Anda di halaman 1dari 8

TUGAS IBADAH AKHLAQ

PRITTA ADRIANNE PERTAMAWATI


0904015214

3G

JURUSNAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2010

A. Ringkasan Macam-macam Akhlak


Manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lebih dan kurang, dari
benar dan salah, maupun dari yang baik dan buruk. Karena akhlak adalah
merupakan sifat dan sikap manusia, maka akhlak hanya terdapat, atau dibagi
dua macam, yaitu: Akhlaq yang baik dikenal dengan sebutan akhlaq al-
karimah atau akhlaq al-mahmudah, dan akhlaq buruk yang dinamakan akhlaq
al-mazmumah atau akhlaq al-sayyi’ah.

1. Akhlaq al-Karimah
Segala macam perbuatan yang baik, yang tampak dalam keseharian
dari sifat dan sikap seseorang adalah akhlaq al-karimah atau akhlaq al-
mahmudah, yaitu akhlaq yang terpuji. Macam-macam akhlaq yang terpuji
ini banyak, sebanyak sifat dan sikap manusia yang melakukan perbuatan
baik. Menurut istilah Ibn Miskawih pokok-pokok akhlaq yang baik akhlaq
yang utama, yaitu akhlaq yang dalam posisi tengah.
Pemahaman terhadap posisi tengah adalah keadaan jiwa yang
sedemikian rupa, sehingga jiwa dapat menempati posisi yang utama (al-
fadhilah). Namun yang dimaksud dengan posisi tengah adalah suatu standar
atau prinsip hidup umum yang berlaku bagi manusia. Posisi tengah yang
sebenarnya adalah satu, yaitu yang disebut juga al-khath al-mustaqim (garis
lurus.
Pokok keutamaan akhlaq ini ada empat, yaitu: al-hikmah
(kebijaksanaan), al-syaja’ah (keberanian), al-‘iffah (menjaga kesucian),
dan al-‘adalah (keadilan).Masing-masing posisi tengah ini mempunyai
lawan-lawannya, yang dapat pula disebut pokok kejelekan atau keburukan
dan tercela. Pokok keburukan ini adalah sikap ekstrem, dan sikap ekstrem
ini ada yang kurang ada yang lebih, maka lawan-lawan dari pokok
keutamaan akhlaq ada delapan macam, empat macam ekstrem kelebihan,
yakni: al-safah (lancang), al-tahawur (nekad), al-syarah (rakus), dan al-
jaur atau al-zhulm (zalim/aniaya), dan empat macam ekstrem kekurangan,
yaitu: al-balah (dungu), al-jubn (pengecut), al-khumud (dingin hati, cuek),
dan al-muhadat atau al-inzhilam (teraniaya).

a. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah keutamaan al-nathiqah (jiwa rasional) yang
mengetahui secara maujud, baik hal-hal yang bersifat umur al-insaniyyah
(kemanusiaan). Kebijaksanaan yang mampu member keputusan antara yang
wajib dilaksanakan dengan yang wajib ditinggalkan. Kebijaksanaan juga
merupakan pertengahan antara kelancangan dan kedunguan. Yang dimaksud
dengan kelancangan disini adalah penggunaan daya pikir yang tidak tepat.
Adapun yang dimaksud dengan kedunguan ialah membekukan dan
mengesampingkan daya pikir tersebut, walau sebetulnya memiliki
kemampuan.
Al-Ghazali memberikan pengertian yang hampir sama dengan Ibnu
Miskawih, menurutnya al-hikmah (kebijaksanaan) merupakan keutamaan
jiwa rasional (al-‘aqilah) yang memelihara jiwa al-syahwaniyyah (nafsu)
dan jiwa al-ghadhabiyyah (buas), yang memungkinkan seseorang mampu
membedakan yang benar dan yang salah dalam semua perbuatan yang
disengaja. Ibn Miskawih menyebutkan, kebijaksanaan itu memiliki tujuh
cabang, yaitu: ketajamaan intelegensi, kekuatan ingatan,rasionalitas,
ketangkasan, kejernihan ingatan atau pemahaman, kejernihan pemikiran,
dan kemudahan dalam belajar. Al-Ghazalipun menyebutkan jenis-jenis
keutamaan akhlaq dibawah kebijaksanaan ini,sbb: pemikiran yang baik,
pemikiran yang jernih, pendapatan yang cemerlang, praduga yang benar
dan selalu sadar terhadap sekecil apapun perbuatan serta sehalus apapun
kejahatan jiwa. Sedangkan Ibn Sina lebih banyak lagi menyebut jenis
keutamaan akhlaq yang di bawah kebijaksanaan, yakni: kefasihan lidah
dalam berbicara, kecerdasan, keyakinan pendapat, keteguhan hati, kondisi
selalu benar iman yang kokoh, kesukaan bersahabat, kemurahan hati,
ketenangan, ketepatan janji dan kerendahan hati.
Kebijaksanaan di sini adalah kemampuan dan kemauan seseorang
dalam menggunakan daya pikirnya secara benar untuk memperoleh
pengetahuan apa saja, sehingga mendapatkan pengetahuan yang rasional.
Pengetahuan rasional tersebut kemudian diaplikasikan dalam wujud
perbuatan berupa keputusan untuk wajib melaksanakan atau meninggalkan
sesuatu.

b. Keberanian
Keberanian merupakan keutaman jiwa yang muncul pada diri manusia
selagi nafsunya dibimbing oleh jiwa al-nathiqah. Artinya, ia tidak takut
terhadap hal-hal yang besar jika pelaksanaannya membawa kebajikan, dan
mempertahankannya merupakan hal yang terpuji. Sifat dan sikap ini
merupakan pertengahan antara al-jubn (pengecut), yaitu sikap takut yang
seharusnya tidak perlu ditakuti, dan al-tahawur (nekad), adalah berani
terhadap sesuatu yang tidak seharusnya diperlakukan sikap itu.
Ibn Miskawih berpendapat bahwa seorang pemberani sekurang-
kurangnya mempunyai enam ciri berikut:
a. Dalam soal kebaikan, ia memandang ringan terhadap sesuatu yang
hakekatnya berat.
b. Ia sabar terhadappersoalan yang menakutkan.
c. Memandang ringan terhadap sesuatu yang umumnya dianggap berat
oleh orang lain, sehingga ia rela mati memilih persoalan yang paling
utama.
d. Tidak bersedih terhadap sesuatu yang tidak bias dicapainya.
e. Tidak gundah apabila ia menerima berbagai percobaan; dan
f. Kalau ia marah dan mengadakan pembalasan, maka kemarahan dan
pembalasannya dilakukan sesuai ukuran, obyek dan waktu yang
diwajibkannya.

