Agus Sutanto
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh
peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi masyarakat. Ini
menunjukkan indikasi bahwa diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk mendukung
pemantapan swasembada pangan. Dari kondisi ini maka harus dapat dipenuhi dua hal,
yaitu penyediaan bahan pangan dan diversifikasi olahan pangan (Saenong dkk, 2002).
Agro – industri dengan bahan baku jagung saat ini sudah banyak beredar secara
luas, seperti minyak jagung, sirup jagung dan gula jagung. Semua produk tersebut masih
berbau luar negeri, sehingga harganya mahal. Dengan demikian semakin jelas bahwa
makanan dari bahan jagung bukan lagi menjadi bahan pangan yang ‘inferior’ lagi saat ini.
Bahkan dengan slogan yang semakin menjanjikan bahwa makanan dari jagung tersebut
dapat menurunkan kadar gula darah dan non kolesterol (Corputty, 1977), maka produk
tersebut semakin banyak dicari dan dikonsumsi orang banyak.
Sayangnya, produk – produk industri dari bahan jagung masih menggunakan
teknologi tinggi, sehingga masih belum terjangkau dengan teknologi yang ada di petani atau
masyarakat umum. Produk olahan tradisional dari bahan jagung, seperti, marning, grits,
emping, tepung jagung dan kue – kue dari bahan jagung, masih banyak diproduksi oleh
masyarakat Jawa Tengah pada umumnya. Dengan meminjam slogan tentang keunggulan
bahan jagung yang dapat menurunkan kadar gula dan non kolesterol ini, sepantasnya
makanan tradisional dapat diperbaiki cara pengolahan dan penampilannya sehingga dapat
menarik minat banyak orang untuk membeli. Cara pengolahannya harus lebih hygienis dan
nilai gizinya masih tetap dipertahankan dengan penanganan pascapanen dan pengolahan
atau prosesing yang tepat.
Jagung mempunyai potensi besar sebagai bahan baku industri makanan, minuman,
minyak, dan pakan ternak. Kandungan protein jagung lebih tinggi dari pada beras,
sehingga cocok sebagai bahan makanan yang bergizi. Hasil analisa yang dilakukan oleh
Balitjas adalah kandungan protein dari 100 g bahan tepung jagung, sorgum dan terigu
berturut – turut sebanyak 9.2 g, 11.0 g dan 11.5 g yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung beras yang hanya mengandung protein sebanyak 7.0 g (Suarni, 2002). Berbagai
produk olahan tradisional dari jagung mempunyai beragam nama dan aneka olahan,
1
diantaranya adalah marning, nasi jagung, kerupuk jagung, gempol, dll. Apabila
pengolahannya dilakukan dengan benar, nilai gizinya lebih baik.
2
Tahapan proses pembuatan kerupuk jagung sebagai berikut,
Tepung
+ Air, bumbu
Digiling tipis
Kerupuk mentah
Digoreng
Kerupuk matang
+ Bumbu dan
Dikemas
Dijual
b. Pembuatan kue semprit : Kue ini menggunakan bahan dari tepung jagung atau
maizena yang banyak dijual di pasaran. Tepung maizena dapat sebagai bahan utama
maupun sebagai bahan substitusi, karena resep aslinya adalah menggunakan tepung
terigu. Kue semprit maizena biasa disebut sebagai kue semprit karena dibuat dengan
cara ditekan atau disemprotkan. Umumnya kue kering semprit dibuat dengan creaming
methode, maksudnya adalah mentega/margarin dikocok bersama gula.
