TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma
menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan
definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic
Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus
paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.
I. Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status
atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada
dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.
III. Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
1
• Asma Ekstrinsik (alergik)
• Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen
yang diketahui.
• Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga
yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,
dan asma sendiri.
• Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil
dapat mengakibatkan serangan asma.
• Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat
memicu serangan asma.
• Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial.
2
Berat / Gejala Klinik Fungsi Paru
ringannya Asma
Asma -Kambuhan < 1x/mgg -APE > 80% prediksi
Intermitent -Gejala asma malam hari < 2x/bln -Variabilitas APE
-Eksaserbasi hanya sebentar <20%
-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal
diantara kambuhan
Asam Persisten -Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr -APE > 80% prediksi
Ringan -Gejala asma malam hari > 2x/bln -Variabilitas APE
-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas 20%-30%
Asam Persisten -Kambuhan / sesak nafas tiap hari -APE 60%-80%
Sedang -Gejala asma malam hari > 1x/mgg prediksi
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan -Variabilitas APE
tidur >30%
Asam Persisten -Kambuhan sering -APE <60% prediksi
Berat -Gejala sesak terus menerus -Variabilitas APE
-Gejala asma malam hari sering >30%
-Aktivitas fisik terbatas karena asma
Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang
IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut
menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta
dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang
multifaktorial.
V. Patogenesis
Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.
4
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat
antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE
yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor β-2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol
β-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi
pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian
jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus
yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan
sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan
refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada
kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting
untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal
industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran
penting pada semua jenis asma.
VI. Diagnosis
1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat
pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama
sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk
5
pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma
hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-
gejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan
faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra
klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk
toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior
toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan
kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,
hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin
berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan
normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi
memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak
sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat
pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih
baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.
6
merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan
spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP).
Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum
dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis β-2. Peningkatan APE
atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya
reversibilitas penyakit.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam
serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini
berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau
untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan
fraktur iga.
Bronkitis kronis
Emfisema paru
Gagal jantung kiri akut (asma kardial)
VIII. Penatalaksanaan
7
Tujuan penatalaksanaan asma
• Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
• Mencegah eksaserbasi / serangan akut
• Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan
tersebut
• Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
• Menghindari efek samping karena obat
• Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
• Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan
pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang
bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai
bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat
dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai
berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau
sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila
dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma
menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3
bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin
yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan
WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang
menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan
rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam
pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.
8
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh
negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi serangan
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator kerja
Berat Inhalasi steroid singkat
MDI+spacer >1mg/hr atau Agonis beta-2 atau ipratropium
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr bromida atao oral agonis beta-2 3-
Bila perlu steroid oral, dosis 4x/hr
kecil, selang sehari,pagi hari
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator kerja
Sedang Inhalasi steroid singkat
MDI+spacer 400-800mcg/hr Agonis beta-2 atau ipratropium
atau Steroid nebulisasi bromida
<1mg/hr Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida oral agonis beta-2, 3-
4x/hr
Asma persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator kerja
Ringan Inhalasi steroid singkat
MDI+spacer 200-400mcg/hr Agonis beta-2 atau ipratropium
Kromoglikat (gunakan bromida
MDI+spacer atau secara Agonis beta-2 atau ipratropium
nebulisasi bromida oral agonis beta-2, 3-
4x/hr
Asma Intermitten Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator kerja
singkat.
Agonis B2 atau ipratropium
bromid bila dibutuhkan.
9
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi
dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat
individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat
mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR),
contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat
menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan,
bahan kimia.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan
bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).
Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan
mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosis
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan
asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga
penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Penilaian awal
10
Serangan asma ringan Serangan asma sedang Serangan asma
/berat mengancam Jiwa
Pengobatan awal :
- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90%
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika
akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat
Terapi awal
11
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau bronkodilator
oral
Respon buruk
Respon baik
Gejala menetap atau
Gejala ( batuk/berdahak sesak/mengi )
bertambah berat. APE <
membaik. Perbaikan dengan agonis
60% prediksi : tambahkan
beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE
kortikosteroid oral, agonis
> 80% prediksi/nilai terbaik
beta-2 diulang
12
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Anamnesis
Seorang pasien perempuan umur 30 tahun datang ke IGD RSUP Dr M Djamil Padang
pada tanggal 4 Juli 2009 dengan
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak berbunyi
menciut, sesak dipengaruhi oleh emosi, makanan dan cuaca.
• Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil.
• Batuk (+) sejak 1 minggu yang lalu, dahak (+) berwarna putih kental.
• Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai bersin-bersin
lebih dari 5x pada pagi hari (+)
• Riwayat sesak nafas sejak berumur 15 tahun. Pasien biasa berobat ke puskesmas dan
diberi obat aminophilin tablet, namun pasien tidak teratur meminum obat.
Pemeriksaan Umum
Keadaaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 26x/menit
Suhu : 38°C
Keadaan Gizi : sedang
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 Kg
Sianosis :-
Edema :-
Anemis :-
Kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : tidak ada kelainan
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis
sclera tidak ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : caries (+)
Leher : kelenjar tiroid tidak membesar
JVP 5-2 cmH2O
Dada
Paru
Inspeksi : simetris kiri=kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri=kanan
14
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
kanan : LSD
atas : RIC II
pinggang jantung : ada
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2. P2<A2 bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit
Palpasi : hati dan lien sulit dinilai
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) N
Punggung :
Inspeksi : simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kiri=kanan, nyeri tekan CVA -
Perkusi : sonor kiri=kanan, nyeri ketok CVA -
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wh (+/+), rh (-/-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+
reflex patologis -/-
Oedem tungkai -/-
Pemeriksaan laboratorium
4 juli 2009
Darah
Hb : 13,8 g/dl
Leukosit : 23.000/mm3
Ht : 41/mm3
Trombosit : 515.000/mm3
GDS : 86mg/dl
15
Ureum : 76 mg/dl
Kreatinin : 0,45mg/dl
Na/K/Cl : 142/4,6/106 mg/dl
Diagnosis Kerja
• Asma bronkhial persisten sedang dalam serangan akut sedang
• Bronkitis akut
Terapi
• Rest, O2 3-4 liter/menit
• Ceftriaxone 2x1 gr iv
Anjuran
• Kimia klinik
• Spirometri
Follow up
4 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), demam (+), batuk berdahak (+),
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
16
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 94x/menit
Nafas : 26x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
APE pagi 29%
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Terapi :
• Ceftriaxone 2x1 gr iv
5 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), demam (-), batuk berdahak (+),
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Nafas : 24x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Terapi :
18
• Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
• Ceftriaxone 2x1 gr iv
19
Tindakan O2 kanul 3liter/menit
Bronkitis akut
Terapi :
• Ceftriaxone 2x2 gr iv
21
BE ECF : -1,0
SO2 : 97%
Tindakan O2 4 liter/menit
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 11,5 g/dl
Leukosit : 20.300/mm3
LED : 92 mm/jam
Hitung jenis : 0/0/5/84/8/3
HT : 34 %
Trombosit : 463.000/mm3
Total kolesterol: 157 mg/dl
HDL : 38 mg/dl
LDL : 23 mg/dl
Trigliserida : 136 mg/dl
SGOT : 36 u/I
SGPT : 39 u/I
Urin
Mikroskopis : Leukosit : 2-3
Eritrosit : 0-1
Silinder :-
Kristal :-
Epitel : + gepeng
Kimia : Protein :-
Glukosa :-
Bilirubin :-
Urobilinogen : +
7 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
22
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Terapi :
• Ceftriaxone 2x2 gr iv
23
Terapi Combivent udv 3x (I, II, III) selang 20menit
8 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Terapi :
• Ceftriaxone 2x2 gr iv
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar
Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
25