Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk
memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi
bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah
satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan
Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi
sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk,
melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-
tugas berikut.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat.
D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk
melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30
S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di
Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak
yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan
Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih
hidup dibawa menuju Halim. Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam.
Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut.
Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di
Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya
dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta.
Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono
diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00
WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan
bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk
melindungi Presiden Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang
terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan menjadi
kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI,
timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno berangkat menuju Halim. Presiden
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan
kewaspadaan, serta menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk
sementara waktu berada langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain
itu melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang sama, tanpa
sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.
3. Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana
Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian
peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan kebijaksanaan
berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Berikut ini penumpasan G 30 S/PKI dari aspek militer. Lihat tabel 12.3