Anda di halaman 1dari 7

A.

Konsep Dasar Seksio Caesaria

1. Pengertian

Wiknjosastro, 2006; Hecker, 2001; Kasdu, 2003 menyatakan bahwa seksio


caesaria atas indikasi cefalopelvik disproporsi adalah persalinan atau lahirnya janin
dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus, karena disebabkan antara
ukuran kepala dan panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami.

2. Indikasi Seksio Caesaria

Menurut Hecker (2001) indikasi seksio caesaria di bagi menjadi tiga yaitu :

1) Ibu/ janin : distosia (ketidakseimbangan cefalopelvik, kegagalan induksi persalinan,


kerja rahim yang abnormal).

2) Ibu : penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung, kanker
cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat seksio caesaria, ruptur rahim
yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir .

3) Janin : gangguan pada janin, prolaps tali pusat, malpresentasi janin.

3. Mekanisme Persalinan Seksio Caesaria dengan CPD

Menurut Winknjosastro (2006) ada beberapa mekanisme persalinan yang


berkaitan dengan posisi panggul yaitu :

a. Kesempitan pada pintu panggul atas : apabila konjugata vera kurang dari 10 cm,
atau diameter trasversa kurang dari 12 cm. Panggul sempit mungkin
menyebabkankepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks
uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini mengakibatkan inersia uteri serta
lamanya pendataran dan pembukaan serviks.

b. Kesempitan panggul tengah : apabila ukuran panggul kurang dari 9,5 cm, perlu kita
waspadai terhadap kemungkinan kesulitan pada persalinan, biasanya pada posisi
oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap.

c. Kesempitan pintu bawah panggul : pintu bawah panggul bukan merupakan bagian
yang datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang
mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang
terakhir ini lebih kecil dari pada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil (<>

4. Dampak Persalinan Cefalopelvik Disproporsi

Wiknjosastro (2006) Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik


dibiarkan berlangsung sendiri tanpa ada tindakan yang tepat, dapat timbul bahaya bagi
ibu dan janin.
a. Bahaya bagi ibu dapat menyebabkan partus lama yang sering kali disertai pecahnya
ketuban pada pembukaan kecil sehingga menimbulkan dehidrasi, asidosis dan
infeksi intrapartum, rupture uteri, persalinan tidak maju dan mengalami tekanan
lebih lama dapat menimbulkan gangguan sirkulasi akibatnya terjadi iskemia dan
nekrosis.

b. Janin dapat menyebabkan partus lama dapat meningkatkan kematian, moulase


kepala janin, terjadi robekan tentorium dan perdarahan intrakranial.

5. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Seksio Caesaria

a. Adaptasi Fisiologi

Menurut Bobak (2005) & Cuningham (2006) adaptasi fisiologi dibagi menjadi
beberapa sistem diantaranya yaitu :

1) Sistem reproduksi.

a) Uterus

1. Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum


hamil setelah melahirkan, akibatnya otot-otot polos uterus berkontraksi
pada waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm diatas
umbilicus. Dalam beberapa hari mencapai ± 1 cm diatas umbilicus.
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan fundus uteri turun kira-kira
1-2 cm setiap 24 jam.

2. Kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir, terjadi karena hormon


oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis posterior.

3. After Pains rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata ditempat uterus
yang teregang, menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keluarnya merangsang kontraksi uterus.

4. Tempat plasenta terjadi pertumbuhan endometrium, regenerasi pada


tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah
melahirkan.

5. Lokia. Menurut Huliana (2003) lokhea dibagi menjadi tiga jenis sesuai
dengan warnanya sebagai berikut :

(a) Lokia rubra terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim, dan
sisa-sisa pemahaman plasenta. Lochea rubra berwarna kemerah-
merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4.

(b) Lokia serosa mengandung cairan darah, berupa serum dan lekosit.
Lochea serosa berwarna kekuningan dan keluar antara hari ke-5
sampai ke-9.
(c) Lokia alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks), dan
jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan.
Loshea alba berwarna putih dan keluar selama 2-3 minggu.

b) Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum,
serviks memendek dan konsentrasinya menjadi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula.

c) Vagina dan Perineum

Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa


vagina dan hilangnya rugae vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah
bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

d) Payudara

Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang


menstimulasi perkembangan payudara estrogen, progesterone, human
chorionik, gonadotropin, prolaktin, dan insulin), oksitosin merangasang
refleksi let-dowm (mengalirkan) menyebabkan ejeksi ASI.

e) Abdomen

Setelah melahirkan dinding perut longgar karena direngang begitu lama,


sehingga otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang
dinamai diastasis rektus abdominalis. Apabila menetap, efek ini dapat
dirasa mengganggu pada wanita, tetapi seiring perjalanan waktu, efek
tersebut menjadi kurang terlihat dan dalam enam minggu akan pulih
kembali.

2) Sistem Endokrin

a) Hormon plasenta kadar estrogen dan progesterone menurun secara


signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post partum.

b) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium

Hipofisis dibagi menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior.


Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk meningkatkan
kelenjar mamae pembentukan air susu. Sedangkan hipofisis posterior
Sangat penting untuk diuretik. Oksotosin mengkontraksi alveolus mamae
sehingga membntu mengalirkan ASI dari kelenjar mamae ke puting susu.

3) Sistem Urinarius
a) Komponen Urine

BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum,


merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi selama 1-2 hari setelah
wanita melahirkan .

b) Diuresis Pascapartum

Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang kelebihan cairan yang


tertimbun dijaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan.

c) Uretra dan Kandung Kemih

Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, sering


kali disertai daerah-daerah kecil hemorargi. Pada pasa pacapartum tahap
lanjut, distensi yang berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih lebih
peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.

4) Sistem Pencernaan

Anestesi bisa memperlambat pengambilan tonus otot dan motilitas otot saluran
cerna ke keadaan normal sehingga defekasi bisa tertunda 2-3 hari, keadaan ini
bisa juga karena pemberian analgesia sebelum operasi. Biasanya bising usus
belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua
bising usus makin masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ke-3
post operasi.

5) Sistem Kardiovaskuler

Denyut nadi dan jantung meningkat setelah melahirkan karena darah yang
biasanya melintasi uretroplasma tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Namun,
klien dengan anestesi spinal cenderung akan mengalami hipotensi yang
disebabkan melebarnya pembuluh nadi sehingga darah berkurang.volume
darah menurun ke kadar sebelum hamil pada 4 mingu setelah melahirkan.
Hematokrit meningkat pada hari ke 3-7 pasca partum. Leukositosis normal
pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000 /mm³. Selama 10 sampai 12 hari
pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000
/mm. Varises ditungkai dan disekitar anus akan mengecil dengan cepat setelah
bayi lahir.

6) Sistem Neurologi

Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing, keram


disebabkan pengaruh anestesi.. Lama nyeri kepala bervariasi dari 1-3 hari
sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas
pengobatan.

7) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama masa hamil berlangsung


secara lebih baik pada masa pascapartum. Sebagian besar wanita melakukan
ambulasi 4-8 jam setelah melahirkan Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu
akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 – ke-8
setelah melahirkan.

8) Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah


bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul
mungkin memudar, serta adanya diaforesis. Ciri yang paling khas adanya
bekas luka sayatan operasi sesar di sekitar abdomen.

b. Adaptasi Psikologi

Menurut Mellyna (2003) adaptasi psikologi pada maternal meliputi :

1) Fase Taking In (1-2 hari). Fase ini merupakan periode ketergantungan yang
biasanya ditunjukkan dengan prilaku sebagai berikut : fokus perhatian
ibu pada dirinya sendiri, mudah tersinggung, ibu menjadi pasif terhadap
lingkungannya dan nafsu makan ibu meningkat.

2) Fase Taking Hold (3-10 hari). Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu
perasaanya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dan
merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3) Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dari ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini.

6. Komplikasi Post Seksio caesaria

Menurut Hanifa (2003) komplikasi yang mungkin akan ditemukan pada post
seksio caesaria diantaranya :
a. Infeksi Puerperal (nifas)

1) Ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.

2) Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung (Mochtar, Rustam, 1998; 121).

3) Berat, seperti peritonitis dan sepsis.

b. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
atau atonia uteri (kurangnya tonus otot pada dinding uteri).

c. Luka kandung kemih dan embolisme paru-paru.

d. Rupture uteri.

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Marilynn E.(2001) data yang menunjangmeliputi :

a) Hemoglobin, hematokrit, mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan


mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

b) Urinalisis : kultur urine. Pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan


individual.

8. Penatalaksanaan Post Seksio Sesarea

Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan untuk klien post seksio sesarea


meliputi :

a. Analgesik

Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg meperidin IM


setiap 3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan
dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetik, misalnya
prometasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat
narkotik

b. Tanda-tanda Vital

Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien harus di


evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah yang hilang serta
keadaan fundus uteri harus diperiksa, adanya abnormalitas harus dilaporkan.
Selain itu suhu juga perlu diukur.

c. Terapi cairan dan diet


Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat,
terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya.
Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30 ml perjam, pasien harus
dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif atau
sepsis, pasien seharusnya sudah dapat menerima cairan per oral satu hati setelah
pembedahan. Jika tidak, pemberian infuse boleh diteruskan. Paling lambat pada
hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima makanan
biasa.

d. Vesika urinaria dan usus

Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai 24 jam post
operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus dipantau sebelum terjadi
distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi
gangguan pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi. Pemberian supositoria rectal akan
diikuti dengan defekasi atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan
keluhan pasien.

e. Ambulasi

Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari
tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat
ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru
saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan
ke kamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan
emboli pulmoner jarang terjadi.

f. Perawatan luka

Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang relative ringan
tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal jahitan kulit
diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat pada hari ke tiga
post partum, pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.

g. Laboratorium

Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera dicek
kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri atau keadaan lain
yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi
tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih
lanjut..

Anda mungkin juga menyukai