Anda di halaman 1dari 15

c

c 

 

  c  c  
     

 

‘  ‘ ‘
‘   ‘

‘    ‘
‘   ‘
‘  ‘  ‘
‘ ‘  ‘
‘  ‘  ‘
‘


   

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang MASALAH SOSIAL SEBAGAI INSPIRASI
PERUBAHAN (KASUS KEMISKINAN) dan UPAYA PEMECAHANNYA.

Dalam makalah ini saya membahas lebih dalam tentang MASALAH SOSIAL SEBAGAI
INSPIRASI PERUBAHAN (KASUS KEMISKINAN) dan UPAYA PEMECAHANNYA.
Mulai dari latar belakang kemiskinan hingga upaya untuk mengatasi kemiskinan di
Indonesia.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari baik. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat saya harapkan.

Samarinda, 04 April 2011

Penyusun

‘
„  

Halaman Depan«««««««««««««««««««««««««««««« i

Kata Pengantar«««««««««««««««««««««««««««.««« ii

Daftar Isi«««««.««««««««««««««««««««««««««.« iii




  
 

 



 
  
„


 



 

   



- Pendahuluan««««««««««««««««««««««««««««««.. 1

- Definisi Kemiskinan«««««««««««««««««««««««««««.. 2








- Penyebab Kemiskinan««««««««««««««««««««««««««« 3








 





- Penanganan masalah berbasis masyarakat««««««««««««««««««« 4

„







«««««««««««««««««..«. 5



- Kesimpulan .....................«««««««««««««««««««««««««. 11

- Referensi ................................................................................................. ..............................12

‘






  
 

 



   

„


 



   !"#$   # %

 %&#& 

Di dalam masalah kemiskinan terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan, distribusi
pendapatan, stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk diferensiasi sosial yang lain. Di
dalam pengukuran tingkat kemiskinan, konsep taraf hidup (i  i  i) misalnya, tidak
cukup dilihat dari sudut pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan,
kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain. Kenyataan tersebut mengakibatkan
pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan juga bervariasi.Masalah
sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang
ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan
kelompok atau masyarakat.Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi
sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial
dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh
masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :

1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.

2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.

3. Faktor Biologis : Penyakit Menular , Keracunan, dll.

4. Faktor Psikilogis : Penyakit syaraf , aliran sesat , dll.

Masalah sosial di Indonesia terjadi seperti lingkaran setan, Pemerintah telah membuat
peraturantentangakan memberi denda pada orang yang bersedekah pada pengemis, dan

1
pemerintah juga sibuk dengan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dibuat yang berkaitan
dengan masalah sosial yang terjadi di Indonesia seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat
(KUR).

Masalah sosial yang sangat terasa di saat sekarang ini adalah realita kemiskinan yang
dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan
salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan
program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak kita temui permukiman
masyarakat miskin hamper di setiap sudut kota.Keluhan yang paling sering disampaikan
mengenai pemukiman masayarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan
yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.

Melihat kenyataan tersebut, usaha untuk memahami dan kemudian menangani berbagai
masalah sosial tadi akan mempunyai dampak yang sama dengan usaha untuk mempercepat
laju proses perubahan itu sendiri. Ibaratnya orang mendorong mobil, usaha menghilangkan
gunduk-gundukan tanah di jalan yang menghambat jalannya mobil, mempunyai pengaruh
yang sama terhadap laju jalannya mobil dibandingkan apabila harus menambah jumlah orang
yang mendorong mobil tersebut.

