Adek Ovarium
Adek Ovarium
Arsip Bulanan
PCOS
Posted by febrianfn under Kedokteran
Leave a Comment
A. Latar Belakang
Sindroma ovarium polikistik merupakan salah satu masalah endrokinologi reproduksi
wanita yang sangat pelik. Semenjak diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal pada tahun
1925-1935 sampai sekarang masih belum jelas benar penyebab utama yang menjadi
pokok permasalahannya. Bilateral ovarium polikistik, oligomenore atau amenore,
hirsutisme dan obesitas merupakan kumpulan gejala klinik yang dahulu dikenal sebagai
sindrom Stein-Leventhal. Pada tahun 1964 Stein berhasil mendapatkan kembali fungsi
reproduksi normal pada wanita setelah melakukan reseksi baji pada kedua ovarium.
Semenjak itu diyakini bahwa kumpulan gejala klinik diatas disebabkan karena adanya
kelainan pada ovarium dan untuk selanjutnya kelainan ini banyak disebut sebagai
penyakit ovarium polikistik. Namun, pada kenyataannya dalam gejala klinik mempunyai
variasu yang cukup banyak sehingga kelainan ini disebut sindroma polikistik ovarium
(Polycystic Ovary Syndrome /PCOs). (Samsulhadi, 1999)
Kelainnan ini bila dilihat dari diagnosa USG dijumpai cukup banyak yaitu 25% pada
wanita dewasa. Oleh karena itu, pengetahuan yang mendalam tentang penyakit ini sangat
diperlukan oleh mahasiswa pendidikan dokter.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui sindrom polikistik ovarium (PCOS)
2. Mengetahui penyebab PCOS.
3. Mengetahui gejala dan tanda PCOS.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran mahasiswa
untuk mencapai sasaran pembelajaran yang sudah ditetapkan dan sebagai tolak ukur
tercapaiannya sasaran pembelajaran tersebut.
E. Hipotesis
Pasien mengalami anovulasi yang pada akhirnya menyebabkan infertilitas karena
ketidaseimbangan hormon steroid dalam tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom polikistik ovarium adalah kumpulan gejala klinis dihubungkan dengan ovarium
polikistik dan ditandai dengan oligomenore atau amenore, anovulasi (menyebabkan
infertilitas) dan hirsutisme. Terdapat baik hiperestrogenisme (konversi dari androgen
perifer) maupun hiperandrogenisme. Disebut juga kista atau sindrom Stein-Leventhal.
(Dorland, 2002)
Penyebab PCOS sampai sekarang masih belum diketahui. Namun, sindrom ini dikaitkan
dengan kelainan biokimiawi berupa hiperandrogenisme, kadar LH yang tinggi dan kadar
FSH yang rendah (Crum dkk, 2007). Obesitas merupakan salah satu faktor predisposisi
PCOS. Obesitas identik dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan
hiperinsulinemia (Fauci dkk, 2008). PCOS menyerang perempuan usia produktif.
Ovarium biasanya berukuran dua kali dibandingkan normal, tampak putih abu-abu
dengan korteks luar licin dan dipenuhi oleh kista-kista subkorteks bergaris tengah 0,5
hingga 1,5 cm. Terdapat 12 atau lebih folikel, dan volume ovarium meningkat lebih 10
ml. Secara histologis, terjadi penebalan tunika fibrosa yang terkadang disebut sebagai
fibroma stroma korteks, di bawahnya terletak kista yang dilapisi oleh sel granulosa
dengan hipertrofi dan hiperplasia teka interna yang mengalami luteinisasi. Korpus luteum
tidak ditemukan. (Crum dkk, 2007 ; Fortner dan Lipari, 2007)
Adanya kelainan hormon akan menimbulkan gejala dan tanda. Gejala tersebut adalah
amnorea atau oligomenorea, hirsutisme, obesitas, nyeri pelvis, jerawat (Gardner dan
Shoback, 2007). Sedangkan, tanda yang tampak adalah hiperinsulinemia,
hiperestrenisme, hiperandrogenemia, peningkatan kadar testosteron,
dehidroepiandrosteron sulfat, rasio LH/FSH, dan penurunan SHBG (sex hormone binding
protein) di hepar, peningkatan kolesterol dan glukosa darah (Gardner dan Shoback,
2007 ; Fauci dkk, 2008). Setelah diketahui gejala dan tanda, maka dilakukan penegakkan
diagnosis. Oleh karena itu, dibuat konsensus oleh National Institutes of Health-National
Institute for Child and Human Development (NIH-NICHD) tahun 1990 untuk kriteria
penegakkan diagnosis (Gardner dan Shoback, 2007) :
