Dian Perwitasari, Athena Anwar
Dian Perwitasari, Athena Anwar
(Dian, Athena)
Level of Risk Used Material Safety and Hygiene Laboratory Employee In Clinical
Laboratory Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta
Abstract. The study on the description of personal protective equipment (PPE) and personal hygiene for
laboratorian were undertaken, in relation to high risk factor being infected with diseases including
HIV/AIDS, in clinical laboratory Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta, in 2001. The number of samples
is 48 personnel who work in laboratories (24 hour, emergency installation, hematology, and child
laboratory), and the study design is cross-sectional. The risk level is being scored in several criteria. There
are 56.8% laboratorian who did not use PPE. Based on risks, the high risk group is those who work in
child laboratory (100%) and hematological laboratory (75%). Based on personal hygiene habit after
handling specimen, such as handwashing, 45.4% personnel had bad personal hygiene, thus the high risk
group in child laboratory and hematological laboratory are both 75%.
PENDAHULUAN
pelayanan laboratorium selalu diperlukan
Laboratorium di rumah sakit adanya suatu petunjuk sebagai pegangan bagi
merupakan salah satu fasilitas medik yang petugas untuk mengurangi risiko terjadinya
disediakan sebagai penunjang diagnosis penularan penyakit infeksi antara lain
penyakit. Laboratorium juga mempunyai HIV/AIDS. Dalam melakukan pelayanannya
fungsi sebagai tempat untuk berbagai petugas laboratorium perlu mengikuti
penelitian yang berhubungan dengan prosedur kerja yang ditetapkan, terutama saat
pembiakan media-media kuman penyakit, menangani sampel penderita. Hal ini penting
karena itu lingkungan laboratorium menjadi untuk menjamin keselamatan dirinya, salah
salah satu tempat yang baik untuk satu persyaratan tersebut adalah pada
berkembangnya berbagai penyakit infeksi, pemakaian alat pelindung diri berupa sarung
antara lain HIV/ AIDS (Miller, 1986). tangan, jas laboratorium dan masker. Selain
Untuk melindungi petugas itu aspek prilaku petugas sendiri terhadap
laboratorium tersebut dari penularan penyakit disiplin pemakaian alat pelindung diri (APD)
yang berbahaya, pemerintah telah mengatur dan higiene petugas sehabis penanganan
melalui UU Kesehatan Nomor 23 Tahun sampel berupa pencucian tangan tidak boleh
1992 tentang Kesehatan dan PP R.I Nomor diabaikan.
102 tahun 2000 tentang Standar Nasional Laboratorium RSUPNCM meru-
Indonesia (SNI). Melalui peraturan ini diatur pakan laboratorium rujukan dari seluruh
pemberian perlindungan bagi pekerja di Indonesia yang menerima sekitar 50 – 80
dalam pekerjaannya dari kemungkinan spesimen darah per hari, ada kemungkinan
bahaya yang disebabkan oleh faktor –faktor bahwa beberapa spesimen tersebut berasal
yang membahayakan kesehatan. dari penderita penyakit infeksi seperti
Prosedur kerja yang sistematis dalam HIV/AIDS.
pelaksanaan tugas di dalam laboratorium, Tulisan ini menyajikan hasil
termasuk pengolahan spesimen merupakan penelitian tentang gambaran pemakaian alat
faktor yang terpenting dalam sistem pelindung diri (APD) dan higiene petugas
manajemen laboratorium secara menyeluruh, terhadap risiko terinfeksi HIV/AIDS di
oleh karena itu dalam penyelengaraan laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat
* Disajikan dalam Simposium Nasional I Hasil-hasil penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebagai Makalah
Poster , Jakarta, 20-21 Desember 2004.
** Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan dan Status Kesehatan
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 5 No 1, April 2006 : 380 - 384
Maret 2001 untuk penyebaran kuesioner, berisiko tinggi, dan dari 12 petugas
sehingga penelitian ini belum meng- laboratorium anak, semua petugas (100%)
gambarkan yang diterima petugas selama 1 berisiko tinggi. (Tabel 1).
tahun.
