “Neural Network Models for Air
Quality Prediction : A Comparative Study”, working paper
Badan Pusat Statistik, (1995), “Statistik 50 Tahun Indonesia Merdeka”, Direktorat
Sistem Informasi Statistik, Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (2007). „Survei Biaya Hidup Tahun 2007”
Badan Pusat Statistik, (2010), “Berita Resmi Statitsik Indeks Harga Konsumen”.
Badan Pusat Statistik (2010). „Publikasi Indeks Harga Konsumen Indonesia 2010”
Bank Indonesia, (2010), “Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia“, Jakarta
Cigizoglu, H.,K., Askin., P., Ozturk, A., Gurbuz, A., Ayhan, O., Yildiz, M and Ucar, I.,
(2008), “Artificial Neural Network Models in Rainfall-Runoff Modelling of
Turkish Rivers”, Istanbul Technical University, working paper.
Sagala, F., (2008) “ Analisis Regresi Berganda Terhadap Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Laju Inflasi”, Skripsi, USU Medan.
Leung, M.T., Chen, A.N., and Daouk, H., (2000), “Forecasting Exchange Rates using
General Regression Neural Networks”, Computers & Operations Research 27,
page 1093-1110.
Nugroho, Heru, (2008), “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah
Uang Beredar Terhadap Indeks LQ45”, Tesis, UNDIP Semarang.
Irawan, M. Isa., (2004), “Exploratory Data Analysis dengan JST - Kohonen SOM :
(R.2)
PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM
PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE
REGRESSION
ABSTRAK
Metode Partial Least Square Regression salah satu metode yang ditawarkan untuk
pemodelan persamaan regresi jika terdapat kasus multikolenieritas. Sama halnya seperti
metode Principal Component Regression dan Ridge Regression, metode Partial Least
Square Regression tidak memberikan standard error pendugaan parameter regresi
karena dalam pemodelan tidak mengasumsikan sebaran dari error. Pendekatan umum
yang digunakan untuk mendapatkan standar error dan interval konfidensi dari
pendugaan parameter regresi adalah dengan menggunakan metode Bootstrap dan
Jackknife. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk membandingkan bias
pendugaan parameter regresi, standar error dan interval konfidensi pendugaan. Dengan
menggunakan metode simulasi ditetapkan B=1000 dan sampel bootstrap n=(10, 30, 50,
100, 200) dan Jackknife n-1, dengan korelasi antara prediktor sebesar =0.9 diperoleh
metode Bootstrap relatif lebih baik untuk ukuran sampel besar (n>30) dibandingkan
dengan metode Jackknife dilihat dari bias pendugaan, standar error dan lebar interval
konfidensinya .
PENDAHULUAN
Analisis regresi adalah teknik analisis statistik yang mencirikan hubungan antara
dua buah variabel atau lebih untuk tujuan prediksi dan estimasi dengan model statistik
yang disebut sebagai model regresi. Khusus untuk tujuan prediksi, semakin banyak
variabel yang terlibat dalam model regresi maka semakin akurat dan reliable nilai
prediksinya karena tentunya dengan melibatkan banyak variabel prediktor, proporsi
varians dari variabel respon yang dapat dijelaskan oleh variabel prediktor akan semakin
tinggi yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi R2 yang semakin besar.
Namun, terdapat satu masalah klasik diantara banyak masalah dalam analisis regresi
multipel adanya korelasi sempurna atau hampir sempurna antara variabel prediktor.
Dalam bahasa regresi persamasalahan ini dikenal dengan nama multikolenieritas.
Beberapa teknik statistik yang sering digunakan dalam penanggulangan
multikolenieritas adalah Principal Component Regression (PCAR), Ridge Regression
(RR) dan Partial Least Square Regression (PLSR). Kajian yang telah dilakukan oleh
Norliza (2006) menunjukkan bahwa metode PLSR adalah metode yang terbaik
dibandingkan metode yang lain dilihat dari Means Square Error (MSE) pendugaan
parameter regresi.
Konsep dari PLSR adalah mereduksi variabel prediktor menjadi k komponen
dengan memperhatikan korelasi antara set variabel prediktor dengan set variabel respon.
PLSR merupakan gabungan dari Principal Component Regression (PCR) dengan
Canonical Correlations (CC). Namun satu hal yang menjadi kendala dalam PLSR
adalah pada tahap pengujian signifikansi parameter regresi karena dalam metode PLSR
tidak mengasumsikan sebaran dari data. Sehingga standar error pendugaan tidak bisa
diturunkan dari aspek teoritis. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mendpatkan
standar error dari pendugaan parameter yaitu metode resampling (Bootstrap) atau
dengan menggunakan metode Jackknife. Dalam penelitian ini, penulis mencoba
membandingkan metode Bootstrap dan Jackknife dalam menduga (1) bias parameter,
(2) standard error dan (3) interval konfidensi pada Partial Least Square Regression.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan metode Bootstrap dan Jackknife
dalam menduga (1) bias parameter, (2) standard error dan (3) interval konfidensi pada
Partial Least Square Regression
KERANGKA KONSEPTUAL
Partial Least Square Regression
PLS merupakan metode yang cukup baru yang dikembangkan oleh Herman
Wold di Tahun 1960-an sebagai sebuah metode yang digunakan untuk membangun
model prediksi saat variabel prediktor banyak dan saling berkorelasi. PLS dapapat
digunakan untuk jumlah variabel prediktor yang sangat banyak bahkan lebih banyak
dari ukuran sampelnya.
Untuk regresi variabel Y dengan variabel prediktor X1,..,Xp, PLS mencoba
menemukan faktor-faktor baru yang akan memainkan peran yang sama dengan X.
Faktor-faktor baru sering disebut variabel laten atau komponen. Masing-masing
komponen adalah kombinasi linear dari X1,..,Xp. Ada beberapa kesamaan dengan PCR.
Kedua metode, sama-sama menemukan faktor baru yang akan diregresikan dengan Y.
Perbedaan utamanya adalah ketika PCR hanya menggunakan variasi X untuk
membangun faktor-faktor baru, PLS menggunakan kedua variasi X dan Y untuk
membangun faktor-faktor baru yang akan memainkan peran sebagai variabel prediktor.
