Anda di halaman 1dari 22

1.

PERBEDAAN PEKERJAAN DAN PROFESI


A. PEKERJAAN

Merupakan suatu kegiatan yang tidak bergantung pada suatu keahlian tertentu. Jadi
setiap orang dimungkinkan memiliki pekerjaan namun tidak semuanya tertumpu pada
satu profesi. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh
manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja
yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering
dianggap sinonim dengan profesi padahal tidak.

Ciri-ciri pekerjaan : Dalam melakukan pekerjaan tidak mengandalkan keahlian dan


pengetahuan khusus, pekerjaan yang dilakukan hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, memiliki status yang rendah di masyarakat dan hanya bisa
menghasilkan sedikit uang.

Contoh : Operator, penjaga warnet, tukang ketik di rental, Teknisi Komputer, dll.

Operator adalah : Seorang operator adalah seorang penjaga dalam channel yang berhak
untuk kick/ban seseorang yang melanggar peraturan channel.
B. PROFESI

Merupakan suatu kegiatan yang sangat bergantung pada keahlian tertentu. Seorang
profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol
dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas
jasanya.

Ciri-ciri pekerjaan “yang” profesi :

Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun, memiliki status yang tinggi
di masyarakat dan biasanya akan menerima gaji yang besar.
Contoh : Programmer, IT HelpDesk, AutoCAD Drafter, Sales, WebMaster, Web Chief
Editor, Web Administrator, Unix Admnistration Manager, Director Software, Java
Developer, System Architect, web designer, graphic designer, dll.

IT helpdesk adalah : seseorang yang menjamin agar komputer dalam kondisi yang bagus
dan benar pekerjaannya adalah melakukan pengecekan, perawatan dan pemeliharaan
secara terkontrol dan rutin.

Java Developer adalah seseorang yang membangun sebuah software atau aplikasi
menggunakan bahasa java.

Web Designer & Graphic Designer.

Web Designer adalah Seorang yang bertanggung jawab atas elemen visual dan
multimedia dari sebuah situs. Bekerja sama dengan programer web, mereka bertugas
merancang situs baik dari segi isi maupun grafis. Seorang graphic designer dapat bekerja
di luar desain situs, seperti menjadi staf artistik pada majalah atau koran.

Programmer.

Programmer adalah sesorang yang mengerti tentang banyak bahasa pemprograman


visual, database, internet page. misalnya : untuk Java, C++ dan Visual Basic,
HTML/XML, PHP, ASP, Cold Fusion, Delphi, SQL. Seorang programmer biasanya
bertugas untuk mengimlementasikan suatu sistem dengan keahliannya dalam bahasa
pemprograman.

PELANGGARAN KODE ETIK

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa
yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik adalah agar
profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau yang membutuhkan.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Kode etik dibuat
untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok yang berguna untuk kepercayaan
masyarakat akan suatu profesi. Kode etik berfungsi sebagai pemandu sikap dan perilaku,
manakala menjadi fungsi dari nurani.

Kesimpulan:

a) Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi.

b) Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional.

c) Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari

• Beranda
• DATA KARYAWAN
• PONED
• PROFIL PUSKESMAS
• VISI,MISI,MOTTO
• GALERI FOTO KEGIATAN
• PROFIL WILAYAH KERJA
• UGD SUNGKAI
• EMERGENCY NEWS FICTURES
• FOTO KARYAWAN

PUSKESMAS SUNGKAI BLOG


Dari seputar kami untuk anda

September 8, 2009

PROFESI , PROFESIONAL
,PROFESIONALISME BIDAN
By forumkapus

Muh.Fakhrurrozie, AMK,SKM

a. PROFESI DAN PROFESIONAL

Secara umum , profesi merupakan pekerjaan yang memiliki pengetahuan khusus,


melaksanakan peranan bermutu, melaksanakan cara yang disepakati,
merupakan ideologi, terikat pada kesetiaan yang diyakini dan melalui
pendidikan perguruan tinggi. Profesi sebagai suatu pekerjaan dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan tehnik dan prosedur, dedikasi, serta
peluang lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan, memiliki
kode etik yang mengarah pada orang atau subyek. ( Atik Purwandari;
2008)
Profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para anggotanya. Keahlian tadi diperoleh melalui
apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang
menjalani profesi itu ( pendidikan/ latihan prajabatan) maupun setelah
menjalani suatu profesi ( Inservice training) ( Djam’an Satori,dkk ; 2008 ;
1,5)
Mengenai ciri- ciri suatu jabatan disebut sebagai profesi, ada banyak
pengertian yang menjelaskannya. Beberapa ciri-ciri yang diberikan adalah
sebagai mana diuraikan oleh Atik Purwandari meliputi :

Bersifat unik
Dikembangkan dengan teliti
Mempunyai wadah organisasi
Pekerjaan yang mempunyai kode etik
Pekerjaan yang mendapat imbalan jasa
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh orang yang memiliki profesi tersebut

