Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik material maupun spiritual (Vink, 1975). Penggunaan lahan dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian
dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih
diandalkan oleh Negara Indonesia, karena sektor pertanian mampu memberikan
pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Keadaan inilah yang
menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan
mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi
nasional melalui salah satunya adalah ketahanan pangan nasional. Dengan
demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan. Namun
setiap tahun untuk luas lahan pertanian selalu mengalami alih fungsi lahan dari
lahan sawah ke lahan non sawah.
Alih fungsi lahan sudah sejak lama menjadi masalah, khususnya di Jawa
Barat. Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara,
memang tidak mengherankan bila areal sawah yang berubah fungsi di Jawa Barat
terus meningkat setiap tahun. Alih fungsi lahan pertanian produktif di Jawa Barat,
terutama lahan sawah menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dan sulit
dihindari sebagai akibat pesatnya laju pembangunan antara lain digunakan untuk
pemukiman, industri, sarana infrastruktur dan lainnya. Penurunan produksi padi di
Jawa Barat yang menyediakan 17,84 % produksi beras nasional terjadi akibat
penciutan lahan sawah karena alih fungsi lahan dan pelandaian tingkat
produktivitas di daerah-daerah intensifikasi.
Selain faktor konversi lahan terdapat beberapa faktor lain yang
menyebakan lahan pertanian semakin berkurang, diantaranya sistem budidaya
tanaman yang tidak tepat dan tidak ramah lingkungan, kebijakan pemerintah yang

Ekonomi Sumberdaya Lahan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
tidak tegas, dan adanya pihak-pihak swasta yang tidak bertanggung jawab, terkait
dengan penggunaan lahan untuk perumahan atau industri.
Lahan pertanian dapat memberikan manfaat baik dari segi ekonomi, sosial
maupun lingkungan. Oleh karena itu, faktor-faktor yang telah disebutkan diatas
akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial dan lingkungan tersebut. Jika faktor-
faktor penghambat tersebut terus terjadi secara tak terkendali, maka hal ini akan
menjadi ancaman tidak hanya bagi petani dan lingkungan, tetapi bisa menjadi
masalah nasional terutama masalah ketahanan pangan. Misalnya, provinsi Jawa
Barat yang sebagian besar daerahnya merupakan lumbung padi nasional seperti
Indramayu, Karawang, dan Subang. Jika lahan sawah di daerah lumbung padi
tersebut terus berkurang, maka akan berpengaruh terhadap suplai pangan nasional
dan akhirnya ketahanan pangan terganggu.
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan swasembada
pangan adalah peningkatan mutu program intensifikasi, ekstensifikasi,
diversifikasi dan rehabilitasi lahan pertanian. Hal ini penting dilakukan guna
mengantisipasi kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawah khususnya di
Jawa Barat.

Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
ketersediaan lahan pertanian di Jawa Barat terhadap suplai bahan pangan nasional,
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lahan pertanian di Jawa Barat
semakin berkurang, dan mengetahui usaha pemerintah daerah dan pemerintah
pusat dalam mengatasi masalah keterbatsan lahan pertanian.

Metode Penulisan Makalah


Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berupa
studi pustaka. Pustaka tersebut merupakan data sekunder berupa artikel dan jurnal
yang didalamnya terdapat hasil wawancara dari beberapa narasumber.

Ekonomi Sumberdaya Lahan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
TINJAUAN PUSTAKA

Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam
kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah.
Tanah merupakan tanah (sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman lebar
yang ciri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan
pertanian sekarang) ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan
tumbuhan penutup yang dijumpai (Soepardi, 1983 dalam Akbar, 2008).
Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai
lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda
yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh
karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya
hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan
lingkungannya (Mather, 1986).
Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan
dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya
permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan tersebut terus bertambah,
sedangkan kita tahu bahwa lahan yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal inilah
yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian (Anonim,
2009).
Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang
melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar,
yakni:
1. Fungsi kegiatan budaya: suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan
maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi dan lain-lain.
2. Fungsi lindung: kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa
yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.

