Anda di halaman 1dari 4

Ayah dan Jabang Bayi

Dialog fiktif seorang ayah dengan anaknya yang masih dalam kandungan istrinya
yang sedang hamil 7 bulan.

Sang Ayah: Wahai anakku..!!

Jabang Bayi: Iya, Ayah... (menyahut dari dalam perut ibunya)

Sang Ayah: Apakah engkau di situ memerlukan mata?

Jabang Bayi: Tidak Ayah...

Di sini gelap...

Berapa pun mata yang aku punya, tidak akan berguna.

Sang Ayah: Apakah engkau di situ memerlukan hidung?

Jabang Bayi: Tidak Ayah...

Di sini hidung tidak bermanfaat,,,

karna aku tidak bernafas melalui hidung.

Sang Ayah: Apakah engkau di situ memerlukan telinga?

Jabang Bayi: Tidak Ayah...


Apa yang perlu aku dengar di sini?

Sang Ayah: Apakah engkau di situ memerlukan mulut?

Jabang Bayi: Tidak Ayah...

Aku makan, tapi tidak melalui mulut.

Juga tidak ada yang bisa diajak bicara di sini...

Sang Ayah: Apakah engkau di situ memerlukan tangan dan kaki?

Jabang Bayi: Tidak Ayah...

Di sini aku tidak berbuat apa pun,,,

juga tidak beranjak (pergi/jalan-jalan) ke mana pun.

Sang Ayah: Lalu,,,

apa yang bermanfaat bagimu saat ini?

Jabang Bayi: Tentu saja ari-ari (plasenta) ibu, Ayah...

Setiap saat aku diberi asupan nutrisi darinya,

melalui usus yang terhubung ke pusarku ini.

Kemudian si jabang bayi balik bertanya,

Jabang Bayi: Wahai Ayah,,,


semua yang engkau tanyakan tadi

sungguh tidak bermanfaat sedikitpun di sini (kecuali ari-ari). Tapi...

Kenapa Ayah,,,

aku diberi semua itu,,,?

bahkan semakin hari, bentuk dan rupanya semakin sempurna,,,

sehingga,,,

tempatku di sini semakin sempit saja...

Sang Ayah: Wahai anakku,,,

kelak, pada waktu yang telah ditentukan,,,

kau akan keluar dari perut ibumu...

Dan kau akan tahu bahwa, pada saat itu,,,

semua yang kau anggap tidak bermanfaat

akan sangat bermanfaat bagimu...

Sedangkan yang kau anggap paling bermanfaat saat ini,

akan segera membusuk dalam waktu yang tidak lama,,,

tidak berguna sama sekali,,,

sehingga terpaksa kami akan memotongnya dari tubuhmu,,,

kami akan membuangnya,

bahkan menguburnya dalam-dalam ke dalam tanah...

Kamu akan berpisah selamanya dengan ari-ari ibumu,

yang kau anggap bermanfaat itu.

Refleksi:
Saudaraku, para pembaca yang dirahmati Allah ta’ala...

Begitu pun apa yang kita anggap bermanfaat di dunia saat ini; mobil, motor, toko,
sawah, kantor, anak-istri semuanya akan kita tinggalkan saat kita ”lahir” di akhirat
nanti. Sedangkan iman dan amal shaleh yang sering kita spelekan, dinomor
sekiankan, akan menjadi bekal yang bermanfaat di akhirat kelak. Allah SWT
memberi kita Agama melalui para nabi dan rasul-Nya bukan untuk menyusahkan
kita, justru untuk menyempurnakan kehidupan kita selanjutnya.

Bagaimana seandainya kita, dulu ketika masih dalam kandungan ibu protes
kepada Allah “ya Allah, untuk apa Kau beri aku tangan, kaki, mata, telinga,
mulut?!! Aku tidak butuh semua itu,,, aku cuma mau ari-ari!” sedangkan pada saat
itu Allah mengabulkannya? Bisa dibayangkan kita lahir ke dunia dalam keadaan
cacat. Menjalani hidup tanpa tangan / kaki sudah pasti sangat susah, sengsara.
Atau tanpa satu kaki saja kita ini susah, hidup akan terasa lebih berat dibanding
orang yang normal secara fisik.

Lalu, masih beranikah kita protes pada perintah-perintahNya? Beranikah kita


menentang Al Quran dan sunah-sunah RasulNya? Seandainya itu yang kita
lakukan, bagaimana kehidupan kita di akhirat kelak??

Wallaahua’lam...

Mari kita luangkan waktu sejenak merenungkan perkara ini...

Anda mungkin juga menyukai