Untuk mendapatkan data tentang
Tabel 1. Proporsi petugas
kepatuhan petugas dalam menggunakan APD
laboratorium yang berisiko terkena infeksi
dan higiene perorangan, serta alasan yang
berdasarkan kebiasaan menggunakan APD
dikemukakan dilakukan dengan sistem
angket (penyebaran kuesioner). Selain itu
juga dilakukan observasi (pengamatan),
Risiko
penggunaan alat pelindung diri yang
diperoleh, kemudian dibuat skoring Ruangan Tinggi Rendah
berdasarkan variabel pemakaian jas lab,
N % N %
sarung tangan dan masker (Hasrika, 1986).
Petugas berisiko tinggi; bila petugas hanya Lab 24 jam
- - 10 100
menggunakan salah satu APD. Petugas
Lab IGD
berisiko rendah; bila petugas tersebut 4 40 6 60
menggunakan dua macam atau lebih. Lab
9 75 3 25
Hematologi
Skoring untuk penilaian higiene
12 100 - -
perorangan dilakukan berdasarkan perilaku Lab Anak
petugas dalam mencuci tangan. Adapun
Total 25 56,8 19 43,2
kriterianya adalah sebagi berikut:
Berdasarkan higiene perorangan tiap
- Petugas berisiko Tinggi : bila petugas
ruangan diperoleh informasi bahwa seluruh
tidak mencuci tangan sesudah
petugas di laboratorium 24 jam (100%)
pemeriksaan spesimen .
berisiko rendah sedangkan di laboratorium
- Petugas Berisiko Rendah : bila petugas IGD sebanyak 2 petugas (20%) berisiko
mencuci tangan sesudah pemeriksaan tinggi, di laboratorium hematologi 9 petugas
spesimen. (75%) berisiko tinggi, dan di laboratorium
anak 9 petugas (75%) berisiko tinggi, (Tabel
2)
HASIL Tabel 2.
Petugas laboratorium yang bekerja Proporsi Petugas laboratorium yang berisiko
sebagai pelaksana harian dimasing-masing terkena infeksi berdasarkan higiene
ruangan laboratorium RSUPN Cipto- perorangan
mangunkusumo sebanyak 48 orang. Tetapi
kuesioner yang dapat terkumpul sebanyak 44
orang. Hal ini karena ada beberapa petugas Risiko
laboratorium yang cuti dan tidak berada Ruangan Tinggi Rendah
ditempat pada saat observasi dan penyebaran
kuesioner sehingga tidak dapat terkumpul N % N %
semua. Proporsi petugas laboratorium Lab 24 jam
berdasarkan kebiasaan menggunakan APD - - 10 100,0
dari ke empat laboratorium disajikan pada Lab IGD
2 20,0 8 80,0
Tabel 1. Lab
9 75,0 3 25,0
Hasil pengamatan di ruangan Hematologi
laboratorium 24 jam menunjukkan seluruh 9 75,0 3 25,0
Lab Anak
petugas (100%) berisiko rendah sedangkan di
laboratorium IGD dari 10 orang petugas yang Total 20 45,4 24 54,5
di observasi, 4 orang (40%) berisiko tinggi. Dari 25 responden yang berisiko
Di laboratorium hematologi dari 12 orang tinggi baik karena mempunyai kebiasaan
petugas yang di observasi 9 orang (75%) tidak menggunakan APD maupun dari
* Disajikan dalam Simposium Nasional I Hasil-hasil penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebagai Makalah
Poster , Jakarta, 20-21 Desember 2004.
** Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan dan Status Kesehatan
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 5 No 1, April 2006 : 380 - 384
higiene perorangan memberikan alasan tidak pemahaman petugas terhadap bahaya yang
tersedia APD dan fasilitas pencucian tangan akan timbul sebagai akibat dari adanya
(52%). sample yang berbahaya.