Intensi dari PLS adalah untuk membentuk komponen yang menangkap sebagian
besar informasi dalam variabel X, yang berguna untuk memprediksi y1,..,yq, dengan
menggunakan komponen lebih sedikit dari jumlah variabel X. Sekarang kita akan
menurunkan penduga PLS dan B. Matriks X dapat dilakukan dekomposisi bilinier
sebagai berikut :
p
X t1p1/ t 2 p 2/ ... t p pp/ t i pi/ TP / (1)
i 1
Di sini ti adalah kombinasi linear dari X, yang ditulis sebagai Xri. Kemudian p x
1 vektor pi yang sering disebut vektor loading. Berbeda dengan bobot di PCR (yaitu
eigenvektor i), ri tidak ortonormal. Namun bagaimanapun ti, seperti komponen utama
Zi, yang ortogonal. Ada dua algoritma populer untuk mendapatkan penduga PLS. Satu
disebut NIPALS dan yang lainnya disebut algoritma SIMPLS
Tahap awal dalam pendugaan parameter adalah menghitung ti yang merupakan
kombinasi linier dari matriks residual Ei sebagai berikut :
i
ti Ei 1 w i , Ei X t jp /j , E0 X (2)
j 1
dimana wi adalah ortonormal. Kemudian ri , wi, i = 1, 2,..,m adalah set vektor loading.
Dalam algoritma PLS baik untuk multivariat dan univariat, langkah pertama adalah
menghitung nilai vektor ti kemudian menghitung pi. Secara jelas algoritmanya sebagai
berikut :
Tm=XRm
Pm=X/Tm(T/m/Tm)-1
Rm=Wm (P/m Wm)-1 (3)
Dimana m adalah banyak komponen yang dominan. Sehingga penduga parameter
dengan PLS adalah :
βˆ mPLS R m (R m/ X / XR m ) 1 R m/ X / Xβˆ OLS
(4)
Metode Bootstrap
Metode Bootstrap adalah metode resampling dengan penggantian dari sampel asli
untuk memperkirakan ketepatan statistik dari data dalam suatu sampel. Idenya adalah
untuk meniru proses pemilihan banyak sampel untuk menemukan kemungkinan bahwa
nilai-nilai statistik uji mereka jatuh dalam berbagai interval (Efron, 1979). Dengan
demikian distribusi dari statistik uji sampel di ini ditetapkan dari distribusi sampling
empiris. Pada metode bootstrap dibentuk B buah sampel Bootstrap, masing-masing
merupakan sampel acak berukuran n yang diambil dengan pengembalian dari populasi n
pengamatan. Pengamatan ke-i (i=1,2,...,n) dari sampel awal mungkin muncul beberapa
kali pada sampel Bootstrap ke-r (r=1,2,..,B). Sedangkan pengamatan lain mungkin
tidak muncul sama sekali.
ˆ
PLS i
ti (9)
seˆB
2 1/ 2
B
Dengan seˆB diperoleh dari proses Bootstrap seˆB ˆ ˆ /( B 1)
(r ) (.)
r 1
Kriteria penerimaan H0 :
Terima hipotesis nol jika nilai |t hitung| lebih kecil dari t tabel pada tingkat
signifikansi dan derajat bebas db=n-p dengan p adalah banyak parameter yang
ditaksir dalam penelitian. Tolak hipotesis nol jika terjadi sebaliknya.
Jackknife
Jackknife adalah metode resampling yang lain diperkenalkan oleh Quenouille (1949)
untuk estimasi bias dan Tukey (1958) memperkenalkan Jackknife untuk menduga
standar error . Jackknife seperti halnya metode cross validation leave one out. Misalkan
x=(x1,…,xn) adalah set obervasi acak dan didefnisikan sampel jackknife ke-i x(i) adalah
set data dari x tanpa melibatkan observasi xi sehingga :
x(i) =(x1,…,xi-1, xi+1,…,xn)
Jika ˆ Tn ( x) , definisikan replikasi jackknife ke-i sebagai ˆ(i ) Tn 1 ( x(i ) ) , i=1,…,n .
Misalkan parameter =t(F) adalah fungsi dari distribusi F. Misalkan Fn adalah
empirical cumulatif distribution function (ecdf) . Taksiran dari adalah ˆ t ( Fn ) .
pengamatan ke-i, dan ˆ ˆ( x) adalah penduga yang dihitung dari data sampel
sebenarnya.
METODOLOGI
Untuk memilih metode terbaik dalam pendugaan parameter regresi dengan partial
least square akan dilakukan dengan metode simulasi monte carlo. Prosedur simulasinya
adalah sebagai berikut :
1. Membangkitkan data sampel n=(10, 30, 50, 100, 200) variabel prediktor x1 dan
x2 dengan korelasi antara prediktor ini ditetapkan sebesar =0.9
2. Melakukan pendugaan parameter regresi dengan metode Partial Least Square
dengan banyak komponen adalah satu
3. Menghitung bias pendugaan, standar error, dan interval konfidensi dengan
metode Bootstrap dan Jackknife
HASIL PENELIITAN
Setelah dilakukan simulasi menggunakan software R dengan replikasi sebanyak 100
kali, sampel bootstrap B=1000 dengan n=(10, 30, 50, 100, 200) serta
mempertimbangkan adanya multikolenieritas dengan korelasi antara variabel prediktor
ditetapkan sebesar =0.90 serta =0.95 diperoleh hasil simulasi sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Simulasi Metode Bootstrap dan Jacknife (B=1000, n=(10, 30, 50,
100, 200))
Confident Interval
Sampel Standardized
Method Observed Average Bias S.E 95% Wide C.I
Size Coefficient
L.B U.B
b1 0.5020237 0.5076099 0.0002856 0.0117674 0.4797845 0.5354353 0.0556508
Bootstrap
b2 0.5049639 0.5214075 0.0025445 0.0205651 0.4727787 0.5700363 0.0972576
N=10
b1 0.5020237 0.5074083 0.0007563 0.0068359 0.491244 0.5235726 0.0323286
Jackknife
b2 0.5049639 0.5190643 0.001812 0.0150016 0.4835913 0.5545374 0.0709461
b1 0.510419 0.507501 0.000153 0.003112 0.501115 0.513886 0.012771
Bootstrap
b2 0.526704 0.519248 0.000631 0.007515 0.503828 0.534668 0.030840
N=30
b1 0.510419 0.507353 0.000168 0.003092 0.501008 0.513698 0.012690
Jackknife
b2 0.526704 0.518640 0.000663 0.007407 0.503442 0.533837 0.030394
b1 0.509982 0.507986 0.000188 0.002599 0.502758 0.513214 0.010457
Bootstrap
b2 0.525522 0.520316 0.000550 0.006137 0.507970 0.532662 0.024692
N=50
b1 0.509982 0.507801 0.000179 0.002582 0.502608 0.512995 0.010388
Jackknife
b2 0.525522 0.519777 0.000534 0.006133 0.507439 0.532116 0.024677
b1 0.508369 0.507279 0.000065 0.001592 0.504120 0.510439 0.006319
Bootstrap
b2 0.521213 0.518390 0.000187 0.003750 0.510948 0.525833 0.014885
N=100
b1 0.508369 0.507216 0.000069 0.001595 0.504049 0.510382 0.006332
Jackknife
b2 0.521213 0.518205 0.000204 0.003766 0.510731 0.525679 0.014948
b1 0.508496 0.507213 0.000034 0.001095 0.505054 0.509371 0.004317
Bootstrap
