Anda di halaman 1dari 9

Hakekat 

matematika
Posted: April 28, 2010 by techonly13 in Education, PTK, RPP, RPP B.Indonesia Kls 1-6, RPP IPA Kls 1, RPP IPA
Kls 2, RPP IPA Kls 3, RPP IPA Kls 4, RPP IPA Kls 5, RPP IPA Kls VI, RPP IPS, RPP Tematik
8

Untuk dapat memahami bagaimana hakikatnya matematika itu, kita dapat


memperhatikan pengertian istilah matematika dan beberapa deskripsi yang diuraikan para ahli
berikut: Di antaranya, Romberg mengarahkan hasil penelaahannya tentang matematika kepada
tiga sasaran utama. Pertama, para sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan
penyusun kurikulum memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin
yang ketat. Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai
suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan
apa matematika itu? bagaimana cara kerja para matematikawan? dan bagaimana mempopulerkan
matematika? Selain itu, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang
tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu
terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual. (Jackson, 1992:750).

Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga premis
sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language, conventions and
rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are required to
turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into accepted
objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself will be understood to be social.
(Ernest, 1991:42). Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai
suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni
kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.
(Ruseffendi, 1988:160).

Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada
knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu
pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian
knowing that yang dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk
yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga tujuan. (Romberg, T.A.
1992: 752).

Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika.


(Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1)
bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang
digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini
belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5)
ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science
of pattern.
Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian
matematika. Di antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak
dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang
penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan
matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.

Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental (1991:1). Dia
mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still is in French Les Mathematiques
.Indeed, long ago it meant a plural: four arts (liberal ones worth being pursued by free men).
Mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry astronomy and music, held in
higher esteem than the (more trivial) trivium: grammar, rhetoric and dialectic. …As far as I am
familiar with languages, Ducth is the only one in which the term for mathematics is neither
derived from nor resembles the internationally sanctioned Mathematica. The Ducth term was
virtually coined by Simon (1548-1620): Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker,
sure and certain, is that which does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge, theory.
. Dari sisi abstraksi matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; 1)
matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan digunakan
lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan 3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep.
(Jackson, 1992:755).

Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul sejak
kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya Plato (427–347 SM) dan
seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka mempunyai pendapat yang berlainan.
Plato berpendapat, bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun
mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika
ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori
bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh
positif karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian
matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada
secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat
disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang
matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal
sebagai seorang eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento,
1996:20).

Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (1982:12) yang diuraikan
dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein
yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha
atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda,
matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai
dengan arti kata mathein pada matematika).

Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu
berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang
Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “matimatian”, karena sulitnya
mempelajari matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang awam hanya akrab
dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika atau ilmu hitung yang secara
informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung
diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar:
tambah, kurang, kali dan bagi.

Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang;
tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam
pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak
menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi
matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi,
2002:723)

Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam
benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang,
Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan
merupakan singkatan. Setelah berpikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berpikir,
akhirnya narasumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi.
Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan
kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya
sangat berlawanan.

Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan menyatakan
setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam belajar matematika
baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan
mereka akan mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan
menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat
dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan
alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang
berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan kecerdasan di bidang
lainnya) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami
materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap
lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.

Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan
struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya
lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam
kehidupan sehari-hari.

3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.


Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau
pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara
deduktif (umum).

4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).


Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti
matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan
yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

5. Matematika sebagai bahasa artifisial.


Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah
bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6. Matematika sebagai seni yang kreatif.


Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan
menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni
berpikir yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang,
salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak.
Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia.
Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-
kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem
numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas
problem ruang dan waktu. Matematika adalah queen of science (ratunya ilmu). (Sutrisman dan
G. Tambunan, 1987:2-4)

Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas, kiranya dapat
dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang Muslim – terutama bagi pihak yang masih
merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Melihat beragamnya pendapat
banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian
dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk
pengembangan keilmuan, terutama di bidang sains dan teknologi. Bagi guru, dengan memahami
hakikat definisi dan deskripsi matematika –sebagaimana tersebut di atas- tentunya memiliki
kontribusi yang besar untuk menyelenggarakan proses pembelajaran matematika secara lebih
bermakna. Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang secara parsial oleh siswa, guru,
masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka dapat memandang matematika secara “jujur”
(baca: utuh) yang pada akhirnya dapat memacu dan berpartisipasi untuk membangun peradaban
dunia demi kemajuan sains dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia.
Lebih-lebih membawa dampak positif bagi umat Muslim, sehingga dapat merasakan kembali
bagaimana peradaban Islam dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin. [ahf]
Hasan Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.wikipedia.org, diakses 14 Desember 2007.
Jackson, P.W. 1992. Handbook of Reseasrch on Curriculum. New York: A Project of American Educational
Research Association.
Moeharti Hadiwidjojo. 1996. “Hubungan Antara Geometri Non-Euclides Klasik dan Dunia Nyata”. Dalam
Percikan

http://techonly13.wordpress.com/2010/04/28/hakekat-matematika/

1. Hakikat Matematika

Pendefinisian matematika sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat, namun demikian

dapat dikenal melalui karakteristiknya. Sedangkan karakteristik matematika dapat dipahami

melalui hakekat matematika.