1. Anovulasi kronik.
2. Gejala klinikal dan/atau biokimia hiperandrogenisme dan menyingkirkan etiologi lain.
Seseorang didiagnosis jika terdapat satu atau dua dari kriteria di atas.
Tahun 2003, terjadi revisi dalam kriteria diagnosis tersebut. Hal tersebut disponsori oleh
ESHRE/ASRM di Rotterdam. Kriteria tersebut sebagadi berikut (Gardner dan Shoback,
2007):
1. Oligomenore atau amenore yang disertai perdarahan anovulatorik.
2. Gejala klinik dan/atau biokimia hiperandrogenisme.
3. Ovarium polikistik dan etiologi lain disingkirkan (hiperplasia adrenal kongenital,
tumor yang menyekresi androgen, sindrom Cushing).
Diagnosis ditegakkan jika terdapat dua atau tiga kriteria di atas. Namun, tidak semua
penderita menampakkan gambaran ovarium polikistik.
Berikut ini merupakan algoritmanya.
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Pasien seorang wanita 19 tahun belum menikah dengan obesitas dan amenore. PP tes
negatif. Adanya data PP negatif berarti tidak adanya HCG. Pasien tidak hamil. Obesitas
merupakan faktor predisposes utama dari PCOS, dan amnore termasuk salah satu kriteria
diagnosis PCOS menurut consensus di Rotterdam.
Jika pasien ini menderita PCOS, lebih dari 75% penderita PCOS berakhir dengan
infertilitas yang diawali siklus anovulatoris. Salah satu karakteristik adanya kelainan
kadar LH. Menurut beberapa penelitan, terjadi peningkatan frkuensi, amplitudo, dan level
LH. Peningkatan LH mungkin hasil dari hiperresponsif hipofisis dan hiperaktivitas
GnRH hipotalamus. Pada keadaan normal, folikel merespon LH setelah berdiameter
10mm. Pada PCOS, folikel yang kecil mendapat respon yang besar dari LH, yang mana
tidak seharusnya mengakhiri diferensiasi sel granulosa dan hasilnya gangguan
perkemabngan folikel. Sel teka meningkatkan ekspresi enzim steroid karena stimulasi
LH, mengingat sel granulosa memperlihatkan resistensi FSH. Peningkatan kadar LH dan
hiperinsulinemia mengakibatkan gangguan folikelgenesis. Meskipun hiperandrogenisme
termasuk kriteria diagnostik, tidak ada bukti jelas berakibat langsung terhadap
folikelgenesis. Adanya kadar estrogen yang tinggi bisa sebagai hasil umpan balik negatif
untuk menghambat keluarnya FSH dan mencegah perkembangan folikel lebih lanjut.
Estrogen ini dibentuk ekstraovarian. Kadarnya semakin tinggi sebagai akibat penurunan
SHBG (sex hormon-binding protein) sehingga estrogen tidak bisa dibuang dari tubuh.
Adanya androgen yang tinggi pada perempuan merupakan keabnormalan. Androgen di
dalam ovarium diproduksi oleh sel teka interstitial yang mengelilingi folikel dan sebagian
kecil di stroma. Pada keadaan normal, androgen yang berlebih yang dihasilkan oleh sel
teka akan dimasukkan ke sel granulosa untuk dirubah menjadi estrogen. Produksi
androgen dalam ovarium diatur oleh faktor intraovarian dan hormon. Disregulasi ini
terdapat pada pasien PCOS.
