Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN TEORI

A. Pengertian Kinerja

Menurut Motowidlo (2003, p. 39) kinerja (Job performance) adalah total

value yang diharapkan untuk organisasi dari episode perilaku tersendiri dimana

individu melaksanakan selama periode waktu yang ditentukan. Sedangkan

Sharma, (2010, p.48) mendefinisikan kinerja sebagai hasil perkalian kemampuan

dan motivasi. Asumsi ini menunjukkan bahwa usaha untuk mengukur kemampuan

dan motivasi sebagai determinan kinerja. Kemampuan seseorang untuk

melakukan tugas menunjukkan tingkat di mana seseorang mempunyai atribut

psikologis yang diperlukan untuk tingkat kinerja yang tinggi tidak termasuk

motivasi.

Meskipun kinerja individu tergantung pada beberapa kombinasi dari

kemampuan (ability), usaha (effort) dan (opportunity), kinerja dapat diukur dalam

bentuk outcomes atau hasil. Jadi, definisi kinerja menunjukkan suatu kumpulan

outcomes yang dihasilkan pada periode waktu tertentu, dan tidak menunjukkan

sifat atau karakteristik individu yang bersangkutan.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja (Job Performance)

Banyak penelitian yang telah mempelajari faktor yang mempengaruhi kinerja

dalam organisasi kesehatan yang menekankan pada faktor individu, dan

lingkungan kerja. Faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

1
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)

Studi yang dilakukan oleh Al-Ahmadi (2009) menemukan bahwa kinerja

berhubungan positif dengan komitmen organisasi, job satisfaction dan variabel

personal dan profesional. Job satisfaction dan komitmen organisasi merupakan

prediktor yang kuat pada kinerja perawat. Job performance juga mempunyai

korelasi positif dengan beberapa faktor individu, termasuk pengalaman kerja,

kebangsaan, jenis kelamin dan status perkawinan.

Kepuasan kerja akan menimbulkan kinerja yang lebih. Hal ini didasarkan

pada anggapan bahwa kinerja merupakan produk dasar dari kepuasan pada

kebutuhan karyawan. Sebaliknya ketidakpuasan (job dissatisfaction) akan

menimbulkan absenteeism dan keluhan (Shaader et al., 2001), menurunnya

produktifitas dan rendahnya kinerja (Robinson et al., 2001).

2. Komitmen organisasional (organizational commitment)

Perhatian dalam komitmen organisasional berdasarkan asumsi bahwa

karyawan yang merasa memiliki ikatan dan menyamakan dengan

organisasinya, akan bekerja lebih keras. Komitmen organisasional ditandai

dengan keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai

organisasi, keinginan untuk mengerahkan upaya terhadap organisasi dan

keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi (Kondalkar, 2006,

p. 92).

Samad (2005) menemukan hubungan yang positif antara komitmen

organisasional dan kinerja, dan menyimpulkan bahwa kepuasan kerja

mengurangi hubungan antara organisasional dan kinerja, yang

2
mengindikasikan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap

organisasinya akan menunjukkan kinerja yang lebih baik, jika mereka puas

dengan pekerjaannya. Studi yang dilakukan oleh Luchak dan Gellatly (2007)

juga menemukan hubungan positif antara komitmen afektif dan kinerja,

termasuk turnover cognitions dan absenteeism.

3. Motivasi (motivation)

Motivasi adalah keinginan yang kuat dari dalam diri seseorang yang

disebabkan oleh kebutuhan, dan keingunan yang mendorong seseorang untuk

mengerahkan energi baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi akan bekerja dengan

teratur, dan menpunyai perasaan memiliki organisasinya sehingga akan

meningkatkan produktifitas dan dan tingkat kinerja akan tinggi (Kondalkar,

2007, P.100).

4. Kemampuan (ability)

Penelitian yang dilakukan oleh Neubert (2004) menemukan korelasi

positif yang kuat antara kemampuan kognitif dengan kinerja. Kurangnya

kemampuan akan menyebabkan rendahnya kinerja.

5. Persepsi

Studi yang dilakukan Maxham et al. (2008) pada karyawan retail

menunjukkan bahwa persepsi karyawan (conscientiousness, perceived

organizational justice, and organizational identification) mempunyai pengaruh

pada tiga aspek job performance karyawan (in-role performance, extra-role

performance toward customers, and extra-role performance toward the

3
organization). Pada gilirannya, aspek kinerja ini mempengaruhi penilaian

pelanggan terhadap pada retailer (kepuasan, puchase intent, loyalitas dan

word-of-mouth composite). Peneliti juga menunjukkan bahwa persepsi

karyawan mempunyai pengaruh yang langsung pada penilaian pelanggan,

sehingga mempengaruhi kinerja toko retail dengan meningkatnya penjualan.

6. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan merupakan

masalah yang persisten dalam semua negara industri. Diharapkan semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi produktifitas karyawan (Kahya,

2007). Posthuma (2000) menemukan bahwa tingkat pendidikan mempunyai

korelasi secara positif dengan kinerja. Studi yang dilakukan oleh Thomas et al.

(2009) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja.

Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap core task

performance dan juga positif dihubungkan dengan kreativitas dan citizenship

behavior dan secara negatif berhubungan dengan on the job substance use dan

absenteeism.

