Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem merupakan salah satu atau serangkaian komunitas beserta lingkungan fisik
dan kimianya yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi
(Nybakken,1988).Lingkungan pantai dan laut yang biasanya dikatakan sebagai lingkungan
akuatik marine juga mempunyai komponen abiotic serta biotik seperti pada halnya kondisi
lingkungan terestrial pada umumnya. Komponen biotik yang umumnya mempunyai alur
rantai makanan/jaring makanan atau bahkan bisa berupa suatu siklus rantai makanan, factor
biotik merupakan factor yang hidup yang  terdiri dari organisme hidup dari mulai bakteri laut,
plankton, golongan invertebrate seperti cacing laut, bangsa kerang – kerangan dan siput laut,
beragam ganggang laut/rumput laut, berbagai jenis ikan (nekton), sampai kepada burung –
burung laut, dan hewan – hewan besar seperti mamalia laut.

Untuk menyelenggarakan proses kehidupan yang selaras, maka kedua factor tersebut
secara kualitatif maupun kuantitatif harus dalam keadaan seimbang. Keadaan ideal yang
seimbang yang demikian ini disebut sebagai lingkungan perairan dalam keadaan
keseimbangan ekosistem, dalam peranannya sendiri organisme di lautan dapat mempunyai
peran serta manfaat dalam siklus kehidupannya.

Begitu banyak organisme yang menghuni di lautan, berbagai macam pula karakter
setiap organisme ini tetapi pada dasarnya organisme tersebut masing – masing mempunyai
kelebihan atau pun kekurangan dalam lingkungan laut ini, berbagai manfaat masih belum
tergali sepenuhnya oleh manusia lingkungan laut masih dijadikan sebagai misteri dalam
kehidupan manusia dan kita sebagai manusia wajib mencari tahu serta mengeksplor hasil laut
kita dengan memperhatikan berbagai macam aspek kehidupan di dalam sana jangan sampai
kita merusak ekosistem di laut kita ini. Oleh karena itu kami mencoba membahas komunis
yang ada di laut,salah satunya nekton secara umum di perairan laut.

1
1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik mengenai
organisme perairan laut dalam, sebagai penunjang kegiatan mata kuliah Biologi Laut serta
untuk memberikan pengetahuan secara khusus tentang berbagai organisme yang ada di
perairan laut dalam.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan informasi tentang berbagai
macam organisme yang ada di perairan laut dalam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Organisme Perairan Laut Dalam

Organisme laut dalam umumnya berwarna monokrom atau bahkan albino, karena
pigmen mereka tidak tersentuh sinar matahari. Sinar matahari tidak mampu menembus
lapisan laut sampai kedalaman 650 m. Dengan absennya sinar matahari, maka daur ekologi
tidak lagi berlaku dengan absennya produsen. Hewan laut dalam hanya mengandalkan
"remah-remah" dari lapisan di atasnya yang jatuh ke dasar. Karena minimnya cahaya dan
stok makanan, maka organisme laut dalam mengembangkan evolusi mereka sebagai predator
pasif. Mereka hanya menunggu dengan diam dan lama untuk menangkap mangsa. Jumlah
populasi juga tidak banyak karena akan makin memperketat kompetisi memperoleh makanan.
Kondisi itu juga menyebabkan mereka mengembangkan kemampuan hermafrodit untuk
berkembang biak. Hermafrodit yaitu organisme yang memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan
dan betina.

Bentuk adaptasi fisiologis lain adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas
untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas.
Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan
terpakai dengan stok makanan yang didapat. Secara morfologis, senjata pembunuh seperti
rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri
umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka
harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Praktek kanibalisme
juga sering terjadi di beberapa spesies.