c. Menjaga Kesucian Diri


Pokok keutamaan akhlaq yang ketiga adalah al-‘iffah (menjaga
kesucian diri). Al-‘iffah merupakan keutamaan jiwa al-syahwaniyyah /
al-bahimiyyah, yang muncul apabila diri manusia nafsunya dikendalikan
oleh pikirannya. Artinya, ia mampu menyesuaikan pilihan yang benar
sehingga bebas tidak dikuasai dan diperbudak nafsu tersebut. Sifat dan
sikap ini merupakan pertengahan antara al-khumud (dingin hati) dan al-
syarah (rakus/loba). Yang dimaksud dengan al-khumud adalah tidak mau
berusaha untuk memperoleh kenikmatan sebatas yang diperlukan oleh
tubuh. Sedangkan al-syarah adalah tenggelam dalam kenikmatan dan
melampaui batas. Berati, al-‘iffah adalah tidak bersikap tidak mau
berusaha, atau tidak pula melampaui batas. Dalam al-‘iffah yang muncul
pertama kali adanya daya makan dan minum, karena makan dan minum
ini menjadi faktor dominan bagi kelangsungan hidup. Oleh karenanya
perihal makan dan minum perlu memperoleh perhatian utama dalam
terciptanya kemampuan dalam menjaga kesucian diri.
Ibn Miskawih menyebutkan cabang al-‘iffah ini sebanyak 12, yaitu: al-
hayd’ (pengendalian jiwa untuk tidak melakukan perbuatan yang jelek,
atau dengan bahasa lain memiliki rasa malu), al-daat (kenangan jiwa
ketika nafsu bergejolak), al-shabr (menahan nafsu agar tidak berbuai
oleh akibat buruknya kelezatan), al-sakha (sikap tengah dalam hal
pemberian), al- huriyyah (keutamaan jiwa dalam memperoleh,
memberikan dan menolak harta secara benar), al-qana’ah (sikap sedang
dalam hal makan, minum, perhiasan, arti lain: menerima apa adanya), al-
damasah (kecenderungan jiwa terhadap yang baik dan yang cepat
mewujudkannya), al-intizhani (kondisi jiwa yang menilai sesuatu secara
tepat dan mengaturnya dengan cara yang baik), husn al- hady (senang
menghiasi diri untuk meninggalkan sesuatu yang tidak baik), al-waqar
(ketenangan jiwa ketika tuntunan nafsu mendesak), dan al-wara’
( kontinuitas dalam perbuatan baik).

d. Keadilan

Tidak dijelaskan secara rinci, karena sebagian telah dikemukakan di


atas yang merupakan cabang dari pokok keutamaan akhlaq, di antaranya:
a. al- Amanah, yaitu: sikap jujur dan dapat dipercaya
b. al- Alifah, yaitu: sikap yang menyenangkan
c. al- Anisah, yaitu: manis suka
d. al- Khusyu, yaitu : tekun sambil menundukan diri
e. al- Dhiyafah: menghormati tamu
f. al- Ghufran: suka member maaf
g. al- Haya’: sikap malu diri kalau melakukan perbuatan tercela
h. al- Hilm: menahan diri dari berlaku maksiat
i. al- Hukm bi al-Adl: menghukum secara adil
j. al-Ikha’u: sikap menganggap orang sebagai saudara
k. al-Ihsan: berbuat baik
l. al- Muru’ah: berbudi pekerti tinggi
m. al- Nazhafah: bersih, atau sikap suka membersihkan diri
n. al- Rahmah: belas kasih
o. al- Sakha’u: pemurah
p. al- Salam: bersikap sentausa, tentram, dan tenang
q. al- Shalihat: beramal saleh
r. al- Shabr: bersikap sabar
s. al- Shiddiq: benar dan jujur
t. al- Taawun: bertolong-tolongan / suka memberi pertolongan
u. al- Tadharru: merendahkan diri kepada Allah SWT
v. al- Tawadhu: merendahkan diri terhadap sesame manusia, atau
rendah hati.
w. al- Qana’ah: rendah diri terhadap sesame manusia, atau rendah
hati
x. al- ‘Izz al-Nafs: berjiwa kuat, dapat menahan diri dari godaan
nafsu.

2. Akhlaq al- Mazhmumah


Akhlaq yang buruk dikenal dengan sebutan akhlaq al-mazhmumah atau
akhlaq al-sayyi’ah. Ada hal yang menjadi biang utama, yang menjadi
pangkal keburukan akhlaq. Pangkal keburukan akhlaq ini ada tiga, yakni:
amarah, takut mati, dan kesedihan.
a. Amarah
b. Takut Mati
c. Kesedihan
B. Intropeksi diri
B1. Akhlak Mahmudah
B2. Akhlak Mazmumah
C. Upaya saya membentuk diri saya Berakhlak Mulia

Anda mungkin juga menyukai