7. Lingkungan kerja

Studi yang dilakukan oleh Kahya (2007) menemukan adanya hubungan

yang substansial antara kinerja karyawan dengan lingkungan kerja serta job

grade. Kondisi lingkungan kerja yang buruk akan mengurangi kinerja

karyawan dalam hal peraturan organisasi, kualitas, koordinasi dengan teman

kerja dalam mengatasi masalah pekerjaan, kreativitas, kurangnya konsentrasi

terhadap tugas dan abseenteism.

4
8. Task significance

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Grant (2008) menunjukkan bahwa

task significance mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja. Dengan

memperluas pengaruh task significance terhadap kinerja karyawan baru, hasilnya

mengindikasikan bahwa task significance dapat meningkatkan kinerja karyawan

baru maupun karyawan veteran. Hasil penelitian ini juga memperjelas bahwa task

sgnificance meningkatkan kinerja karyawan yang tingkat ketelitian

(conscientiousness) dan prococial valuenya rendah.

C. Work Attitude

1. Pengertian Work Attitude

Menurut Robbins dan Judge (2008, p.92) sikap (attitudes) adalah pernyataan

evaluatif baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan terhadap

objek, atau individu. Sedangkan menurut Griffin dan Morehead (2010, p.66) sikap

merupakan kompleksitas keyakinan, perasaan tentang ide spesifik, situasi dan

orang lain. Sikap merupakan mekanisme seseorang untuk mengekspresikan

perasaannya.

2. Komponen Attitude

Kondalkar (2007, p.86) mengemukakan tiga komponen yang berbeda dalam

setiap sikap, yaitu :

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif sikap berhubungan dengan value statement yang terdiri

atas kepercayaan, ide, nilai dan informasi lain yang dimiliki atau diyakini

5
oleh individu. Kualitas kerja keras adalah suatu statement value atau

keyakinan yang mungkin dimiliki oleh manajer.

2. Komponen afektif

Komponen afektif dari sikap berhubungan dengan perasaan seseorang

tentang orang lain, dimana dapat positif, negatif atau netral.

3. Komponen behavioral

Komponen behavioral dari sebuah sikap berhubungan dengan dampak dari

berbagai situasi atau obyek yang menunjukkan perilaku individu berdasarkan

komponen efektif dan kognitif.

3. Tipe Work Attitude

Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan

tentang aspek dalam lingkugan kerja. Sebagian besar penelitian dalam perilaku

organisasi (organizational behaviour) berhubungan dengan tiga sikap yaitu:

kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasional seperti yang

dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2008, p.99) dan Kondalkar (2007, p.87).

Sikap kerja yang lain adalah dukungan organisasional yang dirasakan

(perceived organizational support - POS) adalah tingkat sampai mana karyawan

yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan

mereka. Penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka

bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan

mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap

suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan

6
(employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan dan antusiasme individual

dengan kerja yang mereka lakukan (Robbins dan Judge, 2008, p.103).

Sikap kerja yang penting yang mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu:

a. Kepuasan kerja (job satisfaction)

Robbins dan Judge (2008, p.99) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja

yang tinggi memiliki perasaan positif tertang pekerjaan tersebut, sementara

seseorang yang tidak puas memiliki perasaan yang negatif tentang pekerjaan

tersebut. Menurut Kondalkar (2007, p.87) ketika mengatakan tentang sikap,

pada umumnya adalah tentang kepuasan kerja karena ada inter-related dalam

perilaku organisasi.

b. Keterlibatan pekerjaan (job involvement)

Robbins dan Judge (2007, p.100) mengemukakan bahwa keterlibatan

pekerjaan menunjukan tingkat sampai mana individu secara psikologis

memihak pekerjaannya dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai

sebagai bentuk penghargaan diri. Menurut Kondalkar (2007, p.87)

keterlibatan pekerjaan yang tinggi mengindikasikan bahwa individu peduli

dengan pekerjaannya, yang berdampak pada tingginya produktifitas.

c. Komitmen organisasional (organizational commitment)

Robbins dan Judge (2007, p.100) mendefinisikan komitmen

organisasional (organizational commitment) sebagai suatu keadaan di mana

seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan

7
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu,

sedangkan komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi

yang merekrut individu tersebut.

Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah suatu

keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi dan

mempunyai keinginan untuk mengerahkan upaya tingkat tinggi untuk

organisasi dan mempunyai keyakinan pasti dan penerimaan nilai dan tujuan

organisasi. Ketidakhadiran (absenting) dan pengunduran diri (resigning) dari

pekerjaan dengan kepuasan kerja merupakan prediktor komitmen

organisasional (Kondalkar, 2007, p. 86).

Robbins dan Judge (2007, p.101) membedakan komitmen organisasional

dalam tiga dimensi terpisah, yaitu:

a. Komitmen afektif (affectif commitment)

Komitmen afektif merupakan perasaan emosional dan keyakinan dalam

nilai-nilainya. Sebagai contoh, seorang karyawan Petco mungkin

memiliki komitmen aktif untuk perusahannya karena keterlibatannya

dengan hewan-hewan.

b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

Komitmen berkelanjutan adalah nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan

dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan

organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada

8
seorang pemberi kerja karena dibayar tinggi dan merasa bahwa

pengunduran diri dari perusahan akan menghancurkan keluarganya.

c. Komitmen normatif (normative commitment)

Komitmen normatif adalah kewajiban bertahan dalam organisasi untuk

alasan-alasan moral atau etis. Sebagai contoh, seorang karyawan yang

mempelopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seorang

pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seorang dalam keadaan

yang sulit” bila ia pergi.

Anda mungkin juga menyukai