Anda di halaman 1dari 41

ABSTRACT

Intellectual capital (IC), these days, has a key role in the effort to increase the value
of various companies. This is due to the awareness that IC is a platform for companies to be
more competitive. The purpose of this research is to investigate the influence between IC and
firm’s financial performance. IC is the independent variable and firm’s financial
performance as the dependent variable.
Using 10 financial companies data drawn from Indonesia Stock Exchange between
years 2004-2008. This research uses The Pulic Model (Value Added Intellectual Coefficient
– VAICTM) as the efficiency measure of three intellectual capital component; physical capital
coefficient (VACA), human capital coefficient (VAHU), and structural capital coefficient
(STVA) dan Partial Least Square (PLS) was used to examine the relationship between firm’s
financial performance VAICTM, where the three financial ratios selected as the proxy
measure for firm performance (ROA, EPS and ASR).
The findings show that: IC does not influences to financial company’s performance;
IC influences does not influences to future financial company’s performance; the rate of
growth of a company’s IC (ROGIC) does not influences to the future financial company’s
performance.
Keywords: Intellectual Capital, Performance, Partial Least Square (PLS)

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman menuntut perubahan dalam cara pengelolaan perusahaan. Fokus

utama dalam cara pengelolaan perusahaan beralih dari pola yang didasarkan pada tenaga

kerja (labor-based bussines) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based

bussines). Hal ini mengakibatkan perubahan karakteristik perusahaan menjadi berbasis

pengetahuan. Seiring dengan perubahan tersebut, maka kemakmuran perusahaan didasarkan

pada penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono,

2003). Pada titik inilah peran pengetahuan menjadi sangat sentral.

Pada tataran mikro perusahaan, tampaknya agak sulit untuk tidak menyertakan atau

mengaitkan perkembangan ini di dalam konteks persaingan dan pencarian basis keunggulan

kompetitif. Wacana kompetisi dan keunggulan bersaing mengalami pergeseran yang sangat

signifikan dalam perkembangan kajian strategi bisnis dan pembangunan ekonomi. Mulanya

dikenal teori keunggulan absolut dan keunggulan komparatif dalam konteks interaksi

perdagangan atau perekonomian antar wilayah atau internasional. Kemudian muncul

pemikiran dari Michael Porter tentang keunggulan bersaing (competitive advantage) di era

1980an. Namun, pandangan Porter kemudian dianggap tidak mampu menjelaskan secara

komprehensif fenomena keunggulan sebuah organisasi atau negara dari lainnya. Belakangan

muncul aliran baru dalam analisis keunggulan bersaing yang dikenal dengan pendekatan

berbasis sumber daya (resource-based view of the firm/RBV). Pandangan terakhir ini dinilai

sebagai yang relevan dalam konteks perekonomian yang kuat dicirikan oleh keunggulan

2
pengetahuan (knowledge/learning economy) atau perekonomian yang mengandalkan aset-

aset tak-wujud (intangible assets).

Perkembangan ekonomi saat ini dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, hal ini

membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC)

(Stewart, 1997; Hong, 2007). Area yang menjadi pusat perhatian sejumlah akademisi dan

praktisi adalah manfaat dari intellectual capital sebagai alat untuk menentuak nilai

perusahaan (Hong, 2007; Guthrei; 2001). Penelitian mengenai intellectual capital menjadi

sebuah tantangan yang patut dikembangkan. Oleh karena itu, beberapa penulis menyarankan

untuk tidak membentuk sistem manajemen dan pelaporan yang akan meningkatkan kurang

relevansian sistem karena sistem tersebut tidak dapat menyediakan eksekutif (direksi)

informasi yang esensial untuk proses pengelolaan berdasarkan pengetahuan dan sumber tak

berwujud (Bornemann dan Leitner, 2002).

Berdasarkan sejarah, perbedaan antara aset tak berwujud dan IC tidak jelas karena IC

dihubungkan sebagai goodwill padahal keduanya berbeda (Accounting Principles Board,

1970; Accounting Standards Board, 1997; Ikatan Akuntan Indonesia, 2007; Hong, 2007).

Fakta tersebut dapat ditelusuri kembali ke awal tahun 1980an ketika gagasan umum nilai

aktiva tak berwujud selalu dinamai sebagai goodwill sejak praktik bisnis dan akuntansi

diterapkan (International Federation of Accountants, 1998 dalam Hong, 2007).

Namun, praktik akuntansi tradisional tidak mengungkapkan identifikasi dan

pengukuran aktiva tak berwujud ini pada organisasi, khususnya organisasi berbasis

pengetahuan (International Federation of Accountants, 1998 dalam Hong, 2007; Hong, 2007).

Intangibel baru seperti kompetensi staf, hubungan pelanggan, model simulasi, sistem

komputer dan administrasi tidak memperoleh pengakuan dalam model keuangan tradisional

dan pelaporan manajemen (Stewart, 1997 dalam Hong, 2007). Hal ini sangat menarik karena

3
intangibel tradisional seperti modal merk, paten dan goodwill tetap jarang dilaporkan dalam

laporan keuangan (Intenational Federation of Accountants, 1998 dalam Hong 2007; Hong,

2007). Menurut fakta, IAS(Intenational Accounting Standard) 38 tentang Intangible Assets

atau Aktiva tak Berwujud melarang pengakuan merk yang dibuat secara internal seperti

publishing titles dan daftar pelanggan (International Accounting Standards Board, 2004).

Di Indonesia fenomena Intellectual capital (IC) mulai berkembang terutama setelah

munculnya PSAK NO. 19 revisi (2000) tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun tidak secara

eksplisit menyebut IC, namun lebih kurang IC telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No.