3„!$ 

Pengertian konvensional kemiskinan hanya berdimensi tunggal: pendapatan kurang,


distribusi kekayaan tidak merata, menyebabkan seseorang atau keluarga tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan sehari-hari. Parameter pokok untuk mengetahui
kekurangan pendapatan adalah pengeluaran rumah tangga yang amat rendah, bahkan untuk
mencukupi kebutuhan konsumsi.Di sini ada dua isu sentral. Pertama, ketersediaan lapangan
kerja. Kedua, upah minimum yang menjadi instrumen penting guna melihat tingkat
pemerataan distribusi pendapatan. Maka, pendekatan dalam memahami fenomena
kemiskinan pun bervariasi.Pertama, menggunakan model perbandingan antarlapisan sosial
yang bertujuan menjelaskan fakta-fakta empiris perbedaan distribusi pendapatan berdasar
kelompok masyarakat. Kedua, menerapkan model regresi guna mengukur upah pekerja
berdasar teori modal manusia, merujuk pandangan ahli ekonomi ketenagakerjaan, seperti
Becker (1964), Schultz (1963, 1971), dan Mincer (1974).Pengertian konvensional

2
kemiskinan ini lalu dikoreksi. Makna kemiskinan diperluas tak hanya menyangkut
kesenjangan pendapatan. Pada pertengahan 1980-an muncul rumusan definisi baru:
´Kemiskinan harus dimaknai: orang, keluarga, dan sekelompok masyarakat yang memiliki
keterbatasan sumber daya²material, sosial, dan budaya²sehingga menghalangi mereka
untuk dapat hidup layak menurut ukuran paling minimal di suatu negara tempat mereka
bermukim´ (Komisi Eropa, 1984).

Ekonom Amartya Sen juga mengenalkan makna kemiskinan secara lebih luas, yakni
ketidakmampuan manusia, yang ditandai pendidikan rendah, tak berpengetahuan, tak
berketerampilan, tak berdayaan. Bahkan, Sen menyentuh dimensi politik: ketiadaan
kebebasan dan keterbatasan ruang partisipasi, yang menghalangi warga untuk terlibat proses
pengambilan kebijakan publik. Dalam situasi demikian, masyarakat ada dalam posisi tidak
setara untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber ekonomi produktif sehingga terhalang
untuk memperoleh sesuatu yang menjadi hak mereka (lihat „  i 
    , 1999).

  # $ '  # %

Untuk memahami masalah kemiskinan lebih lanjut perlu diketahui dan ditelusuri latar
belakangnya. Dengan memahami latar belakangnya akan lebih mudah diindetifikasi sifat,
keluasan dan kedalaman masalahnya. Dalam proses berikutnya, pemahaman latar belakang
masalahnya ini juga sangat bermanfaat guna menentukan langkah-langkah sebagai upaya
menanganinya.

Kemiskinan merupakan akibat dari sifat malas, kurangnya kemampuan intelektual,


kelemahan fisik, kurangnya ketrampilan dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi
persoalan disekitarnya. Dalam perkembangan lebih lanjut, pandangan ini juga memasukkan
faktor individual lain berupa adopsi budaya kemiskinan dan rendahnya need for achievement
sebagai faktor penyebab kemiskinan (Hardiman and Midgley,1982:51), pendek kata
kemiskinan lebih dilihat dari cacat dan kelemahan individual. Sebagai misal, karena
mempunyai sifat pemalas maka terjadi segan untuk bekerja keras guna meningkatkan kondisi
kehidupannya. Demikian juga karena kemampuan intelektual dan pengetahuannya rendah
mengakibatkan kurang mampu unutuk mengantisipasi berbagai peluang ekonomis yang

3
terbuka, sehingga membuat pendapatannya tetap rendah dibandingkan anggota masyarakat
yang lain. Intinya ada 5 faktor yang menyebabkan kemiskinan, yaitu :

- Faktor individual ± Faktor Struktural

- Faktor Keluarga ± Faktor sub budaya

- Faktor Agensi

 '    # %(  )  $ 

Apabila studi masalah sosial dianggap sebagai suatu proses, maka penanganan kemiskinan
sebagai salah satu bentuk masalah sosial selalu terkait dengan pemahaman terhadap latar
belakang atau faktor-faktor yang di anggap sebagai sumber masalah.Strategi dan pendekatan
dalam nenangani masalah akan sangat di tentukan oleh pendekatan yang sangat di tentukan
oleh pendekatan dalam menangani masalah akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang
digunakan dalam memahami latar belakang masalanya.Sebagaimana sudah di uraikan
sebelumnya maka strategi pembangunan masyarakat dalam menangani kemiskinan akan
sangat di pengaruhi oleh pendekatan dalam memahami latar belakang dari sumber
masalahnya.