Ekonomi Sumberdaya Lahan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
PEMBAHASAN

Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Sebagai


penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian
memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu
menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan.
Pertanian sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Di Jawa Barat,
lahan pertanian terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Pengurangan
lahan pertanian tersebut akhirnya berakibat pada suplai bahan pangan di provinsi
itu sendiri bahkan suplai pangan nasional. Masalah ketersediaan lahan pertanian
dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) konversi lahan pertanian ke non
pertanian, 2) sistem budidaya tanaman yang tidak ramah lingkungan (penggunaan
pupuk kimia yang berlebihan), dan 3) sistem pemerintahan yang tidak tegas.
Masalah konversi lahan sudah sejak lama terjadi, khususnya di Jawa Barat.
Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara, Jawa Barat
tidak bisa menghindari pesatnya laju pembangunan yang berhubungan dengan
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan
yang lebih baik, misalnya pembangunan perumahan, pembangunan lahan industri,
dan sarana infrastruktur lainnya. Masalah konversi lahan menyebabkan
menurunnya produksi padi di Jawa Barat yang menyediakan 17,84 % produksi
beras nasional. Hal itu terjadi akibat penciutan lahan sawah karena alih fungsi
lahan dan pelandaian tingkat produktivitas di daerah-daerah intensifikasi.
Secara keseluruhan pada periode tahun 1995-2006 rata-rata setiap tahun
provinsi Jawa Barat memproduksi padi sebanyak 9.936.649 ton dan produktivitas
pertanian sebesar 5.03 ton setiap tahun meskipun dipengaruhi oleh konversi lahan
pertanian sebesar 18.774 hektar setiap tahun. Apabila pada tahun 1995-2006 tidak
mengalami konversi lahan pertanian tentu akan mempengaruhi peningkatan
produksi padi di Jawa Barat sebesar 94.435 ton setiap tahun dengan demikian
tentu dengan adanya konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap produksi padi
di Jawa Barat. Apabila kondisi alih fungsi lahan pertanian tidak segera dilakukan
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
tindakan pencegahan dan produksi padi tidak dapat dipertahankan serta
ditingkatkan melalui intensifikasi pertanian, sementara jumlah penduduk terus
meningkat maka diprediksi Jawa Barat akan mengalami krisis pangan khususnya
kebutuhan beras pada tahun 2021 serta akan berpengaruh pada suplai bahan
pangan nasional.
Faktor kedua yang mempengaruhi ketersediaan lahan pertanian adalah
sistem budidaya tanaman yang tidak ramah lingkungan. Sekitar 50% dari total
luas pertanian di Jawa Barat sebesar 700.000 hektar berstatus over exploitation
sehingga menurunkan produktivitas hasil pertanian. Lahan pertanian yang
diekploitasi berlebih tersebut, tersebar dari pantai utara Jabar hingga ke Lembang
dan Pangalengan. Kondisi tersebut dipicu oleh penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan, sehingga kesuburan tanah terkuras.
Pada satu sisi, pupuk kimia memang akan mempercepat laju pertumbuhan
tanaman, tetapi di sisi lain juga mampu merusak kesuburan tanah. Jika
penggunaan pupuk kimia secara berlebih terus terjadi, maka ketersediaan tanah
subur untuk lahan tanam tanaman pangan di Jawa Barat akan terus berkurang dan
produktivitas bahan pangan pun menurun. Penggunaan pupuk kimia yang berlebih
hanya akan meningkatkan hasil produksi secara sementara dan akan merugikan di
masa yang akan datang, selain itu juga berpengaruh buruk terhadap kesehatan
manusia.
Faktor ketiga, yaitu sistem pemerintahan yang tidak tegas. Banyak Pemda
baik Bupati dan Walikota yang kurang peduli pada lahan pertanian. Mereka
dengan mudahnya memberikan izin untuk perumahan. Bahkan banyak pihak
swasta yang membangun perumahan atau lahan industri sebelum mendapatkan
izin dari pemerintah setempat. Hal inilah yang menyebabkan lahan pertanian terus
berkurang secara drastis, karena tidak adanya batasan dan ketegasan dari
pemerintah (Pemda Jabar). Peran efektif Pemerintah (Daerah) pada dasarnya
terletak pada upaya mendorong investasi masyarakat di sektor pertanian, dengan
menciptakan iklim ‘usaha’ pertanian yang kondusif.