19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak

mempunyai wujud fisiik serta dimiliki untuk untuk digunakan dalam menghasilkan atau

menyerahkan barang atau , disewakan kepada pihak lainnya, atau tujuan

administratifnya (IAI,2002). Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang

lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai

dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai pada pengungkapan IC dalam laporan

keuangan perusahaan.

Konsep IC diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan. IC sendiri diukur dengan the

value added intellectual coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998) dalam

Hong (2007). Komponen utama dari VAICTM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan,

yaitu Physical capital (VACA-value added capital employed), human capital (VAHU-value

added human capital), dan structure capital (STIVA-structure capital value added).

Sedangkan ukuran kinerja perusahaan tradisional diukur melalui Return on Asset (ROA),

Erning per Share (EPS), Annual Stock Return (ASR)

IC dalam hal ini value added capital membantu manager dalam menilai kinerja

perusahaan.berdasaarkan indikator-indikator modal fisiknya maupun modal non fisik.

4
Beberapa tahun terakhir, telah dilakukan pennelitian-penelitian yang telah mengungkapkan

kegunaan intellectual capital sebagai instrumen untuk menentukan nilai perusahaan. Dalam

penelitian sebelumnya, dapat dilihat hubungan antara nilai tambah dari physical capital,

human capital, dan structural capital terhadap kinerja perusahaan (Kuryanto dan Syafruddin,

2008). Penelitian tersebut menjadi landasan bagi penulis dalam melakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan dari intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan

menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Adapun yang

membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah variabel kinerja

perusahaan yang digunakan berupa Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS) dan

Annual Stock Return (ASR). Penelitian ini juga berusaha memperbaiki penelitian yang

sebelumnya dilakukan Ihyaul Ulum, Imam Ghozali, dan Annis Chariri (2008), dimana jangka

waktu penelitian yang digunakan selama lima (5) tahun. Berdasarkan uraian diatas, maka

penulis tertarik untuk memilih judul “PENGARUH MODAL INTELEKTUAL

TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN”

5
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang

ingin diteliti yaitu apakahh terdapat hubungan antara intellectual capital yang diukur melalui

value added capital coefficient, value added human capital coefficient, dan structural capital

coeficiient, terhadap kinerja perusahaan-perusahaan manufaktur dan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Supaya mudah dalam menganalisis masalah agar lebih terarah, maka

masalah-masalah yang diteliti dipisahkan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja

perusahaan?

2. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja perusahaan

di masa yang akan datang?

3. Apakah terdapat pengaruh antara rata-rata pertumbuhan intellectual capital terhadap

kinerja perusahaan di masa yang akan datang.

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan penjelasan sebelumnya tujuan dari penelitian ini:

1. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja

perusahaan.

2. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja

keuangan di masa yang akan datang.

3. Untuk mengetahui pengaruh rata-rata pertumbuhan intellectual capital terhadap

kinerja keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.

6
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Bagi Penulis

Untuk memenuhi syarat kelulusan di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini merupakan suatu informasi dan saran bagi manajer untuk

mengetahui pentingnya Intellecual Capital dan pengetahuan sebagai faktor

penting yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap dapat

berkompetensi dipasar global.

3. Bagi Bapepam dan Ikatan Akuntan Indonesia

Penelitian ini berguna sebagai pertimbangan untuk menetapkan standar yang lebih

baik dalam pengungkapan Intellectual Capital.

4. Bagi masyarakat umum

Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman kepada masyarakat umum

tentang pentingnya Intellectual Capital dalam suatu perusahaan.

5. Bagi kaum akademisi

Untuk dijadikan bahan penelitian lanjutan dari tentang Intellectual Capital

7
E. Sistematika Pembahasan

Dalam membahas suatu karya ilmiah, diperlukan uraian yang lengkap dengan

penyusunan yang sistematis. Sistematika dari karya ilmiah ini dijelaskan secara singkat dari

BAB I sampai BAB V, dimana bab-bab sebelumnya merupakan dasar untuk pembahasan

bab-bab berikutnya. Pembahasan akan meliputi sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II :KERANGKA TEORITIS

Bab ini berisi uraian mengenai tinjauan pustaka secara lengkap yang menjadi

dasar teori penelitian, dilengkapi dengan penelitian terdahulu sebagai

perbandingan, dan kerangka pemikiran untuk menjawab penelitian.

BAB III :METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian mengenai rancangan penelitian, variable, dan

pengukuran, teknik pengumpulan data, metode penarikan sampel, dan metode

analisis data yang diterapkan dalam penelitian.

BAB IV :ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian mengenai deskripsi objek penelitian dan pembahasan

hasil penelitian.

8
BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai bab penutup, bagian ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian,

implikasi manajerial, keterbatasan dalam penelitian, dan disertai dengan saran

yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian

selanjutnya.

9
BAB II

KERANGKA TEORITIS

- TINJAUAN PUSTAKA

1. Intellectual Capital

Modal intelektual kini dirujuk sebagai faktor penyebab sukses yang penting dan

karenanya akan semakin menjadi suatu pumpunan perhatian dalam kajian strategi organisasi

dan strategi pembangunan. Penyimpulan seperti ini dibasiskan di atas temuan-temuan tentang

kinerja organisasi-organisasi, khususnya organisasi-organisasi yang padat pengetahuan

(knowledge-intensive organizations) (e.g. lihat Bounfour and Edvinsson 2005; Lonnqvist dan

Mettanen). Namun, pengalaman-pengalaman pada aras mikro organisasi ini kini juga mulai

ditransfer pada konteks kemasyarakatan atau pembangunan pada umumnya. Tema inilah

yang diangkat oleh Bounfour dan Edvinsson dalam Intellectual Capital for Communities

(2005).

