Anda di halaman 1dari 5

PENCEMARAN LINGKUNGAN DI WILAYAH PESISIR

Pendahuluan

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya
telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama,
khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu kekayaan hidrokarbon
dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang
pembangunan ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah
pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan,
kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan
permukiman dan tempat pembuangan limbah.
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk
dikembangkan menjadi lebih baik. Dalam kaitan dengan ketersediannya, potensi sumber daya
wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu
sumber daya dapat pulih (renewable resources), sumber daya tak dapat pulih (non-renewable
resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Ketiga potensi inilah walaupun
telah dimanfaatkan, tetapi masih belum optimal dan terkesan tidak terencana dan terprogram
dengan baik (Dahuri dkk, 1996).
Wilayah pesisir dan lautan beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya
merupakan tumpuan harapan bagi bangsa Indonesia di masa depan. Di dalamnya terkandung
kekayaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya dan beragam, seperti
perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, minyak dan gas, bahan tambang dan mineral, dan
kawasan pariwisata. Akan tetapi pembangunan wilayah pesisir dan lautan selama ini
menunjukkan hasil yang kurang optimal. Di beberapa kawasan pesisir dan lautan yang padat
penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya terdapat berbagai gejala kerusakan
lingkungan termasuk pencemaran, degradasi fisik habitat utama pesisir (mangrove, terumbu
karang, estuaria, dll) dan abrasi pantai telah mencapai suatu tingkat yang mengancam
kapasitas keberlanjutan ekosistem pesisir dan lautan.
Pemanfaatan sumber daya alam dan jasa lingkungan pesisir dan laut untuk kegiatan
perikanan, pertambangan, perhubungan, industri, konservasi habitat, pariwisata, dan
permukiman, telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi besar memicu konflik
kepentingan antar pihak, sehingga berdampak pada kelestarian fungsi dan kerusakan
sumberdaya alam.
Batasan dan Sifat-Sifat Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas kearah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angina laut, pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan
oleh jenis vegetasi yang khas. Wialayah pesisi juga merupakan suatu wilayah peralihan antara
daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir
memeliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan
batas tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore). Batas wilayah pesisir kearah laut
mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf)
dimana cirri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh prose salami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan tempat
percampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim). Pa da umumnya wilayah pesisir
dan khusunya perairan estuaria mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsure
hara dan menjadi sumber zat organic yang penting dalam rantai makanan di laut. Namun
demikian, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah
pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam, dan karenanya
merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan
dengan fluktuasi di luar normal. Dari segi fungsinya, wilayah pesisir merupakan zone
penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi.
Akibat pengaruh aktivitas manusia yang meningkat seperti pencemaran minyak hasil
kegiatan eksploitasi tambang minyak di lepas pantai serta transportasi minyak, bungan limbah
pemukiman dan industri, perairan pesisir akan mengalami tekanan (stress), yang cenderung
mengarah pada menurunnya kualitas lingkungan wilayah pesisir karena terganggu
keseimbangan alami. Apalagi ditambah dengan penangkapan ikan yang berlebihan (over
fishing) dan pengrusakan ekosistem koral secara fisik.

Pencemaran Wilayah Pesisir

Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara maupun bahan-
bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat
akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sampah
organic dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan industri dan
sebagainya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan
wilayah pesisir.
Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan ada yang dari
luar system wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu sendiri. Pencemaran
berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan (seperti tambak,
perhotelan, pemukiman dan industri) yang terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa
kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas.
Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian
sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over
eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan
pembangunan lainnya dan bencana alam.
Sumber pencemaran perairan pesisir biasa terdiri dari limbah industri, limbah cair
pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping),
pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan
limbah tersebut berupa: sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals),
pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances
(bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang).
Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian, rumah
tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan
sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang terjadi kerusakan ekosistem
bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi,
hilangnya benih banding dan udang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-
bahan yang akan dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir yaitu :
1. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;
2. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi
oseanografi setempat;
3. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan
lingkungan perairan.
. 4. Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;
5. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;
6. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari depan;
7. Faktor-faktor lain yang khas.
Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang atau proses
saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada dengan bahan pencemar
yang masuk kemudian. Oleh karena itu penting diketahui sifat fisik kimia bahan pencemar
maupun perairan, dan kemungkinan terjadinya peningkatan pencemaran serta perusakan
lingkungan.
Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan
menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri
perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. Bahan buangan yang beracun perlu diberi
perlakuan (treatment) terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat
pembuangan harus mempunyai kondisi oseanografi yang memadai. Industri-industri yang
mutlak harus didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk
keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dahuri R., Dkk. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan
Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Henny, Pagoray. 2003. Lingkungan peisisir dan masalahnya sebagai tmpat buangan limbah.
IPB, Bogor

Anda mungkin juga menyukai