Menurut Djama’an Satori,dkk ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut;

Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas


Ada lembaga pendidikan khusu yang menghasilkan pelakunya dengan program
dan jenjang pendidikan yang baku
Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya
Ada etika dank ode etik yang mengatur perilaku etik para angotanya dalam
memperlakukan kliennya
Ada sistem imbalan jasa pelayanan yang adil dan baku
Ada pengakuan masyarakat terhadap pekerjaan itu sebagai profesi

Ciri- ciri profesi lainnya menurut Omstein dan Levine adalah ;


Melayanani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang
hayat
Memerlukan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu diluar jangkauan khalayak
ramai
Mengunakan hasil,pemenlitian dan aplikasi dari teori ke prktik
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk
( memerlukan izin tertentu )
Otonomi dalam mengambil keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien dengan penekanan terhadap
layanan yang diberikan
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya
Mempunyai organisasi yang diatur oleh angota profesi sendiri
Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elite untuk mengetahui dan
mengakui keberhasilan anggotanya
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
Mempunyai kadar keprcayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan dari setiap
angotanya
Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi ( bila dibanding dengan jabatan
lain )

Pengertian profesional menunjuk pada dua hal, yaitu orang yang menyandang
suatu profesi dan penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya
yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah
professional dikontraskan dengan “nonprofessional” atau “amatiran”.
Dalam kegiatan sehari-hari seorang profesional melakukan pekerjaann
sesuai dengan ilmu yang telah dimilikinya, jadi tidak asal tahu saja.
Selanjutnya, Walter Johnson (1956) mengartikan petugas professional
sebagai “….seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang
mempunyai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu
persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian
kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang berkadar tinggi “
( Djam’an Satori,dkk ; 2008 )
Profesional juga dapat diartikan sebagai memberi pelayanan sesuai dengan
ilmu yang dimiliki dan manusiawi secara utuh/penuh tanpa mementingkan
kepentingan pribadi melainkan mementingkan kepentingan klien serta
menghargai klien sebagaimana mengahargai diri sendiri.
Seorang anggota profesi dalam melakukan pekerjaannya haruslah
professional. Setiap anggota profesi baik secara sendiri- sendiri atau
dengan cara bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar, yaitu
belajar untuk mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar
dari masyarakat apa yang menjadi kebutuhan mereka saat ini dan saat
yang akan datang sehingga pelayanan kepada pemakai (klien) akan
semakin meningkat.

b. PROFESI BIDAN
Bidan adalah salah satu profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita
terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan
bayinya sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan bekerja
berdasarkan pada pandangan filosopi yang dianut keilmuan, metode kerja,
standar paraktik, pelayanan dan kode etik profesi yang dimiliki.
Suatu jabatan profesi yang disandang oleh anggota profesi tentu
mempunyai ciri- ciri yang mampu menunjukkan sebagai jabatan yang
professional. Ciri-ciri jabatan professional adalah :

Pelakunya secara nyata dituntut cakap dalam bekerja,memiliki keahlian sesuai


tugas- tugas khusu serta tuntutan jenis jabatannya ( cenderung spesialis )
Kecakapan atau keahlian seorang pekerja professional bukan hasil pembiasaan
atau latihan rutin yang terkondisi, tetapiperlu memiliki wawasan keilmuan
yang mantap. Jabatan professional menuntut pendidikan
Pekerja profesinal dituntut berwawasan luas sehingga pilihan jabatan serta
kerjanya harus disadari oleh nilai-niai tertentu sesuai jabatan profesinya.
Pekerja professional bersikap positif terhadap jabatan dan perannya,
bermotivasi dan berusaha berkarya sebaik-baiknya
Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat atau negaranya.
Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus
dipenuhi oleh pelakunya. Ini menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus
merupakan tanggung jawab professional.

Bidan sebagai tenaga professional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi


jabatan professional ,bidan harus mampu menunjukkan ciri-ciri jabatan
professional. Syarat bidan sebagai jabatan professional, yaitu :

Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis


Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan
Keberadaanya diakui dan diperlukan masyarakat
Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
Memiliki kode etik bidan
Memiliki etika bidan
Memiliki standar pelayanan
Memiliki standar praktik
Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sebagai
kebutuhan masyarakat
Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan
kompetensi
Sebagai bidan professional, selain memiliki syarat-syarat jabatan professional bidan
juga dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut ;

Menjaga agar pengetahuannya tetap up to date terus mengembangkan


keterampilan dan kemahirannya agar bertambah luas serta mencakup
semua asfek peran seorang bidan
Mengenali batas–batas pengetahuan, ketrampilan pribadinya dan tidak berupaya
melampaui wewenangnya dalam praktik klinik
Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari
keputusan tersebut
Berkomunikasi dengan pekerja kesehatn lainnya ( Bidan, dokter dan perawat )
dengan rasa hormat dan martabat
Memelihara kerjasama yang baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit
pendukung untuk memastikan sistem rujukan yang optimal
Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat,
pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/
perinatal
Bekerjasama dengan masyarakat tempat bidan praktik, meningkatkan akses dan
mutu asuhan kebidanan
Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan
menghilangkan praktik kultur yang sudah terbukti merugikan kaum
wanita.

Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan sasaran dan
target pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan masyarakat
dengan memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah
keahlian yang telah diterima dan berguna bagi masyarakat. Konsekuensi
logis dari semua itu karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan
keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh sebuah masyarakat itu
senantiasa berubah. Maka untuk menghadapi masyarakat seperti itu
seorang bidan harus bisa mempersiapkan segenap kemampuan dan
keahliannya untuk menghadapi segala bentuk perubahan. Proses dinamika
masyarakat itulah yang menyebabkan bidan dapat menjadi agen
pembaharu yang mengambil peran besar, dan peran ini akan dapat
dimainkan oleh bidan jika atasannya memang mendayagunakannya secara
optimal.
Masalah ketenagaan atau bidan merupakan masalah besar yang dihadapi
para pemimpin instansi pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya
terhadap kebutuhan untuk mengembangkan sumber daya manusia itu
( bidan ) terutama pada saat bertugas di desa pada lingkungan yang
memiliki kebudayaan yang sangat beragam ( Wahyuni, 1996 ; 158 ) .
Tantangan besar ini umumnya tidak akan bisa dijawab oleh Kepala
Puskesmas yang seringkali hanya banyak melontarkan wacana retorik,
sebaliknya tidak membuktikan diri memiliki kemampuan kerja profesional
( Gerbang, 2004 ; 47 ).
This entry was posted on Selasa, September 8th, 2009 at 2:11 pm and posted in BACA
SEMUA ISI, Serba Serbi. You can follow any responses to this entry through the RSS
2.0 feed.
« STANDAR PROFESI BIDAN
STANDAR PROFESI SANITARIAN »
Suka
Be the first to like this post.

2 Tanggapan to “PROFESI , PROFESIONAL ,PROFESIONALISME BIDAN”

• ulfa
Oktober 19th, 2009 at 7:43 am

terimakasiiii
tugas konsep kebidanan lengkap sudah berkat ini,,,,

Balas

o puskesmassungkai
Oktober 20th, 2009 at 9:53 am

Alhamdulillah ya Robbal alamin, terima kasih atas kunjungannya

Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *

Nama *

Email *

Situs web

Komentar
Anda dapat menambahkan HTML serta atribut-atribut berikut: <a href="" title="">
<abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite>
<code> <pre> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Komentar tulisan

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

our costumer
o 71,138 pengunjung
Calender
September 2009
S S R K J S M
« Agu Okt »
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30

Arsip

Kategori

Langganan Surel
Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima
pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

Daftar!

2.
Pembelajaran Berbasis TIK Peran Guru dalam Pembelajaran

Guru Sebagai Profesi dan Standar Kompetensinya


June 12, 2010

ramlannarie GURU Leave a comment

The effective teacher is one who is able to bring about intended learning outcomes.
(James M. Cooper)

Salah satu dari enam agenda seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu dari Departemen
Pendidikan Nasional adalah ‘mencanangkan guru sebagai profesi”. Seorang peserta diklat
calon instruktur matematika sekolah dasar yang sedang mengikuti kegiatan diklat di
Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta memberikan
komentar positif bahwa agenda itu amat fokus dan mendasar. Sementara beberapa peserta
lainnya memberikan respon yang netral-netral saya, yakni ‘tunggu dan lihat’ atau ‘wait
and see’, sambil menaruh harapan yang besar agar agenda ini memiliki dampak yang
amat positif bagi upaya peningkatan kompetensi, perlindungan dan kesejahteraan guru.
Secara umum, banyak guru yang menaruh harapan yang besar terhadap pelaksanaan
agenda tersebut, minimal sebagai salah satu wujud kepedulian terhadap nasib guru.

Tulisan singkat ini akan menelaah makna yang tersurat dalam pengertian ‘guru sebagai
profesi’, ciri-ciri guru sebagai profesi, dan standar kompetensi yang harus dimilikinya.