Konsep modal intelektual kini mulai muncul sebagai konsep penting kehidupan dan

pengembangan organisasi-organisasi dan kehidupan ekonomi yang lebih luas. Ia kini

digunakan di tengah, menandingi, atau melengkapi konsep-konsep lainnya tentang modal.

Konsep-konsep tentang modal yang sudah kenal di antaranya adalah modal (finansial), modal

fisik, dan juga modal manusia.

Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modal-modal non fisik atau

yang tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible). Ia terkait dengan

pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Modal intelektual

memiliki potensi memajukan organisasi dan masyarakat (Lonnqvist dan Mettanen).

10
Secara ringkas Smedlund dan Poyhonen (2005) mewacanakan modal intelektual

sebagai kapabilitas organisasi untuk menciptakan, melakukan transfer, dan

mengimplementasikan pengetahuan. Tampak sebanding dengan itu, Nahapiet dan Ghoshal

(1998) merujuknya sebagai knowledge dan knowing capability yang dimiliki oleh sebuah

kolektivitas sosial (misalnya organisasi, komunitas intelektual, komunitas profesi). Definisi

ini digunakan mereka dengan pertimbangan kedekatannya dengan konsep modal manusia,

salah satu unsur modal intelektual yang oleh Fitz-enz (2000) disebut sebagai katalisator yang

mampu mengaktifkan intangibles, komponen lain yang inactive.

Brooking (1996) mendefinisikan IC sebagai berikut: “IC is the term given to the

combined intangible assets of market, intellectual property, human-centred and

infrastructure – which enable the company to function” Roos et al. (1997) menyatakan

bahwa: “IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the

balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern

accounting methods consider…” Stewart (1997) menyebut bahwa: “IC is intellectual

material–knowledge, information, intellectual property, experience–that can be put to use to

create wealth”. Sedangkan Bontis (1998) dalam ulum (2009) mengakui bahwa: “IC is

elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide an organisation with a new

resource-base from which to compete and win”.

Menurut Skandia Intellectual Capital (1998) dalam Sangkala (2006), intellectual

capital adalah sejumlah modal struktural dan manusia, menunjukkan kemampuan keuntungan

masa depan dari perspektif manusia. Kemampuan untuk secara berkelanjutan menciptakan

dan menghantarkan nilai terbaik.

11
Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital

Menurut Beberapa Peneliti Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Kanada)


Brooking (UK)

Human-centered assets Human capital Human capital Human capital


Skills, abilities and expertise, Competence, Employees are an The individual
problem solving abilities and attitude, and organization’s level knowledge
leadership styles intellectual most important that each
agility assets employee
possesses

Infrastructure assets Organizational Structural Sructural capital


All the technologies, process capital capital Non-human
and methodologies that enable All Knowledge assets or
company to function organizational, embedded in organizational
innovation, information capabilities used
processes, technology to meet market
intellectual requirements
property, and
cultural assets

Intellectual property Renewal and Structural Intellectual


Know-how, trademarks and development capital property
patents capital All patenrs, plans Unlike, IC, IP is
New patents and and trademarks a protected asset
training efforts and has a legal
definition

Market assets Relational Customer capital Relational


Brands, customers, customer capital Market capital
loyalty and distribution Relationship information used Customer capital
channels which include to capture and is only one
internal and retain customers feature of the
external knowledge
stakeholders embedded in
organizational
relationships

Sumber: IFAC (1998) dalam Ulum (2009)

12
a. Komponen intellectual Capital

Pada umumnya peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga komponen

utama, yaitu

1) Human capital (HC)

Human capital merupakan lifeblood dalam intellectual capital. Pada Human capital inilah

terdapat sumber innovation dan improvement. Akan tetapi merupakan komponen yang sulit

diukur (Sawarjuwono dan Kadir,2003). Human capital merupakan sumber innovation dan

improvement, karena didalamnya terdapat pengetahuan, ketrampilan dan kompentensi yang

dimiliki oleh karyawan perusahaan. Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat

memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompentensi dan ketrampilan

karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci

yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan mampu

bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis. Dengan memiliki karyawan yang

berkeahlian dan berketerampilan, maka dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan

menjamin keberlangsungan perusahaan tersebut. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan

meningkatkan persepsi pasar.

2) Structural capital (SC)

Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi

proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk

menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan,

misalnya : sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, dan

filosofi manajemen (Sawarjuwono dan Kadir,2003).

13
3) Relational capital (RC) atau customer capital (CC)

Relational capital merupakan hubungan yang harmonis association network yang dimiliki

oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok, pelanggan dan

juga pemerintah dan masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar

lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono dan

Kadir,2003).

IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu :

organizational capital, relational capital, dan human capital. Organizational capital meliputi

intellectual property dan infrastructure assets. Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian

komponen intellectual capital tersebut.

Tabel 2.2

Klasifikasi Komponen Intellectual Capital

Organizational Capital Relational Capital Human Capital

Intellectual Property : Brands Know-how


Patens Customers Education
Copyrights Customers loyalty Vocational qualification
Design rights Backlog orders Work-related knowledge
Trade Secret Company names Work-related
Trademarks Distribution channels competencies
Service marks Bussiness Enterpreneurial spirit,
Infrastructure Assets : collaboration innovativeness, proactive
Management philosophy Licensing agreements and reactive abilities,
Corporate culture Favourable contracts changebility
Management Processes Franchising Psycometric valuation
Information systems agreements
Networking systems
Financial relations

14
b. Metode Pengukuran

Metode pengukuran intellectual capital dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori (Tan et

al., 2007 dalam Ulum, 2009), yaitu:

Pengukuran nonmonetary

Pengukuran ini terdiri dari:

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2001),

b. Brooking’s Technology Broker Method (1996),

c. The Skandia Intelletual Capital Report Method oleh Edvinssion dan Malone

(1997),

d. The Intellectual Capital Index dikembangkan oleh Roos et al (1997),

e. Intangible Asset Monitor Approach oleh Sveiby (1997),

f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000),

g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000), dan

h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).

