Anda di halaman 1dari 18

ICMI dan Perjuangan Kelas

Menengah Islam
Akhmad Satori, S.IP., M.SI
Pertemuan VII
Pendahuluan
 Salah satu elemen penting dari civil society
adalah adanya kelas menengah yang mandiri,
yang membentuk ruang-ruang publik yang
tidak di dominasi dan di kontrol negara.
 Dalam konteks Indonesia, kelahiran ICMI
mendorong terwujudnya sebuah lembaga
civil society, karena lahir dari rahim para
intelektual muslim yang merupakan tonggak
dari kelas menengah.
 Namun pada babakan sejarahnya ICMI
mengambil posisi yang berbeda dengan
kelompok-kelompok Islam lainnya.
 ICMI cenderung mewakili fenomena bersatunya
kepentingan Negara dengan kelompok Islam.
 Banyak spekulasi yang kemudian menyebutkan

bahwa ICMI dibentuk oleh pemerintah sebagai


alat untuk mensukseskan pemilu agar kemudian
Soeharto kembali terpilih menjadi Presiden.
 Menurut sebagian pengamat strategi

“birokratisasi Islam” dalam arti praktisnya


menjinakan umat Islam yang dilakukan Soeharto
adalah wajar mengingat kekuatan pemerintah
semakin menurun akibat friksi yang terjadi di
kalangan militer yang membuat pemerintah
tidak lagi mendapat dukungan kuat dari militer.
 Namun beberapa pengamat lain seperti Robert
Hefner dan M. Nakamura, melihat adanya
gejala lain, yaitu perubahan sosial yang
berlangsung dalam masyarakat muslim itu
sendiri, dimana kelas menengah muslim sudah
semakin kuat dan sehingga tidak mungkin
diabaikan oleh pemerintah.
 Kemunculan kelas menengah muslim ini
menurut Hefner ada hubungannya dengan
gerakan-gerakan keislaman di kampus-
kampus perguruan tinggi umum yang
kemudian menurutnya merefleksikan
keislaman kaum pembaharu, dan disanalah
proses islamisasi berlangsung.
 Keislaman yang terdapat dalam kelas
menengah ini lah yang menentukan
pembentukan ICMI.
Sekilas Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI)
 Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI), berdiri lahir tahun 1990 pada masa
akhir rezim Orde Baru.
 ICMI terbentuk pada mulanya merupakan
gagasan dari sejumlah mahasiswa Unibraw
di Malang, yang ingin menyelenggarakan
simposium dengan mengundang para
intelektual muslin dari berbagai latar
belakang.
 Atas dorongan beberapa intelektual mereka
diminta untuk membuat sebuah proposal
mengenai ikatan cendekiawan muslim
Menristek BJ Habibie.
 Pembentukan ICMI tersebut kemudian
disetujui oleh Soeharto dan mendapat
dukungan kuat dari rezim Orba
 Persetujuan Soeharto terhadap pembentukan
ICMI melahirkan presepsi bahwa ia sedang
memegang “Kartu Muslim”.
 Bersamaan dengan langkah-langkah
akomodatif lain yang dilakukan negara, ICMI
terus dilihat sebagai indikasi yang bermakna
bahwa keramah-tamahan hubungan politik
negara dan Islam benar-benar dilembagakan.
 Persoalannya adalah apakan ICMI memang
hanya merupakan alat dominasi negara
terhadap Islam atau sebuah lembaga civil
society yang mandiri dalam proses
demokratisasi?
ICMI, Demokrasi dan Civil Society

