BAB I
PENDAHULUAN
Pematangan janin dan kelangsungan hidup neonatus diatur oleh berbagai jenis hormon.
Tujuan dari pengaturan hormon ini adalah agar seorang bayi dapat bertahan hidup baik di
dalam rahim maupun di luar rahim. Salah satu hormon yang berperan adalah hormon-
hormon yang dihasilkan dari kelenjar endokrin.
Kelenjar endokrin adalah kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu sebab sekresi yang
dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran tetapi langsung masuk ke
dalam darah yang beredar di dalam jaringan kelenjar. Macam-macam kelenjar endokrin
adalah :
- Kelenjar hipofisis
- Kelenjar tiroid dan paratiroid
- Kelenjar adrenal
- Kelenjar timus
Kelenjar dari sistem endokrin menghasilkan bahan-bahan kimia yang mempengaruhi
seluruh tubuh. Selama masa kehamilan, banyak perubahan yang terjadi pada kelenjar ini.
Tidak hanya perubahan pada masa kehamilan, tetapi juga perubahan ketika bayi sudah
lahir. Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana perubahan-perubahan sistem
endokrin yang terjadi dari intra uterin sampai ekstra uterin.
BAB II
ISI
PERKEMBANGAN DAN PERSIAPAN SISTEM ENDOKRIN PADA KEHIDUPAN
NEONATUS
5. Kelenjar Paratiroid
Ada bukti yang baik bahwa paratiroid menguraikan parathormon pada akhir trimester
pertama dan kelenjar tersebut tampaknya memberi respon in utero terhadap stimulasi
pengaturan. Neonatus dari ibu-ibu dengan hiperparatiroidisme, misalnya dapat menderita
tetani hipokalsemik. Kadar kalsium plasma dalam janin, 11 sampai 12 mg per dL,
dipertahankan oleh transpor aktif dari darah ibu. Kadar paratiroid dalam darah janin
relatif rendah dan kadar kalsitonin tinggi. Pada biri-biri, paratiroidektomi janin
menyebabkan turunnya konsentrasi kalsium plasma janin. Nefrektomi juga menyebabkan
turunnya kalsium dan 1α-hidroksilasi dari 25-OH-kolekalsiferol terjadi di ginjal janin.
6. Kelenjar Adrenal
Adrenal janin manusia disbanding dengan ukuran badan totalnya jauh lebih besar
daripada perbandingan ukuran tersebut pada orang dewasa, seluruh pembesaran tersebut
merupakan bagian dalamnya atau yang disebut zone janin korteks adrenal. Zone janin
yang normalnya mengalami hipertrofi tersebut, mengalami involusio dengan cepat
setelah lahir. Zone janin tersebut tidak ada dalam kejadian yang jarang, dimana hipofisis
janin secara kongenital tidak ada.
Adrenal janin juga mensintesis aldosteron. Pada satu penelitian, kadar aldosteron di
plasma tali pusat mendekati cukup bulan, melebihi kadarnya di plasma ibu, seperti juga
rennin dan substrat rennin. Tubulus-tubulus ginjal bayi baru lahir dan barangkali juga
janin tampak relatif tidak sensitif terhadap aldosteron.
Perkembangan Adrenal Janin Awal
Pada awal kehidupan embrional, adrenal janin tersusun dari sel-sel yang mirip dengan
sel-sel zona fetal korteks adrenal janin, sel-sel ini dengan cepat muncul dan berproliferasi
sebelum waktu vaskularisasi hipofisis oleh hipotalamus sempurna. Hal ini memberi kesan
bahwa perkembangan awal adrenal janin berada di bawah pengaruh-pengaruh trofik yang
mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan pengaruh trofik pada orang dewasa.
Kemungkinan, ACTH disekresi oleh hipofisis janin tanpa adanya factor corticotropin-
releasing factor (CRF) atau ACTH (atau CRF) lain yang timbul dari suatu sumber selain
hipofisis janin, misalnya dari ACTH (atau CRF) korionik yang disintesis oleh trofoblas.
ACTH tidak menyebrangi plasenta. Tetapi ada kemungkinan lain, ini mencakup
kemungkinan bahwa ada suatu agen selain ACTH yang meningkatkan replikasi sel-sel
adrenal zona fetal.
