Analisis Gangguan Ketersediaan Pangan DIY - Ujian SKPG
Analisis Gangguan Ketersediaan Pangan DIY - Ujian SKPG
10/3085516/PKU/11779
[2011]
Data SUSENAS tahun terakhir untuk deskripsi wilayah DIY sulit didapatkan dari BPS. Namun kami
tetap mencoba untuk melakukan analisis gangguan ketersedian pangan di wilayah DIY. Untuk itu
diawal ini kami mencoba untuk fokus pada pembahasan bahan pangan pokok yaitu beras dan
jagung. Dari data yang kami peroleh tahun 2007, 2008 dan 2009, produksi beras dan jagung
meningkat seperti dalam tabel dibawah ini. Namun angka ini tidak dapat berbicara banyak dalam
menampilkan gangguan ketersediaan pangan.
Produksi Beras dan Jagung per Tahun (Kuintal) di Provinsi DIY, 2007 – 2009
Uraian 2007 2008 2009
Beras 4.482.738 5.044.826 5.257.173
Jagung 2.581.870 3.468.505 3.149.370
Sumber: BPS DIY dalam angka
Dengan melihat data luas guna sawah untuk penanaman padi, terlihat seperti dalam tabel dibawah
ini, terjadi penurunan luas guna sawah dari tahun 2005 – 2008 sehingga menghasilkan luas panen
sebesar 100.359 hektar dan memproduksi padi sebanyak 628.321 ton padi. Pemerentah Provinsi
kemudian meningkakan luas guna sawah ditahun berikutnya (2009) sehingga luas panen meningkat
menjadi 105.613 hektar dengan produksi padi mencapai 662.368 ton. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya gangguan ketersediaan pangan dapat dipantau melalui indikator pertanian salah satunya
berupa luas guna sawah, luas panen dan produksi padi.
Luas Penggunaan Lahan Sawah(Hektar), Luas Panen (Hektar) dan Produksi Padi (Ton) Di Provinsi
DIY
Masalah yang muncul kemudian berkenan dalam produksi adalah perubahan iklim dan cuaca.
Dimana pada masa penghujan, produksi beras akan meningkat dan dimasa kemarau produksi beras
akan menurun. Secara alamiah, siklus ini akan menimbulkan gangguan ketersediaan pangan secara
ritmis. Untuk mencegah hal itu diperlukan gudang penyimpanan pangan nasional di daerah (BULOG)
untuk melakukan penyimpanan (Food Stock) pada saat panen dan mengeluarkannya kembali ke
pasaran untuk memenuhi perminataan akan pangan dimasa kemarau (distribution). Berdasarkan
data BPS tahun 2005, 2007 dan 2008 tercatat persediaan beras di dalam gudang bulog DIY
meningkat dari tahun ke tahun. Ketika dicermati peningkatan food stock paling tajam terjadi tahun
2008. Hal ini tidak kami ketahui penyebabnya. Akan tetapi jika melihat tabel paling awal diatas,
terlihat cukup jelas bahwa produksi beras tahun 2008 meningkat sangat pesat dibandingkan tahun
2007.
Melihat data distribusi beras oleh Bulog juga menunjukkan peningkatan yang sama dengan
peningkatan yang paling tajam terjadi pada tahun 2008. Kami mencoba mengecek distribusi beras
Bulog berdasarkan bulan menunjukkan bahwa distribusi terbanyak terjadi setiap bulan Agustus dan
Desember. Hal ini terjadi karena biasanya pada bulan Agustus merupakan bulan kemarau di tahun-
tahun tersebut, juga biasanya Pemerintah mengeluarkan jatah beras untuk masyarakat miskin pada
bulan tersebut. Sedangkan pada bulan Desember, permintaan bahan pangan pokok meningkat
karena memasuki hari raya natal dan tahun baru yang biasanya berdekatan dengan bulan ramadan
dan lebaran.
Distribusi bulog tersebut juga tidak serta merta untuk memenuhi permintaan pasar, akan tetapi juga
sebagian berfungsi sebagai stabilisasi harga pangan yang cenderung naik pada musim kemarau dan
menjelang lebaran. Apablia harga-harga tersebut tidak dikendalikan, maka akses masyarakat
terhadap pangan akan menurun secara otomatis mengurangi ketersediaan pangan keluarga. Untuk
mengatasi hal itu Pemerintah melalui dinas perdagangan akan melakukan Operasi pasar dan Pasar
Murah untuk mengendalikan harga tersebut. Sebagai sumber operasi, tentu saja persediaan pangan
dalam gudang Bulog. Sedikit kita pahami hubungan Kebijakan Pangan Pemerintah dalam menjamin
ketersediaan pangan khususnya ketersediaan pangan keluarga.
Karena data-data ketersediaan pangan daerah yang kami kemukakan sangat terbatas, kami coba
menyajikan data terbaru sebagaimana yang diminta dalam tulisan ini. Akan tetapi data ini memiliki
ruang lingkup nasional. Berikut ini, prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan nasional pada
2010:
Namun produksi gabah tahun 2011 (826.752 ton) mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
produksi gabah tahun 2009 (837.930 ton) dengan selisih sebesar 11 ribu ton. Hal ini menyebabkan
harga beras dipasaran lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Sedangkan penyebab
menurunnya produksi palawija dikarenakan luas panen berkurang. Mungkin digunakan untuk
menggenjot produksi beras.
Terkait dengan data tersebut diatas, penulis mencoba mencermati produksi kedelai yang
diperkirakan menurun. Padahal kebutuhan DIY akan kedelai tidak pernah tercukupi oleh produksi
domestik. Sehingga pemerintah perlu melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat. Seperti yang
pernah didengar dari berita sebelumnya, bahwa produksi kedelai di AS sendiri terganggu oleh cuaca
yang tidak menentu. Walhasil, produk-produk turunan kedelai seperti tempe dan tahu akan sangat
menurun. Padahal kedua komoditas ini merupakan primadona sumber protein nabati bagi kalangan
ekonomi bawah. Oleh karena itu, dinas pertanian pusat melirik kembali teknologi transgenik untuk
meningkatkan produksi palawija tersebut.
Bagaimana saudara menganalisis dan menentukan akan terjadi gangguan ketersediaan pangan di
wilayah saudara, dengan memanfaatkan informasi dan indikator-indikator yang ada.
Untuk menentukan gangguan ketersediaan pangan di suatu daerah dipergunakan 3 jenis data :
1. Tahun dan bulan biasanya terjadi gangguan ketersediaan pangan bulan agustus
(tidak ada curah hujan) dan bulan desember (lebaran dan natal/tahun baru)
2. Tingkat keparahan gangguan ketersediaan pangan N/A
3. Akibat yang ditimbulkan N/A
4. Jenis bahan makanan yang dikonsumsi saat itu
Rata-rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Beberapa Jenis Makanan
didaerah Perkotaan dan Perdesaan di Provinsi DIY dan Indonesia Tahun 2007 –
2009.
b. Indikator peramalan
1. DATA PERTANIAN
Data produksi tanaman Pangan (Produksi tanaman yang dominan, Luas tambah
lahan/tambah panen, Luas kerusakan oleh hama, luas kerusakan oleh bencana
alam), Data produksi peternakan, Perikanan dan perkebunan rakyat.
Luas Penggunaan Lahan Sawah(Hektar), Luas Panen (Hektar) dan Produksi Padi
(Ton) Di Provinsi DIY
Produksi Beras dan Jagung per Kapita per Tahun (Kuintal) di Provinsi DIY, 2007 –
2009
Uraian 2007 2008 2009 Rata-rata
Beras 4.482.738 5.044.826 5.257.173 4928245,67
Jagung 2.581.870 3.468.505 3.149.370 3066581,67
Penduduk 3.434.534 3.464.502 3.501.869 3466968,33
Per Kapita
Beras 1,31 1,45 1,50 1,42
Jagung 0,75 0,82 0,90 0,82
Sumber: BPS DIY dalam angka
3. Keadaan harga pasar dan produsen harga pangan diukur dengan harga pangan beras
N/A
4. Tingkat prevalensi kurang energi protein (KEP) diukur dengan menggunakan indeks
tinggi badan menurut umur N/A
5. Data pertanian non pangan (produksi dan harga) N/A
6. Iklim/curah hujan
Bulan-bulan kering
2008 2009 2010
Juni Tidak ada
Juli Juli bulan
Agustus Agustus kering
September September
Sumber: BPS DIY dalam angka
c. Indikator Pengamatan N/A
Gejala lokal yang memberikan indikasi akan terjadi gangguan pangan dan dikenal
masyarakat setempat:
1. Angka kriminalitas
2. Jumlah penduduk yang menggadaikan/menjual barang
3. Angka absensi anak sekolah
4. Perubahan pola adat istiadat
5. Jumlah penduduk mencari kerja keluar desa
Mengutip Lamabelawa (2006): Lingkup Kegiatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
(SKPG)
1. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data situasi pangan dan gizi guna
memantau dan mewaspadai timbulnya ancaman kerawanan pangan dan perubahan
situasi gizi masyarakat.
2. Menyediakan dan menyampaikan informasi hasil pemantauan kepada pemda dan sektor
terkait (vertikal dan horizontal) agar dapat dimanfaatkan di dalam penetapan sasaran
penanggulangan kelaparan dan gizi buruk secara tepat dan cepat.
3. Menyediakan dan menyampaikan informasi hasil pementauan kepada pemda dan sektor
terkait (vertikal dan horizontal) agar dapat dimanfaatkan di dalam perumusan kebijakan,
perencanaan program dan evaluasi perkembangan situasi pangan dan gizi.
4. Mengkoordinasi rencana, pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan dan gizi.23
5. Langkah-langkah Kegiatan SKPG di Tingkat Kabupaten/Kota
Langkah-langkah kegiatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) di tingkat
kabupaten/kota, adalah :
a. Pengumpulan, pengolahan dan analisa data
1. Pemetaan kecamatan rawan pangan dan gizi
Pemetan kecamatan rawan pangan dan gizi dilakukan setahun sekali
berdasarkan berbagai indikator yang ada kaitannya dengan krisis pangan, yaitu :
a) Prevalensi kurang energi protein (KEP) total balita di masing-masing
kecamatan
b) Presentase kerusakan/kekeringan dan puso
c) Presentase keluarga pra-sejahtera, sejahtera satu dan keluarga miskin
ditiap kecamatan.
Keluarga rawan adalah keluarga miskin yaitu keluarga pra-sejahtera (Pra-KS),
keluarga sejahtera satu (KS-1) atau kelurga miskin menurut pendataan BKKBN
dan penilaian aparat desa atas dasar alasan ekonomi.
2. Pengamatan Konsumsi
Pengamatan konsumsi pangan dilakukan terhadap rumahtangga -
rumahtangga Pra-S di semua desa di kecamatan-kecamatan yang
menghadapi ancaman krisis pangan dan gizi. Hal-hal yang perlu diperhatikan
di dalam pengamatan adalah sebagai berikut :
a. Pengamatan dilakukan terhadap 20 keluarga Pra-S yang dipilih oleh
pelaksana KPG tingkat desa berdasarkan daftar keluarga Pra-S.
b. Pengamatan dilakukan pada musim peceklik. Penetapan musim paceklik
dilakukan oleh Pokja KPG kabupaten/kota. Pengamatan dilakukan setiap
minggu, dengan menggunakan format.
c. Pengumpulan data adalah anggota masyarakat yang ditunjuk dan sudah
dilatih (misalnya kader, kepala dusun, kepala desa, dll) yang dikoordinir
oleh kepala desa.
d. Apabila ada satu atau lebih keluarga yang mengalami perubahan pola
konsumsi pangan, segera dilaporkan ke kecamata. Perubahan-perubahan
tersebut yaitu :
- Berkurangnya frekuensi makan dari kebiasaan sehari-hari, misalnya
dari 3 atau 2 kali menjadi 1 kali.
- Perubahan jenis makanan pokok dari yang biasa dimakan ke makanan
yang tidak lazim dimakan.
- Berkurangnya jumlah makanan dimasak/dimakan.
e. Selanjutnya pokja KPG tingkat kecamatan menganalisis kejadian ini dan
melaporkan hasilnya kepada pokja KPG kabupaten/kota, selambat-
lambatnya dalam tempo 24 jam. Disamping itu, pengumpulan data juga
mengamati beberapa keluarga Pra-S lainnya untuk memperkirakan apakah
masalah yang sama juga terjadi pada keluarga lain. Kabupaten/kota segera
meneruskan laporan tersebut ke pusat selambat-lambatnya 24 jam setelah
laporan diterima.23
REFERENSI:
1. Harian Kedaulatan Rakyat, edisi Kamis Kliwon, 3 Maret 2011
2. Biro Pusat Statistik: DIY dalam Angka Tahun 2007, 2008, 2009.
3. Yusuf Reynald Geotena Lamabelawa. Analisis sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
dalam mengatasi masalah gizi buruk Di kabupaten lembata Propinsi nusa tenggara timur. TESIS.
Program pasca sarjana Universitas Diponegoro Semarang: 2006.
4.