Pengukuran monetary

Pengukuran ini terdiri dari:

a. The EVA and MVA Model (Bontis et al., 1999),

b. The Market-to-Book Value Model (beberapa penulis),

c. Tobin’s q Method (Luthy, 1998),

d. Pulic’s VAIC™ Model (1998, 2000),

e. Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000), dan

f. The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001).

15
Secara lengkap, metode pengukuran intellectual capital dapat dilihat pada tabel 2.3

sebagai berikut:

Tabel 2.3 metode pengukuran intellectual capital

LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN


UTAMA

Technology Brooking (1996) Direct Intellectual Capital


Broker Method

Citation- Bontis Direct Intellectual Faktor teknologi dihitung


Weighted Patents (1996) Capital Method berdasarkan para pengembangan
(DIC) paten oleh perusahaan.
Intellectual capital dan
kinerjanya diukur berdasarkan
pada dampak upaya
pengembangan riset atas
serangkaian indeks, seperti
jumlah paten dan biaya paten
terhadap perputaran penjualan,
yang menjelaskan paten
perusahaan.

Inclusive McPherson Direct Intellectual Menggunakan hirarki dari


Valuation (1998) Capital Method weighted indicator yang
Methodology (DIC) dikombinasikan, dan fokus pada
(IVM) nilai relatif daripada nilai
absolut. Kombinasi value added
= monetary value added
dikombinasikan dengan
intangible value added.

16
LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
UTAMA

The Value Andriessen Direct Intellectual Metodologi akuntansi diajukan


Exporer™ & Tiessen Capital Method oleh KMPG untuk menghitung
(2000) (DIC) dan mengalokasikan nilai
kepada 5 jenis intangible:
 Assets & endowments
 Skill & tacit knowledge
 Collective value & norm
 Teknologi dan explicit
knowledge
 Manajemen proses

Intellectual Sullivan Direct Intellectual Metode untuk menaksir nilai


Asset Valuation (2000) Capital Method dari intellectual property.
(DIC)

Total Value Anderson Direct Intellectual Suatu proyek inisiatif oleh


Creation, & McLean Capital Method Canadian Institute of Chartered
TVC™ (2000) (DIC) Accountants. TVC
menggunakan discounted arus
kas diproyeksikan untuk
menguji kembali bagaimana
peristiwa mempengaruhi
aktivitas yang direncanakan

LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN


UTAMA

17
Accounting for Nash (1998) Direct Intellectual Suatu sistem dari projected
the future (AFTF) Capital (DIC) discounted cash flow. Nilai
AFTF pada akhir dan awal
periode adalah nilai
tambah(value added) selama
periode tersebut

Economic Value Stewart Return On Asset Dihitung dengan menyeseuaikan


Added (EVA) (1998) laba yang diungkap perusahaan
dengan beban yang
berhubungandengan intangible
perusahaan dalam EVA
merupakan indikasi bahwa
apakah intellectual capital
perusahaan produktif atau tidak.

Tobin’s q Stewart (1997) Market Adalah rasio dari nilai pasar


Capitalization saham perusahaan dibagi dengan
Methods (MCM) biaya pengganti (replacement
cost) aset. Perubahan pada ‘q’
merupakan proksi untuk
pengukuran efektif tidaknya
kinerja intellectual capital
perusahaan.

LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN


UTAMA

18
Value Pulic Return Mengukur seberapa dan
Added (1997) On Assets bagaimana efisiensi intellectual
Intellectual (ROA) – capital dan capital employed
Coefficient (tidak cukup menciptakan nilai yang berdasar
(VAIC™) memenuhi salah pada hubungan 3 komponen,
satu kategori) yaitu:
 capital employed
 human capital
 structural capital

Human Jac Fitz-Enz Scorecards Perangkat indikator human


Capital (1994) Methods capital dikumpulkan dan di-
Intelligence (SC) benchmark terhadap database.
Mirip dengan HTCA.

Intangible Sveiby Scorecards Manajemen memilih indikator,


Asset (1997) Methods berdasarkan pada tujuan stratejik
Monitor (SC) perusahaan, untuk mengukur 4
aspek dari penciptaan nilai dari
aset tidak berwujud. Melalui:
 pertumbuhan,
 pembaruan,
 utilisasi/efisiensi, dan
 pengurangan
risiko/stabilitas.

LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN


UTAMA
Balance Kaplan Scorecards Kinerja perusahaan diukur

19
Score & Norton Methods dengan indikator-indikator yang
Card (1992) (SC) meliputi 4 perspektif, yaitu:
(BSC)  financial perspective,
 customer perspective,
 internal process perspective,
dan
 learning prespective.

2. Value Added Intellectual Capital (VAICTM)

Metode VAIC™ dikembangkan oleh Ante Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk

menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset)

dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC™ merupakan

instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan (Ulum, 2009). Model

ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value

added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA

dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT) mempresentasikan

revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN)

mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam

model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN.

Karena peran aktifnya dalam proses value ceation, intellectual potential (yang

direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak

masuk dalam komponen IN (Ulum, 2009).

VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC).

Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE). Ada tiga komponen utama Value

Added Intellectual Capital (VAIC™)

a. Value added of Capital Employed (VACA)

20
Value Added of Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA yang

diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1

unit dari CE Capital Employed) menghasilkan return yang lebih besar daripada

perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan

CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan IC yang lebih baik merupakan bagian dari IC

perusahaan.

b. Value Added Human Capital (VAHU)

Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat

dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA

dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam

perusahaan.

c. Structural Capital Value Added (STVA)

Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital

(SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk

menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC

dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC dalam

proses penciptaan nilai.

Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil

kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA

dikurangi HC.

3. Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The

Oxford Paperback Dictionary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut:

“Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or

21
chievement, (3) the performing of a play or other entertainment”. Kinerja perusahaan

merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan

mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil

yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai

ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian

kinerja.

Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan kinerja

perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode

tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan demikian penilaian

kinerja perusahaan (Companies performance assessment) mengandung makna suatu

proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan

(organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996; Lingle dan

Schiemann, 1996; Brandon & Drtina, 1997). Beberapa rasio yang sering digunakan untuk

menilai kinerja persahaan adalah sebagai berikut:

a. Liquidity Ratio

Rasio likuiditas (Liquidity Ratio) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek

tepat pada waktunya.

b. Leverage Ratio

Leverage Rasio mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang

c. Activity Ratio

Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan

dalam menggunakan sumber dayanya.

d. Profitability Ratio

22
Rasio profitalitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur manajemen secara

keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang

diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan ataupun investasi.

e. Growth Ratio

Rasio pertumbuhan adalah rasio yang digunakan untuk mengukurseberapa besar

kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya didalam industri dan

dalam perkembangan ekonomi secara umum.

f. Value Ratio

Value Ratio adalah rasio yang mencerminkan pengaruh risk ratio dan return ratio

Dalam kaitannya dengan penelitian ini ukuran kinerja perusahaan akan diwakili oleh

tiga rasio yaitu Return On Asset (ROA), Earning per Share, dan Annual Stock Return.

1) Return on Assets (ROA)

Return on Assets adalah profitabilitas kunci yang mengukur jumlah profit yang

diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan

kemampuan perusahaan dalam melakukan efisisensi penggunaan total aset untuk

operasional perusahaan. ROA memberikan gambaran kepada investor tentang

bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba

bersih. Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan

asetnya untuk menghasilkan laba bersih. ROA dihitung dengan membagi laba bersih

(net income) dengan rata-rata total asset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka

perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan asetnya. Hal ini berarti

bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak

dengan investasi yang sedikit.

2) Earnings per share (EPS)

23
EPS memberikan ukuran profitabilitas yang memasukkan keputusan operasi, investasi

dan pembiayaan (Stikney dan Weil, 1997 dalam Hong, 2007). Jadi formula untuk

memperoleh EPS adalah:

3) Annual stock return (ASR)

Annual stock return (ASR) mengukur perubahan harga saham termasuk dividen. Total

return dari saham yang dimiliki berasal dari dua sumber yaitu dividen dan distribusi

kas lain dan capital gains (Siegel, 2002 dalam Hong, 2007).

- Penelitian Terdahulu yang Relevan

Firer dan William (2003) melakukan penelitian mengenai hubungan intellectual

capital terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan di Afrika selatan. Penelitian ini

menggunakan tiga dasar ukuran kinerja perusahaan yaitu profitability (ROA),

productivity (ATO) dan juga market valuation (MB). Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap profitablitas

perusahaan. Chen et. al. (2005) meneliti hubungan antara intellectual capital dengan

nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan model Pulic

(VAIC). Chen et.al. (2005) menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan tahun

1992- 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa IC berpengaruh positif terhadap nilai pasar

dan kinerja keuangan. Syed Najibullah (2005) melakukan penelitian tentang

hubungan intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan di perusahaan

perbankan Bangladesh. Kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

return on equity (ROE), return on asset (ROA), growth revenue (GR) dan employee

productivity (EP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC berpengaruh terhadap MB

dan GR. Imaningati (2007), meneliti hubungan intellectual capital terhadap nilai

pasar dam kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan real estate & property yang

terdaftar di BEJ 2001-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat


24
pengaruh antara IC dengan nilai pasar perusahaan. Biaya advertising berpengaruh

terhadap kinerja perusahaan.

Ulum (2008) meneliti hubungan intellectual capital terhadap kinerja

perusahaan perbankan Indonesia. Kinerja perusahaan yang digunakan adalah ROA,

ATO dan GR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Intellectual Capital

berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan sekarang dan masa depan.

Kuryanto (2008) melakukan penelitian mengenai intellectual capital terhadap kinerja

perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2003 – 2006 kecuali

perusahaan keuangan. Kinerja perusahaan yang digunakan adalah ROE, EPS dan

ASR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital tidak berpengaruh

terhadap kinerja perusahaan dan kinerja perusahaan masa depan. Ramadhan (2009)

melakukan penelitian tentang hubungan kinerja keuangan yang diukur dengan MtBV,

ROA, ROE dan EP dengan intellectual capital. Hasilnya Intellectual Capital

berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Metode Hasil


1. Firer & Variabel Analisis a. CEE dan HCE berpengaruh
William dependen: Regresi signifikan negative terhadap

25
(2003) ROA, ATO, MB berganda ATO
Variabel b. CEE berpengaruh signifikan
independen: positif terhadap MB
CEE,HCE,SCE
Variabel
control :
LCAP, Lev, ROE,
Industry Tipe
(BANK, ELEC,
IT, SER)
2. Chen Variabel Analisis a. VAIC, VACA, & VAHU
et.al. dependen: regresi berhubungan positif
(2005) M/B, kinerja terhadap M/B, ROE, ROA,
keuangan GR & EP
(ROE, ROA, GR, b. STVA tidak berhubungan
EP) signifikan terhadap M/B
Variabel c. STVA berhubungan
independen: ignifikan positif terhadap
VAIC, VACA, ROE
VAHU, STVA, d. RD berhubungan signifikan
RD, AD positif terhadap ROA & GR
e. AD berhubungan signifikan
negative terhadap ROE &
ROA
3. Syed Variabel Analisis a. VAIC berpengaruh
Najibullah dependen: regresi signifikan terhadap M/B
(2005) M/B, kinerja berganda dan GR
keuangan b. CEE berpengaruh
(ROE, ROA, GR, signifikan terhadap MB,
EP) ROE dan ROA
Variabel c. HCE berpengaruh
independen: signifikan terhadap M/B
VAIC, CEE,
HCE, SCE