b2 0.521550 0.518199 0.000104 0.002592 0.513088 0.523311 0.010223
N=200
b1 0.508496 0.507179 0.000029 0.001095 0.505020 0.509338 0.004319
Jackknife
b2 0.521550 0.518096 0.000092 0.002605 0.512960 0.523233 0.010273
Sumber : Hasil Simulasi
0.0008 0.0140
0.0007 0.0120
Ta ksira n Pa ra meter Beta 1
0.0006
0.0100
0.0005 Manajemen Risiko di Bidang Perbankan dan Asuransi | 369
0.0080
0.0004
0.0060
0.0003
0.0040
0.0002
0.0001 0.0020
Prosiding
Seminar Nasional Statistika
Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
0.0025
0.0200
Taksiran S.E Beta 1
0.0050
0.0005
0.0000 0.0000
0 50 100 150 200 250 0 50 100 150 200 250
Ukuran Sampel (n) Ukuran Sampel (n)
Secara umum hasil simulasi menunjukkan bahwa metode Bootstrap relative lebih baik
untuk ukuran sampel besar baik dilihat dari bias pendugaan parameter, standar error dan
interval konfidensinya. Namun untuk ukuran sampel kecil kurang dari 30, jackknife
relatif lebih baik dibandingkan Bootstrap.
Distribusi Bootstrap Beta-1 Distribusi Bootstrap Beta-2 Distribusi Bootstrap Beta-1 Distribusi Bootstrap Beta-2
25
30
20
15
10 15 20
Frequency
Frequency
20
15
Frequency
Frequency
10
10
5 10
5
5
5
0
0
0.50 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55 0.50 0.52 0.54 0.56 0.58 0.60 0.505 0.510 0.515 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55
B1 B2 B1 B2
Distribusi Jackknife Beta-1 Distribusi Jackknife Beta-2 Distribusi Jackknife Beta-1 Distribusi Jackknife Beta-2
25
20
20
10 15 20
15
15
Frequency
Frequency
Frequency
Frequency
15
10
10
10
5
5
5
5
0
0.500 0.510 0.520 0.530 0.50 0.52 0.54 0.56 0.58 0.505 0.510 0.515 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55
B1 B2 B1 B2
Untuk ukuran sampel kurang dari 30, terlihat distribusi sampling dari parameter regresi
partial least square menyimpang dari sebaran normal. Sehingga dengan ukuran sampel
ini, baik pendekatan Bootstrap maupun Jackknife kurang baik digunakan dalam
mendapatkan standar error yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis.
Distribusi Bootstrap Beta-1 Distribusi Bootstrap Beta-2
Distribusi Bootstrap Beta-1 Distribusi Bootstrap Beta-2
15
20
12
10
15
Frequency
Frequency
10
8
Frequency
Frequency
8
10
6
6
5
4
4
5
2
2
0
0
B1 B2
B1 B2
Distribusi Jackknife Beta-1 Distribusi Jackknife Beta-2 Distribusi Jackknife Beta-1 Distribusi Jackknife Beta-2
10
20
15
12
15
Frequency
Frequency
10
Frequency
Frequency
6
0 2 4 6 8
10
4
5
5
2
0
0
0.504 0.508 0.512 0.510 0.520 0.530 0.504 0.506 0.508 0.510 0.512 0.510 0.515 0.520 0.525 0.530
B2 B2
B1 B1 B1 B1
15
Frequency
10
Frequency
10
6
5
2
0
KESIMPULAN
Partial Least Square Regression adalah analisis regresi yang dapat digunakan sebagai
salah satu solusi menanggulangi terjadinya pelangagran asumsi non kolenearitas dalam
variabel prediktor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa bias pendugaan parameter relatif
rendah dengan standar error dugaan relatif kecil. Untuk ukuran sampel relatif besar
(n>30), metode Bootstrap dan Jackknife baik digunakan untuk menaksir standar error
dugaan parameter yang dapat digunakan untuk menghitung nilai statistik uji dalam uji
hipotesis. Metode Boostrap relatif lebih baik untuk ukuran sampel besar dibandingkan
metode Jackknife namun untuk ukuran sampel kecil, terlihat Jackknife relatif lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Draper,N.R. dan H. Smith.1991. Applied Regression Analysis.2nd Ed. New York : John
Willey & Sons.
Jollife, I. T. 1986. Principal Komponen Analysis. Springer-Verlag, New York.
Mayers, R.H. 1990.Classical and Modern Regression With Application.2nded.New York
: John Willey & Sons.
Norliza Adnan, Maizah Hura Ahmad, Robiah Adnan. A Comparative Study On Some
Methods For Handling Multicollinearity Problems, Journal MATEMATIKA,
Volume 22 (2006), Number 2, pp. 109–119
Sahinler, Topuz. 2007. “Bootstrap and Jackknife Resampling Algorithm For Estimation
of Regression Parameters, Journal of Applied Quantitative Research, Vol 2. No. 2
(R.3)
PENDEKATAN BAYESIAN SPASIAL EKONOMETRIKA PADA
PEMODELAN MIGRASI PENDUDUK DI JAWA BARAT
Priyono1, Setiawan2, Sutikno3
1
Mahasiswa S2 Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya
2,3
Dosen Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
e-mail: 1 freeyono@gmail.com; 2 setiawan@statistika.its.ac.id; 3
sutikno@statistika.its.ac.id
Abstrak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, jumlah migran ke Provinsi Jawa
Barat merupakan yang terbanyak di Indonesia dengan jumlah hampir 1,1 juta penduduk
migran. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Provinsi Jawa Barat masih mempunyai
daya tarik bagi para migran untuk tinggal dan menetap di wilayah ini. Berbagai teori
tentang migrasi mengasumsikan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi terjadinya migrasi selain daya tarik fasilitas sosial di
wilayah tujuan migran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi migrasi di Jawa Barat dengan pendekatan bayesian spasial
autoregressive. Metode estimasi model regresi spasial ekonometrik yang seringkali
digunakan adalah metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan asumsi
error-nya berdistribusi normal dengan varian konstan (homoskedastisitas). Dalam
penelitian ini digunakan metode bayesian dengan pendekatan Marcov Chain Monte
Carlo (MCMC). Metode MCMC ini digunakan untuk mengatasi heteroskedastisitas
pada model spasial lag (autoregressive). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
yang berpengaruh ( =5%) terhadap tingkat migrasi adalah peranan sektor industri
terhadap PDRB, sedangkan variabel tingat pengangguran, fasilitas pendidikan dan
fasilitas kesehatan tidak cukup signifikan. Besarnya pengaruh spasial dependen (ρ)
sebesar 0.469535 dan signifikan pada level 5%.