Guru, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan

Seorang widyaiswara senior di Pusdiklat Diknas secara terus terang menyatakan


kekecewaannya terhadap UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
lantaran dalam UU SPN itu hanya memuat dua patah kata guru, yakni pada Pasal 39 ayat
3 dan 4. Hal tersebut terjadi karena pengertian guru diperluas menjadi ‘pendidik’ yang
dibedakan secara dikotomis dengan ‘tenaga kependidikan’, sebagaimana tertuang secara
eksplisit dalam Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan. ‘Pendidik’ dijelaskan
pada ayat 2, yakni: ‘Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi’. Dalam ayat 3 dijelaskan
lebih lanjut bahwa ‘Pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah
disebut guru, dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen’.
Sementara itu, istilah ‘tenaga kependidikan’ dijelaskan dalam Pasal 39 ayat 1 bahwa
‘Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan’. Termasuk dalam kategori tenaga kependidikan dalam hal ini adalah kepala
sekolah, pengawas, dan tenaga lain yang menunjang proses pembelajaran di sekolah.
Yang menjadi persoalan terminologis dalam hal ini adalah karena guru dikenal dengan
empat fungsi sekaligus dalam proses pembelajaran, yakni mengajar, mendidik, melatih,
dan membimbing. Dengan demikian, seharusnya pengertian guru lebih luas dibandingkan
dengan pendidik. Bahkan dosen di perguruan tinggi pun sebenarnya juga disebut guru.
Bahkan perguruan tinggi juga menggunakan istilah Guru Besar. Selain itu, guru pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah pun memiliki kompetensi untuk melakukan
penelitian tindakan kelas (classroom action research) dan menjalin hubungan dan kerja
sama dengan orangtua siswa dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah.

Lepas dari persoalan terminologis tersebut, apakah ia akan tetap disebut guru ataukah
pendidik, kedua-duanya mengemban tugas mulia sebagai tenaga profesi, yang memiliki
kaidah-kaidah profesional sebagaimana profesi lain seperti dokter, akuntan, jaksa, hakim,
dan sebagainya.

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme

Dedi Supriadi (alm) dalam bukunya bertajuk “Mengangkat Citra dan Martabat Guru”
telah menjelaskan secara sederhana ketiga istilah tersebut. Profesi menunjuk pda suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap
profesi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.

Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada penampilan atau
performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Misalnya,
‘pekerjaan itu dilaksanakan secara profesional’. Kedua, menunjuk pada orang yang
melakukan pekerjaan itu, misalnya ‘dia seorang profesional’.

Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau performance seseorang


dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang profesionalismenya tinggi, sedang,
dan ada pula yang rendah. Menurut Dedi Supriadi, profesionalisme menuntut tiga prinsip
utama, yakni ‘well educated, well trained, well paid’ atau memperoleh pendidikan yang
cukup, mendapatkan pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang memadai. Dengan
kata lain profesionalisme menuntut pendidikan yang tinggi, kesempatan memperoleh
pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang memadai.

Ciri-ciri Profesi

Dalam buku yang sama, Dedi Supriadi menjelaskan secara sederhana tentang ciri-ciri
atau karakteristik suatu profesi. Pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter disebut profesi karena memiliki fungsi
dan signifikasi sosial untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian
juga guru, memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan
dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau
dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu
(a systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik yang dijadikan sebagai satu
pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode
etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode etik dilakukan oleh organisasi
profesi yang bersangkutan. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang
diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok
memperoleh imbalan finansial atau material.

Jika kelima cirri atau karakteristik profesi tersebut diterapkan kepada pekerjaan guru,
maka tampak jelas bahwa guru memiliki kelima karakteristik tersebut, meskipun ada
beberapa karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sebagai contoh, guru memiliki
karakteristik pertama yang demikian jelas, yakni memiliki fungsi dan signifikansi sosial
bagi masyarakat. Karakteristik kedua, untuk dapat menjadi guru yang profesional, guru
juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi seperti itu
maka guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan, baik
preservice education maupun inservice training yang akuntabel. Disiplin ilmu itu antara
lain adalah pedagogi (membimbing anak). Inilah karakteristik yang ketiga. Karakteristik
keempat memang kedodoran di Indonesia, yakni kode etik dan penegakan kode etik.
PGRI memang telah menyusun kode etik Guru Indonesia, tetapi penegakannya memang
belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan politik, dan kurang bergerak
sebagai organisasi profesi. Penulis pernah mengikuti kegiatan konvensi NCSS (National
Council for Social Studies) di Amerika Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi
murni yang bidang kegiatannya memang menyangkut urusan profesi. Organisasi ini
punya peranan penting dalam memberikan masukan penyempurnaan kurikulum social
studies (IPS), inovasi tentang strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat
peraga, dan hal-hal yang terkait dengan profesi guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi
induk bagi organisasi-organisasi guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya.
Ciri profesi yang kelima adalah adanya imbalan finansial dan material yang memadai.
Dalam hal ini, gaji guru di Indonesia pada saat ini memang telah lebih baik jika
dibandingkan dengan gaji guru pada tahun 60-an, yang pada ketika itu gaji profesi dalam
bidang keuangan menjadikan iri bagi profesi lainnya. Gaji guru di Amerika Serikat pun
pernah memprihatinkan. Pada tahun 1864, guru di Illionis digambarkan dengan citra yang
memprihatinkan dilihat dari kesejahterannya, yakni ‘has little brain and less money’ atau
‘punya otak kosong dan kantong melompong’. Dewasa ini, gambaran guru di Amerika
Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakan guru di Amerika rata-rata merupakan
tamatan perguruan tinggi, yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga
ekonomi dan sosial. Jikalau ingin pendidikan maju, dan para guru dapat memfokuskan
diri dalam bidang profesinya sebagai guru — bukan guru yang biasa di luar —, maka gaji
guru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan profesi lainnya, jika tidak
bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian penghargaan kepada guru, aspek kesejahteraan
dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk
penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan berdasarkan prestasi
kerja guru yang dapat dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi model
penghargaan terhadap guru, meskipun ada orang yang berpendapat bahwa adanya hymne
guru justru dipandang sebagai bentuk penghargaan semu.

