Anda di halaman 1dari 2

“Kita (Seharusnya) Lebih Pandai”

Zaman kian melaju dan arus komunikasi terus berkembang. persaingan terus meningk
at dan perkembangan teknologi terutama, menjadi hal yang menarik untuk diperbica
ngkan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menunjukkan jati di
rinya dalam peradaban manusia dewasa ini. Sudah tentu tidak dapat diingkari dan
dipandang sebelah mata, peran perkembangan teknologi informasi telah memberikan
space yang begitu banyak untuk manusia agar bisa berkomunikasi, share, bereksplo
rasi, bahkan mengekspresikan diri mereka alias narsis kepada seluruh belahan dun
ia Teknologi bukan sebgai barang yang tabu, mahal, dan hanay dipaka kaum borju s
aja, namun seluruh manusia sama-sama mempunyai hak untuk belajar dan menguasai t
eknologi. Karena, jika ditilik lebih mendalam, pada era sekarang ini, teknologi
berperan sangat besar dalam mengefisienkan kinerja waktu, tenaga, sampai menjadi
pusat informasi. Kelompok yang kuat adalah mereka yang menguasai teknologi dan
informasi, karena dengan mudah mereka akan memprovokasi, bahkan mampu mempengaru
hi pembaca atau pengguna menjadi pengikut mereka. Dan pada akhirnya menjurus kep
ada sikap fanatik, dan pada akhirnya akan bermuara kepada sikap yang melupakan k
ewajiban alias mendahulukan ego.
Apakah sikap apriori terhadap teknologi perlu dibuat ? terlebih, sekarang ini, s
usah untuk menyeimbangkan antara kehebatan teknologi dengan pola pikir masyaraka
t Indonesia saat sekarang ini. Tidak dapat dipungkiri kalau hidup kurang lengkap
tanpa teknologi bagi masyarakat. Setiap menitnya, contoh mahasiswa tak bisa lep
as dari bayang-bayang ‘update status dulu ah…’ Mulai dari yang penting sampai yang tid
ak penting dipublikasikan ke seluruh penjuru dunia. Dilihat dari sisi ini, maka
nilai manfaat teknologi menjadi turun, seharusnya bisa meningkatkan malah mengur
angi nilai-nilai yang terkandung dalam teknologi itu sendiri. Bayangkan jika per
alatn teknologi mengalami gangguan, dalam arti kata tidak membuat nyaman, bahkan
membuat panik sampai kalang kabut. Ini mengindikasikan bahwa ketergantungan aka
n teknologi benar-benar mencengkram dalam berpredikat sebagai kebutuhan sehari-h
ari. Padahal, jika ditelusuri lebih mendalam, ketergantungan dapat mengakibatkan
beberapa hal negatif seperti memperlambat intuisi dan melemahkan daya psikomoto
rik. Karena selalu berusaha dan selalu didapat dari usaha yang mudah, maka pada
akhirnya keterampilan yang ada, dengan sendirinya akan berkurang karena tidak pe
rnah diasah.
Masyarakat yang sudah bisa berakses dan berpikir modern, seharusnya mampu berpik
ir krittis dan tidak sebegitu gampangnya menerima apa yang menjadi ‘trendset’ saat i
ni. Contohnya, penggunaan Facebook, Twitter, dan jaringan pertemanan yang lainny
a, jika tidak diseimbangkan maka akan dengan sendirinya membawa mahasiswa ke jur
ang kehancuran. Fenomena yang terjadi, banyak mahasiswa dan pelajar yang lebih s
ering menghabiskan waktu di televisi, ber-SMS ria smabil tertawa sendiri, bermai
n berbagai games seru yang juga menghasilkan rupiah, jika pintar mengalokasikan
diri dan beradaptasi dengan komunitas, adalah segelintir contoh yang membuat mer
eka (para konsumen) tidak mempunyai waktu luang dengann keluarga, pendidikan, ju