1. Pendahuluan
migran (BPS, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Provinsi Jawa Barat
mempunyai daya tarik bagi para migran untuk tinggal dan menetap di wilayah ini.
Berbagai teori tentang migrasi mengasumsikan bahwa faktor ekonomi merupakan salah
satu faktor penting yang mempengaruhi terjadinya migrasi selain daya tarik fasilitas
sosial di wilayah tujuan migran. Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah dengan
daerah lainnya juga menyebabkan penduduk terdorong atau tertarik untuk melakukan
migrasi. Menurut Lee dalam Mantra (2000) faktor jarak antara daerah asal dengan
daerah tujuan yang disebut sebagai rintangan antara juga sangat menentukan keputusan
seseorang untuk berpindah. Banyak migran menuju wilayah yang berjarak dekat,
sedangkan migran yang jauh tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri yang
penting (Emalisa, 2003).
2. Tinjauan Pustaka
dimana Yi adalah variabel dependen untuk observasi ke-i, dan Xir, (r=1,2,...,k) adalah
variabel-variabel penjelas untuk observasi ke-i, sedangkan ρ merupakan koefisien
spasial lag/autoregressive dan W adalah matrik pembobot spasial berukuran n x n,
dimana Wij adalah elemen baris ke-i kolom ke-j yang bernilai 0 pada diagonal utamanya
(i=j). Persamaan (2.1) dapat disajikan dalam bentuk notasi matrik sebagai berikut:
y Wy Xβ ε ............ (2.2)
y (1 W) 1 Xβ (1 W) 1 ε
ε N (0, 2
In )
y Wy Xβ ε
y (1 W) 1 Xβ (1 W) 1 ε
ε N (0, 2
V) ............ (2.3)
n
2 1/ 2 1
(2 ) 2
A V exp 2
e V 1e
2
n n
ei2
n
A vi 1/ 2 exp 2
.…... (2.4)
i 1 i 1 2 vi
β konstanta
2
(r / vi ) iid (r ) / r, i 1, 2, ,n
n
r
sehingga V vi ( r 2) / 2
exp .…... (2.5)
i 1 2vi
konstanta
n
n n
ei2 n
r 1
A vi 1/ 2 exp 2
vi ( r 2) / 2
exp
i 1 i 1 2 vi i 1 2vi
n n 2 2
e r
n 1
A vi ( r 3) / 2
exp i
…....(2.6)
i 1 i 1 2vi
Dari distribusi join posterior didapatkan full conditional distribusi posterior untuk β.
n 2 2
e
p(β 2
, , V) exp i
i 1 2vi
1
exp 2
e V 1e ....... (2.7)
2
c* ( X V 1X 2
T-1 ) 1 ( X V 1Ay 2
T-1c) …... (2.8)
T* 2
( X V 1X 2
T 1) 1
…... (2.9)
Dari distribusi join posterior didapatkan full conditional distribusi posterior untuk σ2.
n 2 2
e
p( 2
β, , V) n 1
exp i
i 1 2vi
1
n 1
exp 2
e V 1e ….. (2.10)
2
b* b e V 1e / 2 …... (2.12)
Dari distribusi join posterior didapatkan full conditional distribusi posterior untuk V.
n n 2 2
e r
p(V β, 2
, ) vi ( r 3) / 2
exp i
…..... (2.13)
i 1 i 1 2vi
Seperti yang ditunjukkan oleh Geweke (1993), full conditional distribusi posterior untuk
V ini mengikuti distribusi chi-square ( 2 ) dengan derajar bebas r+1. Secara khusus
dapat dinyatakan dari distribusi conditional dari tiap vi adalah.
2 2
e r
p i
β, , 2
,v i
2
(r 1) …..... (2.14)
vi
dimana v-i = (v1, …, vi-1,vi+1, …,vn) untuk tiap i. Dengan demikian kita mengambil
sampel dari tiap skalar varian terhadap skalar varian yang lainnya. Notasi ei menyatakan
elemen ke-i dari vektor e = Ay − Xβ.
Dari distribusi join posterior didapatkan full conditional distribusi posterior untuk ρ.
1
p( β, 2
, V) In W exp 2
e V 1e …..... (2.15)
2
Algoritma Metropolis-Hasting
p( *
β, )
H ( c
, *
) min 1, …..... (2.16)
p( c
β, )
Lesage dan Pace (2009) menggunakan distribusi normal standar sebagai distribusi
proposal dengan prosedur random walk untuk menghasilkan nilai kandidat untuk ρ.
Prosedurnya melibatkan nilai ρc, sebuah angka random dari pembangkitan distribusi
normal standar, dan tuning parameter (c) seperti ditunjukkan persamaan dibawah ini.
* c
c.N (0.1) …..... (2.17)
Menurut Lee dalam Mantra (2000) ada empat faktor yang terkait dengan
perpindahan penduduk, yaitu faktor yang terdapat di daerah asal, faktor yang terdapat di
tempat tujuan, rintangan antara, dan faktor individu. Faktor yang terdapat di daerah asal
maupun di tempat tujuan mempunyai faktor positif yang menarik seseorang untuk tidak
meninggalkan daerah tersebut, dan faktor negatif yang menyebabkan seseorang
meninggalkan daerah tersebut. Faktor jarak antara daerah asal dengan daerah tujuan
yang disebut sebagai rintangan antara juga sangat menentukan keputusan seseorang
untuk berpindah. Menurut Emalisa (2003) banyak migran menuju wilayah yang
berjarak dekat, sedangkan migran yang jauh tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan
industri yang penting.
