Anda di halaman 1dari 2

 

                       Ronggeng Dukuh Paruk

Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan kehidupan rakyat miskin di sebuah tempat di Banyumas, Jawa
Tengah, pada paruh pertama tahun 1950-an, beberapa saat setelah Indonesia memperoleh
kemerdekaan. Novel ini sangat detail dalam menceritakan situasi dan kondisi sosial saat itu,
termasuk menceritakan bagaimana keadaan alam waktu itu. Begitu detailnya sampai siklus hidup
beberapa jenis serangga yang berkait erat dengan kemiskinan terpapar dengan sangat rinci. Tokoh
utama novel ini adalah Srintil, perempuan usia 11 tahun yang tiba-tiba memperoleh "roh" Ronggeng
yang sudah berpuluh tahun tidak menitis ke perempuan dukuh Paruk. Maka Srintil yang semula lugu
dan dekil, mendadak menjadi primadona dukuh miskin itu. Hidupnya berubah bak seorang putri raja
yang segala keperluannya dilayani para dayang. Meskipun profesi Ronggeng tak jauh beda dengan
pelacur, tapi Srintil sangat dihargai di komunitasnya. Masyarakat yang lugu, bodoh dan miskin itu tak
bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang terhormat dan hina sebab keseharian
mereka terfokus pada aktifitas paling mendasar dalam hidup manusia, memenuhi kebutuhan perut.
Srintil remaja pun jatuh hati pada Rasus, pemuda sekampungnya. Sayang, cinta Srintil bertepuk
sebelah tangan sebab Rasus menganggap profesi Srintil tidak terhormat. Dalam kekecewaannya
Rasus mengembara keluar desa dan akhirnya menjadi seorang tentara berpangkat rendah.
Sementara dalam sakit hatinya Srintil berusaha membalas dendam dengan mempermainkan lelaki-
lelaki hidung belang. Waktu terus berlalu sampai akhirnya tiba pada era paling hitam dalam sejarah
bangsa Indonesia, yaitu meletusnya G 30 S tahun 1965. Srintil dan rombongan ronggengnya yang
tidak tahu apa-apa difitnah sebagai antek PKI sehingga orang-orang bodoh itu pun dipenjara tanpa
diadili. Sampai di sini cerita tamat, sebagai kelanjutannya adalah novel berikut yang berjudul Lintang
Kemukus Dini Hari karena Ronggeng Dukuh Paruk adalah trilogi dengan novel ketiga berjudul Jantera
Bianglala.
Ringkasan Buku Ronggeng Dukuh Paruk
Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru,
menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pendukuhan yang
kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu
merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan
digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula
biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965
membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya,
mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan
negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya
karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di
penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan
harkatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia
tak ingin lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus
muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama makin
membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan membuat jiwanya
hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun...

Dimensi: 15 x 21 cm
Tebal: 397 halaman
Cover: Soft Cover
ISBN: 979-22-0196-3
Kategori: Fiksi dan Sastra/Bacaan Sastra dan Puisi

 n/a

Tentang Pengarang: Ahmad Tohari


Ahmad Tohari dilahirkan di desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas tanggal 13
Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya sampai SMAN II Purwokerto. Namun demikian
beberapa fakultas seperti ekonomi, sospol, dan kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya
tak ada yang ditekuninya. Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman
hidup kedesaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya.

Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala adalah novel
trilogi, yang melukiskan dinamika kehidupan ronggeng di desa terpencil, Dukuh Paruk.

Karya-karya Ahmad Tohari telah diterbitkan dalam bahasa Jepang, Cina, Belanda dan
Jerman. Edisi bahasa Inggrisnya sedang disiapkan penerbitannya.

Anda mungkin juga menyukai