Bahan dalam pembuatan kue semprit adalah tepung, bisa dari tepung terigu, tepung
tapioka, tepung maizena, tepung beras, ataupun tepung ketan. Tepung – tepung ini
bisa saling menggantikan atau dikombinasikan, tergantung dari rasa kue yang
diinginkan. Cara – cara atau resep pembuatan kue semprit adalah sebagai berikut,
3
Bahan :
Mentega / margarin 150 g
Gula halus 200 g
Telur 2 butir
Tepung jagung 250 g
Tepung terigu 250 g
Soda kue ½ sdt
Kayu manis bubuk ½ sdt
Cara membuat :
- Kocok gula dan mentega sampai halus, masukkan telur dan kocok sampai
tercampur rata
- Masukkan campuran tepung dan aduk dengan garpu atau sendok kayu sampai rata
benar
- Semprotkan pada loyang yang telah diolesi dengan mentega
- Panggang atau oven dengan api yang sedang sampai matang
4
terjangkau bagi masyarakat pedesaan dan perkotaan. Dengan penambahan kemasan yang
lebih menarik masih cukup dapat bersaing dengan produk pabrikan besar. Salah satu
keunggulan dari kerupuk jagung adalah bahan yang digunakan adalah dari hasil pertanian
sendiri dan tanpa bahan tambahan kimia lainnya. Analisis usaha ini didasarkan atas harga
yang berlaku pada saat pengkajian berlangsung (2005).
Biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi pembuatan kerupuk jagung terdiri dari
biaya penyusutan alat, biaya bahan produksi, dan biaya pengeluaran lain – lain. Untuk
biaya penyusutan alat dapat dilihat pada tabel 1. Untuk proses produksi pembuatan kerupuk
jagung, dengan asumsi setiap hari berproduksi sebanyak 5 kg kerupuk mentah, maka dapat
dihitung kembali kebutuhan jagung pipilan sebanyak 8.3 kg. Kebutuhan jagung pipilan bisa
diperoleh dari perhitungan rendemen tepung sebesar 70 % pada air basah, sedangkan
kerupuk jagung yang siap dipasarkan atau digoreng adalah pada kadar air 14 %, sehingga
rendemen total dari pipilan jagung menjadi kerupuk mentah adalah 60 %.
Sedangkan biaya lain – lain adalah merupakan keperluan bahan yang diperlukan
selama proses pembuatan kerupuk jagung, antara lain minyak tanah, minyak goreng,
bumbu – bumbu. Biaya tenaga kerja belum diperhitungkan, karena usaha ini masih bersifat
pengisi waktu luang bagi ibu rumah tangga. Perhitungan perolehan keuntungan juga
merupakan upah yang akan diterima dari hasil selisih perolehan yang diterima dari
penjualan kerupuk jagung. Rincian biaya bahan dan biaya lain – lain untuk pembuatan
kerupuk jagung sebagai berikut.
5
Tabel 2. Kebutuhan biaya bahan dan biaya lainnya pada pembuatan kerupuk jagung
(untuk skala produksi 5 kg/hari)
Harga jual kerupuk jagung mentah yang dipatok oleh produsen (KPK Mangga) adalah
sebesar Rp. 12.000,-/kg kerupuk mentah. Dari produksi kerupuk jagung sebanyak 5 kg/
hari, dengan asumsi bahwa produksi tersebut dapat habis terserap konsumen setiap hari,
maka akan diperoleh pendapatan dari penjualan kerupuk jagung sebesar = 5 x Rp. 12.000,-
= Rp. 60.000,-. Dengan demikian akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 31.075,-/ hari
atau Rp. 932.250,-/ bulan.
Untuk mempermudah produsen dalam mengkalkulasi biaya tambahan berupa biaya
transportasi usaha, biaya promosi dan jangkauan pemasaran yang harus dicapai adalah
dengan cara melihat dari keuntungan yang diperoleh. Apabila keuntungan masih
memungkinkan untuk pembiayaan tambahan, maka jangkauan pemasaran akan dapat
dilayani secara lebih luas dan menyebar. Dalam hal ini, dengan asumsi produksi 5 kg per
hari atau 150 kg per bulan, telah diperkirakan memperoleh hasil yang lumayan.
Keuntungan tersebut dapat dialokasikan atau dikurangi untuk biaya transportasi pengiriman
barang ke konsumen. Produsen dapat menghitung bila biaya pengiriman barang dilakukan
sekali seminggu atau dua kali seminggu. Dengan demikian mengurangi keuntungan, namun
diperkirakan dapat menaikkan volume penjualannya.