MEMUTUSKAN …
2
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
(1) Setiap Penyedia Jasa Keuangan dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib
mengacu pada Pedoman Umum sebagaimana dimaksud dalam lampiran
Keputusan ini.
(2) Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang bagi Penyedia Jasa Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Keputusan ini.
Pasal 2
Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
bagi Penyedia Jasa Keuangan merupakan pedoman yang memuat pokok-pokok
uraian mengenai rezim anti pencucian uang di Indonesia.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan Kepala
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 9 Mei 2003
KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS
TRANSAKSI KEUANGAN
ttd.
YUNUS HUSEIN
Pedoman
Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Nomor: 2/1/KEP.PPATK/2003
EDISI PERTAMA
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI
KEUANGAN (PPATK)
PEDOMAN I
Pedoman Umum
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang bagi Penyedia
Jasa Keuangan
Edisi Pertama
BAB 1: UMUM
A. Pendahuluan
Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain, Indonesia juga memberi
perhatian besar terhadap tindak pidana lintas negara yang terorganisir
(transnational organized crime) seperti pencucian uang (money laundering) dan
terorisme. Pada tataran internasional, upaya melawan kegiatan pencucian uang
ini dilakukan dengan membentuk satuan tugas yang disebut The Financial Action
Task Force (FATF) on Money Laundering oleh Kelompok 7 Negara (G-7) dalam
G-7 Summit di Perancis pada bulan Juli 1989. FATF saat ini beranggotakan 29
Negara/teritorial, serta 2 organisasi regional yaitu the European Commission dan
the Gulf Cooperation Council yang mewakili pusat-pusat keuangan utama di
Amerika, Eropa dan Asia. Untuk wilayah Asia Pasifik terdapat the Asia Pacific
Group on Money Laundering (APG) yaitu badan kerjasama internasional dalam
pengembangan anti money laundering regime yang didirikan pada tahun 1997, dan
Indonesia telah menjadi anggota sejak tahun 2000. Saat ini, APG terdiri dari 26
anggota yang tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur serta
Pasifik Selatan.
Salah satu peran dari FATF adalah menetapkan kebijakan dan langkah-langkah
yang diperlukan dalam bentuk rekomendasi tindakan untuk mencegah dan
memberantas pencucian uang. Sejauh FATF ini telah mengeluarkan 40 (empat
puluh) rekomendasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta 8
(delapan) rekomendasi khusus untuk memberantas pendanaan terorisme.
Rekomendasi tersebut kini oleh berbagai negara di dunia telah diterima sebagai
standar internasional dan menjadi pedoman baku dalam memberantas kegiatan
pencucian uang. Negara-negara yang berdasarkan penilaian FATF tidak
memenuhi rekomendasi tersebut, akan dimasukkan dalam daftar Non-
Cooperative Countries and Teritories (NCCTs). Negara yang masuk dalam daftar
NCCTs dapat dikenakan counter-measures, yang dapat berakibat buruk terhadap
sistem keuangan misalnya meningkatnya biaya transaksi keuangan dalam
melakukan perdagangan internasional khususnya terhadap negara maju atau
penolakan oleh negara lain atas Letter of Credit (L/C) yang diterbitkan oleh
perbankan di negara yang terkena counter-measures tersebut.
1
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
Oleh karena itu sudah semestinya kalau pemerintah dan seluruh lapisan
masyarakat menaruh perhatian besar terhadap masalah penanganan tindak
pidana pencucian uang tersebut. Salah satu bentuk nyata dari kepedulian
Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang adalah dengan disahkannya
Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan undang-undang ini pencucian uang secara resmi dinyatakan sebagai
tindakan pidana dan oleh karenanya harus dicegah dan diberantas.
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan PJK adalah setiap orang yang
menyediakan jasa di bidang keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank,
lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian,
pedagang valuta asing, dana pensiun dan perusahaan asuransi.
2
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
PPATK akan menerbitkan pula pedoman yang lebih rinci dan sifatnya lebih
teknis antara lain:
3
Bab
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
BAB 2: PENCUCIAN
UANG
A. Definisi
1. Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan
yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi
harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai
dengan Pasal 2 Undang-undang No.15 Tahun 2002, tindak pidana yang
menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan,
penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika,
psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan,
terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.
B. Proses
1. Sekalipun terdapat berbagai macam modus operandi pencucian uang,
namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan ke
dalam tiga tahap kegiatan, yaitu:
4
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
5
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
3. Perlu diperhatikan bahwa pada tingkat yang sangat canggih sebagian tindak
pidana pencucian uang sama sekali tidak melibatkan uang tunai.
6
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
3. Setiap PJK yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang akan
menanggung risiko dituntut, kehilangan reputasi pasar, yang dapat
berakibat merusak reputasi Indonesia sebagai negara/wilayah yang aman
dan dapat dipercaya bagi investor.
c. Money broker
7
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
6. Penggabungan perusahaan;
8
Bab
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
d. Menatausahakan dokumen;
e. Pelatihan karyawan.
9
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
10
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
11
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
5. PPATK menganalisis laporan yang diterima dari PJK atau pihak lain.
Berdasarkan hasil analisis apabila ditemukan indikasi tindak pidana
pencucian uang, maka hasil analisis tersebut disampaikan kepada
Kepolisian dan Kejaksaan sebagai informasi intelijen keuangan untuk
ditindaklanjuti. PPATK dapat juga berperan membantu penegak hukum
dalam rangka penanggulangan tindak pidana lainnya dengan menggunakan
berbagai informasi yang dimilikinya ataupun hasil analisis yang
dilakukannya.