1. Dampak Ketersediaan Lahan Terhadap Kesediaan Pangan


Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Ketersediaan pangan bagi kelangsungan hidup manusia adalah suatu hal
yang fundamental. Ancaman terjadinya krisis pangan, sebagai konsekuensi sudah
semakin nyata. Di Indonesia, indikator kelangkaan pangan dapat dilihat dari
meningkatnya nilai impor bahan makanan kebutuhan pokok, bahkan hingga
mencapai 60% dari konsumsi pangan kita. Bahan pangan seperti kedelai, daging,
dan susu masih terus mengandalkan stok impor bagi pasar domestik. Akibatnya,
harga-harga kebutuhan pokok semakin tinggi dan tak terjangkau oleh masyarakat
kalangan bawah.
Lebih penting dari sekedar angka-angka impor tersebut, setiap hari kita
bias melihat fakta kasus busung lapar dan kekurangan gizi anak-anak generasi
penerus negeri, yang juga mencerminkan kelangkaan pangan di negeri ini.
Di Jawa Barat, masalah ketersediaan pangan menjadi perhatian serius pada
tahun 2011 ini. Upaya kesiapan optimalisasi cadangan pangan harus dilakukan,
untuk mengantisipasi situasi kurang baik ke depan. Apalagi jumlah penduduk
Jawa Barat terus naik, kebutuhan pangan pun terus meningkat. Pasokan cadangan
pangan produksi Jawa Barat diprediksi Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD)
akan mengalami tantangan berat pada tahun ini. Ada kekhawatiran, pasokan dan
cadangan pangan terancam anjlok akibat produksi sejumlah jenis tanaman pangan
terganggu serangan hama dan penyakit, perubahan pola tanam, menurunnya
kesuburan lahan, alih fungsi lahan, dan lain-lain.
Kebiasaan pemerintah menutupi kekurangan pasokan pangan melalui
impor, kemungkinan tak begitu mulus. Banyak negara, termasuk Thailand dan
Vietnam, selaku pengekspor beras ke Indonesia, kini lebih mementingkan
kebutuhan dalam negeri mereka karena mengalami masalah sama dengan
Indonesia. Waktu yang berjalan ini harus diupayakan keras agar berbagai alih
fungsi lahan pertanian dan jumlah penduduk dapat dikendalikan, disertai sumber-
sumber cadangan pangan lain yang harus terus digali.
Sebuah kajian dari BKPD Jawa Barat menghasilkan perhitungan jika
berbagai tantangan ini tak teratasi, Jawa Barat akan menjadi daerah defisit
produksi pangan pada tahun 2015-2025. Perlu ditanamkan pula, bagaimana cara
memaksimalkan sumberdaya lahan yang kini tersisa dan tersedia serta
mengusahakan agar tidak terjadi penyempitan lahan pertanian di Jawa Barat
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
sehingga usaha pertanian dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dapat
terlaksana secara maksimal.
Kenyataannya saat ini keberadaan lahan-lahan sawah produktif di utara
Jawa Barat, terutama Karawang, Bekasi, dan Subang mulai berkurang. Menurut
Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Entang
Sastraatmadja, kondisi sumberdaya lahan saat ini sedang terus diborong pembeli
asal Jakarta. Jika tak segera dilindungi pemerintah, perubahan lahan produktif
padi di utara hanya tinggal menunggu waktu, apalagi banyak spekulan
memanfaatkan kepentingan pribadi, ditambah perlunya altematif lain penyediaan
sumber pangan.
Melihat hal itu, salah satu harapan bertahannya sumber cadangan, potensi
tambahan produksi dan cadangan pangan dari Jawa Barat ialah pada kawasan
kehutanan negara. Sejak beberapa tahun terakhir melalui pengelolaan hutan
bersama masyarakat (PHBM) dengan mengusahakan tanaman padi, jagung,
kacang tanah, umbi-umbian, dan kedelai, pada sekitar lima belas kabupaten di
Jawa Barat terdapat tambahan pasokan berbagai komoditas pangan. Siklus
pengusahaan tanaman pangan di hutan secara perhitungan akan selalu memanjang
karena setiap tahun selalu saja ada penebangan pohon secara berbeda tempat di
hutan produksi. Ini bisa langsung diimbangi peremajaan tegakan, di sela-sela
tanaman muda dimanfaatkan diusahakan komoditas pangan.
Kawasan kehutanan menjadi salah satu lokasi cocok bagi produksi padi
gogo atau padi huma dan jenis aromatik lain. Lalu pasokan jagung hibrida bagi
konsumsi manusia, dan bahan baku pakan olahan ternak, kacang tanah untuk
bahan konsumsi olahan, ubi jalar, dan kedelai lokal untuk mengurangi
ketergantungan impor. Pengusahaannya disesuaikan aturan teknis agar tak
mengganggu tegakan-tegakan pokok tanaman hutan. Dari Perum Perhutani Unit
IH Jawa Barat, saat ini ada sekitar 100.000 hektare lahan sedang diusahakan untuk
tanaman padi dan palawija. Jumlah itu menjadi tambahan bagi lahan padi. Lahan
padi terbuka saat ini oleh Jawa Barat berada dalam kisaran aman, 900.000
hektare.
Kelangsungan cadangan pasokan pangan menjadi isu penting di jawa barat
sebagai salah satu konsekuensi meledaknya jumlah penduduk. Apalagi, pada awal
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
tahun, banyak hal yang mengganggu sektor pertanian, diantaranya berupa alih
fungsi lahan pertanian yang terjadi dengan cepat. Tentu saja, hal ini menjadi
sandungan buat penyediaan pangan.

2. Potensi Jawa Barat sebagai Lumbung Pangan


Sumber daya alam Jawa Barat cukup melimpah. Provinsi ini pada tahun
2006 memiliki lahan sawah ber-irigasi teknis seluas 380.996 ha, sementara sawah
beririgasi setengah teknis116,443 ha, dan sawah beririgasi non teknis seluas
428.461 ha. Sawah-sawah inilah yang pada tahun 2006 menghasilkan 9.418.882
ton padi, terdiri atas 9,103.800 ton padi sawah clan 315.082 ton padi ladang. Di
antara tanaman palawija, pada 2006 ketela pohon menempati urutan pertama.
Produksi palawija mencapai 2.044.674 ton dengan produktivitas 179,28 kuintal
per ha. Kendati demikian, luas tanam terluas adalah untuk komoditas jagung yang
mencapai 148.505 ha. Jawa Barat juga menghasilkan tanaman hortikultura yang
terdiri dari 2.938.624 ton sayur mayur, 3.193.744 ton buah buahan, dan 159.871
ton tanaman obat/biofarmaka.
Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki potensi sumberdaya pertanian
dan rumpun pertanian yang besar dan variatif. Kondisi agro-ekosistem yang cocok
untuk pengembangan pertanian menjadikan Jawa Barat kawasan potensial
lumbung pangan nasional. Semua unsur pasokan bahan pangan, baik tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan-kelautan dan kehutanan siap
dimanfaatkan. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi yang melimpah, baik dari sisi
kesuburan tanah maupun dari keanekaragaman tanaman pangan. Hal ini yang
menyebabkan Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu lumbung pangan nasional.
Pada tahun 2009-2010, Provinsi Jawa Barat mampu meningkatkan hasil produksi
beras sebesar 11%. Namun saat ini, peningkatan produksi beras hanya mencapai
angka 4% karena faktor iklim yang cukup ekstrem. Hal ini menunjukkan jika
Jawa Barat sangat berpotensi sebagai lumbung pangan nasional terutama beras
karena Jawa Barat masih menunjukkan pertumbuhan positif pada produksi beras
di saat cuaca ekstrem dan di saat daerah lain mengalami pertumbuhan produksi
yang negatif. Daerah yang menjadi lumbung padi di Provinsi Jawa Barat
diantaranya Indramayu, Krawang, Subang, Sukabumi, dan Garut.
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Kabupaten Cirebon juga merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi
Jawa Barat. Daerah pantura ini memiliki lahan sawah seluas 54 ribu hektar (ha).
Lahan seluas ini menghasilkan 300 ribu ton padi atau 210 ribu ton beras per
tahun. Jumlah sebanyak itu, saat ini, masih mencukupi kebutuhan pangan 2,2 juta
jiwa. Bahkan daerah ini mampu menyuplai 20 persen kebutuhan beras Jawa Barat.
Sebuah prestasi menggembirakan dalam pengadaan pangan.