26
4. Imaningati Variabel Analisis a. Dengan model IC agregat,
(2007) dependen: regresi IC berpengaruh terhadap
MtBV, kinerja ROE & EP
keuangan b. Dengan model per
(ROE, ROA, GR, komponen, IC berpengaruh
EP, ATO) terhadap ROE, EP, ATO &
Variabel tidak berpengaruh terhadap
independen: GR, sedang ROA & EP
VAIC, CE, HU, tidak dapat diketahui
SC, AD adanya pengaruh atau tidak
karena model tidak fit
c. AD berpengaruh terhadap
ROE, ROA, EP ATO
d. Tidak terdapat pengaruh
antara IC dengan niali pasar
perusahaan
5. Ulum Variabel PLS a. IC berpengaruh signifikan
(2008) dependen: positif terhadap kinerja
ROA, ATO, GR perusahaan
Variabel b. IC berpengaruh signifikan
independen: positif terhadap kinerja
VAIC, VACA, perusahaan masa depan
VAHU, STVA, c. ROGIC tidak berpengaruh
ROGIC terhadap kinerja perusahaan
masa depan

6. Kuryanto Variabel PLS a. IC dan kinerja perusahaan


(2008) dependen : tidak berhubungan positif
ROE, EPS, ASR b. IC tidak berhubungan
Variabel dengan kinerja perusahaan
independen : masa depan
VACA, VAHU, c. Kontribusi IC terhadap
STVA kinerja perusahaan berbeda

27
tiap industry
7. Ramadhan Variabel Analisis a. Terdapat pengaruh VAIC
dependen : regresi terhadap kinerja keuangan
kinerja keuangan b. VACA berpengaruh
(MtBV, ROE, signifikan positif terhadap
ROA, EP) ROA, ROE, EP
Variabel c. VAHU hanya berpenagruh
independen : terhadap MtBV
VAIC, VACA, d. STVA tidak berpengaruh
VAHU, STVA, terhadap keempat kinerja
RD, AD keuangan
e. RD & AD hanya
berpengaruh signifikan
positif
terhadap MtBV

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran analisis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara

variabel-variabel independen Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS), dan Annual

Stock Return, dengan variabel dependen Value Added Intellectual Capital (VAICTM).

Adapun kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut

28
INTELLECTUAL COMPANY’S
CAPITAL PERFORMANCE:
(VAICTM): ROA
H1
VACA EPS
VAHU ASR
STVA

H2
RATE OF RATE OF
GROWTH FUTURE
INTELLECTUAL H3
COMPANY
CAPITAL
PERFORMANCE:
(ROGIC):
RVACA - ROA+1
RVAHU
RSTVA - EPS+1
- ASR+1

D. Model Hipotesis

1. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan

Intellectual Capital berpengaruh dengan data kinerja perusahaan tahun yang sama.

Pengaruh kontemporer mengindikasikan relevansi informasi ke investor (Tan et al., 2007).

Jika informasi telah diberi harga, maka nilainya akan menjadi minimal ke investor.

29
Intellectual Capital diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan

maupun kinerja keuangan. Firer dan Williams (2003), Chen et al. (2005) dan Tan et al.

(2007) telah membuktikan bahwa Intellectual Capital (VAIC™) mempunyai pengaruh

positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Intellectual Capital merupakan sumberdaya

yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka Intellectual Capital akan

memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000;

Chen et al., 2005; Abdolmohammadi, 2005). Sebagai tambahan, seperti yang dinyatakan

dalam Ulum (2008), praktik akuntansi konservatisme menekankan investasi perusahaan

dalam intellectual capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari

peningkatan selisih antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien,

maka investor akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki

Intellectual Capital lebih besar (Belkaoui, 2003; Firer dan Williams, 2003). Dengan

menggunakan VAIC™ yang diformulasikan oleh Pulic (1998; 1999; 2000) sebagai ukuran

kemampuan intelektual perusahaan (corporate intellectual ability), diajukan hipotesis sebagai

berikut:

H1 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap kinerja

keuangan perusahaan.

2. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Masa Depan

Intellectual Capital (VAIC™) tidak hanya berpengaruh secara positif terhadap kinerja

perusahaan tahun berjalan, secara logis, bahkan Intellectual Capital (VAIC™) mungkin juga

dapat memprediksi kinerja keuangan masa depan (Chen et al., 2005; Tan et al., 2007; Bontis

30
dan Fitz-enz, 2002). Untuk menguji kembali pernyataan tersebut, maka hipotesis kedua

penelitian ini adalah:

H2 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap kinerja

keuangan perusahaan masa depan.

3. Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Intellectual Capital (ROGIC) terhadap Kinerja

Keuangan Perusahaan Masa Depan

Jika perusahaan yang memiliki Intellectual Capital (VAIC™) lebih tinggi akan cenderung

memiliki kinerja masa datang yang lebih baik, maka logikanya, tingkat pertumbuhan dari

Intellectual Capital (rate of growth of intellectual capital – ROGIC) juga akan memiliki

hubungan positif dengan kinerja keuangan masa depan (Tan et al., 2007). Model Pulic

menetapkan pengukuran IC dari sebuah perusahaan adalah VACA, VAHU dan STVA, maka

ROGIC diperoleh dari tingkat pertumbuhan VACA, VAHU dan STVA perusahaan dari tahun

ke tahun. Hipotesis berikut mendukung hipotesis kedua maka hipotesis selanjutnya yang diuji

dalam penelitian adalah:

H3 : Terdapat pengaruh positif tingkat pertumbuhan intellectual capital (ROGIC)

terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

31
Penelitian menjelaskan suatu hubungan (korelasional). Penelitian korelasional, yaitu

penelitian untuk menguji pengaruh antara Intellectual Capital ( yang diukur melalui value

added capital coeficient, value added human capital coeficient, value added structural

capital coeficient) dengan kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Unit analisis adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008.

Berdasarkan jenis waktunya, maka penelitian ini digolongkan dalam penelitian data panel,

yaitu penelitian dengan menggabungkan data time series dan data cross sectional (Modul

Laboratorium Analisis Kuantitatif).

Alat analisis data menggunakan metode Partial Least Square (PLS) dengan Smart

PLS. Partial Least Square (PLS) menurut Wold merupakan metode analisis yang powerful

oleh karena tidak ddasarkan pada banyak asumsi. PLS sebagai teknik analisis data dengan

software mempunyai keunggulan sendiri, diantaranya; data tidak harus berdistribusi normal

multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasi dapat digunakan

pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar. Walaupun PLS digunakan

untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan

antara variabel laten. PLS dapat dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan

indikator refleksif dan indikator formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dala Structural

Equation Model (SEM) karena akan menimbulkan unindetified. Pemilihan metode PLS

didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam penelitian ini terdapat 2 variabel laten

(intellectual capital dan kinerja perusahaan). Yang dibentuk dengan indikator formative

(Ihyaul Ulum, Ghozali dan Anis, 2008). Karena kedua variabel laten itu, multiple regression

tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian.

3.2 Variabel Penelitian dan Pengukuran

32
Penelitian ini menggunakan dua macam variabel, yakni variabel bebas (independent

variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel-variabel tersebut dapat

didefenisikan sebagai berikut:

Tabel 3.1
Variabel Independen
Variabel Indikator Skala
Value Added Human Capital Coefficient (VAHU) Rasio

VAICTM VAHU= Value Added

(Value Human Capital

Added
Value Added Capital Coefficient (VACA) Rasio
Intellectual
VACA= Value Added
Capital)
Capital Asset
(Variabel

Bebas) Structure Capital Coefficient (STVA) Rasio

VACA= Structure Capital

Value Added

VAICTM= VAHU+VACA=STVA Rasio

Value Added= OUT-IN Rasio

ROGIC= VAICTM-t-VAICTM-t-1 Rasio

Keterangan
Vallue Added : outputs (OUT) – inputs (IN)
OUT : Seluruh Pendapatan Perusahaan baik sales revenue maupun
service revenue
IN : Beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawan
Capital asset : total asset perusahaan, tidak termasuk didalamnya tenaga
kerja.
Human capital : total salary ecpense dan wages expense perusahaan
Structural Capital : Vallue Added – Human Capital

33
a. Value Added Capital Coefficient (VACA)

VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan modal fisik yang bekerja (CA).

Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CA terhadap value added

organisasi (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).

b. The Human Capital Coefficient (VAHU)

VAHU rasio yang menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam

HC terhadap value added organisasi. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC

membuat nilai pada sebuah perusahaan. Jadi hubungan antara VA dan HC mengindikasikan

kemampuan HC membentuk nilai dalam sebuah perusahaan (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).

c. Structural Capital Coefficient (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai. Rasio ini

mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan

indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. Dalam model Pulic, SC

merupakan VA dikurangi HC. Kontribusi HC pada pembentukan nilai lebih besar kontribusi

SC (Ulum, Ghozali dan Anis, 2008).

d. Value Added Intellectual Capital (VAICTM)

VAICTM mengindikasikian kemampuan organisasi. VAICTM dapat juga dianggap sebagai BPI

(Bussiness Performance Indicator) (Ulum, Ghozali danChariri, 2008).

e. Rate of Growth of IC (ROGIC)

ROGIC merupakan selisih (∆) antara nilai IC dari tahun ke-t dengan nilai IC tahun ke –t-1

(Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).

Variabel Dependen

Variabel Indikator Skala


Kinerja Return On Asset (ROA) Rasio

34
Perusahaa ROA= Total Pendapatan

n (Variabel Total Aset

Terikat)
Earning Per Share (EPS) Rasio

EPS= Laba pemegang saham

saham jumlah tertimbang rata - Rata

Annual Stock Return (ASR) Rasio

ASR= Harga saham(tahun x+1)- Harga saham tahun x)+ deviden

Harga Saham Tahun x

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian kali ini menggunakan data

sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data tesebut diperoleh dari ICMD

(Indonesian Capital Market Director) dan IDX (Indonesian Stock Exchange). Data mengenai

value added, physcal capital coeficient, return on asset, earning per share, annual stock

return diambil dari ICMD, secara khusus dari dari informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan, yakni pada laporan laba-rugi (income statement), neraca (balance sheet), dan

rasio-rasio keuangan (financial ratio). Data mengenai human capital coeficient diperoleh dari

IDX berdasarkan informasi yang tersaji dalam catatan laporan keuangan perusahaan

mengenai seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sumber daya manusia pada tiap-

tiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.2. Metode Penarikan Sampel

35
Metode penarikan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yaitu

penarikan sample berdasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Adapun kriteria-

kriteria tertentu dalam memilih sampling adalah sebagai berikut:

 Perusahaan yang akan dianalisis hanya perusahaan manufaktur yang listed di Bursa

Efek Indonesia (BEI).

 Perusahaan tidak menderita rugi besar dan neracanya tidak menunjukkan kekayaan

negatif.