ga terkadang hidup mereka. Bahkan yang lebih parah, tidak sedikit perceraian ter
jadi akibat keranjingan meng-update kejadian atas diri kita di dunia maya. Rumah
tangga dan hubungan keluraga hancur karena rumah hanya dijadikan tempat persing
gahan, hubungan saudara yang renggang, dan pada akhirnya banyak orang menghabisk
an waktu yang kurang bermanfaat dan mengurangi nilai manfaat dari teknologi itu.
Pencurian secara digital juga kerapa menjadi headline pada sebuah media harian a
tau elektronik. Cybercrime yang banyak meraup keuntungan dari berbagai pihak yan
g begitu ‘melek’ internet dan hanya mengikuti ego tanpa piker panjang. Dampak yang s
atu ini mempunyai rating’ jika dikaitkan dengan beberapa peristiwa yang terjadi, i
ni termasuk sebagai tindakan kriminal yang serius dan mengancam banyak nyawa war
ga.Ini akan menjadi tanggung jawab bersama ketika cybercrime mulai memasuki send
i-sendi pemerintahan atau keselamatan pribadi maupun negara. Kejahatan yang terk
adang bisa menjadi fitnah, mencoreng nama baik, semisal contoh kasus video porno
Ariel Peterpan, atau foto heboh Dewi Persik. Apa yang membuat ini menarik bagi
kawan-kawan media sehingga menjadi perbincangan ibu-ibu jika sedang mengobrol, d
an masyarakat pada umumnya ?
Jawabannya karena teknologi. Bukankah file dan data-data itu sebenarnya tidak in
gin dipublik ke media manapun. Namun, enath ulah iseng atau balas dendam, terjad
i kebobolan sehingga video dan foto-foto mereka beredar di dunia maya. Dengan la
tar belakang yang berbeda, bisa ingin merusak nama baik, atau cuma untuk membuat
sensasi. Jika tidak pandai-pandai, maka efek negatif itu akan terasa sangat dla
m bagi kita. Kalau dari mereka yang kalangan publik figur, di kalangan remaja da
n anak muda tidak sedikit yang mengeluh, “Ah..sial, fbku di-hack….’ Atau “Kok kayak’ gini
pula ? Error nie…” Padahal ntu semua akibat kebodohan diri sendiri. Yang mengakibatk
annya adalah pengaruh teknologi yang makin menjamur.
Jika ingin tidak mendapat yang buruknya, mengapa tidak mencoba nilai positifnya
? Memanfaatkan nilai positif kemungkinan bisa meraih profit bagi diri sendiri. M
ulai dari informasi, ilmu, sampai rupiah adalah contoh profit yang dapat dihasil
kan jika mampu memanfaatkannya sebagai ‘Ladang Usaha’ untuk menghasilkan dan mencari
rezeki dengan halal. Tidak begitu buruk, jika niat seseorang itu seperti ini, t
idak sekedar melampiaskan nafsu, namun juga mengkonversi nafsu itu sebagai amal
dan rezeki bagi diri sendiri dan orang lain. Tidak susah memulainya, coba berpik
ir sederhana, semisal membuat blog atau website sebagai ‘rumah kita’ jika mengakses
dunia maya. Jadikan mereka tempat curhat, berbagi informasi atau menawarkan ketr
ampilan serta memperkenalkan diri dan skill pada dunia. Tidak heran, banyak yang
mendapat reward dari perbuatan sederhana, bahkan terbilang iseng mereka. Buah t
angan mereka dari karya yang mereka ciptakan secara sederhana.
So, apa lagi yang ditunggu. Jangan hanya menunggu dan meniru dari orang, dan men
gambilnya dalam bentuk jadi. Belajar membuat dan biarkan orang yang mengambil da
ri kita, anggap sebagai feedback. Silahkan meniru jika sekedar menjadi bahan ref
erensi, dan ‘Never Say “I Can’t” Before You’ve Tried It.’ Lagipula mencoba bukan termasuk d
sa kan.’* (Petta)

Anda mungkin juga menyukai