Dalam rangka peningkatan integritas Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Standardisasi Nasional (BSN)
melalui Pusat Sistem Penerapan Standar menyelenggarakan kegiatan Workshop Hasil Survei Mainan Anak di
Jakarta pada 9 Desember 2009. Kegiatan dibuka oleh Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Drs. Suprapto,
MPS.
Workshop diselenggarakan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait mengenai hasil kajian
integritas penerapan SNI Produk Mainan Anak yang telah dilakukan oleh BSN. Integritas tanda SNI dapat dijamin
bila barang atau kemasannya yang dibubuhi tanda SNI terbukti secara konsisten memenuhi persyaratan SNI.
Workshop Hasil Survei Mainan Anak dihadiri oleh kurang lebih 30 peserta yang merupakan perwakilan dari produen mainan anak,
laboratorium, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Panitia Teknis (PT) 97-01: Rumah
Tangga, Hiburan dan Olahraga, serta Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI).
Acara diisi dengan diskusi panel dengan menghadirkan pembicara Kabid Sistem Pemberlakuan Standar dan Penanganan Pengaduan
PSPS, Ir. Erniningsih Heryadi dan Ketua APMETI, Dhanang Sasongko, dengan moderator Kepala Inspektorat BSN, Drs. Yoes
Usman Suhendar, MM.
Dalam kesempatan tersebut, Ir. Erniningsih Heryadi menyampaikan presentasi mengenai hasil kajian integritas penerapan SNI Produk
Mainan Anak. Menurut Erniningsih, BSN melakukan kajian terhadap produk mainan anak yang beredar di pasar dalam rangka
meningkatkan integritas tanda SNI serta mengetahui sejauh mana kesiapan produsen dalam memenuhi SNI Mainan Anak.
Sampel produk mainan anak diambil dari 14 kota di Indonesia. Sampel tersebut selanjutnya diuji berdasarkan 3 SNI Mainan Anak
yaitu SNI 12.6527.1-2001 (Keamanan Mainan Bagian 1:Spesifikasi sifat fisis dan mekanis), SNI 12.6527.2-2001 (Keamanan Mainan
Bagian 2:Spesifikasi sifat mudah terbakar), dan SNI 12-6527.3-2001 (Keamanan Mainan Bagian 3:Spesifikasi untuk perpindahan
elemen-elemen tertentu).
Hasil survei menunjukkan bahwa 63% sampel memenuhi ketiga SNI, 37,5% memenuhi satu atau dua SNI, dan 2,5% tidak memenuhi
SNI. Menurut Erniningsih, pemenuhan terhadap persyaratan 3 SNI Mainan Anak menunjukkan bahwa gap terhadap pemenuhan SNI
relatif tidak signifikan. Oleh karena itu, pemberlakuan secara wajib SNI Mainan Anak perlu dipertimbangkan. Namun harus diikuti
dengan upaya pembinaan teknis dan pemahaman persyaratan sesuai SNI, agar pemenuhan terhadap SNI mainan anak khususnya
untuk UKM dapat diwujudkan.