Korteks adrenal fetus normal terus menerus berkembang sepanjang kehamilan dan
selama 5 sampai 6 minggu kehamilan terakhir, terjadi kenaikan cepat ukuran adrenal
fetus manusia. Jelas bahwa laju pertumbuhan adrenal fetus dan sekresi steroid tidak
dikendalikan oleh rangsang trofik tunggal (ACTH), tetapi lebih diatur oleh lebih dari satu
jenis agen yang menunjang pertumbuhan.
7. Gonad
Siiteri dan Wilson (1974) mendemontrasikan sintesis testosteron oleh testis janin dari
progesterone dan pregnenolon pada kehamilan 10 minggu. Lebih lanjut, Leinonen dan
Jaffe ( 1985) menemukan bahwa sel-sel Leydig testis janin luput dari desensitisasi yang
khas pada testis dewasa, yang diberi tantangan-tantangan hCG berulang. Fenomena
dalam testis janin ini mungkin disebabkan oleh:
1. Tidak adanya reseptor estrogen di dalam testis janin
2. Stimulasi prolaktin pada reseptor-reseptor hCG/LH pada testis janin
Karena itu, ada hubungan yang erat antara gambaran perkembangan sel-sel Leydig dalam
testis janin dan kadar hCG, pembentukan testosteron testis dan kadar hCG, konsentrasi
reseptor untuk kadar LH/hCG dan tidak adanya regulasi penurunan reseptor LH/hCG dan
sekresi testosteron testikuler janin yang terus menerus pada waktu kadar hCG tinggi.
Pembentukan estrogen di ovarium janin telah didemonstrasikan tetapi pembentukan
estrogen di ovarium tidak diperlukan untuk perkembangan fenotip perempuan.
Plasenta Sebagai Organ Endokrin
Perubahan-perubahan endokrin yang menyertai kehamilan manusia mungkin adalah yang
paling unik dan paling mengherankan yang dicatat pada fisiologi atau patofisiologi
mamalia. Kalau diteliti niali-nilai ini, jelas bahwa perubahan-perubahan endokrin pada
kehamilan merupakan fenomena. Di samping peningkatan pembentukan hormon steroid
seks dan mineralkortikoid ini, juga ada peningkatan menyolok kadar rennin,
angiotensinogen dan angiotensin II plasma, bersamaan dengan produksi harian 1 g
laktogen plasenta manusia (hPL) dan jumlah gonadotropin koroinik manusia (hCG)
dalam jumlah banyak.
Plasenta juga memproduksi adrenokortikotropin (ACTH) korionik dan produk-produk
lain dari pro-opiomelanokortik, human korionik tirotropin (hCT) dan juga hypothalamic-
like releasing dan inhibiting hormon, yaitu thyrotropin-releasing hormone (TRH),
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau luteinizing hormon-releasing hormone
(LHRH), corticotropin-releasing factor (CRF) dan somatostatin serta inhibin dan berbagai
macam protein yang unik untuk kehamilan (spesifik-kehamilan) atau proses-proses
neoplastik.
Hormon-Hormon Protein Plasenta
1. Gonadotropin korionik
2. Adrenokortikotropin dan tirotropin korionik
3. Hormon-hormon hypothalamic like-releasing dari plasenta
4. Inhibin
B. SISTEM ENDOKRIN EKSTRA UTERIN
Sistem endokrin pada neonatus ekstra uterin jelas berbeda daripada ketika berada dalam
kandungan. Ketika janin berada dalam kandungan maka masih mendapatkan segala
kebutuhannya dari ibu melalui plasenta meskipun dalam perkembangan di dalam
kandungan mulai terbentuk organ-organ bagi aktivitas hidup. Bnamun, organ-organ
tersebut, misalnya system endokrin masih belum sempurna sempurna untuk dapat hidup
mandiri. Setelah janin lahir barulah system endokrin dapat bekerja sehingga bayi dapat
hidup diluar rahim ibunya kerena hilangnya ketergantungan dari plasenta dan ibu.
Setelah lahir ada beberapa kelenjar yangmengalami daptasi agar mampu bekerja misalnya
:
Kelenjar Tiroid
Segera setelah lahir, kelenjar tiroid mngalami perubahan-perubahan besar funsi dan
metabolisnya. Pendinginan atmosfer membangkitkan peningkatan mendadak dan jelas
sekresi tirotropsin, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan progresif kadar tiroksin
serum maksimal 24-26 minggu setelah lahir. Ada peningkatan kadar tryiyodotironin
serum yang terjadi hampir bersamaan.