Bentuk spesies non ikan seperti moluska dan sebangsanya akan adaptif untuk
memakan mikroorganisme yang ada. Mereka sulit bersaing dengan ikan yang ganas. Untuk
senjata mempertahankan diri, mereka biasanya mampu berkamuflase dengan kondisi
sekitar.Satu persamaan dari mereka adalah, evolusi morfologis mengubah bentuk mereka
menjadi kecil. Jarang ada organisme yang berdimensi panjang lebih dari 25 cm. Beberapa
organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk
menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak

3
kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap. Beberapa contoh organisme- organism
perairan laut dalam antara lain:

2.1.1 Bentos

Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil,
merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur, batuan, patahan karang
atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola
penyebaran dan morfologi fungsional serta tingkah laku hewan bentik. Hal tersebut berkaitan
dengan karakteristik serta jenis makanan bentos.

Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda,


Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Klasifikasi benthos menurut
ukurannya : Makrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih besar dari 1 mm
(0.04 inch), contohnya cacing, pelecypod, anthozoa, echinodermata, sponge, ascidian, and
crustacea. Meiobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran antara 0.1 - 1 mm,
contohnya polychaete, pelecypoda, copepoda, ostracoda, cumaceans, nematoda, turbellaria,
dan foraminifera. Mikrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih kecil dari
0.1 mm, contohnya bacteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata.

Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di


dasar perairan. Montagna et all. (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan,
makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan
siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.

4
Contoh- contoh bentos pada perairan dalam

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya
adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun
faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO),
kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N),
kedalaman air, dan substrat dasar (Allard and Moreau, 1987); APHA, 1992). Hewan ini
memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan
mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind, 1985).
Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan
bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik
yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi
nutrien bagi produsen perairan.
Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling
kompleks dan paling dinamis di dunia. Interaksi antara faktor fisik, kimia dan biologi yang
terjadi di lautan berlangsung sangat cepat dan terus menerus sehingga amat menentukan
kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan tersebut. Organisme yang ada harus
mampu beradaptasi, baik secara morfologis maupun fisiologis untuk dapat bertahan hidup.

5
Selain menjadi habitat bagi organisme, laut juga menjadi sumber bahan pangan,
media transportasi, sumber bahan tambang, sumber energi, sumber mineral dan obat-obatan
yang sangat penting. Adanya gangguan terhadap lautan dan ekosistemnya baik secara
langsung ataupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia

Salah satu kelompok organisme penyusun ekosistem laut adalah bentos. Kelompok ini
umumnya hidup di dasar perairan dengan melekatkan diri pada substrat atau membenamkan
diri di dalam sedimen. Di perairan sekitar pantai terutama daerah pelabuhan, banyak
ditemukan makrozoobentos yang hidup melekat pada tiang dermaga, talut penahan abrasi dan
bangunan pemecah ombak. Seringkali, makrozoobentos terutama dari kelompok Bivalvia
hidup menempel (biofouling) pada lunas-lunas kapal.

Menurut Brady et. al (2006), berbagai jenis tiram, bernakel dan algae yang menempel
pada lunas dan baling-baling kapal akan mengurangi kemampuan manuver kapal dan
memperlambat laju/kecepatan kapal sehingga meningkatkan konsumsi bahan bakar. Hal ini
sangat merugikan pemilik kapal, terutama kapal-kapal berukuran besar seperti kapal kargo
dan tanker yang menghabiskan waktu berbulan-bulan berlayar di laut lepas. Selain itu,
biofouling juga dapat mempercepat terjadinya korosi pada lunas kapal yang dapat
meningkatkan resiko kebocoran dan mengurangi usia pakai kapal.

Untuk mencegah terjadinya biofouling, sejak akhir tahun 1960-an telah digunakan cat
kapal yang diberi senyawa antifouling khusus yang dikenal dengan nama Tributyl Tin (TBT).
Senyawa ini sangat efektif membunuh larva maupun hewan penempel dewasa (Dobson dan
Cabridenc, 1990). Penggunaan TBT ini ternyata menimbulkan dampak negatif bagi
ekosistem laut (Walmsley, 2006; Langston, 2006).

