Anda di halaman 1dari 5

VI.

PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari enzim siklooksigenase (COX)
sebagai target aksi obat, mencari nilai IC50 senyawa uji yaitu aspirin dan diklofenak,
menentukan rasio penghambatan COX-1 dan COX-2, dan menentukan selektivitas
penghambatan terhadap COX-1 dan COX-2.
Dalam percobaan ini digunakan Colorimetric COX (ovine) Inhibitor Screening
Assay yang berisi assay buffer, heme, COX-1 (ovine), COX-2 (ovine), asam arakidonat,
potassium hidroksida, colorimetric substrat (TMPD). Adapun langkah kerja yang akan
dilakukan dalam percobaan ini adalah penyiapan senyawa uji yang digunakan, yaitu
aspirin dan natrium diklofenak, preparasi reagen-reagen yang terdapat dalam kit,
penetapan rasio efek penghambatan COX-2/COX-1 oleh senyawa uji, serta analisis data.
Pada preparasi reagen, larutkan 1,5 ml assay buffer dengan 13,5 ml aquabidest. Assay
buffer ini berfungsi untuk mengkondisikan reaksi pada kondisi fisiologis tubuh manusia
karena percobaan dilakukan secara in vitro. Selain itu, larutan assay buffer digunakan
untuk melarutkan heme dan COX. Selanjutnya, 44,0 μl heme dilarutkan dengan 956,0 μl
assay buffer. Larutan heme ini stabil selama 12 jam pada suhu kamar. Heme yang
terdapat dalam kit ini berfungsi sebagai donor electron saat terjadi reaksi redoks,
termasuk di dalamnya reaksi peroksidase dimana molekul phorphyrin pada heme
berperan sebagai donor proton. Kemudian 50,0 μl asam arakidonat dipindahkan ke vial
lain dan ditambahkan 50,0 μl KOH, divortex dan kemudian dilarutkan dengan ),9 ml
aquabidest untuk mencapai konsentrasi 1,1 mM. Larutan ini dapat bertahan selama 30
menit. Potassium hidroksida (KOH) pada kit berfungsi untuk menjaga aktivitas
peroksidase COX tetap ada selama reaksi berlangsung.
Untuk blangko pelarut, masukkan 160,0 μl buffer assay dan 10,0 μl heme ke
dalam 3 background wells (blangko). Kemudian masukkan 10,0 μl etanol pada
background wells dan initial activity wells (tanpa inhibitor, kontrol negatif). Untuk
kontrol negatif, assay buffer dimasukkan sebesar 150,0 μl dan heme 10,0 μl ke dalam
initial activity wells. Kemudian masukkan COX-1 dan COX-2 sebesar 10,0 μl pada 3
sumuran, lalu setelahnya etanol 10,0 μl dimasukkan. Untuk senyawa uji, assay buffer
150,0 μl dan 10,0 μl heme dimasukkan ke dalam initial wells, lalu ditambahkan 10,0 μl
COX-1 dan COX-2. Kemudian senyawa uji aspirin dan Na-diklofenak dimasukkan
sebanyak 10,0 μl pada inhibitory wells.
Keseluruhan sumuran tadi kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 25
0
C, lalu ditambahkan 20,0 μl TMPD dan 20,0 μl asam arakidonat. Kemudian diinkubasi
lagi selama 5 menit pada suhu yang sama, dan dibaca absorbansinya setelah itu pada 550
nm menggunakan plate reader.
Penetapan penghambatan COX pada percobaan ini didasarkan pada perubahan
asam arakidonat, menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dengan dikatalis oleh enzim COX.
PGG2 kemudian oleh aktivitas peroksidase dari COX menjadi PGH2. Reaksi tersebut
menghasilkan radikal oksigen yang mengoksidasi TMPD. TMPD yang teroksidasi ini
akan mengubah larutan menjadi berwarna biru sehingga bisa dibaca absorbansinya pada
550 nm.
Aktivitas COX dapat dihambat oleh adanya inhibitor yang mengakibatkan
jumlah PGG2 yang berubah menjadi PGH2 menjadi semakin sedikit, sehingga oksigen
radikal yang terbentuk pun jadi semakin sedikit pula. Hal ini membuat TMPD yang
teroksidasi juga menjadi sedikit sehingga intensitas warna biru dari larutan juga makin
berkurang. Berdasarkan hal ini maka % penghambatan COX dapat dihitung.

Reaksi TMPD dengan gugus hidroperoksida PGG2 (Van der Ouderaa et.al., 1997)

Pada awalnya, akan dihitung dahulu absorbansi kontrol negatif terkoreksi


dengan menggunakan rumus :

Absorbansi Kontrol Negatif Terkoreksi = Absorbansi Kontrol Negatif – Absorbansi Blanko

Setelah itu, absorbansi senyawa uji terkoreksi dihitung dengan menggunakan rumus :

Absorbansi senyawa Uji Terkoreksi = Absorbansi senyawa uji – Absorbansi Blanko

Setelah didapatkan nilai semua harga absorbansi control negatif terkoreksi dan absorbansi
senyawa uji terkoreksi barulah % penghambatan dapat dihitung. Nilai ini dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus :

Absorbansi Kontrol negatif terkoreksi - Absorbansi senyawa uji terkoreksi


% inhibisi x100 %
Absorbansi Kontrol negatif terkoreksi

Data yang digunakan dalam percobaan ini ialah data simulasi, karena data asli yang kami
dapatkan tidak dapat dipergunakan dalam perhitungan.
Konsentrasi aspirin dan Na-diklofenak yang digunakan adalah sebesar 3,0 μM,
15,0 μM, 30,0 μM, dan 50,0 μM. Dari tiap-tiap konsentrasi senyawa uji tersebut
didapatkan % inhibisi rata-rata adalah sebagai berikut :
Konsentrasi Aspirin % penghambatan rata-rata
COX-1 COX-2
(μM)
3,0 26,15 -41,7234
15,0 46,78 -22,5246
30,0 68,45 2,2676
50,0 91,42 35,9033