Kelenjar Timus
Pada bayi baru lahir ukurannya masih sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram atau
sedikit ukurannya ertambah dan pada masa remaja beratnya meningkat 30-40 gram
kemudian mengerut lagi.
BAB III
KESIMPULAN
Hacker & Moore. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipocrates
Hamilton., Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Mac Donald, dkk. 1995. Obstetri Williams. Jakarta :EGC
Pearce, Evelyn C. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Prawirohardjo., Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari,
dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada
semua system.
Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak.
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang
serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba
mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72
pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting
bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar.
Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang
untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
SISTEM PERNAFASAN
Jalan Nafas :
Otot leher bayi masih lembek, leher lebih pendek, sulit menyangga atau
memposisikan kepala dengan tulang occipital yang menonjol. Lidah besar,
epiglottis berbentuk “U” dengan proyeksi lebih ke posterior dengan sudut ±
450, relative lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada
palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan
anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala diperlukan
pengangkatan epiglottis untuk visualisasi. Sementara lubang hidung, glottis,
pipa tracheobronkial relative sempit, meningkatkan resistensi jalan nafas,
mudah sekali tersumbat oleh lender dan edema. Trachea pendek, berbentuk
seperti corong dengan diameter tersempit pada bagian cricoid. (Cote CJ,2000).
Pernafasan :
Sangkar dada lemah dan kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong
keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam
memelihara tekanan negative intrathorak dan volume paru rendah sehingga
memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas
secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan negative dapat timbul dalam
lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah
terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan
perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa lambung.
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat
sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional
Residual Capacity) sementara volume tidalnya relative tetap. Untuk
meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi
nafas, karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi
nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative
tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang
dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua
kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi
O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada premature, adanya
stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh
paru yang besar (lebih tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik =SVR)
hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedang sisanya
(90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat
umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah,
tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru
mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale
(menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus Bottali
berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan
ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang
disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara
anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan
kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan
secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator yang
baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai
parameter yang adekuat terhadap penggantian volume. Autoregulasi aliran
darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan
sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit
dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
FUNGSI HATI
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru
lahir adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar
diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau
terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan
rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin
untuk bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m.hati-
hati penggunaan opiate dan barbiturate, karena kedua obat tersebut dioksidasi
dalam hati.
SISTEM SYARAF
Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat
melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya
anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang
dewasa.
Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat
menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe
pada periode pasca anestesi.
PENGATURAN TEMPERATUR
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut
atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal:
atropin, skopolamin). Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu
lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infuse/
tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum
(yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.
FARMAKOLOGI
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver
dan ginjal)
Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk
pada neonatus disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut
sangat mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih
rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus
tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
PERSIAPAN ANESTESI
Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang
dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi.
(Abdul Latief,1991)
Infus
Premedikasi
Sulfas Atropine
Penenang
MASA ANESTESI
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan
dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-
O2 atau Halotan-O2/N2O.
Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis
tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan
bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan
laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa
bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu
pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam
keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan gawat atau
diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan
intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi
premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan
dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan
ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil
cholin 2 mg/kg secara iv atau im.
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan
pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling
besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan
inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor. (Adipradja K, 1998)
Pemeliharaan Anestesi
Pemantauan
1. Pernafasan
- Stetoskop prekordial
- Warna ekstremitas
1. Sirkulasi
- Stetoskop perikordial
- Perabaan nadi
1. Suhu
- Rektal
1. Perdarahan
PENGAKHIRAN ANESTESIA
Pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-
hati. Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila
masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat dilakukan
penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg).
kemudian dilakukan ekstubasi.
KESIMPULAN
Anestesi pada neonatus merupakan hal yang lain dari biasanya. Karena
mereka bukanlah merupakan miniatur orang dewasa sehingga dalam
melakukan tindakan anestesi diperlukan pengetahuan dan keterampilan
khusus dan teliti dalam manajemennya.
Usia neonatus yaitu usia 0-28 hari. Pada masa ini terjadi
adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi
darah serta mulai berfungsinya organ-organ. Menurut Depkes
(2006) masa neonatal dibagi menjadi dua periode yaitu:
Rata-rata berat badan lahir 3000-4000 gram. Bayi cukup bulan lahir dengan
kelebihan cairan, mereka akan kehilangan berat 5-10% dari berat lahir dan akan
kembali ke berat lahir semula dalam beberapa hari.
