Anda di halaman 1dari 9

COOPERATIVE LEARNING;

Pendidikan Berbasis Kebersamaan


A. Pendahuluan.

Akhir-akhir ini kita sering melihat pristiwa-peristiwa yang menyedihkan akibat terkikisnya
rasa humanisme. Diantara kita sangat mudah terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan baik
yang dilakukan oleh secara perorangan maupun secara berkelompok bahkan secara massif. Sebut
saja misalnya penyerangan salah satu kelompok keagamaan terhadap kelompok yang lain, tawuran
antar mahasiswa, dan kekerasan di kampus IPDN yang masih terbayang di mata kita. Selain
senang menggunakan kekerasan, saat ini kita juga sudah terbiasa menyaksikan peristiwa acuh tak
acuh dan tidak peduli terhadap orang lain.

Tindakan kekerasan dan tradisi tidak mempedulikan orang lain merupakan cermin dari
sikap arogansi, merasa paling benar, dan ketidakmampuan kita mensinergikan berbagai perbedaan
yang ada disekitar kita. Ketidakmampuan tersebut, salah satunya, disebabkan oleh model
pendidikan kita yang kurang memberikan ruang bagai anak didik untuk saling menghargai dan
saling bekerjasama. Sekolah sebagai salah satu bagian dari pendidikan dengan tenpa sadar telah
dirancang sebagai lapangan pacuan kuda. Di sana anak didik dipacu untuk mengetahui lebih
banyak. Meraka tidak dirangsang untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, melainkan untuk
mengalahkan orang lain. Kemajuan belajar diukur dengan capaian angka-angka, bukan dengan
perubahan-perubahan mendasar pada cara berpikir, struktur emosi, dan pola sikap (Mata,2005).

Situasi sekolah seperti di atas, akhirnya memicu kompetisi dan persaingan di dalam kelas.
Secara positif, model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang justru bisa memacu siswa
untuk meningkatkan kegiatan belajar mereka. Namun sebaliknya, model kompetisi juga
mempunyai dampak-dampak negatif yang perlu diwaspadai. Model pembelajaran kompetisi
menciptakan suasana permusuhian di kelas. Untuk bisa berhasil dalam sistem ini, seorang anak
harus mengalahkan teman-teman sekelasnya. Sikap "agar aku bisa menang, orang lain harus
kalah," erat hubungannya dengan prinsip "tujuan mengholalkan segala cara". Seseorang yang
begitu berambisius untuk menang, tetapi merasa tidak bisa mengalahkan pesaingnya bisa tergoda
untuk menjatuhkan pesaingnya dengan cara apa pun. Terlalu banyak contoh dalam kehidupan
sehari-hari yang mencerminkan caracara keji don licik dalam memenangkan persaingan
(Lie,2004).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya model pendidikan alternatif yang berdasarkan
kepada kebersamaan yang disebut dengan pendidikan kooperatif (cooperative learning). Falsafah
yang mendasari model pendidikan ini adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan
bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan

kebutuhan
yang
sangat
penting
artinya

bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau
sekolah. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.

B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah


sebagai berikut (Lungdren, 1994) :
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama.”
b. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam
kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki


tujuan yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara
para anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Thompson, et al. (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam
kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud
kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal
ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda
latar belakangnya.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan- keterampilan khusus agar dapat bekerja
sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi
lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
C. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan


sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.
Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak- tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa
pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping
mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

D. Elemen-Elemen Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan
pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang
hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak
mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan
pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai
berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004):

a. Saling ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan
mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai
kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat
kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah
surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar
yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metodeJ igsaw, Aronson menyarankan jumlah
anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan
membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul don bertukar informasi.

Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau
tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain
bisa berhasil.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri
dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari "sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga
keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-
rata si A adalah 65 don kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai
kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk
memberikan sumbangan nilai kelompok. Selain itu beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan
merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola
penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja
kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative


Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa

sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar
tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknikJ igsaw yang dikembangkan
Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing- masing siswa
mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan
tugasnya akan diketahui

dengan jelas clan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk
melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada
jumlah hasil masing-masing anggota.
Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman- faatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman,
keluarga, don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi
modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan
begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup ponjang. Para anggota
kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam
kegiatan tatap muka don interaksi pribadi.

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-
cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan don berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaon para anggotanya untuk saling
mendengarkan don kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara
berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa
harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang
bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa
ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan
"Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan

Anda," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, "Pendapat Ando itu aneh don tidak masuk
akal." Contoh lain, tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi
jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti,

"Jawabanmu itu solah. Harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini jugs
merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang
handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan
perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental
emosional para siswa.

e. Evaluasi

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih
efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran CooperativeLearn ing.

E. Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi
dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan
diuraikan secara

ngkas masing-masing pendekatan tersebut.


a. Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin
dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang
menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam
suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok
haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau
perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling
membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain
dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi
kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak
berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor yang lalu.

Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-
tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang
mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria
tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

b. Investigasi Kelompok

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling


kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan.
Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang

Anda mungkin juga menyukai