Anda di halaman 1dari 3

MAKALAH

Dampak Harga Minyak Mentah Terhadap


Subsidi dan Dana Cadangan di APBN
(Disusun guna memenuhi tugas mata Kuliah Perekonomian Indonesia)

Oleh :
Hanif Hadinata Utama 050810201183
Riskian Junaidi 050810201212
Widi Arif Himawan 050810201331

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2009
BAB I
Pendahuluan

BAB II
Isi
Jika ancaman lonjakan harga minyak mentah (crude oil) dunia bertahan hingga tahun 2010,
diperkirakan menguras subsidi untuk energi. Tahap awal gejolak harga minyak yang kini
sudah menembus 80 dolar AS per barel akan menguras alokasi dana cadangan fiskal yang
terdapat dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurut pengamat
perminyakan Pri Agung Rakh-manto, untuk 2010, alokasi anggaran hanya bisa bertahan
hingga harga 65 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Tahun ini subsidi untuk bahan bakar
minyak (BBM) mencapai Rp 68 triliun dan untuk listrik Rp 37,8 triliun dengan asumsi harga
minyak 65 dolar AS per barel.
"Kalau harga minyak sampai 72 dolar AS per barel, misalnya untuk rata-rata tahun depan,
alokasi untuk subsidi itu akan habis. Alokasi dana cadangan fiskal sebesar Rp 8,6 triliun
tentunya terancam habis pula," kata Direktur Refor-Miner Institute ini di Jakarta, Minggu
(25/10).
Meski demikian, Pri Agung mengatakan, untuk APBN 2009, diperkirakan masih bisa
bertahan jika rata-rata harga minyak mulai Oktober hingga Desember 2009 mencapai 80 dolar
AS per barel.
Ini berarti patokan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ ICP) sekitar 75
dolar AS per barel. Artinya, secara fundamental, semestinya keseimbangan harga minyak
hanya berada pada kisaran di bawah 75 dolar AS per barel.
Ini mengingat APBN 2009 yang mematok harga minyak Indonesia 61 dolar AS per barel
sudah dalam kondisi aman. Namun, jika mengacu pada asumsi APBN 2010 sebesar 65 dolar
AS per barel, diharapkan tidak akan ada pembengkakan yang lebih besar.
"Bisa saja harga naik sampai di atas 100 dolar AS per barel. Namun, secara rata-rata, asumsi
APBN 2009 masih sama. Oleh karena itu, pemerintah mesti memantau perkembangan harga
minyak dunia," ujarnya.
Selain itu, Pri Agungjuga mengatakan, penyebab kenaikan harga minyak dunia hingga 80
dolar AS per barel akhir-akhir ini akibat ulah spekulan. Semua dipicu adanya informasi terkait
proyeksi permintaan minyak dunia yang akan naik sekitar 500.000 barel per hari dan turunnya
nilai tukar dolar AS.
"Akibat aksi spekulasi, maka harga minyak akan naik atau turun secara cepat, tergantung pada
beberapa informasi yang mewarnai pasar dan ditanggapi para pelaku," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Depkeu Anggito Abimanyu
menyatakan, dampak kenaikan harga minyak dunia di atas 80 dolar AS per barel bersifat
netral di sisi kebijakan fiskal, sehingga tidak menimbulkan masalah serius. "Dampaknya
netral karena tambahan subsidi dikompensasi dengan tambahan pendapatan," kata Anggito.
Menurut dia, masalah akan muncul justru karena adanya perbedaan harga BBM internasional
dengan harga di dalam negeri. "Jadi, kalau dari sisi fiskal, secara umum tak ada masalah,"
ucapnya.
Anggito mengatakan, alokasi dana cadangan risiko fiskal dalam APBN 2010 sebesar Rp 8,6
triliun sementara ini masih akan mampu menampung perubahan yang terjadi. Apalagi
diyakini bakal mampu menghadapi gejolak harga karena sebelumnya pemerintah pernah
menghadapi situasi seperti itu.
"Kita pernah mengalami harga minyak hingga di atas 100 dolar AS per barel dan kita mampu
menghadapinya," kata Anggito. (A choir)

Anda mungkin juga menyukai