Hudoyo (1979:96) mengemukakan bahwa hakikat matematika berkenan dengan ide-ide, struktur-

struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika

berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila

matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol- simbol formal

diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-

struktur. Sedang Soedjadi (1985:13) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam matematika

umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya.

Berdasarkan uraian di atas, agar supaya simbol itu berarti maka kita harus memahami ide yang

terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu, hal terpenting adalah bahwa ide harus dipahami

sebelum ide itu sendiri disimbolkan. Misalnya simbol (x, y) merupakan pasangan simbol “x” dan

“y” yang masih kosong dari arti. Apabila konsep tersebut dipakai dalam geometri analitik

bidang, dapat diartikan sebagai kordinat titik, contohnya A(1,2), B(6,9), titik A (1,2) titik A

terletak pada perpotongan garis X = 1 dan y = 2 titik B( 6, 9) artinya titik B terletak pada
perpotongan garis X = 6 dan y = 9. Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian

mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.

Soedjadi (2000: 1) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian

matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut:

a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara sistematik

b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan

bilangan.

d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan

bentuk.

e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Hakikat Matematika Sekolah


Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan seperti Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas disebut matematika sekolah. Penyajian

matematika sekolah disesuaikan dengan karakteristik siswa. pola pikir matematika sebagai

ilmu adalah deduktif, sifat atau teorema yang ditemukan secara induktif , selanjutnya harus

dibuktikan secara deduktif. Namun dalam matematika sekolah pola pikir induktif dapat

digunakan dengan maksud menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa


Dalam National Council of Teachers of Mathematics (2000: 11) terdapat enam prinsip

matematika sekolah mencakup lingkup:

1) Kejujuran. Keunggulan dalam pendidikan matematika memerlukan kejujuran, harapan,

dan dukungan yang kuat bagi siswa.

2) Kurikulum. Kurikulum bukan hanya sekedar kumpulan aktivitas, kurikulum harus

koheren, berpusat pada pentingnya matematika, dan dijabarkan dengan baik pada tiap

kelas.

3) Pengajaran. Pengajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa

yang diketahui siswa dan apa yang diperlukan siswa serta mendukung siswa

mempelajarinya dengan baik.

4) Pembelajaran. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, membangun

pengetahuannya dari pengalaman.

5) Penilaian. Penilaian harus mendukung belajar dan memberi informasi bagi guru dan

siswa.

6) Teknologi. Teknologi mempengaruhi matematika yang diajarkan dan meningkatkan

belajar siswa.

Ebbut dan Straker (Marsigit, 2007: 5-6) menguraikan hakikat matematika sekolah,

matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; kreatifitas yang memerlukan

imajinasi, intuisi, dan penemuan; kegiatan problem solving; alat komunikasi. Implikasi dari

pandangan bahwa matematika merupakan kegitan penelusuran pola dan hubungan adalah:

memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-

pola untuk menentukan hubungan; memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan

percobaaan dengan berbagai cara, mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan,
perbedaan, perbandingan dan pegelompokan; mendorong siswa menarik kesimpulan umum;

dan membantu siswa memahami dan menemukan hubngan antara pengertian satu dengan

yang lainnya.

Matematika adalah kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah: mendorong inisiatif

dan memberi kesempatan berpikir berbeda; mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya,

kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan; menghargai penemuan yang di

luar perkiraan sebagai hal yang bermanfaat; mendorong siswa menemukan struktur dan desain

matematika; mendorong siswa menghargai penemuan siswa lainnya; mendorong siswa

berfikir refleksif; dan tidak menyarankan penggunaan suatu metode tertentu.

Matematika adalah kegiatan problem solving, maka dalam pembelajaran matematika

guru perlu menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya

persoalan matematika, membantu siswa memecahakan persoalan matematika menggunakan

caranya sendiri, membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan

persoalan matematika, mendorong siswa untuk berfikir logis, konsisten, sistematis dan

mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan

untuk memecahkan persoalan, membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan

menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti jangka, kalkulator,

dan sebagainya

Impilikasi dari pandangan bahwa matematika sebagai alat komunikasi dalam

pembelajaran adalah: mendorong siswa membuat contoh sifat matematika; mendorong siswa

menjelaskan sifat matematika; mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan

matematika; mendorong siswa membicarakan persoalan matematika; mendorong siswa


membaca dan menulis matematika; menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan

matematika

Anda mungkin juga menyukai