Anda di halaman 1dari 2

BAB II

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Kegiatan field lab diawali dengan pengarahan singkat tentang kasus penyakit menular
seksual di Puskesmas Selogiri yang kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke tempat
penderita HIV/AIDS. Selain itu, juga memantau penyuluhan kesehatan penyakit menular
seksual yang dipandu oleh dr. Pitut. Prosedur kerja pada kegiatan field lab mengenai PMS ini
terdiri dari:
1. Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan informasi dari instruktur lapangan dan pengetahuan penulis, kegiatan
penyuluhan kesehatan tentang PMS diantaranya melalui beberapa tahap, yaitu:
a) Persiapan
Pada tahap persiapan penyuluhan kesehatan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
diantaranya:
- Menentukan tujuan penyuluhan
Tujuan penyuluhan PMS adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
mengenai PMS dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya bahaya dan
penularan PMS khususnya HIV/AIDS.
- Menentukan sasaran penyuluhan
Sasaran penyuluhan dapat berdasarkan kelompok dan jumlah sasaran. Sasaran
penyuluhan adalah ibu/bapak (pasangan usia subur, PUS), anak sekolah menengah atas,
dan wanita usia subur (WUS). Target untuk daerah sekitar puskesmas Selogiri adalah
80% dari total 56.939 orang..
Penghitungan Jumlah Sasaran Penyuluhan

Penghitungan jumlah sasaran PUS yang akan diberikan penyuluhan ada dua
cara antara lain:
1. berdasarkan angka presentase kejadian PMS dari jumlah penduduk masing-masing
wilayah kerja puskesmas
Kecamatan = presentase PMS kabupaten x jumlah
penduduk
2. Bila kabupaten belum mempunyai data PMS maka dapat menggunakan data PMS
kecamatan atau pendataan sasaran per desa. Penghitungan jumlah sasaran PUS
berdasarkan besarnya jumlah sasaran PMS tahun lalu yang diproyeksikan tahun ini
dengan rumus:
Jumlah PMS desa thn lalu x Jumlah PMS
kecamatan tahun ini
Jumlah PMS kecamatan thn lalu
1
BAB III
PEMBAHASAN
Kegiatan field lab dilakukan di puskesmas Selogiri. Selain memantau penyuluhan
mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS) di atas, penulis juga mengunjungi penderita
HIV/AIDS yang berada di daerah sekitar puskesmas Selogiri : Ernawati (wanita) berusia 28
tahun didiagnosis positif HIV pada tahun 2004 (sudah 6 tahun). Penderita mulai merasakan
adanya gejala penyakit pada akhir tahun 2006. Sebelumnya,penderita bekerja di pabrik,
Jakarta. Penderita tertular penyakit ini saat berada di jakarta dari suami pertamanya. Suami
pertamanya ini memiliki riwayat memakai suntik narkoba. Meninggal pada tahun 2004. Dari
suami pertama mempunyai anak pertama yang meninggal 9 hari karena juga tertular. Hal ini
terjadi karena bayi dilahirkan secara normal melalui jalan lahir.
Pada tahun 2006, penderita menikah lagi di Solo. Mempunyai anak kedua bernama
Nabila (lahir caecar) yang sekarang sudah berusia 3 tahun. Sewaktu hamil anak kedua,
penderita diberi anti retroviral. Kedua-duanya, baik Suami maupun anak penderita dinyatakan
negatif HIV AIDS. Suami penderita terakhir cek tes HIV 6 bulan yang lalu, sedang untuk
Nabila dicek tanggal 14 April 2007..
Sampai sekarang keluhan yang dirasa penderita adalah batu pilek yang kambuhan 1
minggu, gatal sejak 1 minggu lalu, BB turun 3 kg, diare, dan tipus 2 minggu. Hal ini
menunjukkan bahwa penderita sudah sampai pada tingkat klinis 2 (dini) yang ditandai dengan
penurunan berat badan kurang dari 10%, kelainan mulut dan kulit yang ringan, Herpes zoster
yang timbul 5 tahun terakhir (tidak diderita penderita), dan infeksi saluran nafas bagian atas
berulang. Obat-obatan yang diminum pasien antara lain paracetamol, ciprofloxacil, dan
metoclopramid.
Sebaiknya perlu diketahui oleh masyarakat luas bahwapenderita penyakit HIV/AIDS
jangan dijauhi. Hal ini karena penyakit ini tidak akan menular melalui jabatan tangan, sentuhan,
ciuman, pelukan, menggunakan peralatan makan/minum, gigitan nyamuk, memakai jamban
yang sama atau tinggal serumah.
Selain kasus HIV/AIDS juga ditemukan kasus keputihan 3 orang (2009), 4 orang
(2010). Untuk penyakit menular seksual yang lainnya, misal sifilis, herpes genital, gonorrhoe,
HIV/AIDS, ulkus mole (chancroid), trikomoniasis, dan kutil kelamin (condiloma), tidak
ditemukan di sekitar puskesmas Selogiri ini. Akan tetapi, perlu dipantau kembali apakah tidak
ditemukannya penyakit ini memang karena tidak adanya yang menderita. Hal ini dapat juga
disebabkan karena masyarakat tidak memeriksakan keluhan yang dideritanya di puskesmas
setempat karena malu sehingga, sulit dipantau.
2

Anda mungkin juga menyukai