 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan per 31 desember untuk tahun 2004,

2005, 2006, 2007, dan 2008.

 Perusahaan membagikan deviden selama 5 tahun berturut-turut sejak 2002 sampai

dengan 2008.

 Perusahaan yang tidak tercatat perdagangan sahamnya untuk keseluruhan tahun tidak

dimasukkan ke dalam sampel karena tidak mungkin menentukan Annual Stock Return

untuk tahun itu.

Tabel 3.3
Sampel Penelitian
   
 N
O NAMA PERUSAHAAN KODE
1 PT. Fast Food Indonesia Tbk.
2 PT. Mayora Indah Tbk.
3 PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
4 PT. Gudang Garam Tbk.
5 PT. Colorpak Indonesia Tbk.
6 PT. Lionmesh Prima Tbk.

36
7 PT. Sumi Indo Kabel Tbk.
8 PT. Hexindo Adiperkasa Tbk.
9 PT. Tunas Ridean Tbk.
10 PT. United Tractor Tbk.

3.5 Teknik Analisis Data

VAICTM yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999)digunakan untuk menentukan

efisiensi dari tiga model Intellectual Capital (IC), yaitu physical capital, human capital, dan

structural capital. Pengujian dengan regresi berganda tidak dilakukan karena hasil penelitian

Tan et al. (2007) dengan menggunakan regresi berganda tidak meyakinkan. Dari 21 uji

regresi berganda yang dilakukan, hanya 9 yang memberikan hasil yang signifikan. Hasil itu

signifikan secara statistik untuk beberapa tahun tetapi tidak untuk tahun yang lain. Jadi

regresi berganda dianggap tidak memadai untuk penelitian ini dan lebih lanjut analisis akan

menggunakan Partial Least Square (PLS). Dalam hal ini, kinerja perusahaan diperlakukan

sebagai sebuah variabel laten dengan ROA, EPS, dan ASR sebagai indikator. Model itu

memperlakukan IC dan kinerja perusahaaan sebagai variabel laten dengan tiga indikator tiap

variabelnya karena regresi berganda tidak dapat menyediakan alat uji untuk tipe analisis ini

(Benny dan Syafrudin 2008).

PLS merupakan sebuah metode untuk melaksanakan Structural Equation Modelling

(SEM), untuk tujuan saat ini dianggap lebih baik daripada teknik SEM (software AMOS,

LISREL) yang lain. Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar

teori pada perancangan model lemah dan atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model

pengukuran reflektif. PLS merupakan metode analisis yang sangat baik karena dapat

diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel

tidak harus besar (Ghozali, 2006).

PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk

membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi,

37
PLS juga merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada

kondisi dimana indikator bersifat formatif, atau ketika penelitian ini masih tidak pasti karena

variabel seharusnya termasuk pada sebuah model atau berhubungan diantara variabel dengan

model miss-specified akan menghasilkan perkiraan inferior varians sesuai yang dijelaskan

PLS. Missing variables dan miss-specification lain hanya memiliki sedikit efek estimasi yang

dibuat oleh PLS (Tan et al., 2007; Ghozali, 2006).

Hipotesis pertama (H1) digunakan untuk mengetahui pengaruh IC dengan data kinerja

perusahaan tahun yang sama. Pengujian IC digunakan untuk memperoleh abnormal return,

salah satunya harus menggunakan uji prediktif multi periode (Tan et al., 2007). Hipotesis

kedua (H2) dibentuk untuk menguji kapabilitas prediktif IC. Jika IC merupakan kendali

utama nilai perusahaan, maka secara logis tingkat pertumbuhan IC seharusnya juga

berpengaruh dengan peningkatan dalam kinerja perusahaan. Hipotesis ketiga (H3) digunakan

untuk mengetahui pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual capital terhadap kinerja

perusahaan. Hipotesis ini akan diuji untuk memvaliditas prediksi dalam hipotesis kedua.

Selanjutnya model pengujian hipotesis dengan PLS, akan ditunjukkan oleh gambar

berikut:

Gambar 3.1
Model pengujian PLS untuk H1

ROA
VACA

Company’s Performance
Intellectual Capital (VAICTM) H1

EPS
VAHU 38
STVA ASR

Sumber Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri (2008)

Gambar 3.2
Model Pengujian dengan PLS H2 dan H3

VACA

Intellectual Capital (VAICTM)


VAHU

39
H2
Company’s Performance (t+1)

EPS

R-VACA
ASR
H3

Rate of Growth of IC (ROGIC)

R-VAHU

R-STVA

Sumber Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri (2008)

3.5.1 Uji Statistik Deskriptif

Pengujian ini berguba sebagai alat yang dapat menggambarkan karakteristik dari data

yang terdiri dari nilai rata-rata, nilai terkecil, nilai tertinggi, dan standar deviasi dari data yang

diteliti (Modul Laboratorium Analisis Kuantitatif, 2007; 1-2)

3.5.2 Uji Outer Model

40
Outer model atau model pengukuran mendefenisikan bagaimana setiap blok indikator

berhubungan dengan variabel latennya. Perancangan model pengukuran menentukan sifat

indikator masing-masing variabel laten, apakah refleksi atau formatif, berdasarkan definisi

operasional variabel.

Karena konstruk formatif pada dasarnya merupakan hubungan regresi dari indikato ke

konstruk maka cara menilainya adalah dengan melihat bilai koefisien regresi dan signifikan

dari koefisien regresi tersebut (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).

3.5.3 Uji Inner Model

Inner model atau Model Struktural menggambarkan hubungan antara variabel laten

berdasarkan pada subtantive theory. Perancangan Model Model Struktural hubungan antara

variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian. Model struktural

dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone Gieser,Q-Square

test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur

struktural. (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).

41

Anda mungkin juga menyukai