Kompetensi Guru
Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi, sebagaimana dituntut
oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi
ini, Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberikan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir
dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi tersebut akan terwujud dalam
bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan
fungsi sebagai guru.

Pada tahun 70-an, Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru (Dikgutentis)
merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni: (1) memiliki kerpibadian sebagai guru, (2)
menguasai landasan kependidikan, (3) menguasai bahan pelajaran, (4) Menyusun
program pengajaran, (5) melaksanakan proses belajar mengajar, (6) melaksanakan proses
penilaian pendidikan, (7) melaksanakan bimbingan, (8) melaksanakan administrasi
sekolah, (9) menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat, (10)
melaksanakan penelitian sederhana.

Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis) telah
mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas tiga komponen yang
saling kait mengait, yaitu (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi, dan
(3) penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai
guru. Ketiga komponen kompetensi tersebut dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar,
yaitu (1.1) penyusunan rencana pembelajaran, (1.2) pelaksanaan interaksi belajar
mengajar, (1.3) peniliaian prestasi belajar peserta didik, (1.4) pelaksanaan tindak lanjut
hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (2) pengembangan profesi, (3.1) pemahaman
wawasan kependidikan, dan (3.2) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan). Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur
dengan seperangkat indikator yang telah ditetapkan.

Sebagai perbandingan, Australia Barat dikenal memiliki ‘Competency Framework for


Teachers’. Kompetensi standar di Australia Barat ini meliputi lima dimensi, yakni; (1)
facilitating student learning, (2) assessing student learning outcomes, (3) engaging in
professional learning, (4) participating to curriculum and program initiatives in outcome
focused environment, dan (5) forming partnerships within the school community. Dengan
kata lain, lima bidang kompetensi dasar guru di Australia Barat adalah (1) memfasilitasi
pembelajaran siswa, (2) menilai hasil belajar siswa, (3) melibatkan dalam pembelajaran
profesional, (4) berperan serta untuk pengembangan program dan kurikulum dalam
lingkungan yang berfokus kepada hasil belajar, (5) membangun kebersamaan dalam
masyarakat sekolah. Lima dimensi tersebut memiliki indikator yang berbeda untuk tiga
jenjang guru, yakni phase 1 (level 1), phase 2 (level 2), dan phase 3 (level 3).

Jika dibandingkan dengan lima dimensi kompetensi di Australia Barat tersebut, maka
tampaklah bahwa sepuluh kompetensi dasar menurut Dikgutentis agaknya jauh lebih
lengkap, karena sudah mencakup kompetensi membangun kerjasama dengan sejawat dan
masyarakat. Bahkan mencakup kemampuan mengadakan penelitian sederhana, misalnya
mengadakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research. Dalam hal ini,
tujuh kompetensi dasar menurut Dit Tendik belum mencakup kompetensi membangun
kerja sama dengan sejawat dan masyarakat.

Simpulan

Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat.
Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar sama tinggi dan duduk sama rendah
dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior,
arsitektur, dan masih banyak yang lainnya.

Sebagai profesi, guru memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang melekat pada guru,
yaitu; (1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya
bagi masyarakat (2) menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses
pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
dapat dipertanggungjawabkan, (3) memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu
disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge), (4) memiliki kode etik yang
dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas
terhadap pelanggar kode etik tersebut, (5) sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi
yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau
kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material.

Salah satu ciri guru sebagai profesi yang amat penting adalah guru harus memiliki
kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan
dengan competency framework for teachers di Australia Barat, sepuluh kompetensi guru
menurut Dikgutentis sebenarnya lebih lengkap, karena terdapat kompetensi membangun
kerjasama dengan sejawat dan masyarakat, serta mengadakan penelitian sederhana, yang
kedua kompetensi tersebut tidak ada dalam tujuh kompetensi dasar guru yang diterbitkan
oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.

Pencanangan guru sebagai profesi sebagai salah satu agenda seratus hari Kabinet
Indonesia Bersatu memang amat fokus dan mendasar. Yang lebih dari hanya sekedar
pencanangan adalah praktiknya, yakni implikasi dan konsekuensi dari pencanangan itu
yang memang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat guru di Indonesia, misalnya
lahirnya UU Guru, sertifikasi guru, uji kompetensi guru, dan last but not least adalah gaji
guru. Insyaallah.

Bahan Pustaka:

* Dedi Supriadi (Editor). 2003. Guru Di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan
Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi. Jakata: Direktorat Tenaga Kependidikan.
* Dedi Supriadi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa
* Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar.
* Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama.
* Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah
Atas.
* Education Department of Western Australia. Competency Framework for Teachers.
* Suparlan. 1994. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Hikayat: Yogyakarta.

*) Kepala Bidang Pelayanan Teknis, Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika


Yogyakarta.

� PYZAM.COM
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS �

M.Alvi
Rabu, 28 Oktober 2009
Guru Sebagai Profesi dan Standar Kompetensinya

Salah satu dari enam agenda seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu dari Departemen
Pendidikan Nasional adalah 'mencanangkan guru sebagai profesi". Seorang peserta diklat
calon instruktur matematika sekolah dasar yang sedang mengikuti kegiatan diklat di
Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta memberikan
komentar positif bahwa agenda itu amat fokus dan mendasar. Sementara beberapa peserta
lainnya memberikan respon yang netral-netral saya, yakni 'tunggu dan lihat' atau 'wait
and see', sambil menaruh harapan yang besar agar agenda ini memiliki dampak yang
amat positif bagi upaya peningkatan kompetensi, perlindungan dan kesejahteraan guru.
Secara umum, banyak guru yang menaruh harapan yang besar terhadap pelaksanaan
agenda tersebut, minimal sebagai salah satu wujud kepedulian terhadap nasib guru.

Tulisan singkat ini akan menelaah makna yang tersurat dalam pengertian 'guru sebagai
profesi', ciri-ciri guru sebagai profesi, dan standar kompetensi yang harus dimilikinya.

Guru, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan

Seorang widyaiswara senior di Pusdiklat Diknas secara terus terang menyatakan


kekecewaannya terhadap UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
lantaran dalam UU SPN itu hanya memuat dua patah kata guru, yakni pada Pasal 39 ayat
3 dan 4. Hal tersebut terjadi karena pengertian guru diperluas menjadi 'pendidik' yang
dibedakan secara dikotomis dengan 'tenaga kependidikan', sebagaimana tertuang secara
eksplisit dalam Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 'Pendidik' dijelaskan
pada ayat 2, yakni: 'Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi'. Dalam ayat 3 dijelaskan lebih
lanjut bahwa 'Pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah
disebut guru, dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen'.
Sementara itu, istilah 'tenaga kependidikan' dijelaskan dalam Pasal 39 ayat 1 bahwa
'Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan'. Termasuk dalam kategori tenaga kependidikan dalam hal ini adalah kepala
sekolah, pengawas, dan tenaga lain yang menunjang proses pembelajaran di sekolah.

Yang menjadi persoalan terminologis dalam hal ini adalah karena guru dikenal dengan
empat fungsi sekaligus dalam proses pembelajaran, yakni mengajar, mendidik, melatih,
dan membimbing. Dengan demikian, seharusnya pengertian guru lebih luas dibandingkan
dengan pendidik. Bahkan dosen di perguruan tinggi pun sebenarnya juga disebut guru.
Bahkan perguruan tinggi juga menggunakan istilah Guru Besar. Selain itu, guru pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah pun memiliki kompetensi untuk melakukan
penelitian tindakan kelas (classroom action research) dan menjalin hubungan dan kerja
sama dengan orangtua siswa dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah.

Lepas dari persoalan terminologis tersebut, apakah ia akan tetap disebut guru ataukah
pendidik, kedua-duanya mengemban tugas mulia sebagai tenaga profesi, yang memiliki
kaidah-kaidah profesional sebagaimana profesi lain seperti dokter, akuntan, jaksa, hakim,
dan sebagainya.

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme

Dedi Supriadi (alm) dalam bukunya bertajuk "Mengangkat Citra dan Martabat Guru"
telah menjelaskan secara sederhana ketiga istilah tersebut. Profesi menunjuk pda suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap
profesi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.

Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada penampilan atau
performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Misalnya,
'pekerjaan itu dilaksanakan secara profesional'. Kedua, menunjuk pada orang yang
melakukan pekerjaan itu, misalnya 'dia seorang profesional'.

Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau performance seseorang


dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang profesionalismenya tinggi, sedang,
dan ada pula yang rendah. Menurut Dedi Supriadi, profesionalisme menuntut tiga prinsip
utama, yakni 'well educated, well trained, well paid' atau memperoleh pendidikan yang
cukup, mendapatkan pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang memadai. Dengan
kata lain profesionalisme menuntut pendidikan yang tinggi, kesempatan memperoleh
pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang memadai.