Dalam waktu yang tidak lama setelah dimulainya penggunaan TBT sebagai senyawa
antifouling, Blaber (1970) dalam Brady et. al., (2006), melaporkan bahwa populasi keong
Nucella lapillus atau “dogwhelk” di sepanjang pantai Inggris (UK) mengalami kelainan, di
mana pada hewan betina terbentuk semacam organ penis dan vas deferens. Beberapa tahun
kemudian diketahui bahwa kelainan pada keong tersebut diakibatkan oleh TBT dan dikenal
sebagai Imposex. Hewan betina dan jantan yang mengalami Imposex tidak dapat
bereproduksi sehingga populasi jenis keong ini di pantai-pantai Inggris menurun secara
drastis.

6
TBT tergolong senyawa yang sangat beracun dan secara alami sangat sulit diuraikan
(resisten). Dengan demikian, kemungkinan terpaparnya organisme laut yang habitatnya
terkontaminasi oleh TBT akan semakin besar. Bioakumulasi TBT dapat ditemukan di seluruh
jaringan tubuh, organ dan sistem organ dari makrozoobentos yang hidup di laut. Namun, efek
bioakumulasi TBT yang paling berbahaya adalah kegagalan pada sistem reproduksi karena
akan mengakibatkan penurunan populasi yang diikuti kepunahan spesies dan berujung pada
gangguan ekosistem secara keseluruhan.

Gangguan pada sistem reproduksi seperti terjadinya imposex akibat bioakumulasi


TBT telah banyak diketahui sehingga menjadi salah satu indikator utama tercemarnya suatu
perairan oleh senyawa organotin. Namun mekanisme fisiologi yang terjadi khususnya pada
sistem reproduksi, sebagian masih menjadi misteri. Berdasarkan hal tersebut, maka kami
mencoba untuk mengkaji efek bioakumulasi TBT terhadap makrozoobentos khususnya
mekanisme fisiologi sistem reproduksi dari Gastropoda.

Bentos merupakan salah satu kelompok organisme yang berperan penting dalam
ekosistem laut. Berbagai jenis hewan (zoobentos) dan tumbuhan (fitobentos) yang hidup di
dasar perairan tergolong dalam kelompok organisme ini. Berdasarkan ukurannya, bentos
dibagi menjadi 3 (Mare, 1942; Coull dan Wales 1983 dalam Knox, 2001), yaitu :
mikrobentos (< 500 µm), meiobentos (500-1000 µm) dan makrobentos (>1000 µm). Dengan
demikian, tumbuhan yang berukuran besar dan hidup di dasar perairan disebut
makrofitobentos dan hewan berukuran besar yang hidup di dasar perairan di sebut
makrozoobentos (Knox, 2001).

Selain berdasarkan ukurannya, pengelompokan organisme bentos juga dilakukan


berdasarkan tempat hidupnya atau kemampuan untuk berpindah tempat. Berdasarkan tempat
hidupnya, bentos dibagi menjadi 2, yaitu : jenis bentos yang hidup di permukaan dasar
perairan (epifauna) dan jenis organisme yang hidup dengan mengubur diri di dalam sedimen
atau membuat liang di dasar perairan (infauna). Sedangkan berdasarkan kemampuan untuk
berpindah tempat, hewan bentos dibagi menjadi 2, yaitu : hewan yang melekat pada substrat
(sesil) dan hewan yang aktif berpindah tempat (motil) (Knox, 2001).

7
2.1.2 Ikan

Ikan Demersal adalah ikan yang umumnya hidup di daerah dekat dasar perairan, ikan
demersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter). Sumberdaya ikan demersal
terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu Ikan Demersal Besar seperti kelompok kerapu
(Grouper) dan kakap (Snaper). Ikan demersal ekonomis penting yang paling umum antara
lain adalah kakap merah, bawal putih, manyung, kuniran, gulamah, layur dan peperek.
Secara ekologis udang merupakan sumber daya demersal. Karena posisinya sebagai
komoditas ekspor perikanan yang penting upaya pengkajian stoknya biasanya dilakukan
secara terpisah.

Yang perlu diketahui dari ikan demersal:

• Ikan Demersal hidup pada atau dekat bagian bawah laut atau danau. Mereka
menempati lantai laut dan danau tempat tidur, yang biasanya terdiri dari lumpur,
pasir, kerikil atau batuan.

