Anda di halaman 1dari 5

 

Jum'at, 30 Januari 2009 , 08:26:00


Disambar Baling-baling Heli, Dua Tewas

Bagi berita/artikel ini kepada rekan atau kerabat lewat Facebook

SUPER-NAHAS: Aparat segera mensterilkan lokasi kecelakaan helikopter Super Puma milik maskapai Pelita Air di hanggar
Lapangan Terbang Pondok Cabe, Tangerang, Banten (29/1). Wartawan dan juru kamera yang sedang bertugas pun
dilarang mendekat.(RAKA DENNY/JP)

JAKARTA – Kecelakaan kerja terjadi di Bandara Pondok Cabe, Tangerang, kemarin.


Sebuah helikopter Super Puma milik maskapai carter Pelita Air Service (PAS)
yang sedang ”diperiksa” mendadak oleng dan berjungkir balik di tanah.
Akibatnya, dua mekanik tewas tersambar baling-baling heli, sementara pilot dan
seorang teknisi lain yang berada di kokpit selamat.
Kedua korban tewas adalah Ahmad Suparja, 54, warga Kampung Gondrong,
Tangerang; dan Sri Setiabudi, 44, warga Perumahan Bumi Pelita Kencana Blok A
Pondok Cabe, Tangerang, Banten. Untuk keperluan autopsi, kedua jenazah
dievakuasi ke RS Fatmawati. Sementara Komite Nasional Keselamatan Transportasi
(KNKT) masih menyelidiki penyebab kecelakaan yang terjadi pukul 10.00 WIB
tersebut.

”Kami sudah mengirimkan dua investigator untuk menyelidiki kecelakaan itu,


yaitu Capt Toos Sanitioso sebagai Inspector In Charge (IIC) dan Sulaeman,”
ujar Ketua KNKT Tatang Kurniadi saat dikonfirmasi kemarin.

Heli nahas bernomor registrasi PK-PUH itu bukan terjatuh dari udara.
Kecelakaan terjadi saat heli masih menjejak tanah di depan hanggar. Heli itu
diperkirakan terbalik karena kehilangan keseimbangan.

”Helikopter tidak sedang terbang atau hendak terbang, tetapi sedang


pemeriksaan rutin,” terang Tatang.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S. Ervan


menambahkan, selain KNKT, Dephub mengutus dua inspektur untuk menyelidiki
peristiwa ini. Yakni seorang pilot yang bertindak sebagai principal
operations inspector (POI) dan seorang teknisi sebagai principal maintenance
inspector (PMI).

”Keduanya utusan dari Direktorat Kelaikan Pesawat dan Operasi Penerbangan,


Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,” ungkapnya.

Bambang menjelaskan, informasi yang diterimanya, heli yang dipiloti Capt.


Rahman Adi itu oleng ke kiri dan terjatuh saat melakukan ground run up. Itu
adalah pemeriksaan rutin untuk mengecek segala fungsi peralatan tanpa harus
diterbangkan. 

”Bisa dibilang, saat mesin dihidupkan, helikopter kehilangan kendali dan


langsung terguling. Banyak teori yang bisa menjadi penyebab kecelakaan ini,”
jelasnya.

Beberapa pendekatan mungkin bisa memperkirakan menjadi penyebab kecelakaan. Di


antaranya, menurut Bambang, putaran RPM (rotation per minute) yang tidak sama
antara baling-baling utama dan baling-baling belakang. Atau, baling-baling
belakang mati sehingga tidak ada penahan dorongan angin dari baling-baling
utama.

”Selain itu, heli jenis Puma kan baling-baling utamanya bisa miring ke kiri
atau ke kanan. Tidak seperti Bolco yang fixed (tetap). Barangkali
kemiringannya terlalu tajam. Bisa karena operatornya atau baling-balingnya
yang nggak benar,” tambahnya.

Setelah kejadian itu, heli Super Puma berwarna dasar putih dengan strip merah
bertuliskan Pelita Air itu langsung ditutupi dengan terpal biru. Heli nahas
itu dikabarkan rusak parah. Empat ruas baling-baling utama patah, sementara
bodi penyok. Kaca kiri dan depan juga hancur. Itu bisa dimaklumi, karena heli
tersebut terempas dengan keras ke tanah. Evakuasi dilakukan kira-kira pukul
12.30. Heli ditarik ke dalam hanggar.

Sementara itu, kondisi kedua jenazah cukup mengenaskan. Tubuh Ahmad Suparja
terpotong di beberapa bagian. Sedangkan tubuh Sri Setiabudi terbelah di bagian
dada dan tangan kiri. Keduanya tewas akibat terkena baling-baling helikopter.

Corporate Secretary Pelita Air Service Guntur Winarko mengatakan, PAS siap
memberikan asuransi kepada dua teknisi yang tewas tersebut.

”Ini termasuk kecelakaan kerja, asuransi ditanggung Jamsostek. Hitung-


hitungannya kita masih belum bisa jawab,” tuturnya.

Guntur mengungkapkan, heli Super Puma tersebut buatan Prancis 1983. Heli
tersebut selama ini disewakan, baik untuk jangka panjang atau pendek.
Penyewanya rata-rata perusahaan migas. Heli yang menewaskan dua orang
tersebut, menurut dia, masih layak terbang. Terakhir kali digunakan pada 27
Januari lalu.

”Ini musibah, teknisi memang harus dekat heli. Prosedurnya memang seperti itu.
Tapi, apakah ini human error atau apa, kita masih selidiki,” jelasnya.