Ciri-ciri Profesi

Dalam buku yang sama, Dedi Supriadi menjelaskan secara sederhana tentang ciri-ciri
atau karakteristik suatu profesi. Pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter disebut profesi karena memiliki fungsi
dan signifikasi sosial untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian
juga guru, memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan
dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau
dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu
(a systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik yang dijadikan sebagai satu
pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode
etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode etik dilakukan oleh organisasi
profesi yang bersangkutan. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang
diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok
memperoleh imbalan finansial atau material.

Jika kelima cirri atau karakteristik profesi tersebut diterapkan kepada pekerjaan guru,
maka tampak jelas bahwa guru memiliki kelima karakteristik tersebut, meskipun ada
beberapa karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sebagai contoh, guru memiliki
karakteristik pertama yang demikian jelas, yakni memiliki fungsi dan signifikansi sosial
bagi masyarakat. Karakteristik kedua, untuk dapat menjadi guru yang profesional, guru
juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi seperti itu
maka guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan, baik
preservice education maupun inservice training yang akuntabel. Disiplin ilmu itu antara
lain adalah pedagogi (membimbing anak). Inilah karakteristik yang ketiga. Karakteristik
keempat memang kedodoran di Indonesia, yakni kode etik dan penegakan kode etik.
PGRI memang telah menyusun kode etik Guru Indonesia, tetapi penegakannya memang
belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan politik, dan kurang bergerak
sebagai organisasi profesi. Penulis pernah mengikuti kegiatan konvensi NCSS (National
Council for Social Studies) di Amerika Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi
murni yang bidang kegiatannya memang menyangkut urusan profesi. Organisasi ini
punya peranan penting dalam memberikan masukan penyempurnaan kurikulum social
studies (IPS), inovasi tentang strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat
peraga, dan hal-hal yang terkait dengan profesi guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi
induk bagi organisasi-organisasi guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya.
Ciri profesi yang kelima adalah adanya imbalan finansial dan material yang memadai.
Dalam hal ini, gaji guru di Indonesia pada saat ini memang telah lebih baik jika
dibandingkan dengan gaji guru pada tahun 60-an, yang pada ketika itu gaji profesi dalam
bidang keuangan menjadikan iri bagi profesi lainnya. Gaji guru di Amerika Serikat pun
pernah memprihatinkan. Pada tahun 1864, guru di Illionis digambarkan dengan citra yang
memprihatinkan dilihat dari kesejahterannya, yakni 'has little brain and less money' atau
'punya otak kosong dan kantong melompong'. Dewasa ini, gambaran guru di Amerika
Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakan guru di Amerika rata-rata merupakan
tamatan perguruan tinggi, yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga
ekonomi dan sosial. Jikalau ingin pendidikan maju, dan para guru dapat memfokuskan
diri dalam bidang profesinya sebagai guru --- bukan guru yang biasa di luar ---, maka gaji
guru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan profesi lainnya, jika tidak
bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian penghargaan kepada guru, aspek kesejahteraan
dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk
penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan berdasarkan prestasi
kerja guru yang dapat dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi model
penghargaan terhadap guru, meskipun ada orang yang berpendapat bahwa adanya hymne
guru justru dipandang sebagai bentuk penghargaan semu.

Kompetensi Guru

Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi, sebagaimana dituntut
oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi
ini, Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberikan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir
dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi tersebut akan terwujud dalam
bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan
fungsi sebagai guru.

Pada tahun 70-an, Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru (Dikgutentis)
merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni:
(1) memiliki kerpibadian sebagai guru, (2) menguasai landasan kependidikan, (3)
menguasai bahan pelajaran, (4) Menyusun program pengajaran, (5) melaksanakan proses
belajar mengajar, (6) melaksanakan proses penilaian pendidikan, (7) melaksanakan
bimbingan, (8) melaksanakan administrasi sekolah, (9) menjalin kerja sama dan interaksi
dengan guru sejawat dan masyarakat, (10) melaksanakan penelitian sederhana.

Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis) telah
mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas tiga komponen yang
saling kait mengait, yaitu (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi, dan
(3) penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai
guru. Ketiga komponen kompetensi tersebut dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar,
yaitu (1.1) penyusunan rencana pembelajaran, (1.2) pelaksanaan interaksi belajar
mengajar, (1.3) peniliaian prestasi belajar peserta didik, (1.4) pelaksanaan tindak lanjut
hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (2) pengembangan profesi, (3.1) pemahaman
wawasan kependidikan, dan (3.2) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan). Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur
dengan seperangkat indikator yang telah ditetapkan.

