Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal memiliki prinsip gotong royong yang merupakan


wujud kebersamaan masyarakat, sebuah bentuk kebersamaan ini akan muncul
karena adanya persamaan. Walaupun jika kita lihat lagi, tidak dipungkiri bahwa
setiap manusia itu adalah makhluk yang unik yang berbeda antara satu dengan
yang lain. Setiap manusia juga memiliki nilai pada dirinya sehingga nilai-nilai itu
bisa disamakan dengan individu lain yang pada akhirnya nanti akan memunculkan
kebersamaan. Dan kemudian dari sini akan muncul gotong royong yang didasari
oleh semangat solidaritas, saling percaya, dan menghargai. Namun pada beberapa
tahun belakangan justru prinsip gotong royong yang sehat ini disalahartikan,
gotong royong disini malah diartikan ke hal-hal yang negatif misalnya saja
tawuran, perkelahian antar warga, dan lain sebagainya. Bahkan yang paling
memprihatinkan perkelahian atu tawuran ini dilakukan oleh pelajar-pelajar SMP
atau SMA yang masih duduk di bangku sekolah seperti yang terjadi di Jakarta
yaitu tawuran antara siswa SMA 37 Asem Baris, Tebet, melawan SMA
Muhammadiyah5, Tebet, Jakarta Selatan pada tanggal 17 Februari tahun
2009(detiknews.com). Hal yang sama juga terjadi di Purwakarta pada bulan april
tahun ini,Belasan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) YPK dan Teknologi
Industri (Tekin) kembali terlibat tawuran di persimpangan Jalan Baru,
Purwakarta(pikiran-rakyat.com).

Tawuran yang dilakukan oleh para remaja ini erat hubungannya dengan
konsep peer group atau kelompok teman sebaya yang terjadi pada masa remaja.
Adanya kelompok teman sebaya ini merupakan salah satu bentuk kebutuhan pada
remaja yaitu kebutuhan untuk ikut serta dan diterima dalam kelompok. Kebutuhan
tersebut adalah hal yang sangat penting bagi pelajar atau remaja (Andi
Mappiare,1982:152). Ketika telah berada dalam kelompoknya, seorang remaja
akan dituntut untuk mengalami perubahan-perubahan tingkah laku sebagai usaha
penyesuaian terhadap kelompoknya. Salah satu bentuk penyesuaiannya adalah
seorang remaja akan dapat mengembangkan sikap solider dan mengesampingkan
ego pribadinya serta harapan-harapan pribadi demi kepentingan sebuah kelompok.
Sehingga tak jarang demi alasan solidaritas kelompok beberapa pelajar ikut dalam
sebuah perkelahian dengan kelompok lain yang sebenarnya para pelajar itu tidak
memiliki sangkut paut permasalahan, tetapi karena solidaritas dan pembelaan
terhadap kelompok inilah yang membuat sekelompok pelajar rela ikut tawuran
yang bisa jadi akan membahayakan dirinya sendiri bahkan orang lain. (jadikan
fakta2 cari datanya)belum lagi masalah tawuran ini dianggap sebagai hal yang
wajar dilakukan oleh para remaja. Masalah tawuran ini bukan lagi masalah
kenakalan remaja yang hanya terjadi di banyak kota besar seperti Surabaya,
Jakarta, Medan tetapi masalah tawuran ini sudah menjadi masalah di berbagai
kota di Indonesia. Dan berdasarkan data yang ada kasus tawuran antar remaja ini
semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Berdasarkan data di Jakarta
(Bimmas Polri Metro Jaya) sejak tahun 1992 yang tercatat sebanyak 157 kasus
perkelahian kemudian pada tahun 1994 kasus tawuran semakin meningkat
menjadi 182 kasus, kemudian pada tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan
15 pelajar dan 2 anggota Polri (duniaesai.com). Bahkan sering tercatat dalam satu
hari yang sama terdapat sampai tiga perkelahian di tempat sekaligus. Selain itu
para pelajar yang melakukan aksi tawuran bahkan banyak membawa senjata tajam
seperti celurit, pisau, tongkat, dan lain sebagainya sehingga tak jarang dari
perkelahian yang terjadi juga terdapat korban yang meninggal dunia. Dalam
aksinya tak jarang para pelajar ini mengeluarkan kata-kata kasar dan umpatan-
umpatan terhadap kelompok lawan, belum lagi dalam aksi tawuran ini pemukulan,
perampasan, dan aksi pengerusakan akan terjadi.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa seorang remaja


pasti akan memiliki dan mengenal sebuah peer-group atau kelompok. Dalam
sebuah kelompok seorang remaja akan merasakan sebuah kekompakan dalam
kelompok dimana tak jarang kekompakan ini diperlihatkan dengan cara-cara yang
negatif seperti kecenderungan untuk membalas seseorang atau kelompok lain.
Kekompakan ini tidak jauh dari yang namanya solidaritas anggota kelompok
terhadap kelompoknya. Maka dari sinilah muncul sebuah pertanyaan apakah
benar konformitas kelompok itu berpengaruh terhadap perilaku agresi yang
dilakukan oleh remaja.

1.2 Identifikasi Masalah

Perkelahian atau tawuran antar pelajar adalah salah satu bentuk


kenakalan remaja(Santrock,1995) yang sering dialami oleh para remaja
bahkan tawuran yang akhir-akhir ini kita dengar bukan lagi perkelahian atau
tawuran antar pelajar tetapi juga tawuran antar mahasiswa di sebuah
perguruan tinggi di negara kita. Belum lagi tawuran ini dianggap wajar
dilakukan oleh para remaja. Masalah tawuran ini bukan lagi masalah
kenakalan remaja yang hanya terjadi di banyak kota besar seperti Surabaya,
Jakarta, Medan tetapi masalah tawuran ini sudah menjadi masalah di berbagai
kota di Indonesia. Dan berdasarkan data yang ada kasus tawuran antar remaja
ini semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Berdasarkan data di Jakarta
(Bimmas Polri Metro Jaya) sejak tahun 1992 yang tercatat sebanyak 157
kasus perkelahian kemudian pada tahun 1994 kasus tawuran semakin
meningkat menjadi 182 kasus, kemudian pada tahun 1998 ada 230 kasus yang
menewaskan 15 pelajar dan 2 anggota Polri (duniaesai.com). Bahkan sering
tercatat dalam satu hari yang sama terdapat sampai tiga perkelahian di tempat
sekaligus. Selain itu para pelajar yang melakukan aksi tawuran bahkan
banyak membawa senjata tajam seperti celurit, pisau, tongkat, dan lain
sebagainya sehingga tak jarang dari perkelahian yang terjadi juga terdapat
korban yang meninggal dunia.

Menjadi remaja adalah suatu saat dimana seseorang mengalami transisi


dari dunia anak menjadi dewasa. Dan pada saat menjadi pelajar inilah kita
akan mengenal yang namanya teman sebaya dan kelompok-kelompok(peer
group). Teman sebaya dan kelompok ini merupakan salah satu bentuk
kebutuhan pada remaja yaitu kebutuhan untuk ikut serta dan diterima dalam
kelompok dan ini adalah hal yang sangat penting bagi pelajar atau remaja
(Andi Mappiare,1982:152). Ketika telah berada dalam kelompoknya, seorang
remaja akan dituntut untuk mengalami perubahan-perubahan tingkah laku
sebagai usaha penyesuaian terhadap kelompoknya. Salah satu bentuk
penyesuaiannya adalah seorang remaja akan dapat mengembangkan sikap
solider dan mengesampingkan ego pribadinya serta harapan-harapan pribadi
demi kepentingan sebuah kelompok. Sehingga tak jarang demi alasan
solidaritas kelompok beberapa pelajar ikut dalam sebuah perkelahian dengan
kelompok lain yang sebenarnya para pelajar itu tidak memliki sangkut paut
permasalahan, tetapi karena solidaritas dan pembelaan terhadap kelompok
inilah yang membuat sekelompok pelajar rela ikut tawuran yang bisa jadi
akan membahayakan dirinya sendiri bahkan orang lain.

Melihat dari data yang ada peneliti ingin melihat apakah benar ada
pengaruh antara konformitas yang dimiliki anggota kelompok terhadap
perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja dalam hal ini adalah pelajar SMP.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian tentang hubungan antara konformitas kelompok terhadap


perilaku agresi yang dilakukan oleh pelajar SMP, peneliti membatasi
masalahnya dengan menjelaskan tentang konformitas (khususnya pada
remaja), yaitu sebuah bentuk ......... pada sekelompok remaja yang memiliki
peer-group. Subjek penelitian ini adalah sekelompok remaja yang masih
duduk di bangku SMP . Penelitian ini juga akan melihat bagaimana tindakan
agresi yang biasanya dilakukan sekelompok remaja ketika melakukan aksi
tawuran yang meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku baik tingkah laku
verbal maupun non verbal.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka


rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

• Apakah terdapat suatu hubungan konformitas kelompok terhadap


perilaku agresi pada pelajar SMP ?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara empiris adanya hubungan


konformitas kelompok terhadap perilaku agresi yang dilakukan oleh pelajar
SMP.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Praktis---- blm digantti

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperjelas dan


membuka pandangan masyarakat mengenai fenomena tawuran yang
ada di kalangan pelajar sehingga masalah tawuran ini dapat dihindari
dan diantisipasi oleh pihak sekolah maupun orang tua yang memiliki
anak yang masih berada di usia remaja.

1.6.2 Manfaat Teoritis----belum di ganti


Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahasan dari kajian
ilmu psikologi, selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu sumber informasi bagi penelitian lain yang berhubungan dengan
masalah agresi atau kelompok pada remaja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang terjadi antara masa


kanak-kanak dan dewasa. Pada perkembangan kognitifnya seorang remaja
melibatkan proses berfikir yang abstrak dan idealisme. Hal ini sesuai
dengan pandangan piaget yang menyatakan bahwa remaja berada di
tahapan pemikiran operasional formal yang berlangsung antara usia 11
hingga 15 tahun. Sedangkan pada perkembangan sosialnya hubungan
remaja dengan keluarganya akan mengalami beberapa konflik. Untuk
hubungan dengan teman sebayanya, seorang remaja pada masa ini akan
menghabiskan lebih banyak waktunya bersama teman-teman sebayanya
atau kelompoknya. Kebanyakan hubungan dengan kelompok teman
sebaya pada remaja ini dapat dikategorikan kedalam salah satu dari ketiga
bentuk yang ada yaitu klik,kelompok, atau persahabatan individual.
Kelompok adalah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang
bersifat pribadi. Anggota-anggota kelompok ini bertemu karena
kepantingan atau minat mereka yang sama dalam berbagai kegiatan. Klik
(Cliques) adalah kelompok-kelompok yang lebih kecil, memiliki
keedekatan yang lebih besar diantara anggota-anggota, dan lebih kohesif
daripada kelompok. Pada masa ini remaja seringkali akan mengalami
kehilangan identitas dirinya karena identitas kelompok akan lebih
mengarahkan identitas pribadi seorang remaja(santrock,1995;44-47). Hal
ini disebabkan karena selama masa remaja, seseorang akan mengikuti
standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masa anak-
anak disini konformitas kelompok akan sangat tinggi. Konformitas atau
adanya kelompok teman sebaya ini dapat mengarahkan seorang remaja
pada perilaku baik yang positif maupun yang negatif namun kebanyakan
konformitas ini mengarah pada yang negatif seperti berkata jorok,
mencuri, merusak,mengolok-olok orang lain, dan sebagainya
(Santrock,1995;46). Perilaku negatif yang dimunculkan oleh seorang
remaja ini telah mengarah pada kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini
mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari peilaku yang
tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, hingga mengarah pada
tindakan-tindakan kriminal.

2.2 Agresi

2.2.1 Pengertian agresi


Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang
lain baik secara psikis maupun fisik (Baron & Bryne,1994; Brehm
&Kasin,1993 ;Brimingham,1991). Dalam hal ini , jika menyakiti orang
lain karena unsur ketidaksengajaan , maka perilaku tersebut bukan
dikategorikan sebagai perilaku agresi. Sedangkan dalam Clerg(1994)
disebutkan bahwa perilaku agresif mengandung maksud(intention) untuk
melukai orang lain sedangkan agresif bersifat atau bernafsu menyerang,
cenderung ingin menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal
atau situasi yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat
(suharso,1999). Menurut Atkinson (1999) agresifitas secara bahasa
adalah bersikap menyerang, kecenderungan yang membiasakan sikap
permusuhan pada diri manusia, agresi ini dapat dilihat dalam bentuk
menyerang atau menghancurkan dan bahkan merusak. Sehingga
agresivitas disini bias dianggap sebagai segala tindakan yang bertujuan
menyakiti atau melukai orang lain (baik secra verbal maupun fisik) atau
merusak harta benda. Selain itu menurut Patteson dan Tedeschi, agresif
merupakan usaha kasar dengan paksaan yang bertujuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain dan menghentikan kegiatan orang lain
yang mengganggunya, disini dapat diartikan bahwa seseorang itu
melakukan perilaku agresif karena memiliki tujuan untuk melindungi
orang lain dan meilndungi dirinya sendiri. Lebih lanjut Dollard dan
Miller meyatakan bahwa agresif merupakan suatu tindakan yang hasilnya
kesakitan pada organisme atau pengganti organisme (Nasoka,2008).
Sementara itu Moore dan Fine mendefinisikan agresi sebagai tingkah
laku kekerasan fisik maupun verbal terhadap individu lain atau terhadap
objek-objek (Koesworo,1988). Murray mengatakan bahwa agresif
adalah kebutuhan untuk menyerang, memperkosa, atau melukai orang
lain untuk meremehkan, merugikan, mengganggu membahayakan,
merusak, menjahati, mengejek, mencemoh atau menuduh, menghukum
berat atau melakukan tindakan sadis lainnya (Chaplin,2002). Berdasarkan
beberapa penjelasan agresi yang telah disebutkan oleh banyak tokoh
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi yang terjadi atau
dilakukan sesorang itu haruslah memiliki tujuan baru dapat dikatakan
sebagai tindakan agresi. Dan dari uraian diatas pula dapat ditarik
kesimpulan bahwa tindakan agresi merupaka perilaku yang dimaksudkan
(bertujuan) menyakiti orang lain baik secara psikis maupun fisik,
tindakan agresi ini merupakan kecenderung ingin menyerang kepada
sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan,
menghalangi atau menghambat.

Perilaku agresif menurut Bartol (Koeswara, 1988) agresi dibagi


menjadi dua yaitu:

a. Agresif instrumental (instrumental aggression)

yaitu agresif yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai


alat untuk mencapai tujuan tertentu. Agresi instrumental ini dimulai
dengan persaingan,kecemburuan atau keinginan untuk memiliki
barang-barang berharga atau status sehingga agresi digunakan
untuk memenuhi keinginan tersebut.

b. Agresif benci (hostile aggression)

yaitu yang dilakukan sebagai pelampiasan keinginan untuk


menimbulkan efek kerusakan,kesakitan pada sasaran atau korban.
Kebencian terjadi karena ada stimulus yang mengakibatkan
kemarahan, misalnya hinaan atau serangan fisik.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi agresi

Menurut Sears (1994), perilaku agresif remaja disebabkan oleh dua


faktor utama yaitu serangan dan frustasi. Serangan merupakan salah satu
faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam
bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Sedangkan faktor lainnya yaitu
frustasi, terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam
mencapai tujuan, kebutuhan,keinginan, penghargaan atau tindakan
tertentu. Menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul
emotional behavior menyatakan bahwa adanya persaingan atau kompetisi
juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja. Selain
itu Koeswara (1988)menyatakan bahwa faktor penyebab remaja
berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan
menjadi faktor sosial, faktor lingkungan, faktor situasional, faktor hormon,
alkohol, obat-obatan (faktor yang berasal dari luar individu ) dan sifat
kepribadian (faktor-faktor yang berasal dari dalam individu), yaitu :

a. Penyebab sosial

• Frustasi, yaitu situasi yang menghambat individu dalam usaha


mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi
maka akan timbul perasaan-perasaan agresif.

• Profokasi,yaitu pelaku agresi profokasi dilihat sebagai


ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk
meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut.

• Melihat model-model agresif, Film dan TV dengan kekerasan


dapat menimbulkan agresi,makin banyak menonton kekerasan
dalam acara TV makin besar tingkat agresivitas remaja
terhadap orang lain, makin lama menonton,makin kuat
hubungannya tersebut.

b. Penyebab dari lingkungan

• Polusi Udara, bau busuk dilaporkan dapat menimbulkan


perilaku agresi tetapi tidak selalu demikian tergantung dari
berbagai faktor lain.
• Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk
perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi
dan frustasi karenanya.

c. Penyebab situasional

• Bangkitnya seksual yaitu film porno yang “ringan” dapat


mengurangi tingkat agresif, film porno yang “keras” dapat
menambah agresif.

• Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk


melukai atau mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian
dapat tertuju kepada sasaran apa saja yang ada.

• Alkohol dan obat-obatan, Ada petunjuk bahwa agresi


berhubungan dengan kadar alkohol dan obat-obatan. Subyek
yang menerima alkohol dalam takaran-takaran yang tinggi
menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan subjek yang tidak menerima alkohol atau menerima
alkohol dalam taraf yang rendah. Alkohol dapat melemahkan
kendali diri peminumnya,sehingga taraf agresivitas juga tinggi.

• Sifat kepribadian,Menurut Baron (dalam Koeswara, 1988)


setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya
untuk mendekati atau menjauhiperilaku agresif. Ada beberapa
yang memiliki sifat karakteristik yang berorientasi untuk
menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran.

Sears (1994) juga menyebutkan faktor penentu perilaku agresif


yang utama adalah rasa marah dan proses belajar respon agresif. Proses
belajar ini bisa terjadi langsung terhadap respon agresif atau melalui
imitasi.
2.2.3 Aspek atau ciri-ciri/karakteristik agresi

Berkowitz dalam Yulandari, S. (2008) membagi dalam dua aspek,


yaitu:

1 agresi fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,


menggigit,memarahi, dan merampas).

2 agresi verbal (mengancam secara verbal, menuntut)

Menurut Johnson & Medinnus (Kumoro,2008), pembagian agresif dapat


dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

• Menyerang secara fisik adalah agresi yang dilakukan untuk


melukaiorang lain secara fisik. Melukai dapat dilakukan dengan
memukul dengan kepalan tangan untuk meninju, dengan kaki
untuk menendang,dapat pula dilakukan dengan menggunakan
instrumen atau alat, seperti menggunakan pisau untuk menusuk,
dan menggunakan api untuk membakar.

• Menyerang suatu obyek adalah agresi yang dilakukan pada benda


mati yang tidak berhubungan dengan target yang memunculkan
amarah. Contoh anak yang marah pada ayahnya kemudian
melampiaskan kemarahannya pada boneka.

• Menyerang secara verbal atau simbolik adalah agresi yang


dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Bila seseorang
sedang mengumpat, mengejek, mengancam, membantah dan
sebagainya, berarti seseorang itu sedang melakukan agresi verbal.

• Menyerang benda orang lain atau pelanggaran terhadap hak milik


orang lain adalah agresi yang dilakukan untuk melanggar hak milik
orang lain. Seperti memaksakan pendapat, merusak barang hak
milik orang lain.
2.3 Solidaritas

a. Pengertian solidaritas

Bagi Robert A. Sirico (Majalah Religion & Liberty, edisi


September dan Oktober 2001, Vol. 11, No. 5), solidaritas adalah

“the acceptance of our social nature and the affirmation of the


bonds we share with all our brothers and sisters.”

Menurut Sirico, solidaritas dapat ditimbulkan oleh perasaan simpati atau


bela rasa (compassionate) atas keadaan penderitaan yang dialami orang
lain. Tapi perasaan ini saja tidak cukup. Solidaritas haruslah merupakan
pengakuan akan hakikat diri kita sebagai mahkluk sosial yang tidak ingin
membiarkan orang lain berkembang tanpa bantuan dan kerja sama kita,
karena kesadaran bahwa kita pun tidak mungkin hidup dan berkembang
tanpa bantuan orang lain. Sisi lain dari solidaritas adalah penegasan bahwa
kita dan orang lain, dalam situasi penderitaan atau situasi normal, berbagi
ikatan yang sama sebagai saudara. Sedangkan solidaritas sosial menurut
Paul Johnson(1986) adalah solidaritas menunjuk pada suatu keadaan
hubungan dan atau kelompok yang didasarkan perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh penalaran
emosional bersama. Menurut Robbert MZ Lawang, solidaritas sosial
menunjuk pada kesatuan, persahabatan, rasa saling percaya yang muncul
akubat tanggung jawab bersama dan kepentingan bersama antara anggota
kelompoknya. Pendapat lain mengenai konsep solidaritas dijelaskan oleh
WA Gerungan (1991) menyatakan bahwa “apabila kehidupan
berkelompok bertambah kokoh maka akan timbulah sense of
belongingness pada diri anggota-anggotanya”, dan akan semakin
mendalam pula apabila anggotanya semakin solider terhadap sikap dan
usahanya dengan kehidupan berkelompok.
b. Aspek-aspek atau ciri-ciri/karakteristik solidaritas

Solidaritas menurut Soerjono Soekanto (1987) dibedakan menjadi


dua, yaitu:

• Dilandaskan pada persamaan

Kohesi yang timbuk karena persamaan ras, kerabat, bahasa,


tempat tinggal,kepercayaan dan lain sebagainya. Solidaritas ini
penting bagi kelompok kecil yang terisolasi, homogen dan statis.

• Didasarkan pada perbedaan sebagai kurang mandirinya berbagai


bagian dari masyarakat

Tipe solidaritas ini oleh Durkheim dinyatakan sebagai


solidaritas organik. Solidaritas ini didasarkan pada adanya
perbedaan.

2.4 Hubungan antara variabel

Masa remaja adalah masa dimana seseorang lebih dekat dengan


kelompoknya atau teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya.
Kebanyakan hubungan dengan kelompok teman sebaya pada remaja ini
dapat dikategorikan kedalam salah satu dari ketiga bentuk yang ada yaitu
klik,kelompok, atau persahabatan individual. Pada masa ini remaja
seringkali akan mengalami kehilangan identitas dirinya karena identitas
kelompok akan lebih mengarahkan identitas pribadi seorang
remaja(santrock,1995;44-47). Hal ini disebabkan karena selama masa
remaja, seseorang akan mengikuti standar-standar teman sebaya daripada
yang kita lakukan pada masa anak-anak disini konformitas kelompok akan
sangat tinggi. Konformitas ini seringkali akan bersifat adaptif karena
memang kita perlu menyesuaikan diri terhadap orang lain dan juga karena
tindakan orang lain dapat memberikan informasi mengenai cara yang
paling baik untuk bertindak dalam keadaan tertentu. Seseorang akan
menampilakan sebuah konformitas karena mereka menggunakan informasi
yang mereka peroleh dari orang lain, karena mereka mempercayai orang
lain, dan karena mereka takut menjadi orang yang
menyimpang. .Konformitas atau adanya kelompok teman sebaya ini dapat
mengarahkan seorang remaja pada perilaku baik yang positif maupun yang
negatif namun kebanyakan konformitas ini mengarah pada yang negatif.
Salah satunya adalah tawuran, Tawuran atau Tubir adalah istilah yang
sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar
sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh
sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam,
mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan
bentrok(Wikipedia.com). perilaku tawuran ini mengarah pada tindakan
agresi karena melihat dari pengertian agresi yaitu Agresi merupakan
perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain baik secara psikis
maupun fisik(Baron&Bryne,1994;Brehm&Kasin,1993;Brimingham,1991).

Pada tindakan agresi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


Menurut Sears (1994), perilaku agresif remaja disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu serangan dan frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor
yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk
serangan verbal atau serangan fisik. Sedangkan faktor lainnya yaitu
frustasi, terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam
mencapai tujuan, kebutuhan,keinginan, penghargaan atau tindakan
tertentu. Jika kita lihat kembali pada masalah tawuran faktor serangan ini
menjadi salah satu faktor penting yang menimbulkan suatu bentuk
tindakan agresi. Perang antar kelompok atau tawuran sering berawal dari
ejekan dan berakhir dengan perkelahian bahkan kematian (Sears,1994).
Dari sebuah serangan seseorang atau sekelompok orang seringkali
bereaksi terhadap serangan dengan melakukan tindakan balasan. Tindak
balasan ini merupakan bentuk kekompakan dari antar anggota kelompok.
Kekompakan mengacu pada kekuatan baik yang positif maupun negative
yang menyebabkan para anggota menetap dalam sebuah
kelompok(Festinger,1950;dalam Sears,1994). Kekompakan merupakan
karakteristik kelompok sebagai suatu kesatuan, hal ini akan sangat
bergantung pada tingkat keterikatan individual yang dimiliki setiap
anggota kelompok. Kekompakan yang terjadi dalam sebuah kelompok ini
dapat membentuk suatu solidaritas terhadap kelompok karena adanya
perasaan yang sama antar setiap anggota karena dalam sebuah kelompok
pasti telah terbentuk nilai-nilai dan norma tertentu yang dianut.

2.5 Kerangka konseptual---blm diganti

remaja

Kenakalan
remaja Konformitas

agresi
Kepercayaan
terhadap kelompok

marah tekanan Pengaruh


dari luar
Kekompaka
n

Kecenderungan
membalas

2.6 Hipotesis

Hipotesis awal dari penelitian ini adalah ada hubungan antara konformitas
kelompok terhadap perilaku agresi yang dilakukan remaja SMP.

Berkowitz mengelompokkan macam-macam agresi berdasarkan


tujuan melakukan agresi antara lain :

1) Agresi instrumental

Agresi instrumental merupakan perilaku agresif yang memiliki


tujuan lain disamping kejahatan, seperti usaha paksaan atau
suatu upaya mempertahankan kekuasaan, dominasi, atau status
sosial seseorang.
2) Agresi emosional

Agresi emosional merupakan perilaku agresif yang tujuan


utamanya adalah berbuat jahat. Agresi emosional ini juga bisa
dianggap sebagai agresi jahat, afektif atau marah, karena
terjadinya ketika seseorang tersinggung dan menyakiti orang
lain.

3) Agresi langsung

Agresi langsung yaitu bentuk perilaku yang dimaksudkan


untuk menyakiti orang lain yang muncul karena
ketidakmampuan menahan diri.

4) Agresi tidak langsung

Freud berpendapat bahwa seseorang dapat mereduksi


dorongan agresifnya melalui fantasi agresif, seperti lamuman
dalam kekerasan, gurauan yang kejam, atau dengan menulis
cerita.

Anda mungkin juga menyukai