Gas Meledak, 11 Petambang Tewas, 96 Orang Terjebak di Bawah Tanah


Foto Terkait

Gas Meledak, 11 Pekerja Tewas


Jakarta - Kecelakaan kerja di pertambangan kembali dialami China. Akibat ledakan gas di
pertambangan Shanxi Jiaomei Group di China, 11 pekerja tambang tewas. Sementara 96 orang
hilang, karena terjebak di bawah tanah.

Lokasi pertambangan Shanxi Jiaomei Group ini terletak di Kota Gujiao, tidak terlalu jauh dari
Taiyuan, ibukota Provinsi Shanxi. Pertambangan tersebut merupakan pertambangan batu bara
yang cukup besar di kota itu.

Sebagaimana dilaporkan Reuters yang mengutip Xinhua, Minggu (22/2/2009), saat ledakan gas
itu terjadi, ada sekitar 438 pekerja yang sedang bekerja di bawah tanah. Belum diketahui secara
persis apa sebab terjadi ledakan gas.

Namun, yang pasti, hingga saat ini 11 pekerja tambang sudah ditemukan dalam keadaan tewas
dan 114 pekerja lainnya dilarikan ke RS. Dua puluh empat orang di antara mereka mengalami
luka serius.

Sedangkan 96 orang masih hilang, karena masih terjebak di bawah tanah. Belum diketahui bagaimana
nasib mereka. Yang pasti, hingga berita ini diturunkan, mereka masih belum bisa dievakuasi. (asy/nwk)

Minggu, 08 Maret 2009 , 11:09:00


Tangan Pekerja Pasar Hancur
Terkena Mesin Penghancur Sampah, Terpaksa Dipotong

Bagi berita/artikel ini kepada rekan atau kerabat lewat Facebook

KECELAKAAN KERJA: Hontce menjalani perawatan di ruang IRD ditemani rekan kerjanya, Rizal. (foto:hendro/post metro)

BALIKPAPAN - Nasib seorang pekerja Dinas Pasar Balikpapan bernama Hontce (40) sungguh
sial. Semula Hontce segar bugar, namun sejak kemarin dia harus rela cacat kehilangan tangan
kirinya karena harus dipotong (diamputasi). Tangan kiri pria tersebut harus dipotong karena jari-
jarinya remuk akibat terkena mesin pencacah sampah Dinas Pasar Kota Balikpapan, Sabtu (7/3)
siang kemarin.

Korban dilarikan ke RSU Kanudjoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan dalam kondisi lemas
karena banyak kehilangan darah. Atas kejadian tersebut, Kepala Dinas Pasar Balikpapan Drs
Haerani mengaku pihaknya akan bertanggung jawab penuh atas kejadian ini.

” Kejadian ini adalah murni musibah. Tidak ada unsur kesengajaan. Kami juga telah melengkapi
pekerja-pekerja ini dengan peralatan seperti masker, sarung tangan, dan sepatu safety,” ungkap
Haerani saat ikut mengantar korban ke RSKD. “Dan kami akan bertanggung jawab atas semua
akibat yang ada karena kejadian ini,” lanjutnya.

Sebenarnya Hontce, bapak 2 putri ini sebelum ke RSKD sudah dilarikan ke rumah sakit
Pertamina Balikpapan (RSPB). Alasan dari pihak Dinas Pasar adalah, cara cepat untuk
mendapatkan pertolongan adalah ke RSPB. Rumah sakit ini dipilih karena tempatnya paling
dekat dengan tempat kejadian di Pasar Klandasan.  

Kronologis dari kejadian ini menurut Rizal adalah saat mesin yang berfungsi untuk mengolah
sampah menjadi kompos itu dioperasikannya bersama Hontce sebagai pembantunya. Setelah jam
menunjukkan pukul 12.00 siang, Rizal bermaksud untuk beristirahat di ruangnnya. Belum
sempat dia duduk dengan enak, penjual ikan datang tergopoh-gopoh sembari mengabarkan
bahwa Hontce mengalami kecelakaan kerja.  “Saya kaget mas kok bisa, padahal mesin sudah
saya matikan,” terang Rizal ditemui di RSKD, kemarin.

Begitu sampai di tempat mesin tersebut Rizal sudah mendapati pria asal Makassar tersebut telah
terduduk berdarah-darah pada bagian yangan kirinya.  Menurut pengakuan Hontce,  dirinya
sengaja bekerja pada saat istirahat. Hal ini dilakukannya karena masih banyak sampah yang
belum dimasukkan ke mesin . Namun begitu melakukan niat baiknya tersebut dirinya melihat
sepintas ada besi yang tercampur dengan sampah dan akan masuk pada mesin pencacah tersebut.

“Kalau saya biarkan besi tersebut tercacah maka mesin akan hancur,” ucap Hontce lirih terlihat
menahan sakit di ranjang perawatan RSKD. Belum sempat mencapai besi tersebut, tangan
kirinya sudah tercacah oleh pisau mesin yang sedang memutar. Setelah tangannya masuk ke
mesin tersebut Hontce masih sempat untuk mematikan mesin hingga jari-jari tangannya remuk
tercacah pisau mesin penghancur mesin sampah.

“Bisa jadi ini terjadi karena dia kepikiran, soalnya ibunya meninggal kemarin (kemarin lusa),”
terang Rizal. “Bapak ini juga punya anak lulusan kedokteran lho pak, adiknya lagi sekarang
masih sekolah di AMIK,” lanjut Rizal sambil terus memegangi kening Hontce. (bm-9)

Anda mungkin juga menyukai