Perikanan
Sumber : ikanbijak | Maret 14, 2008
Oleh : Akhmad Solihin
Dimuat: di Koran Suara Karya, 27 Desember 2004
http://ikanbijak.wordpress.com/2008/03/14/masalah-klasik-perikanan/
Masalah kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun adalah sama, tetapi
kenapa kompleksitas permasalahan tersebut tidak kunjung terselesaikan? Lebih dari
itu, permasalahan yang terjadi di dunia kelautan-perikanan berhadapan dengan
egosentris antardepartemen dalam mengurus kavling masing-masing.
Oleh karena itu sangat wajar, bila masyarakat perikanan di seluruh Indonesia
mengharapkan terjadinya perubahan yang signifikan di dunia kelautan dan
perikanan. Namun tidak bermaksud merendahkan kemampuan Menteri Kelautan
dan Perikanan yang baru, penulis masih ragu hal ini dapat dituntaskan, karena
permasalahan kelautan dan perikanan sangat kompleks dan klasik, sehingga penulis
mengibaratkan permasalahan ini seperti “lagu lama, kopi baru”. Artinya, masalah
kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun adalah sama, tetapi kenapa
kompleksitas permasalahan tersebut tidak kunjung terselesaikan? Lebih dari itu,
permasalahan yang terjadi di dunia kelautan-perikanan berhadapan dengan ego
sentris antardepartemen dalam mengurus kavling masing-masing.
Permasalahan Klasik
Secara teoritis, ada tiga hal yang menjadi penyebab utama kemiskinan
nelayan, yaitu alamiah (kondisi lingkungan sumberdaya), kultural (budaya), dan
struktural (keberpihakan pemerintah). Dari ketiga penyebab itu, masalah struktural
merupakan faktor penting dan paling dominan, sehingga sangat diperlukan
kebijakan pemerintah yang berpihak pada kehidupan masyarakat nelayan,
khususnya nelayan kecil (tradisional). Dengan demikian, kontinuitas keberpihakan
pemerintah yang diejawantahkan dengan program-program pemberdayaan harus
tetap digalakkan sesuai Bab IX Undang-undang Perikanan yang baru. Tentu saja,
kebijakan yang ditujukan pada masyarakat nelayan harus disesuaikan dengan
karakteristik masyarakat serta karakteristik sumberdaya (geografis)-nya.
Kelima, pelayanan perizinan usaha perikanan yang berbelit-belit dan syarat dengan
pungutan liar. Seperti yang diberitakan Majalah Samudera (Edisi 19, Oktober 2004)
disebutkan bahwa total besaran biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk
setiap pembuatan perizinan kapal asing agar bisa keluar cepat harus mengeluarkan
uang berkisar Rp 40 juta sampai Rp 100 juta tergantung dari jenis alat tangkap yang
digunakan, daerah tangkapan, dan jumlah kapal yang diurus.
Dengan demikian, sudah dapat dipastikan miliaran rupiah uang siluman yang
berkeliaran sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No
46/Men/2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan.
Padahal, izin itu bisa diselesaikan dalam jangka waktu 16 hari tanpa biaya tambahan
sesuai Pasal 9 Kepmenlutkan No 10 Tahun 2003 tentang Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan.
Penutup
Sebagai salah satu dari lima sektor prioritas tim ekonomi Kabinet Indonesia
Bersatu, maka nahkoda DKP yang baru harus lebih cerdas untuk membuat
kebijakan yang dapat membawa bangsa Indonesia dan rakyatnya menjadi lebih
mandiri dan sejahtera. Khususnya, dapat menyelesaikan kompleksnya
permasalahan yang melilit kelautan dan perikanan selama ini. Oleh karena itu,
marilah kita menunggu kebijakan 100 hari Menteri. jika gagal, keberadaannya pada
Kabinet Indonesia Bersatu patut dipertanyakan, karena masih banyak para pakar
kelautan dan perikanan Indonesia yang berlatar belakang profesional (baca:
akademisi).