Dalam hal ini upaya pembangunan masyarakat akan lebih di titik beratkan pada peningkatan
kualitas manusianya sehingga dapat berfungsi lebih efektif dalam upaya peningkatan taraf
hidupnya.Sementara itu apabila kemiskinan dianggap merupakan akibat dari kelemahan
struktur dan sistem maka strategi penanganan kemiskinan lebih di titikberatkan pada
perubahan sistem dan perubahan struktural.Di samping itu perubahan struktural juga di
maksutkan sebagai upaya pemberdayaan lapisan miskin sehingga akan memberi peluang
yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam posisi tawar.

Dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat desa, Long (1977: 144) mengetegahkan
adanya dua pendekatan utama.pendekatan ini tidak melakukan perubahan mendasar dalam
sistem dan struktur sosial sehingga memungkinkan kesinambungan dan bertahannya institusi
sosial dan sistem pemilikan tanah.Di banding pertanian pendekatan ini pernah

4
diimplementasikan secara luas dalam bentuk revolusi hijau, yang di indonesia salah satunya
dalam program bimas dam inmas.Dengan cara tersebut dapat terwujud dengan adanya
redistribusi penguasaan    yang memungkinkan berkurangnya konsentrasi
penguasaan pera petani, dapat bekerja bagi tanah miliknya sendiri.

Kecenderungan tersebut juga menjadi bahan pemikiran berbagai lembaga penyandang dana
internasional yang memberikan bantuan pembangunan kepada negara-negara sedang
berkembang. Mereka mengharapkan agar bantuan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk
kelompok sasaran lapisan masyarakat yang paling membutuhkan yaitu mayoritas penduduk
miskin. Untuk maksud tersebut selama dasawarsa 1970-an muncul tiga strategi dasar.

3 strategi dasar tersebut adalah :

1.‘ Bantuan di salurkan ketempat mayoritas penduduk miskin melalui program


pembangunan desa terpadu
2.‘ Bantuan dipusatkan untuk mengatasi cacat standar kehidupan orang-miskin melalui
program bantuan dasar manusia

‘ Bantuan dipusatkan kepada kelompok yang mempunyai ciri-ciri sosioekonomi
melalui proyek yang sengaja dirancang untuk masyarakat khusus
tertentu.(Rondiinelli, 1990: 91). ‘

„" )  '    # %!$ 

Pembangunan sosial di Indonesia, hakekatnya merupakan upaya untuk merealisasikan cita-


cita luhur kemerdekaan, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pasca kemerdekaan, kegiatan pembangunan telah dilakukan oleh beberapa
rezim pemerintahan Indonesia. Mulai dari rezim Soekarno sampai presiden di era ini yakni
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang terpilih dalam pemilihan umum langsung
pertama.

Namun demikian, harus diakui setelah beberapa kali rezim pemerintahan berganti, taraf
kesejahteraan rakyat Indonesia masih belum maksimal. Pemenuhan taraf kesejahteraan sosial
perlu terus diupayakan mengingat sebagian besar rakyat Indonesia masih belum mencapai

5
taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial
menyeruak menjadi isu nasional. Asumsinya, kemajuan bangsa ataupun keberhasilan suatu
rezim pemerintahan, tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan
ekonomi. Kemampuan penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial
pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Seperti penanganan masalah


 
 


i 
 

    i 
      i   
  i.

Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang
masalah sosial di atas, tidak dapat terlayani dengan baik. Bahkan muncul anggapan jika para
penyandang masalah sosial tidak terlayani dengan baik, maka bagi mereka kemerdekaan
adalah sekedar lepas dari penjajahan? Seharusnya kemerdekaan adalah lepas dari
kemiskinan?.