Sebagai perbandingan, Australia Barat dikenal memiliki 'Competency Framework for


Teachers'. Kompetensi standar di Australia Barat ini meliputi lima dimensi, yakni; (1)
facilitating student learning, (2) assessing student learning outcomes, (3) engaging in
professional learning, (4) participating to curriculum and program initiatives in outcome
focused environment, dan (5) forming partnerships within the school community. Dengan
kata lain, lima bidang kompetensi dasar guru di Australia Barat adalah (1) memfasilitasi
pembelajaran siswa, (2) menilai hasil belajar siswa, (3) melibatkan dalam pembelajaran
profesional, (4) berperan serta untuk pengembangan program dan kurikulum dalam
lingkungan yang berfokus kepada hasil belajar, (5) membangun kebersamaan dalam
masyarakat sekolah. Lima dimensi tersebut memiliki indikator yang berbeda untuk tiga
jenjang guru, yakni phase 1 (level 1), phase 2 (level 2), dan phase 3 (level 3).

Jika dibandingkan dengan lima dimensi kompetensi di Australia Barat tersebut, maka
tampaklah bahwa sepuluh kompetensi dasar menurut Dikgutentis agaknya jauh lebih
lengkap, karena sudah mencakup kompetensi membangun kerjasama dengan sejawat dan
masyarakat. Bahkan mencakup kemampuan mengadakan penelitian sederhana, misalnya
mengadakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research. Dalam hal ini,
tujuh kompetensi dasar menurut Dit Tendik belum mencakup kompetensi membangun
kerja sama dengan sejawat dan masyarakat.

Simpulan

Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat.
Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar sama tinggi dan duduk sama rendah
dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior,
arsitektur, dan masih banyak yang lainnya.

Sebagai profesi, guru memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang melekat pada guru,
yaitu; (1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya
bagi masyarakat .
(2) menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan,
(3) memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic
body of knowledge),
(4) memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta
sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut,
(5) sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat,
maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan
finansial atau material.

Salah satu ciri guru sebagai profesi yang amat penting adalah guru harus memiliki
kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan
dengan competency framework for teachers di Australia Barat, sepuluh kompetensi guru
menurut Dikgutentis sebenarnya lebih lengkap, karena terdapat kompetensi membangun
kerjasama dengan sejawat dan masyarakat, serta mengadakan penelitian sederhana, yang
kedua kompetensi tersebut tidak ada dalam tujuh kompetensi dasar guru yang diterbitkan
oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.

Pencanangan guru sebagai profesi sebagai salah satu agenda seratus hari Kabinet
Indonesia Bersatu memang amat fokus dan mendasar. Yang lebih dari hanya sekedar
pencanangan adalah praktiknya, yakni implikasi dan konsekuensi dari pencanangan itu
yang memang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat guru di Indonesia, misalnya
lahirnya UU Guru, sertifikasi guru, uji kompetensi guru, dan last but not least adalah gaji
guru. Insyaallah.

Diposkan oleh M.Al_v di 06:31

0 komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Blog Archive
• ▼ 2009 (26)
o ▼ Oktober 2009 (4)
 UJIAN NASIONAL DAN KUALITAS PENDIDIKAN KITA
 Guru Sebagai Profesi dan Standar Kompetensinya
 PROFESI KEPENDIDIKAN
 who am i ??
o ► November 2009 (9)
 PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS LOKAL
BERWAWASAN G...
 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL UN
 LI LANQING, REFORMER PENDIDIKAN CINA
 OPTIMALISASI TUGAS PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKA...
 MENIMBANG BHP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
PENDIDIK...
 SERTIFIKASI DAN LISENSI PROFESI PENGEMBANG
KURIKUL...
 PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MELALUI
PAKEM
 UN Gengsi Semua Pihak
 UN Meningkatkan Mutu Pendidikan Kita ?
o ► Desember 2009 (13)
 Paradigma Baru Sitem Pendidikan (Nasional)
 PROBLEMATIKA DAN PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
INDONES...
 Manajemen Berbasis Sekolah
 Profesionalisme Guru Pasca Undang-Undang Guru dan ...
 UU GURU DAN DOSEN
 UU Sistem Pendidikan Nasional: Benarkah untuk Menc...
 Bimbingan dan konseling
 Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling
 ARTI SUPERVISI PENDIDIKAN
 Standar Proses Pendidikan.
 Standar Isi
 Standar Sarana dan Prasarana Sekolah
 Standar Kompetensi Lulusan

• ► 2010 (9)
o ► Januari 2010 (9)
 STANDAR BIAYA PENDIDIKAN
 Standar Pengelolaan Pendidikan
 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
 Akreditasi sekolah/madrasah
 Tambahan Penghasil bagi Guru PNS yang Belum Mendap...
 Guru di Indonesia Kebanyakan
 Penghargaan Kekayaan Intelektual Luar Biasa
 PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN
 Cara meningkatkan SDM yg berada di dunia pendidika...

About Me

M.Al_v
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Weather
Lijit Search

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Anda mungkin juga menyukai