Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MK AKSESIBILITAS

“PEMAHAMAN TERHADAP
AKSESIBILITAS, MOBILITAS, DAN
DIFABILITAS”
FEBRIONE PUTRI R. (I0208047)
I. AKSESIBILITAS

Aksesibilitas adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari satu


tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan
untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan aman,
nyaman, serta kecepatan yang wajar.
(http://www.penataanruang.net/taru/nspm/5/Bab2.pdf)

Menurut wikipedia, Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai


oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan.
Aksesibilitas juga difokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat untuk
menggunakan fasilitas seperti pengguna kursi roda harus bisa berjalan
dengan mudah di trotoar ataupun naik keatas angkutan umum.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Aksesibilitas)

Aksesibilitas suatu bangunan dapat diidentifikasi dengan kemudahan


prinsip masuk, bergerak, menggunakan, dan keluar.

1. MASUK ke fasilitas. Adalah kemudahan suatu bangunan dimasuki. Apakah


pintunya gampang dibuka/tutup. Apakah ada perbedaan ketinggian antar
lantai. Alih- alih kalau ada, apakah terdapat ramp (tanjakan). Kemudian,
apakah rampnya mempunyai kemiringan yang masih diijinkan, dan lain-
lain.
2. BERGERAK ke fasilitas. Apakah setelah kita masuk, kita bisa bergerak
leluasa ke semua fasilitas ruang yang ada. Fasilitas publik tentunya,
apakah ruang-ruang yang diperuntukkan untuk publik bisa dicapai.
3. MENGGUNAKAN fasilitas. Apakah kita dapat menggunakan semua
fasilitas yang diperuntukan untuk publik, tentunya dengan mudah.
Misalnya, meja, kursi, ruang tunggu, papan informasi, kamar mandi, dan
lainnya.
4. KELUAR dari fasilitas. Ini yang paling penting, mudah tidak kita keluar dari
failitas. Bukan hanya dalam situasi normal, tapi harus pula dipikirkan
situasi darurat. Apakah terdapat tanda-tanda emergency, pintu darurat,
tangga darurat, dan sebagainya.
(http://anibanisastradewi.multiply.com/journal/item/5)

II. MOBILITAS

Mobilitas adalah kemampuan, kesiapan, dan mudahnya bergerak dan


berpindah tempat. Mobilitas juga berarti kemampuan bergerak dan
berpindah dalam suatu lingkungan. Karena mobilitas juga merupakan gerak
dan perpindahan fisik. (Makalah Konsep dasar orientasi dan mobilitas).
Jenis Mobilitas:

1. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergcrak secara penuh dan
bebas sehingga dapat mcaakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
schari-hari. Mobilitas pc:nuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter
dan scnsorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang
jelas, dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pasien paraplcgi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi mcnjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b. Mobilitas sebagain permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menctap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang revc;rsibel.
Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, dan untuk kasus poliomielitis terjadi
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang, karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/injuri
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mcmengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh orang yang
menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pcrgerakan
dalam ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi oleh
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering
bc;rjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya
ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan
budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi Seseorang
Energi adalah sumber melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tiungkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.
(http://www.bascommetro.com/2009/12/ambulasi-dan-
mobilitas.html)

III. DIFABILITAS

Difabilitas adalah suatu bentuk kesempurnaan yang diberikan Tuhan


kepada sekelompok makhluknya. Artinya, dalam kehidupan bermasyarakat
sebenarnya tidak ada istilah “cacat”, karena semua orang diciptakan dengan
kesempurnaannya masing-masing. Akan tetapi, ketidak dewasaan yang ada
pada diri masyarakat yang kemudian membeda-bedakan satu sama lain.
Sebagai contoh adanya istilah “penyandang cacat” merupakan salah satu
contoh bentuk diskriminasi atau perlakuan yang berbeda. Karena istilah
tersebut mengandung arti sekelompok manusia yang mengalami
kekurangan fisik dan/atau mental, yang harus dikasihani dan bukan untuk
diberi akses untuk dapat hidup wajar seperti orang lain pada umumnya.

Difabel (people with different ability) Secara harfiah berarti orang dengan
kemampuan berbeda. Dari pengertian ini kemudian timbul pertanyaan:
“bukankah semua orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda?”
Pertanyaan ini kemudian dijawab dengan pengertian difabel secara istilah,
yaitu: seseorang yang mengalami kekurangan pada fisik dan/atau
mentalnya, sehingga dia menjadi terdiskriminasi atau diperlakukan secara
berbeda oleh masyarakat. Dari pengertian ini jelaslah bahwa difabel
bukanlah orang yang cacat, melainkan mereka yang selama ini didiskriminasi
oleh lingkungan masyarakat mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan
hak-haknya untuk mendapatkan akses dalam berbagai bidang kehidupan
dan penghidupan. (http://hendro-sw.blogspot.com/2009/04/pengertian-
difabel.html)

IV. AKSESIBILITAS DALAM ARSITEKTUR

Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi para penyandang


cacat termasuk orang-orang yang berkepentingan khusus seperti lansia,
wanita hamil, anak-anak, penderita sakit serta orang tua yang mempunyai
anak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam menikmati segala
aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan aksesibel adalah tingkat
kemudahan untuk dapat menuju, mencapai, memasuki dan menggunakan
secara mandiri tanpa merasa menjadi obyek belas kasihan (object of charity)
pada kondisi suatu tapak, bangunan, fasilitas atau bagian dari fasilitas
tersebut yang memenuhi persyaratan teknis aksesibilitas berdasarkan
pedoman persyaratan teknis aksesibilitas pada bangunan umum dan
lingkungan.

Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia masih


ketinggalan dalam penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik untuk
penyandang cacat. Padahal kita telah memiliki Undang-Undang No. 4/1997
tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah No. 43/1998 tentang
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dan terakhir
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468/KPTS/1998 tentang
Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan.
Ketiga perangkat hukum ini sudah seharusnya memberikan dimensi baru
yang memberikan manfaat bukan hanya kepada penyandang cacat, tetapi
juga bagi masyarakat lainnya seperti lansia, wanita hamil, anak-anak,
penderita sakit serta orang tua yang mempunyai anak. 
Aksesibilitas fisik mencakup lingkungan arsitektural atau prasarana umum
seperti bangunan, jalan dan transportasi, sedangkan aksesibiltas non fisik
mencakup pelayanan informasi dan pelayanan khusus.

Beberapa elemen aksesibilitas yang dapat diterapkan pada bangunan dan


lingkungan seperti penyediaan tempat parkir khusus, penyempurnaan jalur
pedesterian dan jalur pemandu menuju bangunan dengan guiding block dan
warning block, penyediaan ramp ke bangunan, tempat wudhu dan toilet
khusus, ketinggian counter desk, penyediaan informasi dalam Braille dan
light sign dan buku panduan pengelola aksesibilitas, ketinggian telepon
umum yang terakses, penyediaan lift ke lantai atas, penyediaan rambu,
simbol akses dan marka. 

Persyaratan Teknis Aksesibilitas

Prinsip dan asas aksesibilitas yang wajib diterapkan pada semua


bangunan umum dan lingkungan binaan adalah : Kemudahan, dimana setiap
orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum
dalam suatu lingkungan; Kegunaan, dimana setiap orang harus dapat
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan; Keselamatan, dimana setiap bangunan yang bersifat
umum dalam suatu lingkungan harus memperhatikan keselamatan bagi
semua orang; Kemandirian, dimana setiap orang harus bisa mencapai,
masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat
umum dalam suatu lingkungan tanpa mendapatkan bantuan orang lain.

Esensi dari persyaratan aksesibilitas ini adalah upaya mengakomodasikan


segala bentuk tuntutan aktifitas untuk mengakses dan memanfaatkan
fasilitas tersebut. Wujud implementasinya dapat mengacu pada ukuran
tubuh manusia, peralatan yang digunakan dan ruang yang dibutuhkan untuk
mewadahi pergerakan. Termasuk didalamnya jalur sirkulasi dan jalur sarana
yang memberikan kemudahan pencapaian bagi setiap pengguna, rambu-
rambu atau simbol-simbol dan marka yang diperuntukkan bagi tuna netra
dan tuna rungu, juga termasuk lansia.

Untuk tuna rungu misalnya, aksesibilitas yang dibutuhkan adalah


pelayanan informasi (marka) dengan memberi tanda/signal, suara penuntun
(voice guidance), tulisan manual atau elektronik. Sedangkan untuk tuna
netra, aksesibilitas yang dibutuhkan adalah dengan membuat Braille line
yang ditempatkan di pedestrian atu trotoar sebagai garis penuntun menuju
bangunan, tanda-tanda tertentu pada perempatan jalan sehingga tuna netra
bisa menyebrang secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Atau
penempatan ramp yang berguna bagi pengguna kursi roda untuk mengakses
seluruh bangunan dan fasilitas umum lainnya tanpa kendala yang cukup
berarti.

Beberapa prinsip teknis aksesibilitas yang perlu diperhatikan dalam


mendesain bangunan dan lingkungannya adalah ukuran dasar ruang
(meliputi ruang gerak pemakai, ukuran dan belokan kursi roda, papasan
kursi roda); perencanaan jalur pedestrian dan penempatan pohon, rambu
dan street furniture; perencanaan jalur pemandu ( tekstur ubin, susunan
ubin pada belokan, pintu masuk dan belokan); area parkir (jarak, rute
aksesibel, variasi dan shelter); pintu dan asesorisnya; tipikal ramp; tipikal
tangga; lift; lift tangga; toilet; washtafel; telepon; perlengkapan dan
peralatan kontrol; perabot; rambu dan marka.

Komitmen terhadap pentingnya aksesibilitas bagi penyandang cacat,


termasuk lansia dan orang-orang yang berkebutuhan khusus, sangat
diharapkan dari pemilik/pengelola bangunan, perencana kota, arsitek,
pengembang, perguruan tinggi dan seluruh instansi pemerintah untuk
menciptakan bangunan dan lingkungan binaan yang aksesibel bagi semua.
Khusus bagi Arsitek, hal ini menjadi sangat penting karena Arsitek
merupakan barisan terdepan dalam merancang bangunan gedung dan
lingkungannya, sehingga arsitek perlu mensosialisasikan dan mendukung
aturan-aturan aksesibilitas sekaligus wajib menerapkan dalam rancangan
arsitekturnya.

Dengan tersedianya fasilitas aksesibilitas tentunya akan memotivasi


kehidupan yang mandiri bagi penyandang cacat sesuai dengan Hak Azasi dan
Nurani Penyandang Cacat : Kebebasan menikmati hasil pembangunan
adalah hak setiap warga negara termasuk penyandang cacat dan orang yang
berkebutuhan khusus yang dijamin oleh Undang-Undang. Kami para
penyandang cacat ingin bermasyarakat, bersekolah, bekerja, berbelanja,
berekreasi, berobat dan beribadah agar menjadi warga negara produktif dan
mandiri (http://www.facebook.com/topic.php?
uid=182460216769&topic=14854)

Anda mungkin juga menyukai