3. Dampak Keterbatasan Lahan Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga


Kerja di Sektor Pertanian
Rendahnya pendapatan petani tanaman pangan, yang merupakan majoritas
penduduk pedesaan, menyebabkan banyak desa di Jawa menjadi kantong-kantong
kemiskinan. Salah satu kondisi yang diharapkan adalah pendapatan petani yang
memadai untuk memenuhi keperluan hidup keluarganya dan menjalankan usaha
tani dengan baik (good agricultural practices), sehingga sistem pertanian dapat
berlangsung secara berkelanjutan. Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dari
usaha tani tanaman pangan (padi dan palawija) dari lahan garapan yang hanya 0,4
ha jelas sangat sulit, karena harga jual dan volume hasil komoditas relatif rendah.
Pendapatan mungkin dapat ditingkatkan bila komoditas yang diusahakan tidak
hanya tanaman pangan. Pendapatan petani diharapkan lebih bervariasi, dengan
cara diversifikasi komoditas dan diversifikasi usaha, termasuk menambah usaha
off-farm dan non-farm.
Penurunan luas lahan pertanian diharapkan tidak hanya dicegah dengan
cara mengendalikan konversi lahan pertanian, baik lahan sawah maupun lahan
kering. Adanya lahan pertanian abadi juga akan membantu memantapkan wilayah
pertanian yang produktif. Jumlah petani di Jawa, yang sekarang lebih dari 15 juta
RTP, sebaiknya tidak bertambah, bahkan seyogianya dikurangi secara bertahap
menjadi tidak lebih dari 10 juta RTP, sehingga rata-rata lahan garapan menjadi
sekitar 0,6 ha/RTP.
Dengan menyempitnya lahan pertanian, para petani akan menggarap
tanahnya secara intensif agar dapat bertahan hidup. Rata-rata kepemilikan lahan
petani (per kepala keluarga) di Jawa hanya 0,25 ha, sehingga sangat sulit sekali
bagi petani memenuhi kebutuhan hidup keluarganya secara layak. Akhirnya yang
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
terjadi adalah kemiskinan yang merata karena bersama proses itu juga gotong
royong masih berlaku di pedesaan terutama di kalangan petani. Banyak petani
yang akan kehilangan matapencahariannya, sedangkan untuk pindah kerja ke
sektor nonpertanian sangat sulit. Hal ini disebabkan oleh pekerja dituntut
memiliki keahlian tertentu. Akibatnya angka pengangguran semakin meningkat.
Akses keluarga petani akhirnya banyak berubah antara lain mereka urbanisasi ke
kota, beralih profesi menjadi buruh pabrik, rumah tangga atau bangunan, bahkan
hingga menjadi pekerja migran ke luar negeri. Melemahnya penyerapan tenaga
kerja terhadap sektor pertanian, menandakan adanya perubahan struktur
perekonomian di Indonesia, dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Selain
itu, menurunnya produksi pangan yang berimbas pada sulitnya masyarakat untuk
mengakses pangan sehingga masih bergantung pada impor.