Beberapa penelitian menyatakan kelebihan androgen akan menstimulasi beberapa
hormon dan enzim lain. Androgen akan menstimulasi antara lain 17-
dihidroksiprogesteron, dan androstenedion. Penelitian lain ekspresi ini dikoding di gen
CYP17α hidroksilase, P450scc, reseptor LH dan StAR. Oleh karena itu, ada yang
beranggapan PCOS juga diturunkan. Namun yang jelas adalah hal-hal tersebut akan
menyebabkan hipertrofi sel teka.
Penelitian yang lain juga mnyebutkan peningkatan modulator intraovarium berperan
dalam pathogenesis PCOS. IGF binding proteins (IGFBPs) terutama IGFBP-2 dan
IGFBP-4, meningkat pada PCOS. Hal ini terjadi karena menurunnya IGF-2 bebas dan
karena menurunnya efek FSH pada oosit dan sel granulosa. Sel granulosa di bawah
regulasi reseptor insulin sebagai hasil hiperinsulinemia. Hal ini akan mengurangi sel
granulosa, IGF-2, dan mengurangi sensitivitas FSH. Dengan kata lan, IGF-2 bebas akan
turun, IGFBP-2 meningkat disertai penurunan sel granulosa dan sensitivitas FSH. FSH
yang tersupresi diperparah oleh peningkatan inhibin. Modulator intraovarian diatur oleh
follistatin. Follistatin merupakan activin binding protein yang berfungsi menghambat
produksi androgen dan meningkatkan sensitivitas FSH. Adanya inhibin menurunkan
peran follistatin.
Dari penjelasan di atas anovulasi disebabkan oleh :
1. Kadar LH yang tinggi terus menerus.
2. Gangguan folikelgenesis akibat dari kurangnya sensitivitas FSH atau kadar FSH yang
rendah.
3. Berkurangnya SHBG akibat hiperinsulinemia meningkatkan estrogen.
4. Kadar estrogen yang tinggi menyebabkan penghambatan perkembangan folikel.
5. Kadar androgen yang tinggi mengganggu regulasi dari faktor intraovarium.
6. Kadar androgen yang tinggi juga menyebabkan hipertrofi sel teka sebagai penghasil
bentuk aktif androgen.
7. Hiperinsulinemia menurunkan IGF-2 bebas dan sel granulosa sehingga mengurangi
sensitivitas FSH.
8. Kadar inhibin meningkat menyebabkan kadar follistatin menurun.
(Gardner dan Shoback, 2007)
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pasien dimungkinkan menderita PCOS. Tujuh puluh lima persen penderita PCOS akan
mengalami anovulasi dan bisa menyebabkan infertilitas. Mekanisme anovulasi ini sangat
kompleks. Hal-hal yang terlibat adalah modulator intraovarium dan hormon baik hormon
gonadotropin dan hormon steroid.
B. Saran
Pasien disarankan menjalankan prosedur penegakkan diagnosis lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Crum, CP dkk. 2007. Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. Dalam : Buku Ajar
Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2. Editor : Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. Alih
Bahasa : Brahm UP. Editor Edisi Indonesia : Huriawati hartanto dkk. Jakarta : EGC. hlm
777
Dorland, WA. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa : Huriawati
Hartanto dkk. Editor Edisi Indonesia : Huriawati Hartanto dkk. Jakarta : EGC. hlm 2146
Fauci, AS dkk (Ed.). 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
McGraw-Hill Companies
Fortner, KB dan Lipari, CW. 2007. Hyperandrogenism. Dalam : Johns Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Editor : Fortner, KB dkk. Lippincott Williams
& Wilkins. hlm 430-433
Gardner, DG dan Shoback, D (Ed.). 2007. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology
8th Edition. McGraw Hill.
Samsulhadi. 1999. Ovarium Polikistik dan Permasalahannya dalam Majalah Obstetri
Ginekologi.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ENDOMETRIOSIS
I. Definisi
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan
pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh
di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks,
colon, ureter dan pelvis.
( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
II. Etiologi
IV. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit
ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita
tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem
hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan
progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya
dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh
seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan
mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan
makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor
pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan
sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial.
Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke
ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan
bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial
ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian
tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus
endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan
progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan.
Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang,
jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan
nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis
akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini
menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang
terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii
menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada
endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot
Williams & Wilkins : Philadelphia. )
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
• CA-125
Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
• Protein plasenta 14
Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai
klinis tidak diperlihatkan.
• Antibodi endometrial
Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
• Ultrasound
Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
• MRI
90% sensitif dan 98% spesifik
• Pembedahan
Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:
Jakarta )
VI. Terapi
Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan
endometriosis, antara lain:
1. Pengobatan Hormonal
Pengobatan hormaonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan
endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-
pregnansi atau pseudo-menopause, yang digunakan adalah :
• Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose
• Progestrogen, seperti provera, primolut
• GnRH
• Pil kontrasepsi kombinasi
Namun pengobatan ini juga mempunyai beberapa efek samping.
2. Pembedahan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu
dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah
perkotaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
• Dysmenore primer ataupun sekunder
• Nyeri saat latihan fisik
• Dispareunia
• Nyeri ovulasi
• Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian
abdomen bawah selama siklus menstruasi.
• Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
• Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
• Hipermenorea
• Menoragia
• Feces berdarah
• Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
• konstipasi, diare, kolik
c. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita
endometriosis.
d. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang
bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
b. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
c. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional
gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit.
d. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit
Kriteria Hasil :
• Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan
• Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat
Daftar Pustaka
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot
Williams & Wilkins : Philadelphia. )
Hipermenorea
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari
normal (> 8 hari). Penyebabnya adalah kelainan dalam uterus seperti mioma uteri, polip
endometrium, gangguan pelepasan endometrium.
Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
Penyebabnya pada konstitusi penderita, pada uterus (miomektomi), gangguan endokrin.
Polimenorea
Pada polimenorea, siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari). Dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang menyebabkan gangguan ovulasi atau menjadi
pendeknya masa luteal, sebab lain ialah kongesti ovarium.
Oligomenorea
Siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Oligo dan amenorea sering kali mempunyai
dasar yang sama. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu
dan fertilitas cukup baik.
Amenorea
Adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut- turut. Amenorea
primer adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah dapat haid.
Umumnya mempunyai sebab- sebab yang sulit diketahui seperti kelainan kongenital dan
genetik. Pada amenorea sekunder, penderita pernah mendapat haid tapi kemudian tidak
lagi. Sebabnya seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi,
dll.
a. Penyebab amenorea dapat di klasifikasikan mencakup :
1. Gangguan organik pusat
• Tumor
• Radang
• Destruksi
2. Gangguan kejiwaan
• Syok emosional
• Psikosis
• Anoreksia nervosa
3. Gangguan poros hipotalamus – hipofisis
• Sindrom amenorea galaktorea
• Amenorea hipotalamik
4. Gangguan hipofisis
• Tumor (adenoma basofil, asidofil, kromofob)
5. Gangguan Gonad
• Kongenital (sindrom Turner)
• Menopause prematur
• The insensitive ovary
• Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang
6. Gangguan glandula suprarenalis
• Sindrom adrenogenital
7. Gangguan pankreas
• DM
8. Gangguan uterus, vagina
• Aplasia dan hipoplasia uteri
• Sindrom Asherman
• Endometritis tuberkulosa
• Histerektomi
• Aplasia vaginae
9. Penyakit – penyakit umum
• Penyakit umum
• Gangguan gizi
• Obesitas
b. Diagnosis
Ada jenis amenore yang memerlukan pemeriksaan lengkap, akan tetapi ada juga yang
dapat ditegakkan diagnosisnya dengan pemeriksaan sederhana.