 Seperti yang telah di jelaskan bahwa


eksistensi dari civil society merupakan salah
satu di antara tiga prasyarat pokok yang
sangat esensial bagi terwujudnya demokrasi.
Pertama, adanya negara demokratis yang
kuat; kedua, civil society yang kuat; dan
ketiga, ekonomi yang kuat pula. Ketiga
prasyarat esensial yang harus dikembangkan
secara simultan dan saling terkait bagi
terwujudnya demokrasi yang viable.
 Namun, dalam kasus Indonesia, pada saat
yang sama, pilar demokrasi, yakni adanya
civil society yang kuat juga belum terwujud
dengan baik. Sebaliknya, terdapat
kecenderungan kuat, terjadinya kemerosotan
civil society secara signifikan. Kemerosotan
itu terutama terjadi karena banyak tokoh civil
society yang kini terlibat dalam posisi-posisi
puncak negara, baik pada lembaga eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif, sehingga
mereka kini menjadi bagian integral dari
negara. Ironisnya, terdapat kecenderungan
kuat bahwa tokoh-tokoh civil society yang
sekarang berada dalam negara mengalami
disorientasi — jika tidak “pembusukan” —
dengan melakukan hal-hal yang justru
bertentangan dengan nilai-nilai civil society
yang dulu pernah mereka perjuangkan.
ICMI dan Politik
 Dalam konteks ini ICMI sejak kelahirannya
memang belum menunjukan signifikansi
perannya sebagai salah satu organisasi civil
society dari kalangan cendekiawan kelas
menengah Muslim, yang seharusnya bisa
mendorong pembangunan masyarakat
Muslim berkelanjutan.
 ICMI dan beberapa cendekaiwan Muslim,
kemudian dalam beberapa kegiatannya
seringkali menjelma menjadi gerakan politik
yang merupakan perpanjangan tangan dari
pemerintah.
 Dalam aktualitasnya ternyata tidak sedikit
pula mereka yang sebelumnya mengklaim
dirinya sebagai kelompok cendekiawan
melibatkan dirinya dalam berbagai bentuk
kegiatan yang dinilai sebagai suatu
pengkhianatan intelektual.
 Dalam hal ini, mereka telah melakukan
pelanggaran terhadap tugas mulia mereka
demi untuk memburu popularitas, ambisi dan
kepentingan materi.
 Dan bahkan kalau perlu, mereka seringkali
dimanfaatkan oleh kelas penguasa (The Ruling
Class) untuk memanipulasi, merekayasa dan
memobilisasi dukungan masyarakat demi
untuk kepentingan politik penguasa.
 Akibatnya, posisi masyarakat (rakyat)
menjadi tersubordinasi oleh negara
(pemerintah) sehingga masyarakat berada
dalam posisi yang tidak berdaya untuk
melepaskan diri dari cengkeraman negara
yang telah melumpuhkan daya kreasi dan
kemandirian masyarakat yang tentu saja hal
ini dapat pula berdampak pada terjadinya
perampasan otonomi masyarakat oleh
negara yang otoriter.
 Fenomena seperti inilah yang kemudian
menjadi salah satu tantangan berat yang
dihadapi oleh kaum cendekiawan dalam
upaya untuk membangun suatu model
masyarakat yang mandiri, independen dan
berdiri tegak di atas prinsip egalitarianisme
dan inklusivisme yang bersifat universal
untuk mereproduksi nilai-nilai demokrasi.
ICMI dan Penguatan Masyarakat Sipil
 Seiring dengan tingginya antusiasme yang
dinampakkan oleh semua elemen masyarakat
untuk menegakkan masyarakat madani yang
kuat, maka diharapkan ICMI yang merupakan
organisasi voluntir yang mandiri, transparan
dan pro demokrasi serta bergerak di luar orbit
negara atau pemerintahan dapat memainkan
peran korektif terhadap perjalanan kehidupan
bangsa di bawah kendali negara dan bahkan
kalau perlu memosisikan dirinya berhadapan
dengan hegemoni negara atau sistem politik
yang represif dan otoriter (civil society vis a vis
state) demi untuk terwujudnya masyarakat sipil.
 Masyarakat sipil disini yaitu suatu model
masyarakat yang seringkali dicirikan antara
lain.
 Pertama, masyarakat yang memiliki

kesadaran hukum yang tinggi sehingga


seluruh sistem hukum dan perundang-
undangan yang dibuat dan dilaksanakan
bertujuan untuk menjamin hak-hak rakyat
tanpa memandang status dan latar belakang
etnis, agama atau kelompok.
 Kedua, masyarakat yang mandiri, terbuka,
modern, menjunjung tinggi HAM,
kesetaraan, kemajemukan dan demokratis.
Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
politik dan normatif prinsip demokrasi
seperti bebas dari kekerasan dan tindakan
sewenang-wenang negara, menjamin rasa
keadilan, persamaan, keamanan materil dan
membebaskan rakyat dari segala bentuk
ketertinggalan pembangunan ekonomi dan
sosial, maka posisi civil society harus
diperkuat. Ini sangat penting, mengingat
untuk mewujudkan suatu civilian government
(pemerintahan madani), maka negara justru
harus mampu menjamin hak rakyat.
 Dan ketiga, masyarakat yang menjunjung
tinggi kesejahteraan, perdamaian,
kebersamaan, kesetaraan antara hak dan
kewajiban, kebebasan yang bertanggung
jawab, rasa keadilan, menenggang adanya
perbedaan serta mendorong terbukanya
wilayah publik sebagai sarana untuk
mengekspresikan aspirasi dan kepentingan
rakyat.
 Oleh karena itu, untuk membangun suatu
civil society beserta berbagai komponen yang
ada di dalamnya, tentu saja memerlukan
suatu proses yang bersifat evolusioner,
dalam arti bergerak secara bertahap dan
dalam rentang waktu yang cukup lama.
 Sebagian mereka tetap berusaha menjadi
bagian dari civil society yang genuine dan
otentik, berperan sebagai “mitra kritis” negara
(critical partners of the state). Tetapi, mereka
sudah terlalu lemah untuk bisa memainkan
peran ini secara efektif. Sebagian unsur civil
society lainnya justru terekrut — baik
langsung maupun tidak — ke dalam negara.
 Mereka bukan hanya telah terkooptasi, tapi
lebih jauh lagi, menjadi perpanjangan tangan
politik kekuasaan. Untuk agenda-agenda ini,
tidak jarang mereka terjerumus ke dalam
tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan
keadaban (civility), yang bertentangan dengan
demokrasi.
Penutup
 ICMI seharusnya juga menghidupkan
kembali wacana dan praksis tentang civil
society di Indonesia yang belakangan ini
kelihatan semakin surut. Kecenderungan ini
sedikit mengherankan, karena masa-masa
“transisi” menuju demokrasi telah dilalui
dengan aman dan damai, dan kini masa
“konsolidasi demokrasi” sedang
berlangsung di tanah air sejak pemilu 2004,
seharusnya wacana dan praksis civil society
semakin kuat, bukan melemah.
Bahan Bacaan..
 Effendi, Bachtiar, Masyarakat Agama dan
Pluralisme Keagamaanaa, Galang Press :
Yogyakarta.
 Gunawan Asep, 2004, Arikulasi Islam Kultural,
Penerbit PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
 Rahardjo, Dawam, 2000, Dialog Pakar Islam
Mewujudkan Satu Umat, ICMI : Jakarta.
 Azra Azyumardi,2007, ICMI Antara Civil
Society dan Demokratisasi, www.azziqra.com
 Satori Akhmad, 2006, “Militer dan Kebangkitan
Kelas Menegah Muslim”, Makalah, Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai