1. Kekuasaan Kapital
Kaum kapitalis merupakan kekuatan yang paling utama bagi
keberlangsungan sebuah produk tertentu. Oleh karena itu, kaum
kapitalis akan memproduksi lagu-lagu tersebut sesuai dengan selera
pasar, dan tidak dapat dipungkiri lagi kaum kapitalis memerlukan
konsumen yang akan menikmati hasil produksinya.
I Gde Dharna, seorang sastrawan Bali modern yang sekaligus
sebagai pelopor lagu pop Bali secara umum melalui artikelnya di Bali
Post (Minggu, 26 januari 2003) menyatakan bahwa dalam dunia
industri, pasar memang memegang peranan yang sangat penting
karena seorang pemilik modal selalu mempertimbangkan selera pasar
dalam memproduksi suatu karya seni agar tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya dikatakan bahwa studio rekaman itu bagaikan dagang,
tentunya apa yang disukai oleh konsumen itulah yang diproduksi oleh
proguser (pemilik modal). Dengan demikian yang dipesan oleh
produser kepada pencipta lagu adalah lagu-lagu yang disesuaikan
dengan selera konsumen.
2. Kekuasaan Produsen
Kekuasaan produsen dipegang oleh pencipta lagu, penyanyi,
dan penata iriran musik. Melihat keberadaan industri rekaman dewasa
ini, seorang penyanyi dituntut bekerja secara professional, inovatif,
berusaha untuk meningkatkan diri, dan selalu menjaga kualitas vokal
dengan baik. Demikian pula pencipta lagu pop Bali, harus selalu
meningkatkan kreativitas seni dan daya imajinasinya agar dapat
menghasilkan lagu yang berkualitas.. Menurut Komang Raka, salah
seorang pencipta lagu pop Bali mengatakan para pencipta lagu tidak
bisa selamanya mengekor pada lagu-lagu yang “meledak” di pasaran.
5
Banyak lagu pop Bali yang muncul saat ini masih rancu dalam
menggunakan bahasa Bali, baik dari unggah-ungguhing basa maupun
memasukan unsur-unsur bahasa Indonesia ke dalam bahasa Bali ,
sehingga menimbulkan makna berbeda dalam pengertian bahasa Bali.
Untuk mencermati secara lebih mendalam terhadap penyimpangan-
penyimpangan pada penggunaan bahasa Bali dalam lagu pop Bali,
akan dicermati dari pemakaian Anggah-Ungguhing Basa Bali dan
kesalahan menggunakan struktur bahasa Bali dalm lirik lagu-lagu pop
Bali.
Hal seperti inil yang sering dijumpai dalam lirik lagu-lagu pop
Bali, misalnya; kalimat “bertepuk sebelah tangan” diserap ke dalam
bahasa Bali menjadi “metepuk asibak lima”. Kalimat ini dijumpai
pada sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Jaya Pangus dalam album
“Sasih Karo” produksi Januadi Record. Contoh lain penggunaan
bahasa Bali yang diserap dari bahasa Indonesia misalnya dapat
didilihat dari kalimat berikut; cinta segi tiga menjadi tresna mabucu
telu, cinta menusuk-nusuk menjadi tresna macek-macek,
menumpahkan rindu menjadi numpahang tresna, mengejar cita-
cita menjadi nguber angen-angen, berpisah menjadi mapisah, cinta
membara menjadi tresna mebaa, dan lain-lainnya.
IV. SIMPULAN
Lagu pop Bali mengalami suatu puncak perkembangan pada
era Widi Widiana yaitu pada akhir tahun 1990-an. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya jumlah album baru yang muncul dan beredar di
toko-toko, meningkatnya angka-angka penjualan kaset, bertambahnya
jumlah produser, pencipta lagu, penyanyi, penata musik iringan,
meluasnya pendengar dan penggemar, merebaknya pentas-pentas lagu
pop Bali, serta meriahnya sambutan acara pop Bali di radio-radio dan
televisi lokal. Selain itu, lagu pop Bali juga sering diputar di swalayan,
mall di Denpasar, dan kompleks pertokoan kota-kota di Bali.
Sepanjang sejarahnya dalam tiga dekade, belumlah pernah kehadiran
lagu Pop Bali mendapat sambutan sesemarak sepuluh tahun terakhir
ini.
Dalam perkembangan terakhir ini, lagu pop Bali telah
mengalami suatu perubahan baik dari struktur bahasa Bali, nuansa
musikal yang dipengaruhi oleh lagu-lagu pop Mandarin, pop
Banyuwangi, Jawa Tengah, dan pop Sunda, maupun aliran musiknya
yang dipengaruhi oleh aliran musik pop Barat seperti aliran musik
rock, reggae, rap, blues, jazz, dan lain-lainnya.
Berangkat dari temuan dalam penelitian yang dilakukan, dan
berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap lagu pop Bali maka; (1)
lagu pop Bali merupakan salah satu bentuk budaya populer, sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Raymond William didukung oleh
teorinya John Storey, (2) lagu pop Bali merupakan sebuah hasil
komoditas yang sangat ditentukan oleh tiga bentuk kekuasaan dalam
pendistribusiannya, antara lain kekuasaan kapital (pemilik modal),
kekuasaan produsen (pelaku seni seperti pencipta lagu, penyanyi, dan
pemusik), dan kekuasaan media massa (media cetak dan media
elektronik).
14
DAFTAR PUSTAKA
Ardjana, IGB. 1999. Pemikiran Sekitar Pembinaan dan Pengembangan Lagu Pop
Bali. Makalah yangdisampaikan dalam serasehan Lagu Bali di Fakultas
Ssatra Unud, Denpasar.
Bandem, I Made. 1999. Seni Tradisi, Identitas dan Budaa Global. Makalah dalam
Rangka Seminar Nasional Lustrum III ISI Yogakarta, Denpasar.
Darmayuda, I Komang. 2007. “Lagu Pop Bali Periode Tahun 1990-2005 : Sebuah
Kajian Budaya” (Tesis). Denpasar : Program Studi S2 Kajian Budaya
Universitas Udayana.
Dharna, I Gde. 2003. Mencari “Bali” pada Lagu Pop Bali Masa Kini. Harian Bali
Post 30 Agustus, hal. 8.
Marheni, Ni Made. 2005. “Lagu Pop Bali : Kajian Bantuk, Fungsi, dan Makna”
(Tesis). Denpasar : Program Pascasarjana Program Studi Kajian Budaya
Universitas Udayana.
Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogakarta : CV. Qalam.
Strinati, Domonic. 2003. Popular Culture. Yogyakarta : Bentang Budaya.