1. Anamnesis
Harus diketahui apakah amenore primer atau sekunder, selanjutnya apakah ada
hubungannya dengan faktor emosional, kemungkinan kehamilan, penderita menderita
penyakit akut atau menahun, apakah ada gejala penyakit metabolik.
2. Pemeriksaan umum
Keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk, penderita pendek atau tinggi,
ciri kelamin sekunder, hirsutisme.
3. Pemeriksaan ginekologik
Biasanya didapatkan adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, tumor
ovarium dll.
4. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinis tidak memberikan gambaran yang jelas dapat dilakukan
pemeriksaan :
• Rontgen : thorax terhadap tuberkulosis serta sella tursika
• Sitologi vagina
• Tes toleransi glukosa
• Pemeriksaan mata untuk mengetahui tanda tumor hipofise
• Kerokan uterus
• Pemeriksaan metabolisme basal atau T3 dan T4 tiroid
• Laparoskopi
• Pemeriksaan kromatin seks
• Pemeriksaan kadar hormon
c. Penanganan
Amenorea sendiri tidak memerlukan terapi tapi bagi penderita wanita muda yang
mengeluh tentang infertilitas atau sangat terganggu oleh tidak datangnya haid akan
memerlukan penanganan. Terapi umum dilakukan dengan memperbaiki keadaan
kesehatan, termasuk gizi, kehidupan dalam lingkungan sehat dan tenang. Pengurangan
BB pada obesitas.
Terapi yang penting bila pada pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan mencolok
adalah dengan pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari hipofise dan pemberian
klomifen
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus selama fase
menstruasi.
DS : klien mengeluh nyeri di daerah punggung, dareah simpisis, paha, kepala,nyeri tekan
pada payudara, pusing.
DO : keringat banyak, klien memegang daerah yang sakit, menangis.
b. Kurang pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan terapinya berhubungan
dengan kurang informasi.
DS : klien dan keluarga mengatakan belum pernah mendengar tentang gangguan
menstruasi.
DO: klien dan keluarga sering bertanya, tidak menggunakan tehnik mengurangi nyeri,
tidak bisa menjelaskan tentang gangguan yang dialaminya.
c. Resiko/actual gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya gangguan
menstruasi.
DS: klien mengatakan malu, tidak berguna, merasa bersalah, merasa tidak ada kekuatan.
DO: klien tidak mengurus diri, penampilan tidak diperhatikan, sering membicarakan
penyakitnya, tampak putus asa.
4. PERENCANAAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus selama fase
menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x 24 jam nyeri klien akan
berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung,
kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi;
a. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon
hemodinamik) klien.
R/ untuk mendapatkan indicator nyeri.
b. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien. R/untuk
mendapatkan sumber nyeri.
c. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
R/ nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh
yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
d. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
R/ ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga
klien merasakan nyeri semakin meningkat.
e. Jelaskan penyebab nyeri klien.
R/dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri.
f. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
R/ memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
g. Lakukan kompres/mandi air panas.
R/ meningkatkan sirkulasi dan menurunkan kontraksi uterus sehingga iskemia tidak
terjadi.
h. Berikan pujian untuk kesabaran klien.
R/meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.
i. Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
R/ analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai
relaksan uterus.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien
R/klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang
dipercayainya.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang
dirinya.
R/meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat
penyelesaian.
c. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai
dan arti klien bagi mereka.
R/ penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa
diterima.
d. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut
sebagai aspek positif.
R/ mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik
positif yang mendukung keseluruhan konsep diri.
e. Libatkan klien pada setiap kegiatan di kelompok
R/ Memungkinkan menerima stimulus social dan intelektual yang dapat meningkatkan
konsep diri klien.
f. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan
gangguan menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
R/ Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat
membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.
5. IMPLEMENTASI
Implementasi diberikan sesuai rencana intervensi. Penyuluhan dibuatkan SAP dengan
metode, alat peraga atau media yang memadai seperti demonstrasi, leflet, LCD.
6. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan criteria yang sudah disebutkan pada masing-masing diagnosa
keperawatan.