Konsentrasi Na-diklofenak % penghambatan rata-rata


COX-1 COX-2
(μM)
3,0 18,88 26,3039
15,0 59,66 60,7710
30,0 61,37 70,2948
50,0 90,77 148,9796

Dapat dilihat dari data-data tersebut bahwa semakin naik konsentrasi senyawa
uji, maka semakin besar pula % penghambatannya. Dari data-data yang diperoleh di atas,
dibuat grafik hubungan antara konsentrasi obat vs % penghambatan. Kemudian dari garis
atau persamaan garis tersebut diplotkan % penghambatan 50% untuk mendapatkan IC 50
(inhibitor concentration 50 %). IC50 merupakan konsentrasi yang dibutuhkan oleh
senyawa inhibitor untuk menghambat aktivitas enzim sebesar 50%. Setelah dilakukan
penghitungan IC50 dari senyawa uji, maka rasio penghambatan COX-2/COX-1 dapat
diketahui. Rasio ini dapat dicari dengan menggunakan rumus :
IC 50 COX  2
Rasio 
IC50 COX  1

Dari penghitungan IC50 dan rasio penghambatan COX-2/COX-1 dari kedua


senyawa didapatkan data sebagai berikut :

Senyawa uji IC50 COX-2 (μM) IC50 COX-1 (μM) Rasio COX-2/COX-1
Aspirin 58,70 18,55 3,1644
Na-diklofenak 13,73 18,89 0,7268

Secara teori, apabila IC50 penghambatan terhadap COX-2 lebih besar dari COX-
1 atau rasio > 1, maka senyawa tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
antiplatelet. Jika IC50 penghambatan terhadap COX-1 lebih besar daripada COX-2 atau
rasio < 1 maka senyawa tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
antiinflamasi yaitu sebagai inhibitor COX-2. Dari data rasio COX-2/COX-1,
menunjukkan bahwa aspirin merupakan senyawa yang memiliki IC50 penghambatan
terhadap COX-2 lebih besar atau dengan kata lain dibutuhkan konsentrasi yang lebih
besar untuk menghambat COX-2, sehingga ia kurang poten untuk menghambat COX-2
dan lebih poten untuk menghambat COX-1. Jadi aspirin memiliki potensi lebih besar
untuk dikembangkan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antiplatelet.
Sedangkan Na-diklofenak memiliki rasio penghambatan < 1. Hal ini berarti
bahwa aspirin memiliki harga IC50 penghambatan terhadap COX-1 lebih besar dari COX-
2. Dengan demikian, aktivitas penghambatan Na-diklofenak terhadap COX-2 lebih baik
sehingga senyawa ini lebih poten untuk dikembangkan menjadi antiinflamasi.

VII. KESIMPULAN
1. IC50 aspirin dalam menghambat COX-1 sebesar 18,55 μM dan IC50 dalam
menghambat COX-2 sebesar 58,70 μM.
2. IC50 Na-diklofenak dalam menghambat COX-1 sebesar 18,89 μM dan IC 50 dalam
menghambat COX-2 sebesar 13,73 μM.
3. Rasio penghambatan COX-2/COX-1 aspirin sebesar 3,1644.
4. Rasio penghambatan COX-2/COX-1 Na-diklofenak 0,7268
5. Aspirin lebih poten untuk dikembangkan sebagai antiplatelet.
6. Na-diklofenak lebih poten untuk dikembangkan sebagai antiinflamasi.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2008, Aspirin, tersedia [online] http://id.wikipedia.org/wiki/Aspirin, 11
Desember 2008.
Anonim, 2008, Natrium Diklofenak, tersedia [online]
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm, 11 Desember 2008.
Daniel, 2006, OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan, tersedia [online]
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=24,
11 Desember 2008.
Harsono, M.P., 2008, Identifikasi Rasio Penghambatan Siklooksigenase-
2/Siklooksigenase-1 (COX-2/COX-1) Pentagamavunon-1 dan Kurkumin,
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Mitchell, J.A., Akarasereenont, P., Thiemermann, C., Flower, R.J., and Vane, J.R.,
1994, Selectivity of Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs as Inhibitors of
Constitutive and Inducible Cyclooxygenase, Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A.,
90: 11693-11697.

Smith, W.L., and Marnett, L.J., 1991, Prostaglandin Endoperoxyde Synthase :


Stucture and Catalysis, Biochim. Biophys. Acta., 1083: 1-17 cit. Sirois, J.,
Sayasith, K., Brown, K.A., Stock, A.E., Bouchard, N., and Dore, M., 2004,
Cyclooxygenase-2 and Its Role in Ovulation : a-2004 Account., Human
Reproduction Update, 10: 371-385.
Van Der Ouderaa F.J., Buytenhek M., Nugteren D. H., Van Dorp D. A., 1997,
Purification And Characterisation Of Prostaglandin Endoperoxyde
Synthetase From Sheep Vesikular Glands, Biochim. Biophys. Acta, 487,
315-331.

Mengetahui, Yogyakarta, 17 Desember 2008


Asisten Praktikan,
Maulana Fazrullah FA/7525
Sudewi Mukaromah FA/7528
Marthaningtyas D.S. FA/7532

Anda mungkin juga menyukai