3. Metodologi
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data cross-section yang merupakan
data sekunder yang diperoleh dari beberapa publikasi Badan Pusat Statistik (BPS)
maupun BPS Jawa Barat, yaitu publikasi Penduduk Jawa Barat: Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2000 (BPS, 2002), PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Menurut
Lapangan Usaha 1997-2000 (BPS Jawa Barat, 2001), dan Jawa Barat Dalam Angka
2000 (BPS Jawa Barat, 2001).
Step 1. Tetapkan nilai inisiasi awal untuk β(0), σ2(0), V(0) dan ρ(0).
Step 2. Tetapkan jumlah iterasi (M) yang akan digunakan untuk mencapai konvergensi
model termasuk jumlah iterasi pada tahap burn-in.
Step 3. Bangkitkan angka random dari p(β|σ2(0),V(0), ρ(0)) menggunakan distribusi N(c*,
T *), dengan mean dan varians dihitung dari persamaan (2.7) dan (2.8).
Namakan sampling dari vektor parameter β(1) untuk mengganti vektor
parameter β(0).
Step 4. Bangkitkan angka random dari p(σ2|β(1), V(0), ρ(0)), menggunakan distribusi
invers gamma IG(a*, b*) dengan parameter a dan b dihitung dari persamaan
(2.10) dan (2.11). Namakan sampling dari parameter σ2(1) untuk mengganti
parameter σ2(0).
Step 5. Bangkitkan angka random dari p(vi|β(1), σ2(1), v-i, ρ(0)), untuk tiap skalar vi
dengan menggunakan distribusi chi-square dengan derajat bebas r+1 dengan
v-i= (v1, …, vi-1,vi+1, …,vn), i=1,2,…n. Namakan sampling dari vektor parameter
V(1) untuk mengganti vektor parameter V(0).
Step 6. Bangkitkan angka random dari p(ρ|β(1), σ2(1), V(1)), menggunakan algorima
Metropolis-Hastings. Beri nama nilai updatenya dengan ρ(1) untuk mengganti
parameter ρ(0) dan kembali ke step 3 sampai mencapai sejumlah iterasi (M)
yang ditetapkan untuk mencapai konvergen.
Step 7. Lakukan estimasi posterior dari hasil sampel yang diperoleh setelah kondisi
burn-in (seperti rata-rata, median, standar deviasi, uji hipotesis).
Satu urutan dari step 3 sampai 6 merupakan satu proses penarikan sampel. Sebagai
contoh, kita bisa melakukan sejumlah M = 3.000 penarikan sample termasuk 500
pertama untuk tahap burn-in agar mencapai kondisi steady-state dan menggunakan
sampel yang dihasilkan sebanyak 2.500 sampel untuk menghasilkan estimasi posterior
dan menarik kesimpulan.
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa koefisien spasial autoregressive (ρ) sebesar 0.4695
dengan nilai p-value yang signifikan yaitu 0.0363. Sementara nilai koefisien regresi
dari varibel Industri, Penganguran, dan Fasilitas Pendidikan bernilai positif kecuali
Fasilitas Kesehatan yang bernilai negatif. Namun variabel yang siginifikan pada α 5%
hanya variabel Industri. Hal ini menunjukkan bahwa persentase peranan sektor industri
terhadap PDRB mempengaruhi tingkat migrasi yaitu sebesar 1.0155, yang berarti bahwa
kenaikan satu satuan dalam persentase peranan sektor industri akan meningkatkan
tingkat migrasi sebesar 1.0155. Secara keseluruhan model regresi spasial ini mempunyai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.4741, artinya variasi pada tingkat migasi yang
dapat dijelaskan oleh model sebesar 47,41% sedangkan yang tidak dapat dijelaskan oleh
model sebesar 52,69% yang mungkin disebabkan oleh variabel lain yang tidak tercakup
dalam model.
Terkait dengan adanya multiplier efek dari perubahan pada tiap variabel independen
pada suatu wilayah yang dapat mempengaruhi variabel dependen pada wilayah yang
bersangkutan maupun wilayah lain yang bertetangga (neighbour), maka interpretasi
pada model regresi spasial berbeda dengan model regresi biasa. Interpretasi dari model
regresi spasial menurut Lesage dan Pace (2009) terdiri dari ukuran sebagai berikut:
a. Average direct effect yaitu rata-rata efek perubahan pada variabel independen di
suatu wilayah terhadap variabel dependen di wilayah tersebut.
b. Average indirect effect yaitu rata-rata efek perubahan pada variabel independen di
semua wilayah lain terhadap variabel dependen di suatu wilayah. Ini disebut juga
dengan efek spillover (tumpahan).
c. Average total effect yaitu jumlah dari Average direct effect dan Average indirect
effect merupakan rata-rata efek perubahan pada variabel independen di semua
wilayah terhadap variabel dependen di suatu wilayah.
Berikut ini hasil estimasi dari rata-rata efek tersebut pada masing-masing variabel.
Tabel 4.2. Estimasi direct, indierct, dan total effect Heteroskedastisitas Bayesian SAR
Dari tabel tersebut dapat dikatahui bahwa persentase peranan sektor industri mempunyai
efek langsung pada variabel dependen sebesar 1.1591, efek tidak langsung sebesar
1.4617 dan total efek sebesar 2.6208, ini berarti bahwa satu persen perubahan pada
peranan sektor industri mempunyai dampak langsung terhadap perubahan tingkat
migrasi sebesar 1.16% dan dampak tidak langsung sebesar 1.46%.
5. Kesimpulan
6. Pustaka
BPS. (2002), Penduduk Jawa Barat: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, BPS, Jakarta.
BPS Jawa Barat. (2001a), Jawa Barat Dalam Angka 2000, BPS, Bandung.
Emalisa. (2003), Pola dan Arus Migrasi di Indonesia, di download dari digital library
Universitas Sumatra Utara, http://digital.usu.ac.id pada tanggal 15 Agustus 2010.
LeSage, J.P. dan Pace, R.K. (2009), Introduction to Spatial Econometrics, CRC Press
(Taylor and Francis Group), Boca Raton [FL], London and New York.