12
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
Kewajiban pelaporan bagi PJK tersebut di atas berlaku sejak Oktober 2003
dengan mengacu pada pedoman pelaporan yang akan dikeluarkan oleh
PPATK.
13
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
2. Perbankan juga sangat rentan bagi tindak pidana yang teroganisir sehingga
sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisir
biasanya bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees)
dengan melakukan perdagangan internasional palsu dan berskala besar
dengan maksud untuk memindahkan uang yang tidak sah dari suatu negara
ke negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan
kegiatan tindak pidana tersebut biasanya meminta kredit/pembiayaan dari
bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Modus operandi
lainnya antara lain dengan menggunakan faktur (invoice) palsu yang di mark-
up atau L/C palsu sebagai upaya untuk menyulitkan pengusutan
dikemudian hari. Oleh karena itu perbankan harus berhati-hati terhadap
kemungkinan dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.
a. Pembukaan rekening
e. Kredit/pembiayaan
15
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
3. Produk investasi ritel biasanya digunakan pada tahap layering dan integration.
Produk investasi ritel menarik untuk digunakan mencuci hasil tindak
pidana karena kemudahan dalam memindahkan dana dari satu produk
investasi ke produk investasi lainnya. Proses ini merupakan upaya
penggabungan dana yang sah dengan yang tidak sah dan memasukkannya
ke dalam sistem perekonomian.
2. Perusahaan efek, pengelola reksa dana dan bank kustodian wajib memiliki
prosedur yang memadai untuk membuktikan dan memverifikasi identitas
nasabah/calon nasabah, beneficial owner atau beneficiary nasabahnya.
3. Apabila perusahaan efek, pengelola reksa dana dan bank kustodian tidak
mengetahui secara pasti identitas nasabah/calon nasabah, maka hubungan
usaha dengan nasabah/calon nasabah tersebut dapat ditolak.
16
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
b. Transaksi yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara,
baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa transaksi dalam
1 (satu) hari kerja
sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 4 Undang-undang
No. 15 Tahun 2002, Bab 3 huruf C angka 3 pedoman ini dan ketentuan
lainnya yang ditetapkan oleh masing-masing lembaga pengawas.
17
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
BAB 5: PROSEDUR
IDENTIFIKASI NASABAH
A. Prinsip Mengenal Nasabah
1. Ketika akan melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah, PJK harus
secara pasti mengetahui siapa nasabahnya dan apa tujuan serta bagaimana
cara penggunaan produk PJK oleh nasabah tersebut. Dengan demikian
PJK dapat memperkirakan aktivitas normal serta profil calon nasabah
sehingga dapat mengidentifikasi apakah transaksi yang dilakukan oleh
nasabah merupakan transaksi yang normal atau tidak sesuai dengan profil
nasabah.
4. Walaupun PJK tunduk pada ketentuan KYC yang ditetapkan oleh masing-
masing lembaga pengawas jasa keuangan, namun sesuai dengan Pasal 45
Undang-undang No. 15 Tahun 2002, laporan mengenai transaksi
keuangan mencurigakan harus disampaikan kepada PPATK dan tata cara
pelaporannya berpedoman pada ketentuan yang dikeluarkan oleh PPATK.
18
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
19
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
2. Sesuai dengan Undang-undang No. 15 Tahun 2002 yang berlaku saat ini,
transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari
profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah, termasuk
transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib
dilakukan oleh PJK.
20
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
1. Setoran tunai yang cukup besar dalam satu transaksi atau kumpulan dari
transaksi, khususnya apabila:
21
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
5. Penyetoran dalam nominal kecil dengan frekuensi yang cukup tinggi, dan
kemudian dilakukan penarikan secara sekaligus.
7. Adanya jumlah yang hampir sama antara dana yang ditarik dengan yang
disetor secara tunai pada hari yang sama atau hari sebelumnya.
11. Nasabah yang berasal dari atau yang mempunyai rekening di negara yang
dikenal sebagai tempat pencucian uang atau negara yang kerahasiaan
banknya sangat ketat.
12. Adanya transfer dana ke dalam suatu rekening dengan frekuensi yang
sangat tinggi dan secara tiba-tiba padahal sebelumnya rekening tersebut
tergolong tidak aktif.
13. Pembayaran atas pembelian saham yang dilakukan melalui transfer dari
rekening atas nama pihak lain.
22
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
23
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
Sanksi tindak pidana pencucian uang berupa pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00
(lima belas milyar rupiah).
24
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK (anti tipping-
off).
2. Petugas PJK yang meminta keterangan awal dari nasabah dalam rangka
melakukan verifikasi terhadap suatu transaksi, tidak dikategorikan sebagai
tipping-off. PJK dilarang menginformasikan kepada nasabah apabila hasil
verifikasi transaksi tersebut dikategorikan dan dilaporkan sebagai transaksi
keuangan mencurigakan.
25
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
b. Saksi tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana atas
kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan.
26
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
2. Catatan dan dokumen tersebut di atas merupakan hal yang sangat penting
dalam rangka penyidikan sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang.
3. Catatan dan dokumen yang wajib disimpan oleh PJK sehubungan dengan
transaksi yang dilakukan dengan nasabahnya, harus memenuhi hal-hal
antara lain:
27
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
28
BAB
P E D O M A N U M U M
P E N C E G A H A N D A N P E M B E R A N T A S A N
T I N D A K P I D A N A P E N C U C I A N U A N G
29