Untuk itu pembangunan bidang kesejahteraan sosial terus dikembangkan bersama dengan
pembangunan ekonomi. Tidak ada dikotomi di antara keduanya. Hal ini selaras dengan apa
yang dikemukakan    i    

       
 
 i         i . Tidak ada yang utama diantara keduanya. Pembangunan
ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan
ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetap tidak akan mampu
menjamin kesejahteraan sosial pada setiap masyarakat. Bahkan pengalaman negara maju dan
berkembang seringkali memperlihatkan jika prioritas hanya difokuskan pada kemajuan
ekonomi memang dapat memperlihatkan angka pertumbuan ekonomi. Namun sering pula
gagal menciptakan pemerataan dan menimbulkan menimbulkan kesenjangan sosial.
Akhirnya dapat menimbulkan masalah kemiskinan yang baru. Oleh karenanya penanganan
masalah kemiskinan harus didekati dari berbagai sisi baik pembangunan ekonomi maupun
kesejahteraan sosial.

Oleh karena itu selaras dengan prioritas dan kesepakatan dunia. Maka program Departemen
Sosial juga menempatkan kemiskinan sebagai prioritas utama yang harus ditangani. Alokasi
Anggaran Departemen Sosial tahun 2006 lebih dari 2,2 triliun rupiah, telah dialokasikan pada
5 kelompok sasaran dimana alokasi terbesar untuk kemiskinan, lebih dari Rp. 566 milyar.

6
Keterlantaran Rp 207 milyar. Kecacatan Rp 54 milyar. Ketunaan sosial 41 milyar dan
bencana alam dan sosial Rp. 500 milyar.

Dalam pengurangan kemiskinan, kepercayaan pemerintah juga makin diberikan kepada


Departemen Sosial sebagai penanggung jawab anggaran program Subsidi Langsung Tunai
(SLT) yang disalurkan langsung kepada penduduk miskin beberapa waktu lalu. Program itu
kini berganti menjadi Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) dengan nama: Program Keluarga
Harapan (PKH). Ketika itu, program SLT banyak menimbulkan pro dan kontra. Namun harus
pula diakui bahwa program itu telah berhasil dilihat dari sisi ; ? 
; berhasil menjaga si
miskin tidak goncang/panik? menghadapi kenaikan harga BBM. Bahkan ia menjadi tenang
ketika ia mendapatkan sedikit harapan? dari bantuan SLT. Jika diasumsikan hanya untuk
pengganti konsumsi BBM saja (bukan untuk konsumsi lainnya), uang rp 100/bulan cukup
memadai bagi mereka.   ; behasil memberikan pertolongan secara cepat, tanpa prosedur
berbelit. 
 ; membuktikan kepercayaan Pemerintah kepada rakyat untuk menerima
secara langsung dan menggunakan dananya sesuai kebutuhan. Kita berharap Program BTB
PKH sekarang ini mampu menjadi koreksi terhadap SLT sehingga pertolongan darurat
kepada si miskin semakin mengena pada tujuan yang diharapkan.

Hulme dan Turner (1990) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu
proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya
untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional.
Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Pemberdayaan juga
merupakan suatu proses yang mengangkat hubungan kekuasaan/kekuatan yang berubah
antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial.

Adapun konteks keterberdayaan itu dapat mencakup (1) ?    


 ; masyarakat
miskin didorong, dibimbing dan dibantu kearah perilaku prososial yang normatif. (2)
? 

  
     i; Masyarakat yang merupakan sasaran kebijakan kesempatan
turut berpartisipasi, bukan saja dalam hal mengambil keputusan-keputusan khusus, tetapi juga
dalam hal merumuskan definisi situasi yang merupakan dasar dalam pengambilan keputusan.
Sehingga arah pembangunan menjadi berpihak pada masyarakat khususnya masyarakat
miskin. (3) i 
   i ; pemberdayaan sosial mampu menciptakan suatu kondisi atau

7
keadaan hubungan antara individu/kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama serta diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.(4)
? 