(R.4)
PENDEKATAN BAYESIAN SPATIO-TEMPORAL UNTUK MENGATASI
HETEROSKEDASTISITAS PADA PEMODELAN NILAI KETIMPANGAN
PENDAPATAN MASYARAKAT DI PROPINSI SEPULAU JAWA
ABSTRACT
1. Pendahuluan
Metode ekonometrik spasial dapat menganalisa observasi yang terdiri atas data
antar-waktu (series) maupun data antar daerah (cross-section). Sedangkan untuk
menganalisa efek-efek ekonomi yang tidak dapat dibedakan hanya dengan
menggunakan data time-series ataupun cross section, dapat menggunakan analisis data
panel. Menurut Abbas Gozali (2000), penggunaan data panel memiliki keuntungan-
keuntungan, pertama, memungkinkan jumlah data meningkat, dan hal ini akan
menghasilkan derajat kebebasan tambahan sehingga mengurangi kolinearitas antar
variabel. Kedua, memasukkan informasi yang berkaitan dengan baik variabel-variabel
cross-section maupun time-series, lebih bervariasi dan dapat mengurangi masalah yang
muncul apabila ada variabel yang dihilangkan. Panel data juga dapat mengontrol
heterogenitas individu (daerah). Menggunakan data panel menambah dimensi kesulitan
baru tentang masalah spesifikasi model dengan data panel pengganggu (disturbance
terms) kemungkinan mengandung pengganggu yang berkaitan dengan time-series,
pengganggu cross-section dan kombinasi keduanya.
Walaupun sudah ada penelitian spasial panel model, homogenitas atau varians
yang melewati waktu dihasilkan dalam model, tetapi dengan kemajuan teknologi
Bayesian dengan varians modelnya yang bervariasi dapat diatasi. Misalnya, Lesage
(1997) menunjukkan estimasi Bayesian model spasial autoregressive dengan
heteroskedastisitas. Tulisan ini mencoba mengembangkan pendekatan oleh Lesage
(1997) Bayesian spasial panel model, menggunakan pendekatan spatio-temporal
heteroskedastisitas, untuk membahas Rasio Gini yang merupakan salah satu indikator
lazim dan mudah digunakan sebagai pengukuran pemerataan pendapatan.
2. MODEL
Misalkan y (y1' , , yt' , , yT' )' menyatakan variabel dependent dimana
yt (y1t , , yit , , y Nt )' dan X ( X1' , , X t' , , XT' )' merupakan kumpulan k variabel
2 2
p( , ,Vn , y, X , W ) L( y , , , X , W ) ( ) (Vn ) ( )
T N
( N .T 1) T ( q* 3) / 2 2 2
In W vit exp( q* / 2vit ) exp( e / 2vit ),
it
t 1 i 1
3. ESTIMASI MODEL
Dengan metode Markov chain Monte Carlo (MCMC). Kami memberi contoh melalui
serangkaian distribusi full conditional dari parameter secara lengkap. Untuk
mengimplementasikan pendekatan MCMC perlu menurunkan distribusi kondisional
pada semua parameter secara lengkap pada model. Prosedur ini menghasilkan
serangkaian perkiraan yang menyatu pada batas joint posterior distribution pada setiap
parameter (lihat Gelfand and Smith (1990)).
3.1 Full conditional Posterior Distribution dari 2
1 ' 1
p( ,V , ) exp 2
(eV e) mengikuti invers distribusi chi dengan
2
' 1
N .T eV e 2
skala parameter dan derajat bebas oleh karena itu mengikuti distribusi
2 2
' 1
N .T eV e
invers gamma, IG ,
2 2
Jika dimasukkan dalam determinan akan sulit untuk memberi sampel dari conditional
posterior distribution. Oleh karena itu kita mengambil langkah metropolis dengan
sampel rejection.
Kita sekarang kembali kelangkah pertama mendata nilai parameter terbaru pada
nilai awal 0 ,V 0 , 0 , dan 0 . Pada setiap langkah yang melalui pengulangan kita
mengumpulkan gambaran parameter yang digunakan untuk membentuk posterior
distribution.
Y= f (X1 ,X 2 ,X 3 ,X 4 )
Dimana :
X3 adalah proposi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri
a. Proporsi jumlah penduduk berusia lanjut (lebih besar atau sama dengan usia 60
tahun/X1) datanya didapatkan dari jumlah penduduk berusia > 60 tahun pada tiap
propinsi di Pulau Jawa dibandingkan dengan total jumlah penduduk di setiap
propinsi di Pulau Jawa.
b. Proporsi jumlah anggota rumah tangga pekerja terdidik/tingkat keahlian (X2),
datanya didapatkan dari jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan
kemudian diberikan bobot berdasarkan waktu tempuh sekolah (tahun) yaitu 0 untuk
tidak sekolah, 3 untuk tidak tamat SD, 6 untuk lulus SD, 9 untuk lulus SLTP, 12
untuk lulus SLTA, 14 lulus DI,DII,DIII/Akademi dan 16 lulus perguruan tinggi.
Kemudian bobotnya dikalikan dengan jumlah penduduk yang bekerja sesuai dengan
klasifikasi, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan suatu nilai jumlah keahlian,
selanjutnya dibandingkan dengan total jumlah penduduk di setiap propinsi di Pulau
Jawa.
c. Proporsi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri (X3) datanya
didapatkan dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor industri dibandingkan
dengan total jumlah penduduk di setiap propinsi di Pulau Jawa.
d. Pertumbuhan pendapatan nasional (X4), pertumbuhan ekonomi datanya didekati
dengan data pertumbuhan PDRB dari setiap propinsi yang ada di Pulau Jawa.
5. Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh Perubahan komposisi penduduk menurut tingkat
pendidikan berbanding terbalik dengan teori bahwa semakin banyak anggota rumah
tangga pekerja yang ahli dalam bekerja maka imbalan jasa (pendapatan) akan semakin
besar, hal ini akan terjadi perubahan dalam kelompok penduduk dari berpendapatan
rendah, kelompok penduduk berpendapatan sedang dan kelompok penduduk
berpendapatan tinggi.
Referensi
Baltagi, B. H and Levin, D. (1986) Estimating dynamic demand for cigarettes using
panel data; The effects of bootlegging, taxation and advertising reconsiderd. The
Review of Economics and Statistics 68, 148-155.
Baltagi, B.H., Song, S.H., Jung, B.C. and Koh, W. (2007). Testing for serial correlation,
spatial autocorrelation and random effects using panel data. Journal of
Econometrics 140, 97-130.
Elhorst, J.P. (2003), Specification and Estimation of Spatial Panel Data Models.
International Regional Science Review 26, 3: 244–268.
