Anda di halaman 1dari 3

http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_4540.

html

berta.2009

PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN & ASAM LEMAK BEBAS (FFA)

A. ACARA
Praktikum penentuan Analisis Lemak dengan menggunakan metode Weibull, penentuan Angka
Penyabunan, dan penentuan Asam Lemak Bebas (FFA).

B. PRINSIP
1. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Weibull
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk
membebaskan lemak yang terikat.
2. Penentuan Angka Penyabunan
Titrasi kelebihan KOH oleh HCl yang ditetapkan sebagai banyaknya KOH saat titik akhir.
3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan
alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas.

E. DASAR TEORI
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun
dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak
menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak.
Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila
berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2
yaitu :
1. asam lemak jenuh
2. asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak
jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar
seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane,
Benzene, Chloroform, dll.
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat
polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena
polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Contoh di bawah ini menunjukan beberapa bahan jenis pelarut yang sesuai dengan ekstraksi lipida
tertentu :
senyawa trigliserida yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pelarut-pelarut non polar
misalnya n-Hexane atau petroleum ether
glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar
lesitin (lecithin) atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline bersifat basis dan akan
mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkohol.
 Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam khloroform
yang sedikit polar dan basis.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat dipelajari secara lebih
mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-senyawa makronutrien yang lain.
Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan
sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain :
1. molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul
karbohidrat dan protein.
2. molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut kebutuhan, sedangkan
molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam 3
kelompok tujuan ini :
1. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan pertanian dan
olahanya.
2. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya,
atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan, misalnya :
penjernihan (refining)
penghilangan bau (deodorizing)
penghilangan warna (bleaching), dll
penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat
gorengnya, bau maupun rasanya.
Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan
peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data mengenai
sifat minyak ini misalnya :
angka iodin yang menentukan tingkat ketidakjenuhan asam-asam penyusunnya
 titik cair (melting point)
angka Reichert-meissel yaitu angka yang menujukan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam
air dan mudah menguap (panjang rantai C4-C6)
angka Polenske yaitu angka yang menunjukan kadar asam-asam lemak yang mudah menguap tetapi
tidak larut dalam air (C8-C14)
angka Kirschner) yang khusus menunjukan jumlah asam butirat
Sedangkan angka penyabunan (Saponification value) menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul
asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Titik tolak ukur lain misalnya angka indeks refraksi ,
titik cair, angka kekentalan, titik percik (Flash point), komposisi asam-asam lemak, dll.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas,
karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat)
Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan :
1. Bahan Kering
Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble lalu
dikeringkan dalam oven unutk menghilangkan kadar airnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat
dilakukan secara terputus-putus atau secara berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus-putus dilakukan
dengan alat soxhlet atau alat ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Sedangkan secara
berkesinambungan dengan alat Goldfisch atau ASTM yang telah dimodifikasi.
2. Bahan Basah
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau dengan Mojonnier.
Sample yang telah ditimbang dimasukan ke dalam botol Babcock setelah melalui beberapa tahap dan
disentrifuse lemak akan semakin terpisah dengan cairannya, dan agar dapat dibaca banyaknya lemak
maka ke dalam botol ditambahkan aquadest panas sampai lemak tepat pada skala yang terdapat pada leher
botol Babcock, dengan demikian banyaknya lemak dapat langsung diketahui.
Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan
dalam oven sampai diperoleh berat konstan, berat residu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak
dalam bahan.

I. PEMBAHASAN
2. Penentuan Angka Penyabunan
Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan
adalah margarine dengan merk dagang Blue Band. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat
dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk
membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya.
Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk
menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.
Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH
akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau
lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan
asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.

Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram, berdasarkan SNI, untuk
pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 – 5,0 gram. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH
yang terbuat dari 40 gram dalam 1 liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH
adalah Alkohol, penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar
dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun.
Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai proses
penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari karet
penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer, kerapatan penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang
keluar saat proses pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik, uap
yang dihasilkan dari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan kembali mengalir ke dalam
Erlenmeyer.
Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es, penggunaan es dalam proses
pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas.
Apabila Suhu larutan terlalu tinggi maka dikhawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi
dengan HCl 0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan larutan
KOH, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample dengan prosedur yang sama.
Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena
perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah
menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan
menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan kelompok lain dengan
sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai. Penentuan ini juga hanya dilakukan 1 kali
(simplo), sehingga nilai rata-ratanya tidak dapat diketahui.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan titrasi
blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi dalam titrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu
pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya
dipergunakan adalah alkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi perubahan
warna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah muda menjadi bening saat titik akhir
tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah larutan menjadi semakin pekat dan tidak terjadi perubahan warna
menjadi bening kembali. Sehingga hasil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan dengan
titrasi blanko tidak dapat dilakukan.
Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi blanko ini dapat
disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna, kondisi peralatan yang tidak sesuai, dll.
G. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
• Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
• Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai