STATUS PENDERITA
1.1 IDENTIFITAS
Nama : Ny. R
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah, 3 orang anak
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Desa Sejagung, Banyuasin
Pekerjaan : Petani
MRS : 5 Oktober 2010
Tanggal pemeriksaan : 6 Oktober 2010
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri di pinggang kiri
Demam (+), BAB biasa, BAK merah (-), BAK keluar batu (-), BAK berpasir (-),
mual muntah (-)
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
RR : 24x/ menit
HR : 78x/menit
Suhu : 38,4 0C
Kepala : konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-/-)
Leher : Tidak ada kelainan
Pupil : Isokor +/+, Reflek Cahaya +/+
KGB : Tidak ada kelainan
Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Lihat status urologikus
Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan
Status Urologikus
Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) sinistra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (+)
Nyeri ketok (+)
Regio Suprapubik:
Inspeksi : Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Regio Genitalia Eksterna :
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Rectal Toucher : TSA Baik
Kimia Klinik
• Ureum : 114 mg/dl (15-39 mg/dl)
• Creatinin : 1,5 mg/dl (P:0,5-1,0 mg/dl )
• Protein Total : 5,3 g/dl
• Albumin : 2,5
• Globulin : 2,8 g/dl
• Natrium : 137 mmol/l (135-155)
• Kalium : 4,1 mmol/l (3,5-5,5)
Urinalisa:
• Sel epitel (+) positif
• Leukosit 30-40 (0-5/LPB)
• Eritrosit 30-50 (0-1/LPB)
• Silinder (-) (0-1/LPB)
• Kristal Oksalat (-) Negatif
Pemeriksaan Radiologi
BNO ( 5 oktober 2010)
1.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Tiap ginjal dibungkus oleh suatu membran transparan yang berserat yang
disebut renal capsule seperti Myelin di syaraf ( Renal Capsule - Kortex -
medula - Pelvis Renalis). Membran berperan melindungi ginjal dari
trauma dan infeksi.
Renal capsule tersusun dari serat yang kuat, terutama colagen dan
elastin (protein berserat), yang membantu menyokong massa ginjal dan
melindungi jaringan vital dari luka. Renal capsule menerima suplai
darahnya terutama dari arteri interlobar, suatu pembuluh darah yang
merupakan percabangan dari renal arteri utama. Pembuluh darah ini
menjalar melalui cortex ginjal dan berujung pada renal capsule.
Membrane ini biasanya 2-3 milimeter tebalnya.
Renal Capsule melindungi dinding luar dan masuk melalui bagian cekung
ginjal yang dikenal dengan sinus. Sinus berisi pembuluh utama yang
mengangkut urin dan pembuluh arteri dan venna yang menyuplai jaringan
dengan nutrisi dan oksigen. Renal capsule terhubung kepada struktur ini
dalam sinus dan melapisi dinding sinus. Pada orang yang normal, renal
capsule berwarna merah muda, tembus cahaya, halus, dan mengkilat.
Biasanya membran ini mudah dilepas dari jaringan ginjal. Ginjal yang
terkena penyakit sering membuat ikatan serat dari jaringan utamanya
kepada renal capsule, yang membuat capsule melekat lebih kuat. Sulitnya
membuka capsule ini merupakan pertanda bahwa ginjal telah terkena
penyakit.
Cortex
Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area yang berisi 8
sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut piramid, yang terbentuk
hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran mikroskopis. Ujung dari
tiap piramid mengarah pada bagian pusat dari ginjal. Saluran ini
mengangkut urin dari cortical atau bagian luar ginjal, dimana urin
dihasilkan, ke calyces. Calyces merupakan suatu penampung berbentuk
cangkir dimana urin terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui
ureter. Ruang diantara piramid diisi oleh cotex dan membentuk struktur
yang disebut renal columns.
Ujung dari tiap pyramid, yang disebut papilla, menuju pada Calyces di
pusat tengah ginjal. Permukaan papilla memiliki penampilan seperti
saringan karena banyaknya lubang-lubang kecil tempat dimana tetesan
urin lewat. Setiap lubang merupakan ujung dari sebuah saluran yang
merupakan bagian dari nephron, yang dinamakan saluran Bellini; dimana
semua saluran pengumpul didalam piramid mengarah. Serat otot
mengarah dari calyx menuju papilla. Pada saat serat otot pada calyx
berkontraksi, urin mengalir melalui saluran Bellini kedalam calyx(calyces).
Urin kemudian mengalir ke kandung kemih melalui renal pelvis dan ureter.
PELVIS RENALIS
Pelvis renalis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat urin
mengalir dari ginjal ke kandung kemih. Bentuk Pelvis renalis adalah
seperti corong yang melengkung di satu sisinya. Pelvis renalis hampir
seluruhnya dibungkus dalam lekukan dalam pada sisi cekung ginjal, yaitu
sinus. Ujung akhir dari pelvis memiliki bentuk seperti cangkir yang disebut
calyces. Pelvis renalis dilapisi oleh lapisan membran berselaput lendir
yang lembab yang hanya beberapa sel tebalnya. Membran ini terkait
kepada bungkus yang lebih tebal dari serat otot yang halus, yang
dibungkus lagi dengan lapisan jaringan yang terhubung. Membran
berselaput lendir pada pelvis ini agak berlipat sehingga terdapat ruang
bagi jaringan untuk mengembang ketika urin menggelembungkan pelvis.
Serat otot tertata dalam lapisan longitudinal dan melingkar. Kontraksi
lapisan otot terjadi dengan gelombang yang bersifat periodik yang disebut
gerak peristaltis pelvis. Gerakan ini mendorong urin dari pelvis menuju
ureter dan kandung kemih. Dengan adanya pelapis pada pelvis dan
ureter yang tidak dapat ditembus oleh substansi normal dalam urin, maka
dinding struktur ini tidak menyerap cairan.
Batas-batas Ginjal
Ginjal Kanan
Batas anterior: Galndula Suprarenalis, hepar, pars descendens
duodenum, dan flexura coli dextra
Ginjal Kiri
Batas anterior: Galndula Suprarenalis, lien, gaster, pancreas,
flexura coli dextra, dan lengkung lengkung jejenum.
Venae
Vena renalis keluar dari hilum renale di depan arteria renalis dan
mengalirkan darah ke vena cava inferior
Persarafan
Serabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui
plexus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracici 10, 11,
dan 12.
Fungsi penting lain ginjal adalah untuk mengatur jumlah kandungan air
dalam darah. Proses ini dipengaruhi oleh antidiuretic hormone (ADH),
yang disebut juga vasopressin, yang diproduksi di hipotalamus (bagian
otak yang mengatur banyak fungsi internal) dan menyimpannya dalam
kelenjar pituari yang terletak didekatnya. Receptor di dalam otak
memonitor kandungan air dalam darah. Ketika kadar garam dan zat-
zat yang lain dalam darah menjadi terlalu tinggi, kelenjar pituari
melepaskan ADH kedalam aliran darah.
Darah yang mengandung ADH dari otak mengalir dan masuk kedalam
ginjal. ADH membuat tubulus renal dan pembuluh pengumpul menjadi
lebih mudah ditembus oleh larutan dan air. Hal ini menyebabkan lebih
banyak air diserap kembali dalam aliran darah. Dilain sisi, ketiadaan
ADH membuat pembuluh pengumpul tidak dapat ditembus oleh larutan
dan air, sehingga cairan dalam pembuluh, dimana sebagian larutan
telah dibuang, tetap banyak mengandung air; urin menjadi encer.
Erythropoietin
Erythropoietin, mempengaruhi produksi sel darah merah dalam
sumsum tulang. Ketika ginjal mendeteksi bahwa jumlah sel darah
merah dalam tubuh berkurang, ginjal memproduksi eritropoitin.
Hormon ini berjalan dalam aliran darah ke sumsum tulang,
merangsang produksi dan pelepasan lebih banyak sel darah.
Calcitriol
Calcitriol adalah 1,25[OH]2 Vitamin D3, bentuk aktif dari vitamin D.
Calcitriol diperoleh dari calciferol (vitamin D3) dari makanan yang
dikonsumsi, yang kemudian disintesa oleh kulit yang terkena sinar
ultraviolet dari cahaya matahari pagi hari.
Calciferol dalam darah dirubah menjadi vitamin aktif dalam dua
langkah:
2.2.1 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi
dari elemen-elemen yang secara normal berada dalam air kemih. Batu
ureter seringkali berasal dari batu daerah ginjal yang bergulir ke bawah
dan tertahan di ureter, normalnya batu yang ukurannya yang tidak terlalu
besar akan didorong oleh peristaltik otot-otot pelvicalices dan turun ke
ureter akan melalui ureter menuju vesica urinaria menjadi batu
ureter.Tenaga peristaltik ureter akan mencoba mengeluarkan batu hingga
turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kurang dari 5 mm akan dapat
keluar secara spontan sedangkan yang lebih besar dapat mengakibatkan
keradangan serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter dan
hidronefrosis. Jika batu disertai dengan adanya infeksi sekunder maka
akan menimbulkan urosepsis, pyonefrosis, abses ginjal, abses paranefrik,
abses perinefrik, pielonefritis, serta timbul kerusakan ginjal bahkan gagal
ginjal permanen bila sudah lanjut.
2.2.2 Etiologi
Batu mulanya diginjal dalam bentuk plak yang sangat kecil pada solute
urin di lapian ginjal. Plak ini berkembang dari deposit konstituen urin
pada permukaan ginjal. Perkembangannya rata bervariasi. Pada penilaian
akhir-akhir ini, beberapa batu membutuhkann waktu sampai tahunan
untuk memperbesar diameter batu dari hanya beberapa milimeter. Batu
ini bisa dua kali lipat membesar ukurannya dalam beberapa bulan,
terutama ketika aliran volum urin sedikit, abnormalitas biokimia atau
infeksi sistem urinarius.
Volum urin yang sedikit adalah factor kontribusi yang paling penting
dalam pembentukan batu dan perkembangannya. Hal ini lebih rendah dari
batas jumlah urin yang harusnya diekskresikan setiap harinya, sehinggan
volum urin yang rendah karena pemekatan urin tidak bisa dielakkan lagi.
Beberapa substansi akan ada pada saat pemekatan pada batas maksimal
dari solubilitas, memicu untuk terjadinya pengendapan kristal-kristal, yang
kemudian akan beragregasi menjadi batu. Aliran urin yang rendah
disebabkan karena asupan cairan yang tidak memadai untuk
mempertahankan output urin normal dalam 24 jam (idealnya paling sedikit
1,5 liter pada saat cuaca normal). Asupan cairan kadang-kadang
menyebabkan volum urin yang rendah, terutama pada usia tua atau pada
pekerja atau pada pada orang yang membatasi frekuensi minumnya.
Banyak keadaan dimana terjadi kehilangan cairan ekstra urin yang
eksesif. Hal ini terjai pada keadaan diare kronik atau setelah mengalami
beberapa jenis pembedahan usus, tapi kehilangan cairan yang eksesif
melalui berkeringat sebagai penyebab yang jauh lebih penting . Asupan
cairan yang dibutuhkan untuk melampaui pengendapan paling sedikit 2
liter untuk mempertahankan kecukupan volume urin.
Kegiatan pada lingkungan yang panas akan menyebabkan kehilangan
beberapa liter cairan tubuh melelui keringat dalam seharinya. Dari hasil
kuesioner pada 406 pekerja pria di beberapa pusat pekerjaan di Asia,
pada pekerja outdoor pada lingkungan tropika diasosiasikan dengan
peningkatan prevalensi pembentukan batu dibandingkan dengan pekerja
indoor. Penelitian lain pada masinis, dengan aktivitas fisik, menunjukkan
bahwa 236 pekerja pada lingkungan yang panas memiliki prevalensi batu
sekitar3,5 kali dari 165 pekerja dengan aktivitas yang sama pada
temperature normal.
Volum urin yang rendah atau dehidrasi oleh para klinisi menjadi salah
satu penyebab pembentukan batu pada 10% kasus, dan kontribusi
signifikan sekitar 50%. Survei epidemiologi mencatat bahwa personel
militer tahun 1980 menunjukkan peningkatan dua kali lipat insiden
pembentukan batu pada personel angkatan udara.
Peningkatan kalsium urin, ini adalah biasanya abnormalitas spesifik yang
ditemukan pada bentuk batu. Jumlah kalsium tubuh tergantung pada
keseimbangan antara absorbsi dari diet kalsium di usus, pengunaan
kalsium tubuh, terutama ditulang, dan ekskresi kalsium dalam urin oleh
ginjal. Aktivitas ini diatur oleh hormone yang dihasilkan oleh glandula
paratiroid.
Diet banyak purin, oksalat juga mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.Peningkatan asam urat, terjadi pada gout dan orang-orang
dengan abnormalitas metabolisme asam urat yang tidak memiliki
bentukan lain dari gout. Pada penderita ini akan ditemukan batu murni
sam urat, atau batu dengan inti asam urat yang ditutupi oleh lapisan
garam kalsium. Penyebab lainnya yang jarnag adalah konsentrasi
magnesium dan sitrat yang rendah, gangguan metabolisme sistein atau
xantine, infeksi traktus urinarius, dan terapi obat-obat tertentu, seperti
thiazid, Indinavir, pada terapi HIV.4
b. Teori supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin
seperti sistin, xantin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah
terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oleh pH
dan kekuatan ion.
c. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, xastin, asam
urat, sedang didalam urin yang basa akan mengendap garam-garam
fosfat.
b. Batu Magnesium-ammonium-phosphate
Batu magnesium-ammonium-phosphate seringkali disebut batu
struvit.Batu ini sering ditemukan pada wanita dengan infeksi traktus
urinarius berulang antara lain oleh Proteus, Providencia,
Pseudomonas. Bakteri pemecah urea ini merubah pH dari harga
normal 5.8 menjadi 7.2. Batu struvite akan berpresipitasi pada urin
jika pH lebih dari 7.2.
d. Batu Cystine
Batu Cystine disebabkan oleh abnormalitas pompa asam amino yang
mempengaruhi cystine, ornithine, lysine and arginine (COLA).
Terdapat gambaran ground-glass appearance pada KUB. Intervansi
harus berdasarkan gejala klinik dan bukti adanya obstruksi yang
progresif. Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi air dalam jumlah
banyak untuk mengurangi supersaturasi cystine.
e. Batu Xantin
Disebabkan oleh adanya defisiensi xantin oksidase congenital. Enzim
ini normalnya mengkatalisis oksidasi hipoxantin menjadi xantindan
xantin menjadi asam urat.
f. Batu Indinavir
Inhibitor protease merupakan terapi yang popular dan efektif pada
pasien dengan AIDS. Indinavir merupakan inhibitor protease yang
paling umum yang menghasilkan batu radiolusen pada CT Scan non
kontras. Terdapatnya batu ini dapat berhubungan dengan komponen
kalsium. Pemberian medikasi secara berkala dengan hidrasi
intravena dapat mengeluarkan batu begitu saja. Batu indinavir
berwarna merah dan biasanya terpecah selama ekstraksi.
g. Batu silikat
Sangat jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan
penggunaan antasida yang mengandung silica pada pemakaian
jangka waktu lama.5
Klinis
Pasien dengan kolik ginjal biasanya mengeluh nyeri pinggang, muntah
dan demam, serta mungkin mempunyai riwayat penyakit batu. Diagnosis
klinis haruslah ditunjang oleh pemeriksaan pencitraan yang sesuai. Hal ini
akan membantu memutuskan apakah cukup dengan terapi konservatif
atau dibutuhkan terapi lain.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan
batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi.
Pemeriksaan rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung
kemih (KUB) ditambah USG atau excretory pyelography (Intravenous
Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada
pasien dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL,
pengobatan metformin, dan myelomatosis.
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
Retrograde atau antegrade pyelography
Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
Scintigraphy
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik untuk
mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pada pemeriksaan
urinalisa bila pH >7.6 biasanya ditemukan kuman urea splitting yang
menyebabkan batu anorganik sedangkan pH asam menyebabkan batu
organic (batu asam urat).Dapat pula ditemukan sediment, hematuria
mikroskopik. Pemeriksaan untuk mencari sebab lain dapat diukur ekskresi
Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam. Untuk mengetahui fungsi ginjal,
diperiksa kreatinin serum. Pada keadaan demam, sebaiknya diperiksa C-
reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin. Pada keadaan
muntah, sebaiknya diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk mencari
faktor risiko metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat
darah.1
2.2.8 PENATALAKSANAAN
Manajemen Observasi
Manajemen Operatif
Indikasi pengeluaran aktif batu tergantung pada ukuran, tempat
dan bentuk batu yang mempengaruhi keputusan. Juga kemungkinan
pengeluaran spontan harus dievaluasi. Pengeluaran spontan batu bisa
diharapkan 80% pada pasien dengan ukuran batu dengan diameter tidak
lebih dari 4 mm. Untuk batu dengan diameter lebih dari 7 mm untuk bisa
keluar secara spontan sangat kecil sekali kemungkinannnya. Pengeluaran
batu diindikasikan untuk batu dengan ukuran 6-7 mm.
Open Surgery
Pada open surgery, akan dilakukan pembedahan untuk melihat ureter
dimana batu berada. Pembedahan lain dilakukan langsung pada ureter itu
sendiri dan batu secara langsung diambil. Open surgery adalah terapi
invasif yang paling banyak dilakukan. Ini kadang kala menimbulkan
komplikasi. Banyak pasien membutuhkan waktu sekitar 6 minggu untu
pemulihan setelah operasi.
ESWL adalah prosedur yang paling sedikit bersifat invasif dari keempat
metode diatas. Dan pasien bisa menjalani aktovitas normal hanya dalam
beberapa hari dan waktu pemulihan yang paling cepat.
Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai dari semua batu
ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan hasil memuaskan
dan tidak bergantung pada lokasi ataupun komposisi batu. Batu
berukuran 10-20 mm pada umumnya masih diterapi dengan ESWL
sebagai lini pertama. Namun, hasil ESWL dipengaruhi oleh komposisi dan
lokasi sehingga faktor tersebut harus dipertimbangkan. Tatalaksana batu
berukuran 20-30 mm masih menjadi kontroversi dan pemilihan modalitas
terapi dipengaruhi oleh banyak faktor. 4,5,6
Berdasarkan pedoman tatalaksana batu staghorn dari AUA, batu ginjal
>2cm paling baik diterapi dengan teknik endoskopi.11 El-Anany melakukan
uji klinis terhadap 30 pasien dengan batu ginjal >2cm yang diterapi
dengan laser holmium melalui ureteroskop. Keberhasilan didefinisikan
sebagai fragmentasi total mencapai <2mm dan atau tidak didapatkan
batu pada USG ginjal dan foto polos pada follow-up 3 bulan. Diperoleh
angka keberhasilan sebesar 77%. Terdapat korelasi erat antara ukuran
batu, keberhasilan dan durasi operasi. Beban batu 2-3 cm pada 23 pasien
memerlukan durasi terapi rata-rata selama 70 menit (55-85) dan sukses
pada 20; pada tujuh pasien dengan beban >3cm, terapi membutuhkan
135 (75-160) menit dan sukses pada tiga pasien. Semakin kecil beban
batu, semakin besar kesuksesan dan semakin sedikit waktu yang
dibutuhkan. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa terapi batu ginjal
menggunakan ureteropieloskopik merupakan terapi invasif minimal
dibandingkan PNL dan operasi terbuka, aman serta efektif untuk batu
pelvis besar.12
Peschel, Janetschek dan Bartsch melakukan studi prospektif acak yang
bertujuan menentukan terapi lini pertama untuk batu ureter distal.
Sebanyak 80 pasien dengan batu ureter distal (40 batu 5 mm, 40 batu5
mm) diacak dan diterapi dengan ESWL atau ureteroskopi 9,5F atau 6,5F.
Hasilnya, ureteroskopi secara bermakna memberikan hasil lebih baik
dalah hal lamanya prosedur, durasi fluoroskopi dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai bebas batu. Semakin kecil batu, semakin
besar perbedaan antar kedua modalitas terapi tersebut. Studi ini
merekomendasikan ureteroskopi sebagai terapi lini pertama untuk batu
ureter distal. Apabila batu 5 mm tidak lewat secara spontan, kepada
pasien diinformasikan bahwa kemungkinan terjadi stenosis relatif dari
ureter intramural yang akan mengakibatkan menurunnya harapan
keberhasilan ESWL sehingga membutuhkan terapi ulang lebih sering.
Segera memberikan komentar bahwa studi ini merupakan studi yang
sangat baik dan merupakan studi yang harus dilakukan pada situasi
dimana terdapat terapi-terapi kompetitif untuk kasus spesifik. Aspek
positif lain dari desain studi ini adalah penundaan terapi selama 3 minggu
setelah diagnosis untuk mengoptimalisasi kesempatan batu lewat
spontan. Studi ini juga sangat memperhatikan kepuasan pasien, karena
setelah tercapai angka bebas batu atau setelah stent dilepas, pasien
ditanyakan apakah mereka bersedia untuk menjalani prosedur yang sama
lagi apabila terjadi rekurensi, dan bila tidak bersedia, apa alasannya. Uji
kepuasan dilakukan dengan tes berpasangan serasi Wilcoxon’s dan test
t. Hasilnya, semua pasien yang diterapi ureteroskopi merasa puas
29
sedangkan hanya sebagian pada kelompok ESWL. (Level of evidence
IIa)
Pearle melakukan studi prospektif acak untuk membandingkan efikasi
ESWL dan ureteroskopi untuk batu batu ureter distal. Sebanyak 64
pasien dengan batu ureter distal radioopak, soliter, diameter terbesar ≤15
mm diacak untuk terapi dengan ESWL (32) menggunakan Dornier HM3
dan ureteroskopi (32). Hasilnya, nyeri pinggang dan disuri postoperatif
lebih berat pada grup ureteroskopi daripada grup litotripsi, walaupun
perbedaannya tidak bermakna secara statistik (p disuri=0,109; p nyeri
pinggang=0,420).
Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa baik ureteroskopi maupun ESWL
memberikan angka kesuksesan yang tinggi dan angka komplikasi rendah.
Namun, ESWL membutuhkan waktu prosedur yang lebih rendah secara
bermakna, juga menunjukkan kecenderungan nyeri pinggang dan disuri
yang lebih rendah, komplikasi yang lebih sedikit, serta penyembuhan
yang lebih cepat. Walaupun ureteroskopi dan ESWL sama-sama efektif
untuk batu ureter distal, lebih dianjurkan penggunaan ESWL karena lebih
efisien dan morbiditas yang lebih rendah.
Hasil studi tersebut juga didukung oleh Thomas, Macaluso, et al. melalui
uji klinis terhadap 130 pasien dengan batu ureter sepertiga bawah
simtomatik yang diterapi dengan ESWL (Medstone Lithotriptor). Pada
mesin generasi pertama (Dornier HM3) ditemui kesulitan dalam
pengaturan posisi pasien dan lokalisasi batu, sedangkan mesin generasi
kedua memiliki kelebihan dalam hal pengaturan posisi yang jauh lebih
baik dan mudah. Sebanyak 126 pasien menjalani monoterapi, dan 10
(8%) dari antaranya drop-out dalam follow-up, sedangkan dari 116 pasien
sebanyak 101 pasien mengalami bebas batu dengan terapi tunggal dan
15 pasien gagal. Ukuran batu pada pasien yang gagal lebih besar
daripada ukuran batu rata-rata. Sebanyak 10 pasien (8,6% dari total)
membutuhkan ureteroskopi dan 5 (4,3%) dari total memiliki fragmen
residu asimtomatik. Kesimpulan dari uji klinis ini adalah bahwa ESWL in
situ merupakan terapi efektif untuk batu ureter sepertiga bawah, terutama
batu berukuran < 9mm. Rata-rata ukuran batu dari pasien yang sukses
dengan satu sesi terapi ESWL adalah 8,22x5,17mm. Batu yang lebih
besar membutuhkan terapi multipel atau fragmentasi ureteroskopik dan
ekstraksi.(1,6)
2.2.10 Komplikasi
Batu dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada urin, batu dapat juga
menimbulkan rasa nyeri kolik pada penderita tersebut. Dapat terjadi
penumpukan pus dan urin pada ginjal akibat adanya stasis pada ureter,
yang disebut pyohydronephrosis
2.2.11 Prognosis
Prognosis merupakan hal yang paling baik untuk menentukan resolusi
dari episode nyeri akut karena obstruksi ginjal atau ureter karena batu.
Prognosis dari obstruksi oleh batu yang tidak diterapi adalah serius.
Pengaruhnya pada ginjal akan menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya,
biasanya tergantung pada derajat obstruksi. Jika terjadi infeksi pada ginjal
yang obstruksi, bisa terjadi septikimia dan kematian dalam beberapa jam
tanpa diterapi. Obstruksi pada satu ginjal saja bias menjadi penyebab
gagal ginjal akut yang fatal.
Batu ginjal dikenal mempunyai kecenderungan untuk berulangm setelah,
walaupun sudah mendapatkan terapai yang memuaskan. Pengulangan
yang murni sebenarnya tidak mungkin dibedakan dari yang berasal dari
perkembangan sisa pecahan batu, tetapi menandai ukuran dibawah
ambang deteksi. Pasien yang mengaku” bebas batu” setelah terapi bisa
saja masih persisten, tidak terdeteksi, pecahan-pecahan kecil dari inti
yang kemudian akan menjadi batu, inilah yang lebih sering sering terjadi
pada pemecahan batu yang besar daripada pemecahan pada batu yang
kecil.
Risiko pengulangan batu dilaporan sekitar 75% setelah 20 tahun. Setelah
ESWL disintegrasi batu ginjal dengan komposisi yang bervariasi, secara
radiologis berulang dalam 4 tahun sekitar 14% , dengan rata-rata
berulang stelah 20 bulan kemudian dari operasi.
Secara umum, nyeri pada area pinggang maupun perut sebelah kiri dapat
bersumber dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinary, dan sistem
muskuloskletal. Hal ini karena nyeri pada pinggang kiri bukanlah gejala khas,
banyak sekali penyakit penyakit yang ditandai dengan dengan nyeri pinggang.
Lokasi spesifik nyeri, jenis, sifat, onset serta keluhan penyerta nyeri akan sangat
membantu mengkerucutkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis.
Sensasi nyeri pada flank area (antara upper abdomen dan pinggang)
menandakan bahwa sumber nyeri berasal dari area retroperitoneal, paling sering
akibat regangan kapsul ginjal. Hal ini diperkuat dengan disangkalnya keluhan
keluhan yang biasanya menyertai penyakit saluran cerna seperti mual, muntah,
dan gangguan BAB. Tetapi hal ini tidak begitu saja menyingkirkan kemungkinan
penyakit saluran cerna dan masalah muskuloskletal. Sehingga mutlak perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
PCNL direncanakan sebagai teknik operatif pilihan dalam kasus ini. Dengan
menggunakan teknik minimal invasif, dan melihat fungsi ginjal yang masih baik
dan tanpa komplikasi, prognosis kasus ini adalah baik.