__________ (2009), Spatial Panel Data Models. In Fischer MM, Getis A (Eds.)
Handbook of Applied Spatial Analysis, Ch. C.2. Berlin Heidelberg New York:
Springer.
Gelman, A., Carlin, J.B., Stern, H. and Rubin, D.(2004). Bayesian Data Analysis, 2nd
edition, Chapman, Boca Raton.
Robert Haining, (2003) “ Spatial data Analysis, theory and practices “ University of
Cambridge.
Kakamu, K., Polasek, W., and Wago, H. (2006). Spatial Interaction of Crime Incidents
in Japan. mimeo. www.mssanz.org.au/modsim05/papers/kakamu_1.pdf
didownload bulan September 2010.
LeSage, J.P. (1999), The Theory and Practice of Spatial Econometrics, Departement of
Economics University of Toledo.
Roberts, G. O., A. Gelman and W. R. Gilks (1997) “Weak Convergence and Optimal
Scaling of Random Walk Metropolis Algorithm,” Annals of Applied Probability,
7, 110–120.
Tierney, Luke (1994) “ Markov Chains for Exploring Posterior Distributions (with
discussion),” Annals of Statistics, 22, 1701–1762.
Zeng,Y. Zhu,J. and Li, D. (2007), Analyzing Spatial Panel Data of Cigarette Demand:
Bayesian Hierarchical Modeling Aproach.
(R.5)
A SPATIO-TEMPORAL AUTOREGRESSIVE SEM MODEL FOR REDUCING
OMITTED VARIABLE BIAS
ABSTRAK
Structural Equation Modeling (SEM) has been recognized as a powerful analytical tool.
Nevertheless, SEM assumes that observations are independent. This assumption
prevents us to apply SEM in spatial modeling in which observations depend on each
other according to their position in a space. Here we propose to formulate a SEM for
accommodating spatial dependency among observations. Particularly, we focus on
spatio-temporal autoregressive model for reducing omitted variable bias in a spatial
autoregressive model.
1. INTRODUCTION
Structural Equation Model (SEM) has been recognized as a powerful analytical tool for
causal relationship. There are some advantages that can be obtained from SEM. First,
SEM explicitly includes latent variables into a model. Second, SEM can be used to
reduce the effect of attenuation caused by measurement errors. Third, SEM overcomes
multicollinearity problem due to highly correlated explanatory variables belonged to a
latent concept. These three advantages available in relation to the measurement model
in SEM (Suparman et al., 2008). Finally, SEM handle endogeneity problem since the
standard SEM is a simultaneous model (Joreskog and Sorbom, 1996).
The standard SEM assumes that observations are independent (Joreskog and Sorbom,
1996). Nevertheless, this assumption cannot be held in regional modeling. In regional
modeling, often observation units relate to each other. And in many cases, dependences
among regions are the main interest. Accordingly, the standard SEM cannot be used for
modeling dependence among observations.
Folmer and Oud (2008) propose a spatial autoregressive SEM with one observed
endogenous variable and fixed observed exogenous variables. Here, we extend Folmer
and Oud‟s model with multiple observed endogenous variables. Particularly, we focus
2. CONCEPTUAL FRAMEWORK
A SEM, as introduced by notably Joreskog and Sorbom (1996), reads:
Where (1) is the structural model and model (2) and (3) are the measurement models of
endogenous and exogenous latent variables, respectively. In the structural model the
vector ε contains the endogenous variables and the vector ξ the exogenous latent
variables, B specifies the structural relationships among the latent endogenous
variables and Γ contains the effects of the latent exogenous on the latent endogenous
variables. Φ is the covariance matrix of ξ and Ψ of the structural errors δ . In the
measurement equation (2) and (3) the Λ matrices contain the loadings or regression
coefficients of the observed variables on the latent variables, and the Θ matrices are the
measurement error covariance matrices. The measurement errors ε and δ are assumed
to be uncorrelated with one another as well as with δ and ξ . Moreover, the structural
errors are assumed to be uncorrelated with the exogenous latent variables ξ . Finally, all
errors are assumed to have expected value equal to zero.
We observe that several or all of the latent exogenous and endogenous variables in the
structural model may be observed variables. For these cases an identity relationship
holds in the corresponding measurement equation.
Several estimator for SEMs have been developed including instrumental variables, two-
stage least squares, unweighted least squares, generalized least squares, fully weighted
and diagonally weighted least squares, and maximum likelihood (ML). Here we restrict
ourselves to the ML estimator, which minimizes the log-likelihood function of the free
elements in the eight parameter matrices in the model (1)-(3) for given data Y
(including both observed endogenous and exogenous variables):
N N pN
ζY ln Σ tr SΣ 1
ln 2π , (4)
2 2 2
Where ζ contains the parameters to be estimated in the eight matrices, Y N p is the data
Λ y Η ΓΦΓ Ψ Η Λy Θ Λ y ΗΓΦΛ x
Σ , with Η I Β
1
. (5)
Λ x ΦΓ Η Λ y ΛΦΛ Θ
1
Finally, S p p N Y Y is the sample covariance or moment matrix.
1
FML ln tr SΣ ln S p, (6)
2
Or N 1 FML with the same result. Because the data-based matrix S is a constant,
equation (4) and (6) relate linearly.
It is important to distinguish between the tradional definition of a SEM in terms of
variables as in (1)-(3) and a SEM defined in units of observation, as in standard spatial
econometrics. If a vector refers to unit of observation, it will be denoted by a tilde (~).
Otherwise, it refers to vector of variables. A similar definition is applied on matrices.
We consider the standard one-equation spatial lag (spatial autoregression, SAR) model
in unit of observation:
~ ~
y ρW~
y Xγ ~
ε, (7)
Where
~
y is the N 1 vector of observations on the dependent variable y ;
W is the N N contiguity matix;
~
X is the N q matrix of observation on the q explanatory variables;
~
ε is the N 1 vector of stochastic disturbance;
is the spatial dependence parameter measuring the average influence of
contiguous observation on y ;
γ is the q 1 vector of regression coefficients of the q explanatory variables.
In SEM notation equation (10) reads
y yW γx , (11)
Where yW is the spatially lagged dependent variable and x the vector of exogenous
explanatory variables.
To develop a consistent and unbiased estimator of model (11) Folmer and Oud consider
yW as a transformation W~
y of the dependent variable and hence cannot be assumed to
be uncorrelated with the error term. They write (10) as
~
A~
y Xγ ε , where A I ρW . (12)
Transformation of the vector of error terms to the vector of dependent variables leads to
the addition of the Jacobian term ln A to the log-likelihood function (7). For one
N
N 1 N
ζ~
2
y ln A ln 2
2
yr r ln 2π , (13)
2 2 r 1 2
(13) shows that the component ln A is just added to the standard univariate log-
likelihood.
