Seorang laki-laki, usia 86 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas. 3 hari sebelumnya, ia
menderita batuk disertai demam. Memiliki riwayat diabetes mellitus dan gagal ginjal dan
sudah menjalani hemodialisa 2 kali seminggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 100x/menit, saturasi
O2 dengan nasal cannule 2L/menit ialah 76%.
Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu foto thorax hasilnya terdapat edema paru dan
pneumonia lobaris. Hasil pemeriksaan laboratorium ialah leukosit 21000 mm3, laktat 8
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan
ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi)
Respons tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 hal atau lebih keadaan berikut:
Sepsis berat = Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan kesadaran
Renjatan septik = Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ
Penatalaksanaan
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi
Terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid)
Vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan
saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70%
dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk
mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20
μg/kg/menit).
Terapi antibiotik IV dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah
kultur diambil.
Terapi inisial satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri
atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang
dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan,
terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan
endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti
bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, lakukan ventilasi mekanik.
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%, ringer
laktat, asering) maupun koloid.
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb
rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L
dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki
dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin
dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi
kontinu.
f. Nutrisi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada
sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses
fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan
organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan
mortalitas.
i. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50
mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid
sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.