Anda di halaman 1dari 3

Guru Jangan “Menggurui”

Oleh: Abdul Halim Rahmat

Menarik ketika membaca artikel Abdurrahman yang berjudul “Membangun Pendidikan


Tanpa Kekerasan” (Banjarmasin Post, 8 Juni 2008). Bahwa kekerasan yang dilakukan di
dalam dunia pendidikan tampaknya akan selalu berulang. Hal itu dikarenakan seluruh
komponen pendidikan (siswa, karyawan sekolah, guru, kepala sekolah) belum banyak
menyadari tentang hakikat pendidikan sebagai sebuah proses.

Memang, pemahaman terhadap “proses” ini kemudian dimaknai berbeda oleh pendidik
(guru). Banyak guru beranggapan bahwa pendidikan adalah proses mentransfer ilmu
pengetahuan kepada siswa agar menjadi anak yang pintar dan terampil. Atau proses
membentuk pribadi siswa agar menjadi anak yang baik. Sehingga pemahaman ini
berimplikasi pada cara mengajar guru yang menggurui, superior dan sentralistik. Pada
akhirnya akan muncul kekerasan dan pemaksaan guru pada peserta didik dengan dalih
agar peserta didik menjadi orang anak yang baik, pintar, ahli dan terampil sesuai
keinginan gurunya.

Pendidikan seperti ini oleh Paulo Freire (tokoh pendidikan pembebasan) disebutnya
dengan pendidikan gaya bank. Dimana para siswa adalah celengannya dan guru adalah
penabungnya. Yang terjadi bukan inter-komunikasi, tapi guru menyampaikan pernyataan-
pernyataan dan mengisi tabungan yang diterima, dihafal dan diulangi oleh siswa. Ruang
gerak yang diberikan kepada siswa hanya terbatas pada menerima, mencatat dan
menyimpan.

Dalam pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan
oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan, kepada mereka yang dianggap
tidak berpengetahuan.

Gambaran pendidikan gaya bank dapat dilihat pada ilustrasi berikut : (1). Guru mengajar,
siswa diajar (2). Guru mengetahui segala sesuatu, siswa tidak tahu apa-apa (3). Guru
berfikir, siswa dipikirkan (4). Guru bercerita, siswa patuh mendengarkan (5). Guru
menentukan peraturan, siswa diatur (6). Guru memilih dan melaksanakan pilihannya,
siswa menyetujui (7). Guru berbuat, siswa membayangkan dirinya berbuat melalui
perbuatan gurunya (8). Guru memilih bahan dan isi pelajaran, siswa (tanpa diminta
pendapatnya) menyesuaikan dengan pelajaran itu (9). Guru mencampur-adukan
kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya untuk menghalangi
kebebasan siswa (10). Guru adalah subyek dalam proses belajar mengajar.

Pemahaman seperti ini harus segera diubah, karena bertentangan dengan hakekat
pendidikan itu sendiri. Galileo menegaskan bahwa sebenarnya seorang pendidik tidak
dapat mengajarkan apapun, ia hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan
dirinya dan mengaktualisasikan dirinya. Setiap pribadi manusia memiliki self-hidden
potential excellece (mutiara talenta yang tersembunyi di dalam diri), tugas pendidikan
yang sejati adalah membantu peserta didik untuk menemukan dan mengembangkannya
seoptimal mungkin. Karena itu, seorang guru hendaknya mampu membangun suasana
belajar yang kondusif untuk belajar-mandiri (self-directed learning). Ia juga hendaknya
mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri.

Daur Mengetahui
Salah satu proses belajar yang bagus untuk dikembangkan adalah dengan “daur
mengetahui”. Daur mengetahui mempunyai tahapan terpisah yang saling berhubungan
satu dengan lainnya. Dengan mengamati tahapan tersebut kita akan dapat memahami
lebih baik tentang apa yang terjadi jika mencoba mengajar dan belajar. Saat pertama dari
daur adalah produksi (memproduksi pengetahuan/membangun pengetahuan baru).
Kemudian saat yang kedua adalah ketika menghasilkan pengetahuan (mengetahui yang
sudah ada). Yang terjadi biasanya adalah mendikotomisasikan (menjadikan keduanya
terpisah). Pengetahuan dilahirkan di suatu tempat yang jauh dari siswa dan diminta untuk
dihafalkan oleh sang guru. Sebagai akibatnya, kita telah mereduksi makna “mengetahui”
menjadi sekedar “memindahkan” pengetahuan yang sudah ada. Guru pun berubah status
menjadi pemindah ilmu saja.

Untuk menghilangkan dikotomi itu, maka guru harus memposisikan dirinya sebagai
pembelajar seperti siswa. Guru tidak menyodorkan pengetahuan yang sudah “masak”
kepada siswa. Tetapi memulai belajar dengan pertanyaan apa, kenapa, dan bagaimana.
Guru dan siswa bersama-sama mencari jawabannya. Guru tidak melakukan sesuatu
kepada siswa, tetapi melakukan sesuatu bersama siswa. Walaupun sang guru sebenarnya
sudah mengetahui atau bahkan ia adalah ahlinya, tetapi dalam proses pembelajaran ini
yang dipentingkan adalah “proses mengetahui”-nya itu. Dalam situasi ini tidak ada yang
lebih pintar, tidak ada yang menguasai, dan tidak ada yang lebih ahli, sehingga nantinya
pengetahuan akan muncul dari kelas itu sendiri, bukan diambil jauh dari pengarang buku.

Guru hanya mengambil tema yang akan dipelajari, akan lebih baik jika tema yang
diambil adalah kejadian riil yang terjadi di masyarakat kemudian membahasnya dalam
ruang kelas. Mengambil Tema riil kejadian disekitar siswa (model hadap masalah) akan
menjadikan siswa lebih dewasa dalam berfikir. Dan secara tidak langsung menjadikan
mereka siap untuk hidup di masyarakat menghadapi segala permasalahan dalam
kehidupan.

Lebih jauh, apabila guru dan siswa mampu menggunakan kelas untuk mendaur ulang
ilmu pengetahuan seperti ini, maka mereka juga akan menyadari kemampuannya untuk
menata ulang masyarakat. Dan dipastikan akan muncul generasi bangsa yang kritis,
kreatif, berani dan cerdas. Bukankah generasi seperti ini yang diharapkan oleh bangsa
Indonesia ke depan.

Guru yang baik adalah guru yang tidak menggurui, tetapi menjadi guru pembelajar sama
seperti siswanya. Paulo Freire berkata; Guru bukan “puncak” perkembangan yang harus
dicapai siswa. Siswa bukan armada yang mencoba menggapai guru yang telah berhasil
mencapai dan menunggu di pantai. Guru juga perahu itu sendiri.
*Penulis adalah Guru SLB-C Negeri Pembina Prop. Kalsel
e-mail: ahalimrahmat@yahoo.com

IDENTITAS

Nama : Abdul Halim Rahmat


No. KTP : 16.0105.170876.0006
Alamat : Jl. Irigasi Kayu Bawang RT.04 No. 50 Kec. Gambut Kab. Banjar 70652
E-Mail : ahalimrahmat@yahoo.com
Handphone : 0511-7754484
No.rekening : BNI Banjarmasin 0161042254 a.n. Abdul Halim Rahmat

Anda mungkin juga menyukai