Sedangkan alasan lain adalah repot Alasan malas, tidak terbiasa, dan
(4%), tidak terbiasa (4%), lupa (8%), malas repot untuk menggunakan APD ditemukan
(12%), kotor (4%), dan yang tidak juga pada penelitian Kusnindar dkk tahun
memberikan jawaban adalah (16%) (Tabel 1997) tentang Penggunaan alat pelindung
3). Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri
Kecil dan Rumah Tangga.
Dilihat dari higiene perorangan,
Tabel 3. Proporsi alasan petugas proporsi petugas yang berisiko tinggi dalam
laboratorium yang berisiko tinggi penelitian ini dijumpai di laboratorium
tidak menggunakan APD hematologi (75%) dan laboratorium anak
(75%). Berdasarkan kriteria hygiene
Alasan perorangan, yang berisiko tinggi adalah yang
N %
tidak mencuci tangan sesudah bekerja
Tidak tersedia 13 52 sehingga faktor yang paling berpengaruh
Tidak terbiasa 1 4 disini adalah perilaku dari petugas dalam
Repot 1 4 membiasakan diri untuk mencuci tangan
Lupa 2 8 sesudah bekerja. Hal ini kemungkinan
Malas 3 12 disebabkan oleh kurangnya pemahaman
Kotor 1 4 petugas akan bahaya dari sampel yang
Tidak menjawab 4 16 ditangani atau tidak dipatuhinya prosedur
Jumlah 25 100 kerja yang ada.
Khusus di laboratorium hematologi,
proporsi petugas yang berisiko tinggi
PEMBAHASAN berdasarkan penggunaan APD sampai 75%;
padahal laboratorium ini lebih banyak
Berdasarkan penggunaan APD, dari menangani sample yang bersifat infeksius
4 laboratorium yang ada di RSUPN Cipto bila dibandingkan dengan laboratorium
Mangunkusumo; ternyata lebih dari 40 % lainnya. Risiko akan semakin tinggi apabila
petugas di tiga laboratorium (IGD, petugas selain mempunyai kebiasaan
Hematologi, dan anak) berisiko tinggi menggunakan APD juga tidak mencuci
terinfeksi penyakit berbahaya seperti tangan sesudah menangani sampel. Hal ini
HIV/AIDS. Apabila dilihat dari kriteria terjadi di laboratorium hematologi karena
penggunaan APD, berarti para petugas berdasarkan hygiene perorangan, 75%
tersebut hanya menggunakan salah satu APD petugas di laboratorium ini juga berisiko
(jas lab, sarung tangan, atau masker saja) saat terinfeksi penyakit berbahaya.
bekerja menangani sampel. Adapun alasan
petugas tidak menggunakan APD ketika KESIMPULAN
bekerja, pada umumnya (52%) karena di
tempat kerjanya tidak tersedia APD. Tidak Dari hasil penelitian ini dapat
tersedianya APD di sebagian besar disimpulkan bahwa berdasarkan penggunaan
laboratorium yang diteliti kemungkinan APD, lebih dari 40% petugas di beberapa
disebabkan karena kurangnya perhatian dari laboratorium (IGD, hematologi, dan anak)
kepala laboratorium dalam penyediaan APD, RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
atau anggaran rumah sakit yang terbatas berisiko tinggi terinfeksi penyakit yang
sehingga dana untuk pengadaan APD juga berbahaya, dan berdasarkan hygiene
menjadi terbatas. Alasan lain petugas tidak perorangan 20% petugas di laboratorium
menggunakan APD adalah malas, lupa, tidak tersebut yang berisiko tinggi
terbiasa, dan repot. Alasan-alasan tersebut
sangat terkait dengan kesadaran/perilaku Di laboratorium hematologi, 75%
petugas dalam menggunakan APD. Penyebab petugas berisiko tinggi terinfeksi penyakit
utamanya kemungkinan karena kurangnya
Risiko Infeksi ...(Dian, Athena)
DAFTAR PUSTAKA
* Disajikan dalam Simposium Nasional I Hasil-hasil penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebagai Makalah
Poster , Jakarta, 20-21 Desember 2004.
** Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan dan Status Kesehatan
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 5 No 1, April 2006 : 380 - 384