• Ikan Demersal adalah ikan yang mencari makanan di dasar laut. Potongan ikan
demersal , mengandung sedikit minyak ikan (1% - 4%), sedangkan ikan pelagis dapat
berisi hingga 30%

• Kebanyakan ikan demersal memiliki ciri perut yang datar sehingga lebih mudah bagi
tubuh mereka untuk beristirahat pada substrat.

• Ikan demersial dengan mulut menunjuk ke atas, seperti stargazers, cenderung untuk
memakan mangsa yang berenang.

• Ikan demersal dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

8
1. Ikan benthik

Ikan bentik kadang-kadang disebut groundfish, massa jenis ikan benthik lebih besar dari
pada air, sehingga mereka bisa beristirahat di dasar laut. Mereka meliputi diri mereka
dengan pasir atau kamuflasering, atau berpindah-pindah secara aktif dalam mencari
makanan dan mengecoh predator pemangsa. Ikan bentik yang dapat membenamkan diri
termasuk flatfish dan ikan pari.

Flatfish merupakan ikan yang bersinar dan bersirip. Contoh ikan bentik yang berbaring
di dasar laut adalah flounder, sole dan turbot. Ikan ini memiliki dua mata pada satu sisi
kepala. Ketika telur ikan menetas, kedua belah mata ikan terletak pada setiap sisi kepalanya.
Tapi selama ikan tumbuh dari tahap larva, satu mata akan berpindah ke sisi lain dari tubuh
mereka sebagai proses metamorfosis. Ikan flatfish merubah kebiasaannya dan
mengklamufasekan dirinya dengan cara berbaring di dasar laut dengan kedua mata yang
menghadap ke atas. Perpindahan mata tergantung dari spesies ikan tersebut, ada yang
berpindah ke sisi kiri, ada juga yang berpindah ke sisi kanan.

flatfish (ikan gepeng)

2. Ikan bentopelagis

Ikan bentopelagis memiliki daya apung netral, sehingga mereka bisa mengapung di
kedalaman air dengan mudah. Sedangkan ikan bentik, dengan daya apung negatif yang
membuat mereka dapat berbaring di dasar laut. Sebagian besar ikan demersal adalah jenis
bentopelagis. Ikan bentopelagis mendiami air tepat di atas bagian bawah, memakan benthos
dan zooplankton. Ikan bentopelagis dapat dibagi menjadi tipe tubuh lembek atau kuat.

Ikan bentopelagis lembek seperti ikan bathypelagic, mereka memiliki massa tubuh
yang ringan dan tingkat metabolisme yang rendah, pengeluaran energi minimal mereka

9
berbaring dan menunggu untuk menyergap mangsa Contoh dari ikan lembek adalah cusk-eels
Acanthonus armatus, predator dengan kepala besar dan tubuh yang 90% air. Ikan ini
memiliki telinga terbesar (otoliths) dan otak terkecil jika dibandingkan dengan ukuran
tubuhnya. Ikan deepwater bentopelagis sangat kuat, perenang yang baik dan aktif mencari
mangsa. Mereka sering tinggal di sekitar seamounts (gunung bawah laut), yang memiliki arus
kuat.

Gambar ikan Acanthonus armatus

Jenis- jenis ikan demersal yang sering ditangkap

Berbagai jenis ikan demersal biasanya ditangkap dengan alat tangkap yang
dioperasikan di dasar perairan seperti ; trawl, rawai dasar, jaring insang dasar, jarring
klitik/trammel dan bubu. Pengelompokkan jenis ikan sebenarnya lebih bersifat subyektif
karena pemisahan jenis secara tajam sangat sulit dilakukan. Sebagai patokan umum yang
lebih bersifat implikatif tentang kelompok ikan bisa dilihat dari alat tangkapnya.

Contoh- contoh ikan demersal

Contoh ikan kerapu dan ikan kakap merah

10
2.2 Cara- cara adaptasi organisme laut dalam

Salah satu cara adaptasi yang akan sedikit kita bahas dalam makalah ini adalah
Bioluminescence. Bioluminescence adalah kemampuan suatu organisme untuk mengeluarkan
cahaya dari dalam tubuhnya.

