Orang Mukmin TDK Pernah Stres
Orang Mukmin TDK Pernah Stres
Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik
kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun
kafir. Allah Ta’ala berfirman:
Ibnu Katsir –semoga Allah Ta’ala merahmatinya– berkata, “Makna ayat ini yaitu: Kami menguji kamu (wahai
manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang
bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus asa.” (TAFSIR IBNU
KATSIR)
Ibnul Qayyim -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang
bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA
SALLAM. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, maka dia tidak akan merasakan
kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang
paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan
Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (KITAB AL FAWA-ID, hal. 121, Cet. Muassasatu Ummil Qura’)
Inilah yang ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya:
ﻮﺍﺎ ﻛﹶﺎﻧﺴ ﹺﻦ ﻣ
ﺣ ﻢ ﹺﺑﹶﺄ ﻫ ﺮ ﺟ ﻢ ﹶﺃ ﻬ ﻳﻨﺠ ﹺﺰ
ﻨﻭﹶﻟ ﺒ ﹰﺔﺎ ﹰﺓ ﹶﻃﻴﺣﻴ ﻪ ﻴﻨﺤﹺﻴ
ﻨﻦ ﹶﻓ ﹶﻠ ﻣ ﺆ ﻣ ﻮ ﻫ ﻭ ﻧﺜﹶﻰﻭ ﹸﺃ ﻦ ﹶﺫ ﹶﻛ ﹴﺮ ﹶﺃ ﻣ ﺤﹰﺎﺎﻟﻤ ﹶﻞ ﺻ ﻋ ﻦ ﻣ
ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﻳ
“BARANGSIAPA YANG MENGERJAKAN AMAL SALEH, BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN DALAM
KEADAAN BERIMAN, MAKA SESUNGGUHNYA AKAN KAMI BERIKAN KEPADANYA KEHIDUPAN YANG BAIK
(DI DUNIA), DAN SESUNGGUHNYA AKAN KAMI BERIKAN BALASAN KEPADA MEREKA (DI AKHIRAT)
DENGAN PAHALA YANG LEBIH BAIK DARI APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN.” (Qs : An Nahl: 97)
ﻪ ﻀ ﹶﻠ
ﻀ ﹴﻞ ﹶﻓ
ﻱ ﹶﻓﺕ ﹸﻛﻞﱠ ﺫ
ﺆ ﻳﻭ ﻰ ﺴﻤ
ﻣ ﺟ ﹴﻞ ﻨﹰﺎ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃﺣﺴ ﺎﻋﹰﺎﻣﺘ ﻢ ﻌ ﹸﻜ ﻤﺘ ﻳ ﻪ ﻴ ﻮﺍ ﹺﺇﹶﻟﻮﺑ ﺗﻢ ﹸﺛﻢ ﹸﻜﺭﺑ ﻭﺍﻔﺮ ﻐ ﺘﺳ ﻥ ﺍ ﻭﹶﺃ
“DAN HENDAKLAH KAMU MEMINTA AMPUN KEPADA RABBMU DAN BERTAUBAT KEPADA-NYA. (JIKA
KAMU MENGERJAKAN YANG DEMIKIAN), NISCAYA DIA AKAN MEMBERI KENIKMATAN YANG BAIK
KEPADAMU (DI DUNIA) SAMPAI KEPADA WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN DAN DIA AKAN MEMBERI
KEPADA TIAP-TIAP ORANG YANG MEMPUNYAI KEUTAMAAN (BALASAN) KEUTAMAANNYA (DI AKHIRAT
NANTI)” (Qs Huud: 3)
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala
menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua
balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat.” (AL WAABILUSH SHAYYIB, hal. 67,
Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)
Oleh karena itulah, Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM menggambarkan ibadah shalat, yang
dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati, dalam
sabda beliau SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM:
ﻭﺟﻌﻠﺖ ﻗﺮﺓ ﻋﻴﲏ ﰲ ﺍﻟﺼﻼﺓ
“DAN ALLAH MENJADIKAN QURRATUL ‘AIN BAGIKU PADA (WAKTU AKU MELAKSANAKAN) SHALAT.” (HR.
Ahmad 3/128, An Nasa’i 7/61 dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam SHAHIHUL JAAMI’ISH SHAGIIR, hal. 544)
Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati. (Lihat FATUL QADIIR, Asy
Syaukaani, 4/129)
ﻢ ﻴﻋﻠ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﻪ ﹺﺑ ﹸﻜﻞﱢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭ ﺒﺪ ﹶﻗ ﹾﻠ ﻬ ﻳ ﻪ ﻦ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠ ﻣ ﺆ ﻳ ﻦ ﻣ ﻭ ﻪ ﻥ ﺍﻟﻠﱠ ﺔ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﹺﺑﹺﺈ ﹾﺫ ﺒﻴﺼﻦ ﻣ ﻣ ﺏ
ﺎﺎ ﹶﺃﺻﻣ
“TIDAK ADA SESUATU MUSIBAH PUN YANG MENIMPA (SESEORANG) KECUALI DENGA IZIN ALLAH; DAN
BARANG SIAPA YANG BERIMAN KEPADA ALLAH, NISCAYA DIA AKAN MEMBERI PETUNJUK KE (DALAM)
HATINYA. DAN ALLAH MAHA MENGETAHUI SEGALA SESUATU.” (Qs At Taghaabun: 11)
Ibnu Katsir mengatakan, “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah
tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala
dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan
memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan
petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang
darinya dengan yang lebih baik baginya.” (TAFSIR IBNU KATSIR, 8/137).
Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah Ta’ala dengan
hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik
orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah Ta’ala dalam mengahadapi
musibah tersebut. Tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang
mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya semua (musibah) yang
menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha
dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka
adalah sikap sabar dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban
musibah tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan
terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, maka
mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun mereka
bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).
Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
ﻮ ﹶﻥﺮﺟ ﻳ ﺎ ﻻﻪ ﻣ ﻦ ﺍﻟﻠﱠ ﻣ ﻮ ﹶﻥﺮﺟ ﺗﻭ ﻮ ﹶﻥﺗ ﹾﺄﹶﻟﻤ ﺎﻮ ﹶﻥ ﹶﻛﻤﻳ ﹾﺄﹶﻟﻤ ﻢ ﻬﻮ ﹶﻥ ﹶﻓﹺﺈﻧﺗ ﹾﺄﹶﻟﻤ ﻮﺍﺗﻜﹸﻮﻧ ﻮ ﹺﻡ ﹺﺇ ﹾﻥ ﺎ ِﺀ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻐﺑﺘﻲ ﺍﻮﺍ ﻓﺗ ﹺﻬﻨ ﻻﻭ
“JANGANLAH KAMU BERHATI LEMAH DALAM MENGEJAR MEREKA (MUSUHMU). JIKA KAMU MENDERITA
KESAKITAN, MAKA SESUNGGUHNYA MEREKAPUN MENDERITA KESAKITAN (PULA), SEBAGAIMANA KAMU
MENDERITANYA, SEDANG KAMU MENGHARAP DARI ALLAH APA YANG TIDAK MEREKA HARAPKAN.” (Qs
An Nisaa’: 104)
Oleh karena itu, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan. Akan tetapi, orang-orang
mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah Ta’ala.” (IGHAATSATUL
LAHFAN, hal. 421-422, Mawaaridul Amaan)
HIKMAH COBAAN
Di samping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam
meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia, yaitu dengan dia
merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang
diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-
hikmah tersebut dengan seksama, seorang mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang
menimpanya pada hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan
keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala.
Semua ini di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap
husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya.
Dengan sikap ini Allah Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah akan
memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana
firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi:
Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut
kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba
tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah
Ta’ala.