 
      

; melalui pemberdayaan sosial diharapkan
terjadi peningkatan kondisi ekonomi dan peningkatan pendapatan warga, khususnya warga
miskin. (5) ? 

  i
    ! 
i   
 ; lembaga keluarga
miskin adalah juga sasaran pokok dalam pengentasan kemiskinan yang tujuannya untuk
mengembalikan fungsi keluarga yang diharapkan, dimana fungsi ini semakin memudar
seiring dengan ketidakmampuan menampilkan fungsi sosial warga miskin (6) ?   
 
 i    ; dari keseluruhan aspek pemberdayaan dalam rangka pengentasan
kemiskinan, maka perubahan orientasi nilai budaya menjadi muaranya yang tentunya
memerlukan proses yang tidak mudah. Perubahan dari sifat warga miskin seperti, apatis,
malas, masa bodoh, menghalalkan segala cara, menuju pada orientasi nilai budaya yang
prososial menjadi tujuan utama pada pengentasan kemiskinan.

Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang seringkali ditemukan dibeberapa


Negara yang sedang proses berkembang atau bahkan terkadang dapat pula ditemukan di
Negara maju, biasanya permasalahan di Negara maju kemiskinan lebih sering terjadi pada
para imigran.

Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap Negara berkembang. Wacana kemiskinan
dan pemberantasannya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah dan pemimpin
Negara. Peran serta pekerja sosial dalam menangani permasalahan kemiskinan sangat
diperlukan, terlebih dalam memberikan masukkan (input) dan melakukan perencanaan
strategis (strategic planning) tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.

penyebab kemiskinan yang secara tidak langsung menjadi standar global :

1.‘ kemiskinan kebudayaan, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan
pada subyeknya. Misalnya : malas, tidak percaya diri, gengsi, tak memiliki jiwa
wirausaha yang kompatibel, tidak mempunyai kemampuan dan keahlian, dan
sebagainya.
2.‘ kemiskinan structural, hal ini biasanya terjadi karena disebabkan oleh factor eksternal
yang melatarbelakangi kemiskinan. Faktor eksternal itu biasanya disebabkan kinerja

8
3.‘ dari pemerintah diantaranya : pemerintah yang tidak adil, korupsi, paternalistik,
birokrasi yang berbelit, dan sebagainya.

Isbandi Rukminto Adi, Phd menegaskan pula tentang akar kemiskinan berdasarkan level
permasalahan dan membaginya menjadi beberapa dimensi, diantaranya:

1.‘ „  "
 : mentalitas materialistic dan ingin serba cepat ( instan )
2.‘ „  " ## : melemahnya social trust ( kepercayaan social ) dalam suatu
komunitas dan organisasi, dan otomatis hal ini sangat berpengaruh terhadap si subyek
itu sendiri
3.‘ „  "
 : kesenjangan (ketidakadilan) pembangunan daerah yang minus (desa)
dengan daerah yang surplus (kota), strategi pembangunan yang kurang tepat (tidak
sesuai dengan kondisi sosio-demografis) masyarakat Indonesia
4.‘ „  $i i : adanya ketidakseimbangan relasi antara Negara yang sudah
berkembang dengan Negara yang sedang berkembang.

Departemen Sosial sebagai instansi yang membawahi sacara langsung masalah kemiskinan
tidak pernah absent dalam mengkajinya termasuk melaksanakan program-program
kesejahteraan sosial ±yang dikenal dengan PROKESOS- yang dilaksanakan baik secara intra-
departemen maupun antar-departemen bekerjasama dengan departemen-departemen lain
secara lintas sektoral. Dalam garis besar, pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani
kemiskinan sangat dipengaruhi oleh persepektif pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan
sosial dimaksud, bukanlah kegiatan-kegiatan sukarela atau pekerjaan-pekerjaan amal begitu
saja, melainkan merupakan profesi pertolongan kemanusiaan yang memiliki dasar-dasar
keilmuan (body of knowledge), nilai-nilai (body of value) dan keterampilan (body of skills)
professional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi pekerjaan sosial ( S1,
S2,dan S3 ).

 '" ''&# ' $!$ 

Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan kemiskinan


pekerjaan social terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan

9
tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas kehidupan dan status
merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial
senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan
situasi yang dihadapinya. Prinsip in dikenal dengan pendekatan ³person in environment dan
person in situation´.

Seperti yang telah dijelaskan diatas Depsos sebagai suatu instansi memiliki pula beberapa
agenda yang memang merupakan disiapkan untuk menekan angka kemiskinan, diantara
program kerja Depsos yang telah terealisasi yang menurut Edi Suharto, Phd adalah strategi
pendekatan pertama yaitu pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan sumber-sumber
penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin tinggal, baik
dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun masyarakat.
Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh
pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh
Depsos dapat disederhanakan menjadi :

1.‘ pemberian pelayanan dan rehabilitasi social yang diselenggarakan oleh panti-panti
sosial
2.‘ program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial
3.‘ bekerjasama dengan instansi lain dalam melakukan swadaya dan pemberdayaan usaha
miro, dan pendistribusian bantuan kemanusiaan, dan lain-lain

Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial
berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism yang melihat si miskin
secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik. Program anti kemiskinan
dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang
dihadapinya. PROKESOS penanganan kemiskinan dapat dikategorikan ke dalam beberapa
strategi, diantaranya :

1.‘ Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban bencana
alam.
2.‘ Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulant untuk usaha-usaha
ekonomis produktif.

10
3.‘ Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda
mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
4.‘ Strategi ³       i  ´. Strategi yang oleh Caroline Moser
disebut sebagai ³
     

´ ini meliputi program-program yang
dianggap dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu aspek
kunci kemiskinan yang kalau ³disentuh´ akan membawa dampak pada aspek-aspek
lainnya. Misalnya, pemberian kredit, program KUBE (kelompok usaha bersama)

&&"

- Kesimpulan

Penanganan kemiskinan memerlukan keterlibatan semua fihak. Lintas fungsi maupun lintas
sektor. Oleh karena itu, upaya sinergi perlu terus dilakukan agar tidak terjadi saling tumpang
tindih dalam penanganannya. Tentunya langkah awal ke arah itu dapat dilakukan dengan
mendasarkan pada data penyandang miskin yang riil dan valid.

Masalah kebijakan sosial juga merupakan suatu permasalahan yang membutuhkan


penanganan khusus, terpadu dan dilakukan secara kontinu dan konsekuen. Sebagian besar
Negara berkembang selalu memperhatikan aspek kebijakan sosial sebagai program andalan
yang dapat menjadi perencanaan untuk melakukan kesejahteraan sosial.

Dalam hal ini Departemen Sosial telah merintis data penyandang miskin lengkap tercantum
nama dan alamatnya   %   ?, Data ini merupakan hasil olah sahih data SLT
terdahulu. Kita berharap data ini menjadi acuan semua pihak yang berkepentingan dalam
penanganan masalah kemiskinan sehinga penanganannya lebih terpadu, terarah dan mampu
mengurangi jumlah penduduk miskin.

Dengan tersedianya data yang jelas dan akurat diharapkan mampu merangsang keterlibatan
seluruh komponen bangsa untuk terlibat aktif dalam penanganan kemiskinan. Semoga segala

upaya kita menangani kemiskinan semakin hari semakin mampu membawa pada kejayaan
bangsa.

11
- Referensi

http://idorastafara.blogspot.com/2009/11/masalah-sosial-yang-ada-di-masyarakat.html

http://id.shvoong.com/tags/masalah-sosial-dan-upaya-pencegahannya/

http://www.inisiatif.org/index.php?option=com_content&view=article&id=160%3Awacana-
kemiskinan&catid=31%3Apengelolaan-pengetahuan-pengembangan-
sumberdaya&Itemid=78&lang=in

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=216&Itemid=76

    !  "# #$   " ‘

Anda mungkin juga menyukai