Cara Kerja Bioluminescence

Binatang yang menggunakan indra penglihatan untuk bernavigasi pada umumnya


mengalami kesulitan mendapatkan sekitar tanpa cahaya. Beberapa, seperti burung hantu,
mempunyai mata yang sangat besar yang mereka gunakan untuk mengumpulkan banyak
cahaya. Mereka juga menggunakan indra lain untuk mengumpulkan informasi tentang
lingkungan mereka. Manusia, di sisi lain, telah menempatkan banyak upaya untuk
menciptakan portabel, sering kali sumber cahaya buatan, dari obor ke bola lampu dan LED.
Beberapa bentuk kehidupan bioluminescent memiliki pendekatan yang sama sekali berbeda –
mereka menghasilkan cahaya mereka sendiri dan membawanya di dalam tubuh mereka.
Banyak binatang menggunakan cahaya mereka menghasilkan cara yang sama orang-orang
menggunakan senter atau sorot. Tetapi binatang menghasilkan cahaya yang sangat berbeda
dari cara bola lampu lakukan. Bola lampu tradisional menciptakan cahaya melalui lampu
pijar. Sebuah filamen dalam bola lampu menjadi sangat panas dan memancarkan cahaya.

Proses ini tidak terlalu efisien, karena menghasilkan panas yang cukup untuk
menciptakan cahaya limbah sejumlah besar energi. Glowing hewan, di sisi lain, biasanya
membuat cahaya melalui pendaran. Dalam aneka satwa yang bercahaya, senyawa kimia
campuran bersama-sama untuk menghasilkan cahaya. Ini sangat mirip dengan cara zat-zat di
dalam cahaya tongkat menggabungkan untuk membuat cahaya. Luminescence jauh lebih
efisien daripada lampu pijar. Ini tidak memerlukan atau menghasilkan banyak panas, jadi
kadang-kadang dikenal sebagai cahaya dingin. Ilmuwan memiliki gagasan dasar tentang
perbedaan antara lampu pijar dan pendaran sejauh 2.500 tahun yang lalu.

Tahun 1600-an, para peneliti mulai menemukan persis bagaimana binatang membuat
cahaya mereka sendiri. Tapi karena binatang yang berbeda menggunakan zat yang berbeda,
para ilmuwan masih belum tahu persis bagaimana setiap spesies membuat bioluminescent

11
cahaya. Dalam beberapa kasus, para peneliti belum tahu mengapa binatang membuat cahaya
atau bagaimana kontrol yang on-off switch. Bioluminescence juga dapat sulit untuk belajar,
karena banyak binatang knalpot luminescent kemampuan mereka ketika ditangkap. Dalam
kasus lain, proses menangkap menghancurkan organ penghasil cahaya.

Mengapa Hewan Dapat Membuat Cahaya?

Para ilmuwan tidak tahu mengapa semua bentuk kehidupan bioluminescent cahaya.
Sebagai contoh, beberapa jenis cacing tanah menciptakan luminescent sekresi yang tidak
memiliki tujuan yang jelas. Alasan untuk beberapa jamur ‘cahaya juga tidak jelas, walaupun
beberapa ilmuwan berteori bahwa menarik serangga yang menyebarkan jamur’ spora.
Beberapa hewan menyala ketika binatang terdekat mulai bersinar, dan tidak selalu ada alasan
yang jelas perilaku ini.

Ketidakpastian ini ada di laut maupun di darat. Beberapa spesies bersel tunggal yang
disebut plankton dinoflagellates cahaya ketika terganggu. Pasang, badai, kolam kehidupan
laut dan kapal-kapal yang lewat dapat menyebabkan sejumlah besar plankton ini untuk
menghasilkan cahaya secara bersamaan. Dinoflagellates bertanggung jawab atas fenomena
yang dikenal sebagai susu laut, yang menyebabkan laut bercahaya.

Dalam beberapa kasus, ini begitu terang cahaya itu mengganggu navigasi laut. Alarm
pencuri-teori ini adalah penjelasan yang mungkin untuk bagaimana respons terhadap
gangguan ini membantu plankton bertahan hidup. Jika ikan kecil mulai memakan plankton,
plankton terganggu memancarkan kilatan cahaya. Cahaya menarik ikan yang lebih besar,
yang mungkin menjadi pemangsa ikan yang lebih kecil. Dengan kata lain, cahaya lampu kilat
adalah alarm yang memperingatkan dekat hewan besar dari kehadiran binatang-binatang
kecil. Namun, sistem ini tampaknya tidak menjadi seperti sangat mudah karena sebagian
yang lebih baik dipahami kegunaan bioluminescence.

Berikut ini merupakan ikhtisar dari beberapa kegunaan utama bioluminescence di


darat dan di laut:

 Komunikasi: Kunang-kunang flash pada satu sama lain dalam suatu spesies-pola
spesifik, sering kali untuk menemukan pasangan.

12
 Locating makanan: Dalam senja kedalaman laut, beberapa spesies ikan menggunakan
cahaya seperti lampu sorot untuk mencari mangsa.
 Menarik mangsa: Beberapa spesies, seperti ikan pemancing, gunakan luminescent
daya tarik untuk menarik ikan lainnya.
 Kamuflase: Pada bagian yang lebih gelap lautan, sulit untuk melihat apa pun di bawah
Anda, tapi mudah untuk melihat siluet apa yang di atas Anda. Untuk alasan ini,
beberapa spesies menghasilkan titik cahaya undersides mereka, yang kabur garis
besar mereka dan memungkinkan mereka untuk berbaur dengan cahaya dari atas. Hal
ini juga dikenal sebagai kontra-penerangan.
 Mimikri: Cookie-cutter hiu memiliki satu patch gelap pada bagian bawahnya, yang
menyerupai ikan yang lebih kecil bila dilihat dari bawah. Ketika pendekatan
pemangsa besar, hiu dapat mengambil gigitan besar dan kemudian melarikan diri. Hal
ini memungkinkan cetakan kue hiu memangsa binatang yang jauh lebih besar dan
lebih kuat daripada ini adalah:
 Self-pertahanan: Ketika terancam, beberapa hewan mengeluarkan awan
bioluminescent cairan, mirip dengan cara cumi-cumi membela diri dengan awan tinta.
Lain menggunakan flash cerah untuk buta predator.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Organisme laut dalam umumnya berwarna monokrom atau bahkan albino, karena
pigmen mereka tidak tersentuh sinar matahari. Sinar matahari tidak mampu menembus
lapisan laut sampai kedalaman 650 m. Dengan absennya sinar matahari, maka daur ekologi
tidak lagi berlaku dengan absennya produsen. Hewan laut dalam hanya mengandalkan
"remah-remah" dari lapisan di atasnya yang jatuh ke dasar.

Karena minimnya cahaya dan stok makanan, maka organisme laut dalam
mengembangkan evolusi mereka sebagai predator pasif. Bentuk adaptasi fisiologis lain adalah
organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari
makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan
seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat. Secara morfologis,
senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada
organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan
gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam.
Praktek kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.

Jenis- jenis organisme yang hidup pada perairan demersal seperti bentos dan ikan-
ikan demersal. Contoh bentos antara lain: Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta,
Mollusca, Nematoda dan Annelida. Sedangkan ikan- ikan yang terdapat di perairan dalam
seperti ikan kerapu, ikan kakap, dan ikan flatfish. Ikan demersal juga memiliki nilai
ekonomis yang tinggi seperti ikan kerapu dan ikan kakap.

14
BAB IV

Daftar acuan

http://seputarberita.blogspot.com/2008/07/adaptasi-organisme-laut-dalam.html

http://a-jelajahnews.blogspot.com/2011/01/fakta-fakta-tentang-keunikan-ikan-yang.html

http://pakar-lampung.blogspot.com/2010/09/potensi-sumber-daya-kelautan-lampung.html

http://htmlhelp.com/~liam/Hawaii/Maui/MauiOceanCenter/

   

15

Anda mungkin juga menyukai