4. Penanggulangan Masalah Suplai Lahan Pertanian


Berikut penanggulangan dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menangani masalah masalah yang terjadi akibat penyempitan lahan pertanian,
baik dilakukan oleh pemerintah, lembaga terkait maupun masyarakat adalah :
1. Menciptakan teknologi bibit unggul (dengan rekayasa genetika) terhadap
benih-benih, missal benih padi agar biasa ditanam dan mampu
beradaptasi pada lahan kering. Sehingga lahan kering yang ada di pulau
Jawa biasa terpakai untuk lahan pertanian.
2. Menggunakan teknologi hidroponik. Kehadiran hidroponik menambah
deretan jenis jenis pertanianmodern untuk menjawab berbagai
permasalahan dalam sistem pertanian konvensional. Sistem budidaya
hidroponik memungkinkan Anda bercocok tanam tanpa tanah. Media
tanam menjadi lebih fleksibel, dan tidak lagi menjadi masalah yang
krusial. Keuntungan menggunakan hidroponik adalah:
a. Media Lebih Variatif
b. Jika jenis jenis pertanian lain harus menjaga jarak tanam
sedemikian rupa, maka system hidroponik memungkinkan Anda
meningkatkan kepadatan tanaman per satuan luas. Nutrisi dipasok
secara simultan dan terukur sesuai kebutuhan tanaman dari luar.
Ekonomi Sumberdaya Lahan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Dengan demikian kekhawatiran dalam pertanian konvensional akan
persaingan dalam memperebutkan hara pada pertanaman dengan
kepadatan yang tinggi dapat diminimalisir.Karena nutrien dipasok
secara terukur dan teratur, maka mutu (bentuk, ukuran, rasa dan
kebersihan) produk yang dihasilkan lebih terjamin.

3. Menanggulangi masalah terjadinya pengangguran karena penyempitan


lahan pertanian membutuhkan campur tangan pemerintah dan beberapa
lembaga terkait. Misalkan memberikan modal kepada sekelompok atau
perorangan untuk melakukan usaha kecil. Sehingga dapat
meningkatkan perekonomian di sektor kecil menengah. Sebelumnya
bias dilakukan training keahlian bagi masyarakat yang kemampuannya
terbatas, bisa dengan mengadakan penyuluhan, kursus, dan
pendampingan selama melakukan usaha pada kurun waktu tertentu.
4. Kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah dalam membatasi konversi
lahan pertanian ke non pertanian,sehingga supply lahan pertanian tidak
beralih fungsi. Misalnya, suatu kota harus memiliki batas penggunaan
lahan untuk pemukiman, dan adanya perancangan daerah khusus
pertanian. Pemerintah, khususnya Komisi IV menegaskan perlunya
ditopang peraturan perundang-undangan. RUU yang direncanakan ini
bernama Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
5. Memperketat pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada
masyarakat. Dalam hai ini yang perlu bertindak adalah Dinas Tata
Ruang Kota harus tegas dalam pelaksanaanya.

Ekonomi Sumberdaya Lahan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
KESIMPULAN

Kebijakan dan solusi yang diambil pmerintah dan lembaga setempat itu
hampit tidak memiliki kecacatan. Namun pada pelaksanaanya, tetap saja terjadi
kendala-kendala yang menghambat penanggulangan tersebut. Seperti yang terjadi
di kota-kota di Jawa Barat, yang merupakan lumbung pangan nasional.
Pemerintah membangun bangunan-bangunan diatas lahan-lahan produktif.
Oleh karena itu, sebetulnya tidak banyak yang dapat dilakukan untuk
pencegahan atau menanggulangi masalah supply lahan pertanian di wilayah Jawa
Barat. Banyak usaha yang telah dilakukan, namun belum tentu semuanya
mendapatka hasil. Hal tersebut terjadi karena, setiap orang memiliki kepentingan
dan pandangan yang berbeda-beda. Tidak semua orang peduli dan mengerti
terhadap akibat dari apa yang mereka perbuat. Sehingga pada akhirnya,hal ini
perlu kita renungkan pada diri masing-masing. Hal terkecil, sekaligus terbesar
yang dapt dilakukan adalah menamamkan pada diri masing-masing untuk lebih
peduli akan dampak yang ditimbulakan akibat berkurangnya lahan pertanian.
Sebab semua kebijakan yang dibuat itu akan dilaksanakan oleh kita dan dalam
prakteknya sendiri tergantung kepada bagaimana kita melaksanakannya.

Ekonomi Sumberdaya Lahan


Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Anda mungkin juga menyukai