~ ~
yt t W~
yt Xt γ t ~
εt , (8)
~ ~ ~
yt t W~
yt a Xt a γ t o Xt o γ t ~
εt , (9)
~
with a X t is the N q matrix of observation on the available explanatory variables
~
and o X t is the N q q matrix of observation on the omitted explanatory variables.
Following Suparman et al. (2008), let
~ν ~ ~
t o Xt o γ t εt (10)
~ν ~ν ~
t t t 1 δt (11)
~ ~ ~
νt yt t W~
yt a Xt a γ t . (12)
~ ~ ~ ~
yt t yt 1 t W~
yt t t W~
yt 1 a Xt a γ t ta Xt 1a γt 1 δt (13)
In the case of diarrhea accidents, a three years period of observations is relatively small.
Hence, we simplify (13) into a time invariance model. For T times of observations, we
have
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
yt yt 1 yWt 1 yWt a Xt 1a γ a Xt a γ δt , for i 2,3,, , T , (14)
with ~
yWt W~
yt .
Following Folmer and Oud (2008), instead of using a standard spatiotemporal model
formulation, we use structural equation model (SEM) for expressing (14). We have
y Βy Γx δ (15)
with
y y2 y3 yT
x 1 x1 x 2 xT yW 1 yW 2 yWT y1
δ 2 3 T
0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
B
0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 ,1 a γ a γ 0 0 0 0 0 0
0, 2 0 a γ a γ 0 0 0 0 0 0
0,3 0 0 a γ 0 0 0 0 0 0 0
Γ
0 ,T 1 0 0 0 a γ 0 0 0 0 0 0
0 ,T 0 0 0 a γ aγ 0 0 0 0
and we specify two additional parameter matrices
1
E x1 E x1x1
E x2 E x 2 x1 E x2x2
E xT E xT x1 E xT x 2 E xT xT
Φ
E yW 1 E yW 1x1 E yW 1x 2 E yW 1xT E yW2 1
E yW 2 E yW 2 x1 E yW 1x 2 E yW 2 xT E yW 2 yW 1 E yW2 2
E yWT E yWT x1 E yWT x 2 E yWT xT E yWT yW 1 E yWT yW 1 E yWT2
Observe that y1 is assumed to be exogenous and fixed. In this formulation, the error
terms over times may differ and correlate.
Several methods have been developed for estimating parameter in a SEM, namely:
instrumental variables, two stages least square, unweighted least square, generalized
least square, fully and diagonally weighted least square and maximum likelihood. These
methods are available in the software package LISREL (Joreskog and Sorbom, 1996)
and Mx (Neal et al., 2003). In relation to spatial data analysis, Mx, which is a free
program, is considered to be very flexible. It offers an extensive matrix algebra toolbox
enabling linear and nonlinear parameter restrictions and allows modifying and
extending the likelihood function in a user-defined way.
We focus our attention on the maximum likelihood method and start by formulating the
likelihood function. Oud (2004) provides the log-likelihood function of a standard SEM
with fixed and observed exogenous variables. In the case of the endogenous variables
are also observed, the log likelihood is formulated as
N
N 1 T 1N
ζY ln Σ y yi μ i Σ y1 y i μi ln 2π , (16)
2 2 i 1 2
where
1
μ Ey I Β Γx
Σy E y μ y μ Ψ.
To develop a consistent estimator of model (8), we should take into account that
y W2 y y is a transformation W ~
W3 WT y ~ y ~ y of the endogenous
2 3 T
variables and therefore cannot be assumed to be uncorrelated with the error terms. First,
Let
~
Y ~ y2 ~
y3 ~
yT ,
~ ~ ~ ~ ~
X 1 X1 XT y1 yW 1 ,
~ ~ ~ ~
Ζ δ2 δ3 δT , and
Putting the first term on the right hand to the left hand and in the second term to the
left of W , we have
~ ~ ~ ~
YIT 1 Β ρWY I T 1 Β XΓ0 Ζ.
Further, we rearrange
~ ~ ~ ~ 1
Y ρWY XΓ0 Ζ I T 1 Β ,
~ ~ ~ ~ 1
Y ρWY XΓ0 Ζ IT 1 Β ,
~ ~ ~ 1
IN WY XΓ0 Ζ IT 1 Β ,
~ ~ ~
IN WYIT 1 Β XΓ0 Ζ,
and finally
~ ~ ~
IN WYIT 1 Β XΓ0 Ζ. (18)
(11) leads us to additional the Jacobian term ln I N W to the log likelihood (9),
N
N 1 T 1N
ζY ln I N W ln Σ y yi μ i Σ y1 y i μi ln 2π (19)
2 2 i 1 2
This result is confirmed by Hays et al. (2009) for the case standard approach, in which
the addition of temporally lagged spatial lag variables does not complicate the
estimation. In our case the Jacobian is equal to the case of single equation (Folmer and
Oud, 2008).
4. References
Folmer, H., Oud, J. (2008) How to get rid W: a latent variables approach to modeling
spalially lagged variables. Environment and Planning A, 40, p. 2526-38.
Jöreskög, K.G., Sörbom, D. (1996) LISREL 8: User’s Reference Guide, Scientific
Software International, Chicago, IL.
Hays, J.C., Kachi, A., Franzese Jr., R.J. (2010) A Spatial Model Incorporating Dynamic,
Endogenous Network Interdependence: A Political Science Application.
Statistical Methodology, doi:10.1016/j.statmet.2009.11.005
Neal, M.C., Boker, S.M., Xie G., Maes, H.H. (2003) Mx: Statistical Modeling, 6th ed.,
Department of Psychiatry, Richmond, VA.
Oud, H. (2004) SEM state space modeling, in Recent Developments on Structural
Equation Models: Theory and Application, eds. K. van Monfort, J. Oud, A.
Satorra, Kluwer Academic, Dordrecht, p. 13-40.
Suparman, Y., Folmer, H., Oud, J., Resosudarmo, B. (2008) Eliciting the Willingness to
Pay for Piped Water from Self-Reported Rent appraisals in Indonesia: a SEM
Autoregressive Panel Approach, paper presented at “16th Annual Conference of
the European Association of Environmental and Resource Economists”,
Gothenburg University, Sweden.