Hal ini terjadi terutama jika neonatus hanya mendapat Air Susu Ibu (ASI), karena di
dalam tubuh neonatus masih terdapat kelebihan cairan yang harus dibuang dalam
waktu beberapa hari sementara produk ASI belum memadai. Berat Badan neonatus
akan kembali menginjak hari ke-10 atau selambatnya hari ke-14.
Kondisi jantung bayi saat masih dalam kandungan berbeda dengan saat
lahir. Ketika masih dalam kandungan, jantung bayi belum sepenuhnya berfungsi
secara normal. Peredaran darah dari jantung kiri bisa langsung melewati jantung
kanan. Begitu juga sebaliknya. Tidak ada sekat yang memisahkannya. Akibatnya,
darah bersih dapat bercampur dengan darah kotor. Namun secara medis, kondisi
ini tak jadi masalah, karena kala dalam kandungan, janin menerima pasokan darah
dan oksigen dari sang ibu lewat plasenta. Barulah setelah beberapa jam bayi
dilahirkan, saluran tersebut secara otomatis langsung menutup. “Lamanya, kurang
lebih 4-8 jam.”
Namun, jika saluran peredaran darah tersebut tidak menutup lebih dari 24
jam, maka orang tua harus mewaspadainya karena hal itu menandakan jantung si
bayi mengalami kebocoran. Kelainan ini disebabkan posisi sekat pemisah
ventrikel atau atrium jantung kiri dan kanan belum atau tidak tertutup sempurna.
Akibatnya, jantung tidak berfungsi dengan baik. Padahal, jantunglah yang
memompa darah ke seluruh tubuh.
Dari ventrikel kiri jantung, darah bersih berwarna merah segar yang
mengandung 96% zat asam dialirkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
nadi. Saat kembali ke ventrikel kanan, darah tidak lagi bersih dan warnanya
berubah menjadi lebih tua. Pada saat itu kadar zat asamnya tinggal sekitar 60%.
Selanjutnya, darah kotor ini dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru untuk
mengambil zat asam sehingga menjadi bersih kembali. Begitulah aliran darah
pada tubuh berlangsung tanpa henti sepanjang hidup kita.
2) menurunnya prostaglandin
3) asidosis
b. Fontanel
Kepala bayi dibentuk oleh beberapa lempeng tulang, yaitu 1 buah tulang
di bagian belakang (tulang oksipital), 2 buah tulang di kanan dan kiri (tulang
parietal), dan 2 buah tulang di depan (tulang frontal). Di antara tulang-tulang yang
belum bersambung itu terdapat celah yang disebut sutura. Sutura-sutura ini ada
yang membujur dan ada pula yang melintang. Nah, titik silang celah-celah itulah
yang membentuk ubun-ubun depan (besar) dan ubun-ubun belakang (kecil).
Jika bayi sampai kuning, kita tidak perlu keburu khawatir. Kasus ini
sebenarnya terbagi atas kuning faali (fisiologis) dan kuning patologis (penyakit).
Umumnya terjadi di hari kedua atau ketiga setelah kelahiran hingga 7 atau 14
hari. Walaupun bersifat fisiologis namun keberadaannya tetap perlu diwaspadai
karena mungkin saja dilatarbelakangi masalah patologis.
Bayi yang minum ASI dapat juga terlihat kuning pada minggu pertama
dan kedua, yang nantinya berangsur-angsur hilang sendiri. Di dalam ASI memang
ada komponen yang mempengaruhi timbulnya kuning pada bayi. Jadi, kuning ini
hanyalah gejala biasa.
d. Sistem gastrointestinal
Bayi baru lahir umumnya sudah bisa Buang Air Besar (BAB) dalam
waktu 24 jam setelah persalinan. Feses di hari pertama dan kedua disebut
mekonium yang berwarna gelap atau hitam. Tak heran bila ada yang
menyebutnya tahi gagak. Pada hari ketiga, feses atau tinjanya mungkin sudah
bercampur dengan susu atau kotoran peralihan (campuran tahi gagak dan susu).
Perlu diketahui, bayi yang diberi ASI, biasanya pada hari-hari pertama atau
minggu-minggu pertama akan lebih sering buang air besar, bisa sampai 6 kali
lebih. Lambung neonatus volumenya adalah + 90 ml. Mekonium mungkin
terlambat pada neonatus dengan Berat Badan Lahir Randah (BBLR).