Anda di halaman 1dari 1

Pornografi Merusak Otak Anak

Pornografi menjadi keprihatinan para orangtua. Betapa tidak? Kecanggihan teknologi seperti internet,
bahkan telepon seluler berperangkat multimedia, membuat pornografi dengan mudah berada dalam
genggaman tangan dan masuk ruang pribadi anak. Keprihatinan tersebut tidak berlebihan mengingat
pornografi menimbulkan kerusakan. Sejauh mana pornografi mengganggu otak anak? Kepala
Subbidang Pemeliharaan dan Peningkatan Kemampuan Intelegensia Anak Kementerian Kesehatan
yang juga meneliti tentang itu, Gunawan Bambang, mencatat, ada dua sistem dalam otak manusia,
yakni responder (pada sistem limbik) dan director (bagian otak depan atau prefrontal
cortex/PFC).Sistem direktori (director) terkait dengan kemampuan berpikir rasional. PFC, antara lain,
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menentukan prioritas, menimbang risiko,
kemampuan penilaian, dan analisis. Namun, PFC belum sepenuhnya berkembang pada masa
remaja. Bagian itu baru sepenuhnya berkembang saat seseorang mencapai usia 24-25
tahun.Sementara sistem limbik yang berada di perbatasan dengan struktur di sekeliling regio basal
serebrum bertanggung jawab, antara lain, mengatur perilaku, hasrat, emosi, memori, motivasi, dan
homeostasis.Sistem responder antara lain mengajak seseorang untuk senang, memuaskan diri, dan
merasakan kenikmatan. ”Bagi anak, stimulasi sangat mudah karena anak dominan belajar dengan
melihat ketimbang rangsang berpikir. Itu pula yang membuat anak sulit membedakan antara fakta
dan fantasi serta tindakan yang boleh dan tidak boleh,” ujar Gunawan, akhir pekan lalu.Saat seorang
anak menyaksikan materi pornografi, sistem responder lebih banyak berperan dan jauh lebih besar
peluang berkembangnya. Hal itu karena pornografi lebih ke arah kesenangan, sedangkan otak depan
masih kurang berkembang. Dalam pembuatan keputusan pada otak anak terkait pornografi bisa
diibaratkan pertarungan antara sistem responder dan direktori yang belum komplet
berkembang.Dalam sebuah seminar internasional dan pelatihan bertajuk ”Penanggulangan Adiksi
Pornografi; Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Memelihara Kesehatan Otak dari Bahaya
Pornografi”, pakar adiksi pornografi dari Amerika, Mark Kastleman, mengungkapkan, stimulasi oleh
pornografi merangsang pelepasan hormon dopamin dan endorfin. Jumlah reseptor di dalam otak juga
terus bertambah yang dapat menggiring seseorang menjadi kecanduan. Kedua bahan kimia otak itu
menimbulkan perasaan senang dan lebih baik melalui repetisi dan stimulasi neurotransmiter. Jika
paparan pornografi diteruskan, otak akan membutuhkan dopamin semakin besar guna
mempertahankan kadar rasa senang yang sama. ”Sama saja dengan adiksi lain, seperti alkohol dan
heroin. Mereka menjadi mengidamkan kembali perasaan itu. Keadaan normal (tanpa pornografi)
membuat mereka ’sakau’ dan depresi. Biasanya mereka merasa malu dan bersalah sehingga ingin
berhenti tetapi tidak bisa,” ujarnya. Dopamin dan endorfin akan sangat bermanfaat untuk membuat
orang sehat dan menjalankan hidup dengan lebih baik saat normal. Namun, terkait pornografi, otak
mengalami rangsangan berlebihan. Otak tak bekerja dengan normal dan tidak dapat merespons lagi,
akibatnya otak mengecil. Pada anak dan remaja yang bagian otak logikanya belum berkembang,
pornografi akan sangat berpengaruh dan rentan menyebabkan adiksi (kecanduan) serta merusak
tumbuh kembang otak anak.
Tanda tanda
Dalam sebuah seminar yang sama, Randall F Hyde PhD dari Department of Clinical Psychology,
Brigham Young University, Amerika, mengatakan, terdapat perubahan-perubahan pada anak yang
mengalami masalah dengan pornografi. Tanda-tanda adanya pornografi dalam kehidupan anak
antara lain anak menjadi depresi, mudah tersinggung, menarik diri, dalam berbahasa menjadi lebih
mengarah pada seks, dan mengisolasi diri. Randall mengatakan, dapat dikatakan seseorang
kecanduan jika seks atau pornografi menjadi faktor menentukan untuk membentuk hidup seseorang.
Adiksi terjadi jika kebutuhan itu harus dipenuhi secara reguler dan pengurangan tak lagi dapat
ditoleransi. Orang adiksi tak dapat merasakan kesenangan normal dan harus mendapatkan ”candu”-
nya agar dapat senang kembali. ”Saat itu, seseorang ingin berhenti, tetapi tidak bisa,” ujarnya.
Namun, menurut Randall, kecanduan pornografi dan keseimbangan fungsi otak dapat dipulihkan
melalui berbagai terapi dan biasanya tidak dibutuhkan obat-obatan. ”Berbeda dengan kecanduan
narkotika yang bersifat toksik sehingga racun harus dikeluarkan dari tubuh,” ujarnya. Mark
berpendapat senada, pada dasarnya otak dapat dibentuk dan berubah (neuro-plastic). Orang yang
sudah kecanduan pornografi biasanya merasa cuma ada dua pilihan, yakni melawan keinginan itu
atau menyerah pada pornografi. Kedua cara itu tidak efektif dan membuat mereka justru semakin
terjebak. Adiksi merupakan gejala permukaan. Harus dipelajari pemicu yang berasal dari lingkungan
dan emosi. Setelah pemicu tersebut diketahui dan dapat dikontrol, orang itu dapat mulai menggali
permasalahan yang lebih dalam, seperti citra diri, perawatan diri, masalah relasi, dan memotivasi
kerja sistem responder otak antara lain dengan mencari aktivitas pengganti lebih baik guna
mengalihkan diri dari godaan. Guna menangkal pornografi, pendidikan dan pola asuh juga sangat
berpengaruh untuk melatih sistem direktori anak agar memahami kesehatan seksual, batasan-
batasan, akuntabilitas, dan keamanan. Di sisi lain, kebutuhan sistem responder juga perlu dipenuhi
agar anak tidak mendapatkannya dari tempat lain, termasuk pornografi. Kebutuhan ini dapat dipenuhi,
antara lain, dengan koneksi dan relasi yang baik antara individu dan orang lain sekitarnya. Perlu juga
disediakan outlet kesenangan yang positif, pengalaman yang kaya, dan yang menyenangkan bagi
anak.

Anda mungkin juga menyukai